I
PENDAHULUAN
dengan Data Badan Pusat Statistik tahun 2016 yang menunjukkan pada tahun
2009 populasi ternak sapi perah berjumlah 474.701 ekor dan pada tahun 2016
perah yaitu susu akan meningkat pula, selain produksi susu, limbah yang
dihasilkan dalam bentuk feses pun ikut meningkat. Feses merupakan salah satu
jenis limbah yang dihasilkan dari proses metabolisme ternak dan masih
penanganan limbah ternak yang baik dan benar diharapkan akan meminimalkan
feses sapi perah bersifat heterotrop, artinya bakteri tersebut tidak dapat membuat
makanan sendiri sehingga bakteri tersebut memerlukan sumber karbon dari bahan
lain.
Feses yang dikelola dengan baik, memiliki potensi sebagai sumber energi
feses sapi perah dalam proses pengolahan biogas yaitu bakteri selulolitiknya lebih
beragam akibat dari pakan rumput dan serat kasar yang dikonsumsi sehingga VFA
dan gas metana yang dihasilkan akan lebih banyak. Biogas merupakan gas yang
2
aktivitas bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik dalam kondisi tanpa udara
(CO2), gas hidrogen (H), gas oksigen (O 2), dan gas hidrogen sulfida (H 2S).
Senyawa yang sangat berperan dalam pembentukan biogas adalah gas metana dan
gas karbondioksida. Apabila kadar gas metana tinggi, maka biogas memiliki nilai
kalor yang tinggi pula, sebaliknya jika kadar gas karbondioksida yang tinggi,
maka nilai kalor biogas akan rendah. Untuk memperoleh kadar gas metana yang
penghasil gas metana, seperti halnya batu bara. Gas metana yang dihasilkan oleh
batu bara memiliki nilai kalori yang tinggi dan dapat digunakan sebagai energi
Batu bara merupakan potensi sumberdaya energi yang cukup besar dan
Indonesia menurut data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tahun 2013
sebanyak 330 juta ton dan yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri sekitar
3
70 juta ton. Jenis batu bara yang terdapat di Indonesia merupakan batu bara muda
(lignit). Sebanyak 60% total sumber batu bara di Indonesia merupakan batu bara
lignit atau low rank coal, sementara batu bara berkualitas tinggi seperti
bituminous dan sub-bituminous hanya sekitar 0,5% dari cadangan dunia, sehingga
dibutuhkan cara untuk mengolah batu bara sebelum dimanfaatkan. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan Gas Metana Batu bara pada
Pada batu bara muda yang memiliki nilai kalori rendah, maka dapat
untuk produksi gas metan batubara (GMB) atau Coal Bed Methana (CBM). Isolat
bakteri anaerob.
lemak terbang.
biogas.
4
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui:
bakteri anaerob.
lemak terbang.
biogas.
penambahan limbah ternak berupa feses sapi perah pada batu bara berkalori
rendah sebagai sumber nutrisi dan sumber mikroba untuk bakteri metanogenik
yang berperan dalam pembentukan gas metana. Kegunaan ilmiah dari penelitian
ini adalah mengungkapkan peran mikroba penghasil gas metana yang berasal dari
feses sapi perah yang dapat beradaptasi pada media berisi batu bara untuk
utama yang dihasilkan oleh sapi perah yaitu susu, selain produksi utama, sapi
perah juga menghasilkan kotoran dalam bentuk feses yang juga ikut meningkat.
5
bakteri pada feses memerlukan sumber karbon dalam bentuk senyawa organik.
Jumlah bakteri yang terdapat didalam feses sapi perah bervariasi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor biologis, yaitu bentuk dan sifat mikroorganisme terhadap
bersama dan faktor nonbiologis, yaitu kandungan zat makanan didalam media,
suhu, kadar oksigen, dan cahaya. Jenis bakteri yang terdapat dalam feses sapi
perah merupakan golongan aerob dan anaerob. Beberapa bakteri golongan aerob
Escherichia coli, selain itu terdapat pula Vibrio cholera ogawa dan Pseudomonas
aeroginosa (Ellin dan Suryanto, 2011). Feses sapi perah yang tidak ditangani
manusia, sehingga harus diolah agar dapat bermanfaat bagi manusia, salah
Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik
dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan
oksigen atau disebut anaerobic digestion gas yang dihasilkan sebagian besar
berupa gas metana (CH4), karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang
(H2), nitrogen sulfur, dan kandungan air. Energi yang terkandung dalam biogas
tergantung dari konsentrasi gas metana. Semakin tinggi kandungan gas metana
maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya,
semakin kecil kandungan gas metana maka semakin kecil nilai kalor. Kualitas
6
mengandung bahan organik seperti feses ternak, kotoran manusia, dan sampah
organik, salah satunya adalah feses sapi perah. Di dalam feses terdapat beberapa
umum, bakteri yang terdapat di dalam feses sapi perah memerlukan sumber
karbon dalam bentuk senyawa organik. Bakteri pembentuk gas metana di dalam
Ada tiga kelompok dari bakteri dan Archaebacteria yang berperan dalam
dan Enterobacteria.
Susanto, 2007).
Energi berupa gas metana tidak hanya dihasilkan dari biogas, tetapi dapat
juga bersumber dari Gas Metana Batu bara (GMB) yaitu gas metana yang terdapat
7
diperlukan teknologi atau metode yang terkait dengan batu bara bersih.
yang terdiri dari beberapa macam zat yang mengandung karbon, hidrogen, dan
oksigen dalam suatu ikatan kimia bersama-sama dengan sedikit sulfur dan
nitrogen (Syam, 2012). GMB adalah gas metana yang terbentuk bersamaan
dengan pembentukan batu bara. GMB bersifat adsorb, yang berarti gas akan
keluar dari matriks batu bara secara alami. GMB mengandung sedikit hidrokarbon
Selama proses pembentukan batu bara, gas metan dapat terbentuk oleh
proses termogenik dan biogenik (Aditiawati, 2013). Formasi gas metan yang
terbentuk dari proses biogenik berasal dari dekomposisi bahan organik batu bara
metan (Guo, 2012). Penambahan batu bara akan berpengaruh terhadap produksi
asam lemak terbang. Asam lemak terbang atau Volatile Fatty Acid (VFA) terdiri
dari asam organik yang mudah menguap. Komponen utama VFA adalah asam
Batu bara sebagai source rock sekaligus sebagai reservoir. Pada proses
bara lignit, bituminous, sub-bituminous, dan antrasit akibat pengaruh tekanan dan
batu bara lignit dan bituminous. Batu bara sub-bituminous berwarna hitam,
kurang kompak, nilai kalor cukup tinggi dengan kandungan karbon yang cukup
8
sedikit, kandungan air, sulfur, dan abu yang cukup banyak sehingga batu bara ini
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas biogas yaitu
dengan menambahkan karbon organik dari feses sapi perah, nutrisi, konsorsium
mikroba, dan bahan organik seperti karbon dari batu bara nonproduktif pada
peningkatan produksi asam lemak terbang pada hari ke-14 (Aditiawati, 2013).
penambahan 6% larutan isolat bakteri feses sapi perah memiliki potensi dalam
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1. Biogas
Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik
dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan
oksigen atau disebut anaerobic. Sebagian besar gas yang dihasilkan berupa
metana (Saputri, dkk, 2014). Bahan organik yang efektif menghasilkan biogas
adalah feses ternak, limbah sayuran dan buah atau limbah produksi gula seperti
molasses. (Rasheed, 2016). Komponen biogas adalah gas metana (CH4), gas
karbon dioksida (CO2), gas nitrogen (N2), gas hidrogen (H2), oksigen (O2), gas
karbon monoksida (CO) dan hidrogen disulfida (H 2S). Asetat ditemukan dalam
air limbah, stoikiometrinya membentuk metana dan karbon dioksida dalam jumlah
yang sama. Adapun komposisi yang terkandung di dalam biogas dapat dilihat
pada Tabel 1.
anaerob merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu pemecahan bahan organik oleh
10
aktivasi bakteri metanogenik dan bakteri asidogenetik pada kondisi tanpa udara.
Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik
Pembentukan biogas oleh mikroba pada kondisi anaerob meliputi tiga tahap
proses yaitu:
a. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi peruraian bahan-bahan organik mudah larut
terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri
yaitu asam asetat propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas
Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat
dan komponen sulfur lainnya menjadi sulfur sulfida. Pada tahap ini, bakteri
dioksida dan metana oleh organisme asetropik dan cara lainnya adalah
menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Bakteri ini akan
11
membentuk gas CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2 dan asam asetat yang
dkk (1979), berdasarkan teori klasik dari proses degradasi organik. Model tersebut
a. Fase aerob, ditandai oleh likuifaksi dan hidrolisis materi organik, yang
CO2 akan dihasilkan dari sistem ini, dan materi anorganik akan lebih banyak
asam volatil akan dikonversi menjadi metan dan CO 2, dan materi organik terlarut
suhu, pH, kadar air, rasio C/N Nutrien / inokulum, dan pengadukan (Polprasert,
proses pembentukan biogas dengan waktu yang dibutuhkan untuk substrat dalam
digester habis (retention time) disajikan pada Tabel 2. Semakin rendah tingkat
retention time yang dibutuhkan maka semakin cepat proses pembentukan biogas,
tingkat pertumbuhan metanogen lebih tinggi, waktu retention time lebih rendah,
proses degradasi bahan padat lebih baik, memisahkan bagian padat dan cair lebih
dan mineral, serta proses pembuangan sisa hasil metabolisme sangat dipengaruhi
jumlah amonia, sedangkan keberadaan VFA akan menurunkan nilai pH. Nilai pH
yang berasal dari degradasi protein. Konsentrasi amonia yang tinggi pada proses
konsentrasi amonia biogas dalam digester harus dibawah 80 mg/l. Semakin tinggi
amonianya
makronutrisi seperti carbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur (C:N:P:S) dengan rasio
600:15:5:1. Imbangan yang tidak seimbang antara makro dan mikro nutrisi dapat
anti nutrisi. Senyawa anti nutrisi tersebut dapat timbul akibat bawaan dari bahan
organik yang digunakan sebagai substrat biogas atau terbentuk selama proses
Batu bara disebut batuan sedimen organik yang terdiri dari kandungan
berbagai macam mineral. Komposisi kimia batubara terdiri atas karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, dan sulfur (Jordening, 2005), sedangkan batu bara disusun dan
diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari lignin,
dalam batu bara memegang peranan yang penting pada proses biogenik sampai
terbentuk gambut dan selanjutnya berubah menjadi batu bara coklat atau brown
coal (Kussuryani, 2015). Gambut akan mengalami perubahan secara bertahap dan
setelah mengalami pemanasan dan tekanan yang terus menerus dalam kurun
waktu yang lama (Kussuryani, 2015). Batu bara sub-bituminous berwarna hitam,
kurang kompak, nilai kalor cukup tinggi dengan kandungan karbon yang cukup
sedikit, kandungan air, sulfur, dan abu yang cukup banyak sehingga batu bara ini
Gas metana batu bara dapat berasal dari luar maupun dari dalam batu bara.
Gas metana yang berasal dari luar umumnya disebut sebagai gas rawa yang
metana yang berasal dari dalam batu bara tersimpan dalam matriks berupa
16
awal pembentukan batu bara, metana biogenic terbentuk dari by-product respirasi
oksigen tersisa pada sisa tanaman dan sedimen. Setelah oksigen habis, barulah
mikroba anaerob bekerja dan menghasilkan metana melaluin konversi CO2 dan
degradasi kandungan organik pada batu bara (Rice dan Claypool, 1981 dalam
Pratama,2012).
Gas metana batu bara terbentuk secara alami melalui proses termogenik
yaitu pembentukan gas yang terjadi karena adanya suhu dan tekanan yang tinggi.
Proses termogenik memerlukan waktu yang sangat lama sehingga GMB akan
habis sebelum gasnya dapat diproduksi lagi secara termogenik (Syam, 2010).
Formasi gas metana yang terbentuk dari proses biogenik berasal dari dekomposisi
bahan organik batu bara yang digunakan sebagai substrat bagi bakteri metanogen
C3, n-C4, cairan hidrokarbon, dan campuran organik padat yang terkandung dalam
seperti bakteri syntrophic yang mendegradasi molekul organik dari batu bara
menjadi asam organik dan asam lemak. Asam organik dan asam lemak tersebut
molekul organik pada batu bara dihidrolisis oleh aktivitas enzim ekstraseluler
17
seperti fumarat, isoprenoid, dan alkali rantai panjang yang kemudian dikonversi
menjadi asetat, asam lemak, metanol, hidrogen, dan CO2 dibawah kondisi anaerob
(Rudiansyah, 2011).
dapat ditingkatkan melalui injeksi N dan CO 2 ke dalam lapisan batu bara melalui
celah sumur batu bara. Molekul N atau CO2 akan menggantikan molekul metana
di dalam celah dengan rasio ± 4:1. Metode lain yang dapat digunakan untuk
bioaugmentasi yang dapat dilakukan secara in-situ atau ex-situ (Kusuryani, 2015).
stimulant menghasilkan produksi GMB hingga 5.034 mmol/g batu bara pada hari
menghasilkan produksi GMB sebesar 4,377 mmol/g batu bara pada hari ke 24 dan
tersebut dalam bentuk eleman sedangkan sebagian lain dalam bentuk senyawa
aerob obligat, anaerob fakultatif, anaerob aerotoleran, anaerob obligat, dan bakteri
untuk pertumbuhannya, sedangkan anaerob obligat adalah bakteri yang hidup bila
tidak ada oksigen. Bakteri anaerob fakultatif merupakan bakteri yang dapat
tumbuh dengan atau tanpa oksigen, dan bakteri anaerob aerotoleran adalah bakteri
adalah bakteri yang dapat hidup hanya bila tekanan oksigennya rendah.
Bakteri memiliki tiga bentuk utama yaitu, kokus yang berbentuk bulat,
basil berbentuk batang atau silinder dan spiril yang berbentuk lengkung. Bakteri
kokus dibagi menjadi enam jenis yaitu, micrococcus jika kecil dan tunggal,
bakteri basil, bakteri spiril juga dibagi menjadi dua jenis yaitu, vibrio jika
berbentuk lengkung kurang atau setengah lingkaran, dan spiral jika berbentuk
2.6. Metanogen
sebagai akhir dari proses respirasinya. Metanogen memiliki tiga ciri utama yaitu,
selama proses pertumbuhan, bagian dari archaea yang termasuk kedalam filum
asam lemak rantai panjang dan alkohol bukan merupakan substrat untuk
elektron (Bleicer, 1989; Frimmer dan Widdel, 1989; Widdel, 1986; Widdel 1988
dan methnanopyrales (Whitman, 2001, 2006 dalam Liu, 2010). Metanogen hidup
dalam lingkungan yang anaerob seperti lapisan sedimen laut atau sungai,
tumpukan tanah, sistem pencernaan manusia dan hewan, digester anaerob, atau di
tempat anaerob lainnya (Liu dan Whitman, 2008). Pada lingkungan alamiah
metanogen, elektron aseptor seperti O2, NO3-, Fe3+, dan SO24- jumlahnya terbatas.
Pada saat elektron aseptor selain CO 2 tersedia maka metanogen akan terlepas dari
dari gram positif dengan pseudomurein sebagai komponen utama pada dinding
atau alkohol sekunder sebagai elektron aseptor. Beberapa spesies tumbuh secara
pepton, yeast extract, B-vitamins, dan atau cairan rumen untuk tumbuh.
gas nitrogen, nitrat, dan alanin. Methanococci membutuhkan garam laut untuk
saat ini diketahui dapat memproduksi metana pada keadaan suhu lebih dari 100 oC.
sumber karbon. Memiliki bentuk sel batang dan termasuk kelompok gram
negatif. Memiliki dinding sel dua lapis, pada bagian dalam tersusun dari
pseudomurein yang mengandung ornithine dan lisin, sedangkan pada lapisan luar
mikroba optimal. Salah satu medium anaerob yang dapat digunakan adalah
medium 98-5 Bryan dan Robinson (1961) untuk anaerob. Medium 98-5 tersusun
dari larutan mineral 1, larutan mineral 2, agar, cairan rumen, glucose, cellubiose,
terdiri dari K2HPO2 dan akuades, dan NaCl, (NH4)2SO4, KH2PO4, CaCl2, MgSO4,
dan akuades. Larutan Resazurin 0,1% digunakan sebagai indikator anaerob atau
fase pertumbuhan yang terdiri dari, fase adaptasi (lag phase), fase pertumbuhan
(log phase), fase statis (stationary phase), dan fase penurunan populasi (decline
22
tempat dia hidup. Lama waktu adaptasi dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis
bakteri, umur biakan, dan nutrisi yang tersedia. Volk dan Wheeler (1981),
namun metabolisme sel meningkat dan terjadi perbesaran ukuran sel. Sel
Fase pertumbuhan tercepat terjadi pada fase pertumbuhan atau log phase.
pertambahan waktu. Pelczar dan Chan (2010), menjelaskan bahwa pada fase ini
sel membelah dengan laju dan aktivitas metabilsme yang konstan, pertambahan
massa dua kali lipat. Jenis bakteri tertentu menghasilkan senyawa metabolit
primer, seperti karbohidrat dan protein. Pada fase ini merupakan waktu terbaik
bahwa pada fase log phase dihasilkan senyawa seperti etanol, asam laktat, dan
Pada fase statis (stationer phase), beberapa sel mati sedangkan yang lain
tumbuh dan membelah dengan8 perbandingan yang sama (Pelczar dan Chan,
2010). Pada fase ini bakteri dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder,
seperti antibiotik, antioksidan, dan polimer (Purwoko, 2007; Volk dan Wheeler,
1981).
23
phase), sel yang mati lebih cepat dari pada sel yang terbentuk baru, laju kematian
Semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan. Terjadi
penumpukan racun dan juga kehabisan nutrien (Pelczar dan Chan, 2010).
Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler, selain
itu habisnya jumlah makanan dalam medium, juga menjadi penyebab terjadinya
penurunan jumlah bakteri pada fase ini (Volk dan Wheeler, 1981).
kerbau rawa (swamp buffalo), dan kerbau sungai (River Buffalo). Kerbau rawa
memiliki koformasi tubuh yang padat dan luas dengan kaki yang pendek dan leher
panjang. Tanduk kerbau rawa melengkung ke atas dan memiliki dahi datar, muka
pendek dan moncong luas (Hasinah dan Handiwiriawan, 2006). Sama halnya
dengan sapi, pada sistem pencernaan kerbau terdapat mikroba sebagai agen utama
pencerna selulosa dan lignin dari bahan pakan berserat kasar tinggi.
jumlah bakteri pada cairan rumen kerbau adalah 1,89-2,34 x1010/ml cairan rumen,
pada feses kerbau tersebut. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Bai (2012),
jumlah bakteri pada feses sapi mencapai 3,05 x 10 11 cfu/gr dan total fungi
mencapai 6,55 x 104. Prihantoro (2010), mengatakan bahwa pada feses kerbau
terdapat bakteri selulolitik yang lebih banyak dan beragam dibandingkan dengan
feses sapi.
panjang dilakukan dalam kaitannya dengan koleksi dan konservasi plasma nutfah
mikroba, sehingga apabila suatu saat diperlukan dapat diperoleh kembali atau
mengurangi laju penggunaan energi sel selama masa simpan sehingga mikroba
dapat diaktifkan kembali karena masih memiliki energi sel yang cukup atau viabel
(Bjerketorp dkk., 2006). Mikroba yang disimpan dalam bentuk beku atau pada
suhu di bawah 0oC tidak akan beraktifitas dan berkembang biak (dorman)
25
freezer maupun dalam refrigerator tidak merubah daya kerjanya. Hal ini
ditolerir oleh mikroba tersebut (Moore dan Carlson, 1975) dan di bawah suhu
yang diperlukan oleh mikroba tersebut untuk beraktivitas yaitu 39oC (Hungate,
1966).
26
III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Feses kerbau 1 Kg
2. Batu bara Bituminous 12 gram
3. Cairan Rumen 100 ml
4. Gliserol Teknis 6 ml
5. Bahan Media Diperkaya dan Pengencer
b. Aquades 100 ml
f. Aquades 100 ml
3. Larutan Pengencer
d. Aquades 100 ml
4. Air destilasi 50 ml
6. Cairan Rumen 40 ml
10. NaCO3 8% 5 ml
1. Sampel 30 ml
98-5.
2. Botol serum 250 ml berfungsi untuk menampung larutan isolat dan media
botol serum.
0,01 gram.
15. Roll Tube berfungsi untuk memutar tabung agar medium padat ataupun
17. Hot Plater Stirer 150˚C berfungsi sebagai alat pemanas dalam pembuatan
media.
19. Alumunium foil berfungsi untuk membungkus botol serum berisi media
20. Syringe berfungsi untuk menghisap dan menyuntikkan gas atau cairan.
22. Water Bath berfungsi untuk memanaskan air dan menciptakan suhu
konstan.
26. Tabung gas CO2 untuk membebaskan gas O2 dari larutan pengencer dan
telah terpakai.
1. Mencuci peralatan yang terbuat dari kaca, plastik dan stenless seperti
elenmayer, hungate, botol serum, termos dan falcon yang digunakan dalam
kering.
selama 30 menit untuk peralatan yang tidak tahan suhu tinggi seperti botol
untuk yang tahan suhu tinggi seperti hunget dan botol scouth.
digunakan.
jika air didalam autoclave kurang dari batas tersebut. Menggunakan air
destilasi yang bertujuan untuk menghindari terbentuknya karat dan kerak.
3. Memasukan feses yang telah diambil kedalam termos serta ditutup rapat.
B. Prosedur in vitro
dengan konsentrat.
4. Membagi larutan buffer yang telah siap menjadi 3 bagian dengan masing-
6. Memasukkan larutan buffer dan sampel ke dalam botol serum 250 ml yang
mengendap dan mengambil gas yang terbentuk dalam larutan setiap 2 jam
larutan resazurin, dan Cysteine-HCl di atas hot plate stirer pada setiap
menit.
air destilasi, dan cairan rumen kedalam labu erlenmeyer 500 ml.
air destilasi, dan cairan rumen kedalam labu erlenmeyer 500 ml.
5. Memasukkan 12 gram batu bara dan 100 ml media 98-5 cair ke dalam
1. Menyimpan botol serum 250 ml berisi isolat, media, dan batu bara dari
2. Melakukan pengamatan parameter jumlah bakteri dan biogas pada hari ke-
1. Menyimpan botol serum 250 ml berisi isolat, media, dan batu bara dari
2. Melakukan pengamatan parameter jumlah bakteri dan biogas pada hari ke-
hungate yang berisi media cair yang ditambah agar kemudian bebaskan
2. Pemutaran media pada tabung hungate yang berisi sampel di Roll tube
selama 5-10 menit agar mendapatkan lapisan agar yang tipis pada dinding
tabung.
35
hungate pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28, dan bulan ke-2, 3 dan 4.
2. Kemudian siapkan 25 ml media 98-5 cair pada botol serum 100 ml, dan
3. Memberikan gas CO2 kedalam media yang telah berisi sampel semala 5
menit.
4. Crimping botol serum yang tealah berisi media dan sampel dengan
crimper.
6. Menarik biogas yang ada pada botol serum yang berisi sampel yang telah
8. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28, dan bulan ke-2, 3 dan
4.
Peubah yang diamati adalah pertumbuhan jumlah bakteri anaerob dan total
tidak berpasangan (Gasperz, 1995) dan dianalisis dengan program SPSS versi 17.
36
Penelitian ini terdiri dari 2 perlakuan percobaan dengan setiap perlakuan terdiri
Hipotesis
anaerob.
H1 : P2 > P1, artinya daya simpan pada suhu -20 oC di dalam freezer lebih
2. Simpangan Baku
1
s=
√ ∑ x 2− n ¿ ¿¿
Keterangan : s = simpangan baku
x = nilai sampel
37
n = jumlah sampel.
3. Koefisien Variasi (KV)
S
KV = × 100 %
X́
Keterangan : KV = koefisien variasi
s = simpangan baku
x́ = rata-rata hitung
Keterangan :
Sx2 = varian sampel disimpan pada suhu refrigerator
n = jumlah sampel
5. Menghitung keseragaman
Variansyangbesar
Fα= ,(n1 −1; n 2−1)
Variansyangkecil
Jika : F hitung ≤ Fα = varians sama
F hitung > Fα = varians tidak sama
Keterangan :
Fα = keseragaman populasi
n1 = jumlah sampel yang disimpan pada suhu refrigerator
38
1 1
√
S d́= Sp2
( +
n1 n2 )
Dimana:
( n1−1 ) s2 x+ ( n2−1 ) s2 y
Sp2=
n1+ n2−2
Keterangan:
S d́ = varians
Sp2 = varians gabungan sampel disimpan di suhu refrigerator dan suhu
freezer
s2 x = varians sampel disimpan di suhu refrigerator
s2 y = varians sampel disimpan di suhu freezer
x́ = rata-rata parameter sampel disimpan di suhu refrigerator
ý = rata-rata parameter sampel disimpan di suhu freezer
sx2 s y2 x́− ý
S d́=
√( +
n 1 n2 ) Statistik Uji :t=
S d́
W 1 +W 2
sx2 s y2
W 1= dan W 2=
n1 n2
Keterangan:
t α (n −1)
2 = nilai t table baris α dan kolom sampel 21-1
Kaidah keputusan,
1. 2. 3. 4. 5.
P1 P2 P1 P2 P2
6. 7. 8. 9. 10.
P2 P1 P1 P1 P2
Keterangan :
P = Perlakuan
40
IV
dengan media batu bara bituminous pada suhu penyimpanan yang berbeda dilihat
dari total bakteri anaerob yang di tumbuhkan pada media 98-5 dan diinkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 39oC dalam inkubator. Pengamatan dilakukan pada
hari ke 7, 14, 21, 28, 60, 90, dan 120 dapat dilihat pada Tabel 3.
terjaga hingga bulan ke 4 di kedua perlakuan, dimana jumlah bakteri anarob pada
hari ke 120 di penyimpanan suhu 4oC dalam refrigerator (P1) sebanyak 3,17
x1012 cfu/ml, sedangkan pada penyimpanan pada suhu -20oC dalam freezer (P2)
41
sebanyak 4,54 x1012 cfu/ml. Hasil data tersebut di uji dengan uji t tidak
berpasangan, hasil analisisa yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil
anaerob yang disimpan pada P1 dan P2 selama empat bualan tidak ada perbedaan
mikroba asal feses kerbau dengan media batu bara bituminous masih bisa
pernyataan Prihantoro (2010), yang menyatakan bahwa pada feses kerbau terdapat
bakteri selulolitik yang lebih banyak dan beragam dibandingkan dengan feses
sapi, Dan didukung penelitain Bai (2012), dimana jumlah bakteri pada feses sapi
mencapai 3,05 x 1011 cfu/gr, sedangakan hasil perlakuan jumlah bakteri anareob
mencapai 1012 cfu/ml. Jumlah bakteri yang tumbuh dengan baik disokong
bakteri tersebut. Menurut Sangyoka, dkk (2007), Isolat mikroba yang dibuat
dari feses kerbau dapat tumbuh dalam media batu bara dengan
perlakuan ini karena telah memanfaatkan kandungan nutrisi dari media 98-
ada penurunan jumlah bakteri dari hari ke 0 atau belum masuk perlakuan ke hari
menurut Pelczar dan Chan (2010), menjelaskan kondisi ini merupakan fase
adaptasi (lag phase) atau penyesuaian bakteri terhadap lingkungan tempat dia
42
hidup. Lama waktu adaptasi dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis bakteri,
yang memiliki dua fase ketika disimpan dalam keadaan anaerob untuk
akan meningkat ketika suasana anaerob sudah mendukung yang ditandai dengan
metana seiring dengan peningkatan kadar CO2 dan penurunan pH. Fase ini
freezer (20oC) masih terjadi penurunan hal ini bisa disebakan oleh sifat metanogen
mampu tumbuh pada suhu 0-122oC (Jablonski, dkk., 2015). Hasil pengamatan dari
hari ke-21 hingga hari ke- 60 kedua perlakuan baik P1 maupun P2 diperoleh
jumlah bakteri anaerob yang cukup stabil rata-rata 2.34 x 1012 cfu/ml untuk P1
Peningkatan jumlah bakteri anaerob pada hari ke- 90 terjadi pada kedua
perlakuan, P1 mencapai 3,42 x1012 cfu/ml dan P2 3,21 x 1012 cfu/ml. Pengamatan
pada hari ke-120 menjukan bahwa pada P1 mengalami penurunan menjadi 3,17 x
uji t tidak berpasangan hasilnnya tidak ada perbedannya (P>0,05), namun ini bisa
mikroba pada suhu 4±0,5oC sudah kehilangan viabilitasnya jika disimpan lebih
dari 3 bulan. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas metabolism mikroba masih
disimpan dalam waktu lebih dari 3 bulan penyimpanan, sedangkan mikroba yang
bawah suhu titik beku air akan memerlukan zat untuk melindungi sel mikroba
senyawa yang bersifat anti beku (cryoprotectant) seperti gliserol yang dapat
konsorsium mikroba masih bias di tolelir, hal ini sesuai dengan penelitian Thalib
rumen kerbau tersebut (Moore dan Carlson, 1975) yang seharusnya memerlukan
mikroba asal feses kerbau dengan media batubara nituminous yang disimpan pada
suhu refrigerator (4 oC) maupun suhu freezer (-20 oC) masih dapat terjaga selama
anaerob dari bahan organik dan kaya akan metana (Mirzha, 2008). Biogas
mengandung metana (CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas nitrogen (N2), gas
hidrogen (H2), oksigen (O2), gas karbon monoksida (CO) dan hidrogen disulfida
mengenai viabilitas konsorsium mikroba asal feses kerbau dengan media batubara
menjukan bahwa tidak ada perbedaan nyata (P> 0,05) berdasarkan uji t tidak
bepasangan, yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Baik penyimpanan P1 pada suhu
bara bituminous selama 4 bulan pada suhu refrigerator (4oC) maupun P2 pada
suhu freezer (-20 oC) tidak berpengaruh negatif pada viabilitasnya. Hal ini dapat
dilahat dari hasil pengamatan pada Tabel 3, dimana isolat konsorsium mikroba
yang ditanam kembali pada media 98-5 masih menghasilkan gas. Haisl
sebesaar 32,28 ml. Perbedaan gas yang dihasilkan walau pun hasil P2 lebih besar,
masih dihasilkan hingga hari ke- 120, memiliki produksi gas yang meningkat pada
hari ke 7 yaitu P1 sebesar 37,20 ml dan P2 sebesar 38,80 ml. Pingkan (2013)
biogas batu bara belum berperan signifikan terhadap total volume biogas yang
dihasilkan, sedangkan pada masa inkubasi 2 hingga 7 hari tersebut biogas yang
Gas metana batu bara terbentuk secara alami melalui proses termogenik
yaitu pembentukan gas yang terjadi karena adanya suhu dan tekanan yang tinggi.
Proses termogenik memerlukan waktu yang sangat lama sehingga GMB akan
habis sebelum gasnya dapat diproduksi lagi secara termogenik (Syam, 2010).
Formasi gas metana yang terbentuk dari proses biogenik berasal dari dekomposisi
bahan organik batu bara yang digunakan sebagai substrat bagi bakteri metanogen
bara bituminous pada konsorsium mikroba asal feses kerbau dan media mampu
bituminous akan berstimulus dengan larutan isolate dan media cair melalui
anaerob mampu tumbuh pada batu bara dengan mendagradasi karbon, cairan
hidrokarbon, dan campuran organik padat yang terkandung dalam batu bara
batu bara, semakin besar pula produksi gas metana yang dihasilkan karena ada
kedua perlakuan masih bisa menghasilkan gasa pada bulan ke- 4. Penelitian
rumen kerbau yang disimpan pada suhu rendah selama 8 bulan tidak berpengaruh
47
negatif pada aktivitas mikroba. Penanaman kembali isolate bakteri yang tealh di
substratnya masih baik. Hasil hasil yang diperoleh dari penyimpanan refrigerator
(4oC) dan freezer (-20 o C) ketika ditanam kembali masih bisa memproduksi gas
dan bisa dijadikan starter dengan kemampuan yang masih baik walau disimpan
selama 4 bulan.
48
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penyimpanan pada suhu 4oC didalam refrigerator dan pada suhu (-20)oC
mikroba asal feses kerbau dengan media batu bara bituminus selama 4
bulan dilihat dari pertumbuhan bakteri anaerob dan produksi biogas yang
dihasilkan.
2. Konsorsium mikroba asal feses kerbau dengan media batu bara bituminus
5.2 Saran
viabilitas konsorsium mikroba feses kerbau dengan media batu bara bituminous
pada penyimpanan suhu rendah yang berbeda disarankan untuk mengamatinya
RINGKASAN
tertentu dari setiap respon yang diberikan. Pemberian larutan isolat konsorsium
bakteri feses sapi perah dengan konsentrasi berbeda (2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%)
terhadap jumlah asam lemak terbang memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05).
Untuk mengetahui pola kecenderungan tertentu dari respon yang diberikan maka
dilakukanl Uji Polinomial Ortogonal, pada jumlah asam lemak terbang hasil
analisis menunjukkan pola kuadratik dengan perlakuan tertinggi yaitu 6%.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ellin Harlia dan D. Suryanto. 2011. Isolasi Bakteri Kotoran Sapi Perah secara
Kuantitatif dan Kualitatif. Universitas Padjadjaran. Sumedang.
52
Guo, H., Z. Yu, R. Liu, H. Zhang, Q. Zhong, and Z. Xiong. 2012. Methylotropic
Methanogenesis Governs the Biogenic Coal Bed Methane Formation in
Eastern Ordos Basin, China. Journal of Applied, Microbiology, and
Biotechnology. 96, pp.1587-1579.
Hungate. R. E. 1996. The Rumens and It’s Microbes. Academic Press. New York.
Li, K.,H. Zhu,Y. Zhang, and H. Zhang 2017. Characterization of the Microbial
Communities in Rumen Fluid Inoculated Reactors for the Biogas Digestion of
Wheat Straw. Basel. Sustainability Journal. Vol. 9. No. 243.
Puspitasari, R., Muladno, A. Atabany, dan Salundik. 2015. Produksi Gas Metana
(CH4) dari Feses Sapi FH Laktasi dengan Pakan Rumput Gajah dan Jerami
Padi. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. Vol. 03. No. 1.
p. 40-45.
Ratna, 2010. Klasifikasi Batubara. Dalam Pratama, Byan Muslim. 2012. Estimasi
Potensi Kapasitas Adsorpsi Gas Metana pada Batubara Berdasarkan Kelas
Batubara. Universitas Indonesia. Depok.
Sutardi, T., N. A. Sigit, dan T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan
Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh
Mikroba Rumen. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Syam, Iqbaludin Emanirus. 2012. Analisis Gas Content Coalbed Methane dengan
Metode Desorption Test pada Sumur CBM “X” Kecamatan Tenggarong,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. UPN Veteran
Yogyakarta. Yogyakarta.
Van Soest, J.P. 1994. Nutritional Ecology of Ruminant. 2nd Edition. Cornell
University Press.
LAMPIRAN
56
(Y ..)2
FK =
pu
(191,3)2
=
5x3
= 2439,71
JK Total = ΣY 2ij – FK
= 0,075257
Y 21+ … ..+Y 2t
JK Perlakuan = – FK
u
= 0,025925
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
= 0,075257 – 0,025925
= 0,049332
57
JK Perlakuan
KT Perlakuan =
p−1
0,025925
= = 0,006481
5−1
JK Galat
KT Galat =
p(u−1)
0,049332
= = 0,004933
5 (3−1)
KT Perlakuan
F hit =
KT Galat
= 1,313807
(Y ..)2
FK =
pu
(1999)2
=
5x3
= 266400,06
JK Total = ΣY 2ij – FK
= 2608,433
Y 21+ … ..+Y 2t
JK Perlakuan = – FK
u
= 2498,433
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
= 2608,433 – 2498,433
= 110
JK Perlakuan
KT Perlakuan =
p−1
2498,433
= = 624,6083
5−1
JK Galat
KT Galat =
p(u−1)
59
110
= = 11
5(3−1)
KT Perlakuan
F hit =
KT Galat
= 56,78258
Jumlah
Derajat
P1 P2 P3 P4 P5 Kuadrat
Polinomial
Koefisien
Chart Title
160
100
80
60
40
20
0
1 2 3 4 5
(Y ..)2
FK =
pu
(645,4)2
=
5x 3
= 27769,41
61
JK Total = ΣY 2ij – FK
= 1042,9833
Y 21+ … ..+Y 2t
JK Perlakuan = – FK
u
= 161,10833
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
= 1042,9833 – 161,10833
= 881,875
JK Perlakuan
KT Perlakuan =
p−1
161,10833
= = 40,277083
5−1
JK Galat
KT Galat =
p(u−1)
881,875
= = 88,1875
5 (3−1)
KT Perlakuan
F hit =
KT Galat
= 0,456721
3. Tabel Sidik Ragam
Sumber
Keragaman JK Db KT Fhitung P-value Ftabel
Perlakuan 161,1083 4 40,27708 0,456721 0,765942 3,47805
Galat 881,875 10 88,1875
Total 1042,983 14
Keterangan: Fhitung < F0,05 (non significant)
62
BIODATA