Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh
Pembimbing
dr. Agnes Kartini, Sp.KK, FINSDV, FAADV
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami
mengucapkan terima kasih kepada
1. dr. Vera Madonna L., M. Kes, M. Ked (DV), Sp. DV selaku Kepala
Laboratorium Dermatologi dan Venereologi FK Unmul
2. dr. Agnes Kartini, Sp.KK, FINSDV, FAADVselaku Dokter Pembimbing
Klinik
3. Rekan-rekan Dokter Muda Laboratorium Dermatologi dan Venereologi atas
kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas journal reading ini masih
terdapat ketidaksempunaan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya penulis dapat
memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini.
Penulis berharap agar tugas journal reading yang sudah ditulis ini berguna
bagi pembaca terutama Dokter Muda FK Unmul dan dapat digunakan sebaik-
baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB 1 IDENTITAS JURNAL....................................................................... 4
BAB 2 LITERATUR REVIEW..................................................................... 5
3
BAB 1
IDENTITAS JURNAL
Ditulis oleh : Sanjeev Gupta, Sahil Pruthi, Ajay Kumar1, dan Aneet
Mahendra
Institusi : Department of Dermatology, Venereology and
Leprology, Maharishi Markandeshwar, Institute of
Medical Sciences and Research, Mullana, Ambala,
Haryana. Department of Dermatology, Venereology and
Leprology, Dr D Y Patil, Medical College, Hospital and
Research Centre, Pimpri, Pune, Maharashtra, India.
Penerbitan Jurnal : Indian Dermatology Online Journal, Volume 10, Issue 4,
July-August 2019
4
BAB 2
LITERATUR REVIEW
Abstrak:
Latar Belakang: Vesikulasi kronis dan berulang pada telapak tangan dan
telapak kaki disebut sebagai dermatitis vesikular kronis. Etiologinya
multifaktorial dan alergi kontak memainkan peran penting. Tujuan: Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi relevansi klinis dari reaktivitas uji
tempel terhadap alergen kontak umum pada dermatitis vesikuler palmoplantar
kronis. Bahan dan metode: Sebuah penelitian observasional dilakukan pada 152
pasien dermatitis vesikuler palmoplantar kronis. Uji tempel dilakukan dengan
Baterai Standar India dan juga dengan bahan yang digunakan oleh pasien.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil:
Di antara 152 pasien, 91 perempuan dan 61 laki-laki. Insiden puncak adalah pada
kelompok usia 14-24 tahun. Pekerjaan mereka diantaranya 48 ibu rumah tangga,
26 buruh, 16 pekerja pabrik, 14 pekerja pertanian, dan 12 penjaga toko. Uji
tempel positif pada 79 (52%) pasien, diantaranya 43 (28,3%) perempuan dan 36
(23,7%) laki-laki. Reaktivitas uji tempel terlihat dengan nikel pada 25 (16,4%)
pasien; kalium dikromat pada 21 (13,8%) pasien; campuran aroma dalam 17
(11,2%) pasien; p‐Fenylenediamine pada 14 (9,2%) pasien; karet hitam pada 10
(6,6%) pasien; mercaptobenzothiazole pada 8 (5,3%) pasien; dan parthenium pada
8 (5,3%) pasien. Relevansi klinis dari uji tempel yang positif ditemukan pada 47
(59,5%) pasien. Kesimpulan: Meskipun reaktivitas uji tempel lebih tinggi pada
wanita dibandingkan dengan pria, perbedaannya tidak signifikan secara statistik.
Relevansi klinis uji tempel positif tampak dengan nikel pada 9 (19,1%) pasien;
antigen yang terkait dengan karet termasuk karet hitam, mercaptobenzothiazole,
dan campuran thiuram pada 7 (14,9%) pasien; kalium dikromat pada 7 (14,9%)
pasien; p‐Fenylenediamine pada 6 (12,8%) pasien; dan parthenium pada 4 (8,5%)
pasien.
Kata kunci: Dermatitis vesikular kronis, relevansi klinis uji tempel, Baterai
Standar India
Pendahuluan dan Latar Belakang
5
Dermatitis vesikular kronis (CVD) pada telapak tangan dan telapak kaki
ditandai dengan vesikulasi kronis dan berulang pada basis eritematosa telapak
tangan dan telapak kaki. Dermatitis diperburuk oleh aktivitas rumah tangga
sehari-hari dengan paparan terhadap iritan/alergen seperti sabun, deterjen,
kosmetik, dan pewarna rambut atau oleh aktivitas kerja dengan paparan terhadap
semen, minyak, karet, dan tanaman parthenium dengan remisi hanya ketika pasien
tidak melakukan aktivitas ini.[1–3] Selain memiliki dampak psikososial yang
merugikan pada pasien, CVD juga merupakan beban sosial ekonomi yang besar.
CVD tangan telah dianggap sebagai subtipe dari eksim tangan, dan
diketahui bahwa alergi kontak terhadap antigen umum seperti kromat, nikel,
fragrance, p-phenylenediamine, parthenium, dan karet berperan penting.[3–6]
Kontak dengan alergen sangat ditentukan oleh pekerjaan dan status sosial
ekonomi. [ 7,8]
Meskipun istilah-istilah tersebut belum didefinisikan secara jelas, Storrs
telah membuat perbedaan penting antara CVD karena kontak alergen dengan
vesikulasi bandel dan pompholyx dengan vesikulasi episodik pada basis
nonerythematous.[9] CVD memiliki riwayat berulang kronis tanpa remisi
dibandingkan dengan pompholyx yang ditandai dengan episode vesikulasi dan
periode remisi lengkap.[10]
Hasil uji tempel bervariasi sesuai dengan jenis kit uji / seri yang digunakan
dan dianggap signifikan hanya jika relevansinya telah ditetapkan secara klinis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peran alergen kontak yang
umum dalam CVD dengan uji tempel dengan antigen seri standar dan juga untuk
menentukan relevansi klinis dari hasil uji tempel positif.
6
atau pada kortikosteroid sistemik dikeluarkan dari penelitian. Pasien dengan
dermatofitosis atau kandidiasis (dikonfirmasi oleh peningkatan KOH 10%) juga
dikeluarkan.
Rincian demografis dan klinis, termasuk pekerjaan, pendidikan, pendapatan
bulanan, diatesis atopik, merokok, durasi dermatitis, jumlah eksaserbasi dalam
setahun, dan pola klinis, dicatat. Riwayat pajanan dan kambuhnya vesikulasi pada
pajanan ulang terhadap bahan yang digunakan oleh pasien juga dicatat.
Semua pasien yang terdaftar menjalani uji tempel menggunakan satu set 20
antigen umum dari Baterai Standar India yang direkomendasikan oleh Contact
and Occupational Dermatoses Forum of India (CODFI). Kamar aluminium yang
dipasang pada pita hypoallergenic serta antigen dipasok oleh Systopic
Laboratories (P) Ltd., New Delhi, India. Selain itu, pasien menjalani uji tempel
dengan bahan mereka sendiri dalam bentuk “apa adanya” yang dibawa sendiri.
Bagian yang tidak berbulu dari punggung atas dengan lembut dibersihkan dengan
etanol, dibiarkan mengering dan uji tempel diterapkan selama 48 jam (H2), dan
pembacaan dilakukan 1 jam setelah pelepasan bahan tempel dan juga setelah 96
jam (H4). Hasilnya dinilai sesuai dengan kriteria International Contact Dermatitis
Research Group (ICDRG).[11] Reaksi iritan positif palsu dapat terjadi pada H2 dan
karenanya hanya reaksi uji tempel positif secara morfologis (+, ++, atau +++)
pada H4 yang dianggap signifikan. Batas bertepi tajam dengan kerutan halus pada
permukaan merupakan indikasi reaksi iritasi.
Terdapat tiga jenis relevansi: (i) Possible: berdasarkan riwayat penggunaan
bahan yang diketahui terkait dengan alergen; (ii) Probable: berdasarkan reaksi uji
tempel positif tidak hanya dengan alergen tetapi juga dengan bahan yang
digunakan oleh pasien; dan (iii) Strong: berdasarkan kekambuhan dermatitis
vesikular pada paparan ulang bahan.[12] Karena pertimbangan etis, pasien tidak
dipaparkan ulang ke bahan mereka sendiri untuk memperoleh kambuhnya eksim
vesikular.
Uji tempel dengan bahan pasien sendiri dilakukan dengan pewarna rambut
yang digunakan oleh pasien dalam konsentrasi 1% dalam petrolatum, krim
kosmetik dan emolien "apa adanya" dengan metode konvensional. [11] Uji tempel
semi-open dilakukan dengan bahan dengan sifat iritan, seperti sampo, deterjen
7
pembersih cair, cat, pernis, dan cairan pemotongan encer dengan memakaikannya
jumlah yang sedikit (~ 15 μ l) dengan ujung cotton bud pada 1 cm 2 area kulit,
biarkan kering, dan tutup dengan selotip permeabel. Metode semi-open juga
menggunakan potongan karet dari alas kaki, sarung tangan lateks, dan ban yang
dibawa oleh pasien dengan menempatkan sepotong kecil karet pada area kulit dan
menutupnya dengan selotip permeabel. Bacaan uji tempel semi-open diambil
dengan cara konvensional pada H2 dan H4.[11] Lalu analisis statistik data
dilakukan.
Hasil
Dari 152 pasien yang terdaftar, 91 (59,9%) adalah perempuan dan 61
(40,1%) laki-laki. Usia mereka berkisar antara 14 hingga 81 tahun (rata-rata
33,21). Kejadian CVD tertinggi adalah pada kelompok usia 14-24 tahun dengan
46 (30,3%) pasien, diikuti oleh kelompok usia 44 (28,9%) pasien pada kelompok
usia 25-34 tahun, 38 (25%) pasien pada kelompok usia 35-44 tahun, 15 ( 9%)
pasien pada kelompok usia 45-54 tahun, 7 (4,6%) pasien pada kelompok usia 55-
64 tahun, dan 2 (1,3%) pasien pada kelompok usia 65 tahun atau di atas kelompok
usia. Berdasarkan status pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan bulanan,
mayoritas (97; 63,8%) berasal dari kelas menengah bawah diikuti oleh 27 (17,8%)
pasien dari kelas bawah atas, 25 (16,4%) pasien dari kelas bawah, dan 3 (1,9%)
dari kelas sosial ekonomi menengah ke atas sesuai skala Revisi Kuppuswamy. [8]
Profil pekerjaan pasien diilustrasikan pada Tabel 1.
Empat puluh (26,3%) pasien memiliki riwayat atopi pribadi atau keluarga;
11 (7,2%) pasien adalah perokok; 60 (39,5%) pasien merasa bahwa cuaca panas
dan lembab memperburuk kondisinya, sementara 40 (26,3%) pasien menganggap
kontak dengan berbagai zat sebagai faktor yang memberatkan.
Pola klinis CVD diantaranya dipalmar pada 99 (65,1%) pasien,
palmoplantar pada 41 (27%) pasien, dan plantar pada 12 (7,9%) pasien. Durasi
dermatitis berkisar antara 1 hingga 2 tahun pada 85 (55,9%) pasien, 2-3 tahun
pada 34 (22,4%) pasien, dan lebih dari 3 tahun pada 33 (21,7%) pasien. Jumlah
eksaserbasi akut dalam satu tahun berkisar dari satu pada 36 (23,7%) pasien, dua
8
pada 65 (42,8%) pasien, tiga pada 28 (18,4%) pasien, empat pada 14 (9,2%)
pasien, dan lima pada 9 (5,9%) pasien.
Dari 79 (51,9%) pasien dengan reaksi uji tempel positif terhadap satu atau
lebih alergen Indian Standard Battery, 43 pasien adalah perempuan sedangkan 36
pasien adalah laki-laki. Hanya satu pasien yang memiliki reaksi iritasi. Analisis
statistik menunjukkan bahwa reaktivitas uji tempel yang lebih tinggi terdapat pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki tidak signifikan, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 3: Frekuensi reaktivitas uji tempel ke Antigen Indian Standard Battery ( n = 152)
Alergen Perempuan Laki-laki Total (%)
Nikel sulfat 5% 19 6 25 (16.4)
Kalium dikromat 0,1% 7 14 21 (13.8)
Mix fragrance 8% 12 5 17 (11.2)
Paraphenylenediamine 1% 9 5 14 (9.2)
Karet hitam 0,6% 5 5 10 (6.6)
Mercaptobenzothiazole 2% 4 4 8 (5.3)
9
Kolofoni 10% 4 4 8 (5.3)
Partenium 15% 1 7 8 (5.3)
Resin epoksi 1% 0 6 6 (3.9)
Paraben campur 15% 3 2 5 (3.3)
Cobalt sulphate 1% 1 4 5 (3.3)
Formaldehida 1% 3 1 4 (2.6)
Thiuram mencampur 1% 2 1 3 (2)
Lanolin 30% 2 1 3 (2)
Balsam dari Peru 25% 3 0 3 (2)
Neomycin 20% 1 1 2 (1.3)
Benzocaine 5% 0 2 2 (1.3)
Klorokresol 1% 2 0 2 (1.3)
Nitrofurazone 1% 0 0 0 (0)
78 68 146
10
Diskusi
Erupsi vesikuler pada telapak tangan dan telapak kaki dianggap sebagai
bentuk dermatosis spongiotik yang telah beradaptasi dengan morfologi kulit
telapak tangan dan telapak kaki.[13] Kontak alergen memainkan peran penting
dalam etiologi eksim tangan, termasuk dermatitis vesikular kronis.[9,14] Faktor-
faktor lain yaitu korelasi dengan merokok dan maraknya tantangan oral dengan
garam logam.[4,15] Sebuah tinjauan sistematis terhadap 183 artikel menunjukkan
bahwa eksim yang berhubungan dengan atopi lebih umum terjadi pada kelompok
status sosial ekonomi yang lebih tinggi. [7] Ini berbeda dengan temuan penelitian
kami di mana mayoritas pasien (97; 63,8%) merupakan kelas menengah bawah
sesuai skala Kuppuswamy yang direvisi dengan status pendidikan hingga tingkat
Sertifikat Sekolah Menengah, status pekerjaan pekerja terampil atau semi-
terampil, dan pendapatan keluarga bulanan hingga 7000 rupee India.[8]
Dari 79 pasien, 23 (31,6%) dengan tes tempel positif untuk antigen seri
standar dalam penelitian kami adalah ibu rumah tangga. Hubungan klinis dari uji
tempel positif ditemukan pada 47 pasien di mana 14 (29,8%) adalah ibu rumah
11
Tabel 5: Hubungan tes tambalan menurut pekerjaan dengan tes tambalan positif dengan bahan mereka sendiri ( n = 47)
Tes tempel positif untuk antigen Indian Standard Battery ( n = 79)
Antigen Ibu rumah tangga Buruh Buruh pabrik Petani Penjaga toko Lainnya Perempuan Laki-laki Hubungan
(23) (16) (11) (7) (9) (13) (43) (36) n (%)
Sulfat nikel 3 1 4 1 7 2 9 (19.1)
Pot dichromate 5 2 0 7 7 (14.9)
PPD 2 1 3 4 2 6 (12.8)
Parthenium 1 3 0 4 4 (8.5)
Resin epoksi 2 2 0 4 4 (8.5)
Campuran wewangian 3 3 0 3 (6.4)
Karet hitam 1 1 1 1 2 3 (6.4)
MBT 1 1 1 1 2 3 (6.4)
Kolofoni 1 1 1 1 2 (4.3)
Formaldehida 1 1 1 1 2 (4.3)
Campuran Thiuram 1 0 1 1 (2.1)
Balsam dari Peru 1 1 0 1 (2.1)
Campuran paraben 1 1 0 1 (2.1)
Kobalt 1 1 0 1 (2.1)
Hubungan n (%) 14 (29.8) 11 (23.4) 5 (10.6) 4 (10.6) 5 (10.6) 8 (17.0) 21 (44.7) 26 (55.3) 47 (100)
12
tangga dengan hubungan klinis dengan nikel, p-Phenylenediamine, mix
fragrance, paraben, kolofon, formaldehida, balsam Peru, karet hitam, dan kobalt.
Reaktifitas uji tempel terhadap kalium dikromat pada 21 (13,8%) pasien
dalam penelitian kami lebih tinggi dari laporan 8% dari Rohtak, India tetapi lebih
rendah dari angka 20,8% dari Poitiers, Prancis dalam kasus pompholyx. [17,18] Ini
mungkin dikaitkan dengan fakta bahwa Rohtak, India memiliki ekonomi
pertanian. Dalam penelitian ini, hubungan klinis reaktivitas uji tempel dengan
kalium dikromat dibuat pada 8 (14,9%) pasien, termasuk pekerja manual dan
pekerja pabrik.
Reaktivitas uji tempel terhadap nikel pada 25 (16,4%) pasien dalam
[3–6,14]
penelitian ini konsisten dengan berbagai penelitian tentang eksim tangan
tetapi berbeda dengan dan lebih rendah dari 20,19% dilaporkan dari Milano, Italia
pada pasien pompholyx.[19] Hubungan klinis ditemukan dalam penelitian kami
pada 9 (19,1%) pasien, termasuk empat penjaga toko yang terpapar nikel karena
memegang koin. Ini konsisten dengan laporan dari Sheffield, Inggris di mana
petugas ritel disebuah toko serba ada memiliki dermatitis kontak terhadap nikel
karena memegang koin.[6] Sensitisasi terhadap nikel dapat terjadi tidak hanya
karena kontak dengan perhiasan dan benda logam pada pakaian tetapi juga secara
sistemik dari air, panci, atau implan ortopedi.[4,20]
Reaktivitas uji tempel terhadap alergen yang terkait dengan produk
kosmetik dan pewarna rambut diantaranya mix fragrance, p-Phenylenediamine,
colophony, campuran parabens, formaldehyde, lanolin, dan balsam dari Peru
tampak pada 54 (35,5%) pasien dalam penelitian kami. Dua pertiga (66,7%) dari
pasien ini adalah wanita. Reaktivitas uji tempel terhadap p -Fenilenadiamina pada
9,2% pasien dalam penelitian kami jauh lebih tinggi dari laporan 5% dalam kasus
pompholyx dari Poitiers, Prancis.[18] Ini dapat dikaitkan dengan peraturan yang
diadopsi oleh Komisi Eropa yang menetapkan batas maksimum konsentrasi p-
fenilenadiamin dalam pewarna rambut dan peringatan pada label. Hubungan
klinis uji tempel positif terhadap alergen yang terkait dengan produk kosmetik
termasuk pewarna rambut ditemukan pada 15 (31,9%) pasien dalam penelitian
kami berdasarkan uji tempel positif terhadap produk yang digunakan oleh pasien.
13
Reaktivitas uji tempel sebesar 3,9% terhadap resin epoksi pada pasien
dermatitis vesikular palmoplantar dalam penelitian kami sebanding dengan 4,9%
pada eksema tangan yang dilaporkan dari Dharan, Nepal. [3] Hubungan klinis
reaktivitas uji tempel dengan resin epoksi ditemukan pada 4 (8,5%) pasien
termasuk pelukis dan pekerja manual dalam penelitian ini berdasarkan uji tempel
semi-open dengan cat dan pernis yang dibawa oleh pasien.
Reaktivitas uji tempel tertinggi dalam penelitian kami setelah nikel
diamati tidak hanya dengan kalium dikromat tetapi juga juga dengan alergen
yang berhubungan dengan karet. Uji tempel terhadap alergen yang terkait
dengan karet termasuk karet hitam, merkaptobenzothiazole, dan campuran
thiuram positif pada 21 (13,8%) pasien. Hubungan klinis dari reaksi uji tempel
positif ditemukan pada 7 (14,9%) pasien berdasarkan uji tempel semi-open
positif dengan bahan dari alas kaki, sarung tangan karet, atau jenis vulkanisir
yang dibawa oleh pasien. Hasil kami sesuai dengan hubungan 14% pada pasien
eksim dishidrotik yang dilaporkan dari Marseilles, Prancis.[21]
Dalam sebuah studi kasus indoor dermatitis atopik, 8 (16%) dari 50 pasien
mengalami eksim dishidrotik dalam 4-12 hari setelah masuk. [22] Diatesis atopik
dari 50 dan 42,7% pada pasien eksim dishidrotik telah dilaporkan dari Milano,
Italia, dan Marseilles, Prancis, masing-masing, dalam studi yang disebutkan
sebelumnya.[19,21] Dalam penelitian ini, hanya 26,3% memiliki diatesis atopik.
Keterbatasan penelitian kami meliputi: (i) ukuran sampel pasien yang kecil
pada setiap kelompok pekerjaan dan jumlah terbatas alergen seri standar yang
digunakan untuk pengujian tempel. (ii) tes dimethylglyoxime untuk mendeteksi
keberadaan nikel dalam perhiasan, benda logam dalam pakaian, dan dalam panci
tidak bisa dilakukan. (iii) paparan ulang pada bahan yang digunakan oleh pasien
untuk mendapatkan kekambuhan vesikulasi tidak dilakukan karena masalah etika.
Untuk menyimpulkan, penting untuk membedakan antara dermatitis
vesikuler palmoplantar kronis dengan vesikulasi bandel yang tidak sembuh
kecuali pasien tidak melakukan paparan alergen rumah tangga pekerjaan dari
pompholyx, yang idiopatik dan ditandai dengan vesikulasi episodik pada basis
nonerythematous. Alergen kontak yang paling sering dengan hubungan klinis uji
tempel positif adalah nikel, diikuti oleh antigen yang terkait dengan karet
14
termasuk karet hitam, mercaptobenzothiazole, dan campuran thiuram; potasium
dikromat; p-Fenylenediamine; parthenium; resin epoksi dan campuran aroma.
Diatesis atopik sebesar 23,6% dalam penelitian ini berbeda dengan dan lebih
rendah dari yang dilaporkan pada pasien dengan pompholyx. Alergen yang terkait
dengan produk kosmetik dan pewarna rambut telah muncul sebagai mine
sensitizer kontak utama pada dermatitis palmoplantar vesikular kronis. Reaktivitas
uji tempel ke p-Fenylenediamine dalam penelitian kami jauh lebih tinggi
daripada yang dilaporkan dalam penelitian Perancis tentang pompholyx yang
disebutkan sebelumnya. Alergen yang berhubungan dengan karet ditemukan
menjadi alergen kontak paling sering setelah nikel dengan hubungan klinis
reaktivitas uji tempel dan mungkin memainkan peranan penting dalam dermatitis
vesikular palmoplantar kronis.
15
Daftar Pustaka
16
13. Kutzner H, Wurzel RM, Wolff HH. Are acrosyringia involved in the
pathogenesis of “dyshidrosis”?. Am J Dermatopathol. 1986;8:109-16.
14. Vigneshkarthik N, Ganguly S, Kuruvila S. Patch test as a diagnostic tool in
hand eczema. J Clin Diagn Res. 2016;10:WC04-07.
15. Edman B. Palmar eczema: A pathogenic role for acetylsalicylic acid,
contraceptives and smoking? Acta Derm Venereol (Stockh). 1988;68:402-7.
16. Lachapelle, J.M., Maibach, H.I. Clinical relevance of patch test reactions.
In: Patch Testing and Prick Testing. Berlin, Heidelberg:Springer, 2012; pp.
129-36.
17. Jain VK, Aggarwal K, Passi S, Gupta S. Role of contact allergens in
pompholyx. J Dermatol 2004;31:188-93.
18. Guillet MH, Wierzbicka E, Guillet S, Dagregorio G, Guillet G. A 3-year
causative study of pompholyx in 120 patients. Arch Dermatol
2007;143:1504-8.
19. Lodi A, Betti R, Chiarelli G, Urbani CE, Crosti C. Epidemiological, clinical
and allergological observations on pompholyx. Contact Dermatitis
1992;26:17-21.
20. Andersen KE, Nielsen GD, Flyvholm MA, Fregert S, Gruvberge B. Nickel
in tap water. Contact Dermatitis. 1983;9:140-3.
21. Lehucher-Michel MP, Koeppel MC, Lanteaume A, Sayag J. Dyshidrotic
eczema and occupation: A descriptive study. Contact Dermatitis
2000;43:200-5.
22. Norris PG, Levene GM. Pompholyx occurring during hospital admission for
treatment of atopic dermatitis. Clin Exp Dermatol. 1987;12:189-90.
17