Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menentukan
kemajuan dan kondisi suatu bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ada di
tangan pendidikan, sehingga baik buruknya sisitem pendidikan akan
berdampak pada kualitas bangsa itu sendiri.
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta
perintis kemerdekaan telah menyadari betapa pentingnya pendidikan dalam
usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari
belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa di samping
melalui organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan
melalui jalur pendidikan. Mengingat bahwa sistem pendidikan  pemerintah
kolonial pada masa itu tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan
diorientasikan pada kepentingan pemerintah penjajahan, maka sistem
pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan dikembangkan untuk
menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas.
Di samping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat
tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu
muncul seorang tokoh muda Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Ia bersama rekan-rekannya
mencurahkan perhatian di bidang pendidikan diantaranya dengan mendirikan
sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922.
Setelah dibacakannya teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945,
mulailah Indonesia menyusun sistem pendidikannya secara mandiri. Pada
tanggal 18 Agustus 1945 Indonesia menetapkan Pancasila dan UUD 1945
sebagai dasar negara. UUD 1945 sendiri menjadi landasan Undang-Undang
untuk mengatur Sisdiknas hingga sekarang dengan landasan pasal 31 dan 32
dalam UUD 1945 tersebut.

1
Selanjutnya, Sisdiknas mulai berkembang menyesuaikan
perkembangan sumber daya manusia di Indonesia. Pada tanggal 27 Maret
1989 diberlakukan UU No 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang didalamnya
memuat pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah guna mencerdaskan
kehidupan bangsa yang menjadi tujuan dari undang-undang tersebut.
Setelah memasuki abad ke-21, UU No 2 Tahun 1989 diganti dengan
UU No 20 Tahun 2003 dan berlaku sampai sekarang. Alasan digantinya UU
1989 menjadi UU 2003 terkait tentang bab Sistem Pendidikan Nasional karena
UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah tidak
memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan
amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Dari uraian latar belakang di atas, maka penyusun akan membahas
analisis pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, analisis UU No 20 Tahun
2003, serta perbandingan antara konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dan
UU No 20 Tahun 2003.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, dapat disusun beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara?
2. Bagaimana analisis UU No 20 Tahun 2003?
3. Bagaimana perbandingan antara konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara
dan UU No 20 Tahun 2003?

C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara.
2. Menganalisis pendidikan nasional (UU No 20 Tahun 2003).
3. Membandingkan antara konsep Ki Hajar Dewantara dan UU No 20 Tahun
2003

2
D. Manfaat
Adapun manfaat penyusunan makalah ini, sebagai berikut:
1. Menambah wawasan mengenai konsep pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara
2. Menambah pengetahuan tentang analisis keterlaksanaan UU No 20 Tahun
2003.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara


1. Pendidikan dan Pengajaran Nasional
Pendidikan secara umum berarti daya upaya memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin-karakter), pikiran (intelelect)
dan tubuh anak. Oleh karena itu hal-hal yang harus diutamakan adalah:
a. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodrat
keadaan.
b. Kodrat keadaan tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat
c. Adat-istiadat sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha
dan daya-upaya akan hidup tertib damai.
d. Mengetahui garis hidup yang tetap dari sesuatu bangsa untuk
mempelajari zaman yang telah lalu, mengetahui tentang menjelmanya
zaman itu ke dalam zaman sekarang.
e. Panguruh baru yang diperoleh karena bercampurnya bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain.
Pendidikan nasional menurut paham Taman Siswa adalah pendidikan
yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan
perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar
dapat bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia
di seluruh dunia. Adapun sifat pendidikan antara lain:
a. Rumah sekolah haruslah rumah pemimpin, dimana juga tinggal guru-
guru lain dan murid-murid yang tidak mungkin mendapat tuntunan
sendiri dari orang tuanya.
b. Dalam pondok-pondok itu anak-anak harus belajar menolong diri
sendiri dan hidup bersahaja.
c. Syarat pendidikan haruslah diingat batas-batas umur anak, yaitu:
1) Hingga umur 10-12 tahun tiada perbedaan antara anak laki-laki
dan perempuan.
2) Dari umur 10-12 tahun sampai 14-16 tahun mulai ada pebedaan
perangai dan tabiat laki-laki dan perempuan.

4
3) Dari umur 14-16 sampai umur 18-20 tahun itulah waktunya
pubertas, dimana anak laki-laki dan perempuan masing-masing
sadar akan rasa keperempuannya dan kelakiannya.
4) Dari umur 18-20 tahun ke atas datanglah waktu kesabaran dalam
tabiat anak-anak muda dan kita harus mengubah sikap kita
terhadap mereka: memberi kepercayaan yang luas, memberi
kelonggaran bertenaga, menuntun kearah tertib damai, akan tetapi
masih terus mempergunakan pengaruh pendidikan terhadap
mereka.
5) Mulai umur 24-26 tahun anak-anak muda boleh dilepas dari
pengawasan kita tetapi tetap dalam pengawasan batas-batasnya.
d. Pengajaran haruslah ditunjukkan ke arah kecerdikan murid, selalu
bertambahnya ilmu yang berfaedah, membiasakannya mecari
pengetahuan sendiri, mempergunakan pengetahuannya untuk
keperluan umum.
e. Pendidikan jasmani yang bertujuan memmpergunakan segala gerak
badan yang pantas untuk mendatangkan kesehatan, menghaluskan
tingkah laku, memperoleh ketangkasan, keteguhan hati, ketelitian,
ketajaman, awas penglihatan, ketertiban, dsb.
Pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau
pengetahuan, serta juga memberi kecakapan kepada anak-anak, yang
kedua-duanya dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun
batin. Pengajaran nasional adalah pengajaran yang selaras dengan
penghidupan dan kehidupan bangsa. Pengajaran nasional adalah hak dan
kewajiban kita.
Tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah
pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Pendidikan yang
humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam
arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai
manusia yang utuh berkembang menyangkut daya cipta (kognitif), daya
rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, “educate the head,
the heart, and the hand”

5
2. Dasar-Dasar Pendidikan
Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan antara lain sebagai berikut:
a. Arti Pendidikan
Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.
Yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya.
b. Hanya tuntunan dalam hidup
Meskipun pendidikan itu hanya tuntunan tetapi perlu juga
berhubungan dengan kodrat dan keadaan masing-masing anak. Jikalau
anak tidak baik dasarnya maka ia harus mendapat tuntunan agar
bertambah baik budi pekertinya.
c. Dasar jiwa anak dan kekuasaan pendidikan
Yang dimaksud dasar jiwa yaitu keadaan jiwa yang asli menurut
kodratnya sendiri sebelum ada pengaruh dari luar. Ada 3 aliran yang
berhubungan dengan dasar jiwa anak:
1) Aliran pertama adalah anak yang lahir di dunia diumpamakan
sehelai kertas yang belum ditulisi.
2) Aliran kedua adalah aliran negatif yang berpendapat bahwa anak
lahir sebagai sehelai kertas yang sudah ditulisi sepenuhnya, hingga
tak mungkin pendidikan dari siapapun dapat mengubah watak-
watak anak.
3) Aliran ketiga adalah convergentie-theori yang menyebutkan bahwa
anak yang dilahirkan boleh diumpamakan sehelai kertas yang
sudah ditulisi penuh, akan tetapi semua tulisannya suram. Sehingga
pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala
tulisan yang suram itu dan berisi yang baik agar kelak nampak
sebagai budi pekerti yang baik
d. Tabiat yang dapat dan yang tidak dapat berubah
Watak manusia dibagi menjadi 2 bagian. Yang pertama dinamakan
intelligibel, yakni yang berhubungan dengan kecerdasan dan dapat

6
berubah menurut pengaruh pendidikan atau keadaan. Sedangkan yang
kedua dinamakan bagian biologis, yakni yang berubah berhubungan
dengan dasar-dasar hidup manusia dan yang dikatakan tidak akan
dapat berubah selama hidup.
e. Perlunya menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti
Dengan menguasai diri dengan tetap dan kuat akan melenyapkan dan
mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang tidak baik. Jadi kalau
kecerdasan budi itu sungguh baik dapat mengadakan budi pekerti
yang baik dan kokoh sehingga dapat mewujudkan kepribadian dan
karakter (jiwa yang berazas hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang
akan senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang
asli (bengis, murka, pemalu, kikir, keras dan lain-lain).
Selanjutnya Ki Hajar Dewantara mengatakan yang dinamakan “Budi
pekerti” atau watak yaitu bulatnya jiwa manusia, yang dalam bahasa asing
disebut karakter sebagai jiwa yang berazas hukum kebatinan. Orang yang
memiliki kecerdasan budi pekerti senantiasa memikir-mikirkan dan
merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar
yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya orang dapat kita kenal wataknya
dengan pasti: yaitu karena watak atau budi pekerti itu memang bersifat
tetap dan pasti.
Budi pekerti, watak, atau karakter bermakna bersatunya gerak pikiran
perasaan, dan kehendak atau kemauan yang menimbulkan tenaga.
Ketahuilah bahwa “budi” itu berarti pikiran, perasaan, kemauan, sedang
pekerti itu artinya tenaga. Jadi budi pekerti itu sifatnya jiwa manusia,
mulai angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi
pekerti itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi),
yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri,
zelfbeheersching). Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan
tujuan pendidikan. Jadi teranglah disini bahwa pendidikan itu berkuasa
untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti
melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan,
maupun dalam arti “naturaliseeren” (menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat

7
jahat yang biologis atau yang tak dapat lenyap sama sekali, karena sudah
bersatu dengan jiwa.
3. Syarat – syarat dan alat Pendidikan
a. Syarat-syarat pendidikan
Syarat-syarat dan alat-alat pendidikan haruslah yang teratur. Sebab
pendidikan itu sebenarnya berlaku di dalam tiap-tiap keluarga dengan
cara yang tidak teratur. Pendidikan dari tiap-tiap orang terhadap anak-
anaknya itu terbawa oleh adanya paedagigis instinct, yakni keinginan
dan kecakapan tiap-tiap manusia untuk mendidik anak-anakny agar
selamat dan bahagia. Pendidikan tersebut pada umumnya hanya
bersandar atas cara kebiasaanyang dipengaruhi perasaan yang berganti-
ganti dari si pendidik. Jadi sifatnya tidak tetap, hanya berdasar atas
perkiraan atau rabaan belaka, yakni tidak berdasarkan pengetahuan.
Atau kalau ada dasar pengetahuan maka dasar itu adalah dasar
pengetahuan yang berasal dari pengalaman.
Oleh karena itu pendidikan yang teratur adalah pendidikan yang
bersandar atas pengetahuan, yang dinamakan ilmu pendidikan. Ilmu ini
tidak berdiri sendiri, akan tetapi berkaitan dengn ilmu-ilmu lainnya,
yang dinamakan ilmu syarat-syarat pendidikan, yang terbagi menjadi 5
jenis, yaitu:
1) Ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa)
2) Ilmu hidup jasmani manusia
3) Ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral)
4) Ilmu keindahan atau ketertiban lahir (aesthetika)
5) Ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan)
b. Peralatan pendidikan
Yang dimaksud peralatan pendidikan adalah alat-alat yang pokok,
cara-caranya mendidik, yaitu :
1) Memberi contoh (voorbeeld)
2) Pembiasaan (pakulinan)
3) Pengajaran (leering, wulang wuruk)
4) Perintah, paksaan dan hukuman

8
5) Laku
6) Pengalaman lahir dan batin
Alat-alat tersebut tidak perlu dilakukan semua, bahkan ada kaum
pendidik yang tidak mufakat adanya salah satu bagian di atas misalnya
alat nomor 4 (perintah, paksaan, dan hukuman). Pendidik pada
umumnya memilih cara-cara yang dihubungkan dengan keadaan,
teristimewa dihubungkan dengan umurnya anak-anak didik.
Untuk keperluan pendidikan, umur anak didik dibagi menjadi 3 :
1) Waktu pertama ( 1-7 tahun) dinamakan masa kanak-kanak
2) Waktu ke-2 (7-14 tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa pikiran
3) Waktu ke-3 (14-21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi
pekerti atau sociale periode.
Jika dihubungkan antara alat-alat atau cara-cara pendidikan dengan
umur kanak-kanak, maka :
1) Masa kanak- kanak : dengan cara memberi contoh dan pembiasaan
2) Masa ke-2 dengan cara pengajara dan perintah, paksaan, hukuman
3) Masa ke-3 dengan cara laku dan pengalaman lahir batin
Tingkatan sekolah Taman Siswa adalah sebagai berikut:
1) Taman Indriya (Taman Kanak-kanak) : umur 5-6 tahun
2) Taman Anak (kelas I-III) : umur 6-10 tahun
3) Taman Muda (kelas IV-VI) : umur 10-13 tahun
4) Taman Dewasa (SMP)
5) Taman Madya (SMA)
6) Taman Guru B I : calon guru SD, Taman Guru B II (satu tahun
setelah Taman Guru B I), Taman Guru B III (satu tahun setelah
Taman Guru B II), Taman Guru Indriaya (SMP + dua tahun)
7) Taman Masyarakat Taman Mani, Taman Rini (untuk wanita), Taman
Karti (untuk pertukangan)
4. Cara Memperoleh Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara
Pendidikan dapat dilaksanakan di berbagai tempat baik di dalam dan
di luar sekolah yang menjadi pusat pendidikan oleh Ki hajar Dewantara
diberi nama Sistem Trisentra, yaitu:

9
a. Alam keluarga
Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang
terpenting, oleh karena sejak timbulnya adab kemanusiaan hingga
kini, kehidupan keluarga selalu memepengaruhi budi pekerti manusia.
b. Alam perguruan
Alam perguruan adalah pusat pendidikan yang teristimewa yang
berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan
intellektuil) beserta pemberian ilmu pengetahuan (balai-wiyata).
c. Alam pemuda
Alam pemuda yaitu pergerakan pemuda-pemuda yang pada zaman ini
terlihat sudah tetap adanya, harus kita akui dan kita pergunakan untuk
menyokong pendidikan.
Cara pendidikan yang dapat dijalankan di waktu sekarang harus dapat
menghidupkan, menambah dan menggembirakan perasan hidup bersama
(masyarakat, sosial) harus ditujukan ke arah cerdasnya budi pekerti
(karaktervorming) beraliran kulturil nasional (adab kebangsaan) dan
menuju ke arah rapatnya perhubungan alam-keluarga, alam perguruana,
dan alam pemuda.
Tiap-tiap pusat pendidikan harus mengetahui kewajibannya sendiri-
sendiri dan mengakui hak pusat-pusat lainnya, yaitu :
a. Keluarga untuk mendidik budi pekerti dan perilaku sosial
b. Perguruan sebagai balai wiyata, yaitu untuk usaha mencari dan
memberikan ilmu pengetahuan, disamping pendidikan intellek.
c. Pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum pemuda atau
kerajaan pemuda untuk melakukan penguasa diri, yang sangat
diperlukan untuk pembentukan watak.
Sistem tripusat dapat tercapai, dikarenakan hal-hal dibawah ini:
a. Perguruan menjadi titik pusat pendidikan dari ketiga pusat, yakni
menjadi perantara keluarga dan anak-anaknya dengan masyarakat.
b. Guru-guru dari balai wiyata menjadi penasihat untuk sekalian
keluarga, memberi pengajaran ilmu, dimana perlu memberi bacaan
( surat kabar, majalah, koran, dsb)

10
c. Guru-guru di dalam dan di luar perguruan terus menjadi ketuanya
anak-anak (penuntun laku, penasihat, pengamat, dsb)
d. Perguruan harus selalu tersedia sebagai balai pertemuan untuk orang
tua ( ceramah, taman pustaka, tempat belajar kesenian, dsb)
e. Dalam kumpulan guru-guru harus ada guru yang pantas menjadi
pemimpin umum, pemuka laku (olahraga, darmawisata, kesenian,
tirakat, laku agama), dan guru yang pantas menjadi pemuka keputrian
(guru wanita)
f. Kaum ibu bapak harus membentuk majelis orang tua untuk
memperhatikan soal pendidikan.
g. Orang tua murid harus berusaha untuk mengadakan fonds-fonds yang
berguna untuk pendidikan anak-anak dan agar tidak memberatkan
anggaran belanja perguruan.
h. Murid-murid harus mematuhi tata tertib perguruannya.
Selain itu terdapat sistem asrama atau Sistem pondok. Dimana
pendidikan keluarga, pendidikan pergururuan dan pergerakan pemuda
(budi pekerti, intellek, dan pendidikan diri sendiri) bergabung menjadi satu
tempat. Kelebihan sistem pondok, yaitu:
a. Didalam sistem pondok, guru-guru dengan keluarganya hidup
bersama dengan anak-anak yang berpondok disitu.
b. Tidak semua anak-anak murid harus berpondok, hanya mereka yang
perlu mendapat didikan keluarga yang baik
c. Di dalam pondok-ashrama segala biaya dapat mudah dipikirkan
bersama (koperatief)
d. Balai wiyata di dalam ashrama bersifat berjiwa.
5. Sistem Pendidikan
Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menggunakan
“Sistem Among” yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang
berdasarkan pada asih, asah dan asuh sebagai perwujudan konsepsi beliau
dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam
Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses

11
pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya
mangun karsa, dan Tutwuri handayani (MLPTS, 1992: 19-20)
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan
atau lebih berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi
contoh, memberi teladan (Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo,
1989: 47). Jadi ing ngarsa sung tuladha mengandung makna, sebagai
among atau pendidik adalah orang yang lebih berpengatuan dan
berpengalaman, hendaknya, mampu menjadi contoh yang baik atau
dapat dijadikan sebagai “ central figure” bagi siswa.
b. Ing Madya Mangun Karsa
Mangun Karsa berarti membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk
mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang
luhur. Sedangkan ing madya berarti di tengah-tengah, yang berarti
dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan
terbuka. Jadi ing madya mangun karsa mengandung makna bahwa
pamong atau pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu
menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk
dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita
yang luhur dan ideal.
c. Tut Wuri handayani
Tut wuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan
penuh tanggung jawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas
dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective
dan permissive yang sewenang-wenang. Sedangkan handayani berarti
memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan
yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman
sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya.

12
B. Analisis Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003)
UU No. 20 Tahun 2003 merupakan perundang-undangan yang
mengatur sistem pendidikan nasional tersusun atas pendahuluan
(konsideran ditetapkan berdasarkan berbagai aspek pertimbangan, batang
tubuh terdapat pasal 1 sampai pasal 74 dan bagian penutup yaitu bab XXII
pasal 75 hingga pasal 77 mengenai ketentuan penutup.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1). Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2). Sedangkan sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 ayat 3).
Adapun analisis mengenai UU No. 20 Tahun 2003 adalah sebagai
berikut.
UU No. 20
Materi Analisis
Th 2003
Bab I Ketentuan umum Ketentuan umum telah memuat dengan
pasal 1 (terlampir) jelas tentang definisi/ makna kata yang
terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003,
seperti definisi pendidikan, pendidikan
nasional, sistem pendidikan nasional dan
sebagainya.
Bab II Dasar, fungsi, 1. Pendidikan nasional berdasarkan
pasal 2 dan dan tujuan Pancasila dan UUD 1945 telah sesuai
pasal 3 pendidikan dengan landasan Idil dan landasan
nasional konstitusional bangsa .
(terlampir) 2. Tujuan pendidikan nasional telah
mencakup pengembangan tiga aspek
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

13
Bab III Prinsip Pendidikan telah diselenggarakan:
pasal 4 penyelenggaraan 1. secara demokratis, terbuka,
pendidikan berkeadilan, dan tidak diskriminatif
(terlampir) 2. dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta
didik
3. dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung
Bab IV Hak dan 1. Pemerintah sudah berusaha
pasal 5 kewajiban warga memberikan hak pada setiap warga
sampai negara, orang negara untuk memperoleh pendidikan
pasal 11 tua, masyarakat, yang sama baik warga negara yang
dan pemerintah memiliki ABK, maupun warga di
(terlampir) daerah terpencil, diantaranya dengan
sekolah inklusi, program Indonesia
Mengajar, program SM3T (Sarjana
Mendidik di Daerah Terdepan,
Terluar, dan Tertinggal)
2. Orang tua telah diberi hak untuk
memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya
3. Masyarakat telah berperan serta
dalam program pendidikan (Komite
Sekolah).
4. Pemerintah dan Pemerintah Daerah
telah memberi pelayanan dan
menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan dasar.
Bab V Peserta didik 1. Peserta didik telah mendapatkan
pasal 12 (terlampir) haknya untuk mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang
dianutnya (sekolah menyediakan guru
agama sesuai kebutuhan peserta didik),
pelayanan sesuai dengan bakat dan
minat (kegiatan ekstra kurikuler), dan
beasiswa bagi yang tidak mampu
(BSM, KIP, Bidik Misi).
2. Warga negara asing dapat menjadi
peserta didik pada satuan pendidikan
dalam wilayah NKRI.

14
Bab VI Jalur, jenjang, 1. Telah dilaksanakan jalur dan jenjang
pasal 13 dan jenis pendidikan formal (SD/MI, SMP/
sampai pendidikan MTs, SMA/ MA/ SMK/ MAK, PT),
pasal 32 (terlampir) nonformal (lembaga kursus, pelatihan,
kelompok belajar, majelis taklim), dan
informal yang dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar (homeschooling seperti kak
seto (HSKS), hughescooling dan asah
pena)
2. Bagi orang tua yang anaknya
homeschooling dapat mengikuti ujian
Paket A (setara SD), Paket B (setara
SMP), dan Paket C (setara SMU).
Ijazah paket ujian persamaan ini   
diakui dan dapat digunakan untuk
melanjutkan ke sekolah reguler jenjang
selanjutnya
3. Telah terlaksana jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.
4. Telah terlaksana pendidikan anak usia
dini baik formal (TK, RA), nonformal
(KB, TPA), maupun informal.
5. Telah terlaksana pendidikan kedinasan
(STAN, IPDN, Akmil), dan
Pendidikan Jarak Jauh (Universitas
Binus, UI, UGM, ITS, ITB, dan
AMIKOM Yogyakarta)
Bab VII Bahasa Bahasa Indonesia dan bahasa daerah lebih
pasal 33 pengantar banyak digunakan sebagai bahasa
(terlampir) pengantar dibandingkan bahasa asing.
Bab VIII Wajib belajar Pemerintah telah menetapkan wajib
pasal 34 (terlampir) belajar 9 tahun (usia tujuh sampai lima
belas tahun) melalui PP No 47 Tahun 2008
Bab IX Standar nasional Telah dilaksanakan 8 standar nasional
pasal 35 pendidikan pendidikan yaitu standar isi, proses,
(terlampir) kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian secara
berencana dan berkala.

15
Bab X Kurikulum Telah terlaksana kurikulum yang mengacu
pasal 36 (terlampir) pada standar nasional pendidikan dan
hingga memuat pendidikan agama, PKn, bahasa,
pasal 38 matematika, IPA, IPS, seni dan budaya,
PJOK, dan muatan lokal.
Bab XI Pendidik dan 1. Pendidik merupakan tenaga
pasal 39 tenaga profesional yang bertugas
hingga kependidikan merencanakan dan melaksanakan
pasal 44 (terlampir) proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran dan menindaklanjuti.
2. Sebagian pendidik dan tendik sudah
memperoleh penghasilan,
penghargaan, jaminan kesejahteraan
sosial, dan perlindungan hukum yang
memadai, misalnya di Surabaya.
Namun, tidak sedikit guru yang belum
memperoleh penghasilan memadai dan
belum mendapat perlindungan hukum
(kasus Pak Aop Saopudin, guru
honorer SDN Penjalin Kidul V,
Majalengka, Jawa Barat dipidanakan
karena mencukur rambut siswanya dan
Pak Samhudi guru Sidoarjo yang
dipidanakan karena mencubit
siswanya)
3. Pendidik harus memiliki kualifikasi
minimum dan sertifikasi sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar sudah
terlaksana pendidik harus linier dengan
mata pelajaran yang diampu.
4. Sertifikasi pendidik sudah
diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi, misalnya di Jawa Timur
diselenggarakan oleh Unesa, UM,
UMM, dan sebagainya.
Bab XII Sarana dan Sebagian besar satuan pendidikan formal
pasal 45 prasarana dan nonformal sudah menyediakan sarana
pendidikan dan prasarana yang memenuhi keperluan
(terlampir) pendidikan, misalnya di Surabaya.

16
Bab XIII Pendanaan 1. Pendanaan pendidikan menjadi
pasal 46 pendidikan tanggung jawab bersama antara
hingga (terlampir) Pemerintah (BOS), Pemerintah Daerah
pasal 49 (BOPDA), dan masyarakat sudah
terlaksana di Surabaya.
2. Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan pada prinsip keadilan,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik sudah dilaksanakan dengan
laporan BOS maupun BOPDA per
triwulan secara manual maupun online.
3. Dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari APBN
dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
sudah dilaksanakan sejak tahun 2009.
Bab XIV Pengelolaan 1. Pengelolaan sistem pendidikan nasional
pasal 50 pendidikan merupakan tanggung jawab Menteri
hingga (terlampir) (Mendiknas)
pasal 53 2. SBI/ RSBI sempat berkembang di
Indonesia. Menjelang akhir tahun
2009, jumlah SBI mencapai 260
sekolah, terdiri dari SMA (100), SMP
(100), dan SMK (60). Pada hari Selasa,
8 Januari 2013 Mahkamah Konstitusi
mengeluarkan keputusan yang
membatalkan pasal 50 ayat 3 UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, karena bertentangan UUD
1945. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan MK antara lain biaya
yang mahal mengakibatkan adanya
diskriminasi pendidikan, pembedaan
antara RSBI-SBI dengan non RSBI-SBI
menimbulkan adanya kastanisasi
pendidikan, dan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar dalam tiap mata
pelajaran dianggap dapat mengikis jati
diri bangsa dan melunturkan
kebanggaan generasi muda terhadap
penggunaan dan pelestarian bahasa

17
Indonesia sebagai alat pemersatu
bangsa. Salah satu pemikiran yang
berkembang adalah lebih baik
menyandang status sekolah biasa tetapi
prestasinya internasional, daripada
menyandang status internasional tetapi
prestasinya hanya biasa-biasa saja.
Bab XV Peran serta Masyarakat yang peduli sudah turut
pasal 54 masyarakat berperan serta dalam pendidikan baik
hingga dalam sebagai pelaksana maupun pengguna hasil
pasal 56 pendidikan pendidikan, misalnya sebagai anggota
(terlampir) Komite Sekolah dan sebagainya.
Bab XVI Evaluasi, 1. Evaluasi terhadap peserta didik, satuan
pasal 57 akreditasi, dan pendidikan pada semua jenjang sudah
hingga sertifikasi dilaksanakan, diantaranya dengan rapor
pasal 61 (terlampir) peserta didik dan EDS/ PMP.
2. Akreditasi untuk menentukan
kelayakan program dan jenjang
pendidikan sudah dilaksanakan setiap 5
tahun oleh BAN.
3. Sertifikasi teah diselenggarakan oleh
Perguruan Tinggi terakreditasi sejak
tahun 2007 hingga sekarang.
Bab XVII Pendirian satuan Satuan pendidikan formal (TK/RA,
pasal 62 dan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA)
pasal 63 (terlampir) maupun nonformal (Kelompok Bermain,
PAUD, lembaga kursus, Program Paket A,
B, C) sudah banyak didirikan dan
memperoleh izin dari Pemerintah/ Pemda.
Bab XVIII Penyelenggaraan Sekolah internasional sudah banyak
pasal 64 dan pendidikan oleh didirikan di negara Indonesia, seperti
pasal 65 lembaga negara Jakarta International School, British
lain. (terlampir) International School, dan sebagainya
Bab XIX Pengawasan Pengawasan atas penyelenggaraan
pasal 66 (terlampir) pendidikan sudah dilakukan pada semua
jenjang dengan prinsip transparansi dan
akuntabilitas.
Bab XX Ketentuan Pemalsuan ijazah, penyelenggara satuan
pasal 67 pidana pendidikan yang didirikan tanpa izin
hingga (terlampir) Pemerintah atau Pemda, dan pelanggaran
pasal 71 pendidikan lainnya dikenai sanksi pidana
sesuai peraturan yang berlaku.
Bab XXI Ketentuan Semua peraturan perundang-undangan

18
pasal 72 peralihan yang merupakan peraturan pelaksanaan
hingga (terlampir) UU No 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas
pasal 74 yang ada pada saat diundangkannya
Undang-undang ini masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Bab XXII Ketentuan 1. Peraturan perundang-undangan yang
pasal 75 penutup diperlukan untuk melaksanakan UU ini
hingga (terlampir) diselesaikan paling lambat 2 tahun
pasal 77 terhitung sejak berlakunya UU ini.
2. UU No 48/Prp./1960 dan UU No 2
Tahun 1989 dinyatakan tidak berlaku.
3. UU No 20 Tahun 2003 ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan yaitu
8 Juli 2003

C. Perbandingan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan UU No 20


Tahun 2003
Materi Ki Hajar Dewantara UU No. 20 Tahun 2003
Konsep Pengajaran dan Pendidikan Pendidikan adalah usaha
Pendidikan harus dibedakan namun tetap sadar dan terencana untuk
bersinergis satu sama lain.  mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
Pengajaran bersifat memerde- agar peserta didik secara
kakan manusia dari aspek hidup aktif mengembangkan
lahiriah (kemiskinan dan potensi dirinya untuk
kebodohan). memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian
Sedangkan pendidikan lebih diri, kepribadian, kecer-
memerdekakan manusia dari dasan, akhlak mulia, serta
aspek hidup batin (otonomi keterampilan yang diper-
berpikir dan mengambil lukan dirinya, masyarakat,
keputusan, martabat, mentalitas bangsa dan negara (Pasal 1
demokratik). ayat 1).
Pendidikan Karena pendidikan dibedakan Pendidikan nasional adalah
Nasional dengan pengajaran, maka ada pendidikan yang berdasar-
istilah pendidikan nasional dan kan Pancasila dan Undang-
pengajaran nasional. Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada
Pendidikan nasional adalah nilai-nilai agama, kebuda-

19
pendidikan yang beralaskan yaan nasional Indonesia dan
garis hidup dari bangsanya dan tanggap terhadap tuntutan
ditujukan untuk keperluan perubahan zaman (Pasal 1
perikehidupan yang dapat ayat 2).
mengangkat derajat negara dan
rakyatnya, agar dapat
bekerjasama dengan bangsa lain
untuk kemuliaan segenap
manusia di seluruh dunia.

Sedangkan pengajaran nasional


adalah pengajaran yang selaras
dengan penghidupan dan
kehidupan bangsa.
Sistem Sistem pendidikan among yaitu Sedangkan sistem pendidik-
pendidikan metode pengajaran dan an nasional adalah kese-
pendidikan yang berdasarkan luruhan komponen pendidik-
pada asih, asah dan asuh. an yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.

Indonesia memiliki sistem


pendidikan nasional tersen-
diri yang menerapkan wajib
belajar 12 tahun, yaitu 9
tahun pendidikan dasar yang
meliputi 6 tahun di sekolah
dasar serta masing-masing 3
tahun di SMP dan SMA.
Tujuan Tujuan pendidikan adalah Pendidikan nasional ber-
pendidikan “penguasaan diri” sebab di tujuan untuk berkembangnya
sinilah pendidikan memanu- potensi peserta didik agar
siawikan manusia (humanisasi). menjadi manusia yang
Pendidikan yang humanis beriman dan bertakwa
menekankan pentingnya kepada Tuhan Yang Maha
pelestarian eksistensi manusia, Esa, berakhlak mulia, sehat,
dalam arti membantu manusia berilmu, cakap, kreatif,
lebih manusiawi, lebih mandiri, dan menjadi warga
berbudaya, sebagai manusia negara yang demokratis serta
yang utuh berkembang bertanggung jawab.
menyangkut daya cipta Kurikulum 2013
(kognitif), daya rasa (afektif), mengembangkan 3 aspek

20
dan daya karsa (konatif)). yaitu kognitif, afektif, dan
Singkatnya, “educate the head, psikomotor.
the heart, and the hand”
Tenaga Guru hendaknya memiliki Guru memiliki empat
Pendidik kelimpahan mentalitas, moralitas kompetensi, yaitu:
dan spiritualitas. 1. Kompetensi kepribadian
Beliau ingin menunjukkan 2. Kompetensi sosial
perubahan sikap ningratnya 3. Kompetensi pedagogik
menjadi pendidik, yaitu dari 4. Kompetensi profesional
satria pinandita ke pinandita
satria dengan mengubah nama
Raden Mas Soewardi
Suryaningrat menjadi Ki Hajar
Dewantara. Nama Hajar Dewan-
tara sendiri memiliki makna
sebagai guru yang mengajarkan
kebaikan, keluhuran, dan
keutamaan.

Karakter guru (kepemimpinan)


yang baik adalah Ing Ngarso
Sung Tulodho, Ing Madyo
Mangun Karso dan tut Wuri
Handayani (berada di depan
memeberikan suri tauladan, di
tengah menggerakan semangat
dan egaliter serta membangun
kehendak, dan di belakang
memotivasi atau memberi
dorongan bagi orang yang
dipimpinnya)
Pendidikan “Budi pekerti” atau watak yaitu Kurikulum 2013 yang
karakter bulatnya jiwa manusia, yang menekankan pada
dalam bahasa asing disebut pendidikan karakter.
karakter sebagai jiwa yang
berazas hukum kebatinan.
Jalur Tri Sentra Pendidikan, yaitu: Jalur pendidikan yaitu:
pendidikan 1. Alam Keluarga 1. Pendidikan formal
2. Alam Keguruan 2. Pendidikan nonformal
3. Alam Pergerakan Pemuda/ 3. Pendidikan informal
Pengabdian Masyarakat. 
Jenjang Tingkatan sekolah Taman Siswa Jenjang pendidikan formal

21
pendidikan 1. Taman Indriya (Taman terdiri atas:
Kanak-kanak) : umur 5-6 1. Pendidikan dasar
tahun berbentuk Sekolah Dasar
2. Taman Anak (kelas I-III) : (SD) dan Madrasah
umur 6-10 tahun Ibtidaiyah (MI) atau
3. Taman Muda (kelas IV-VI) : bentuk lain yang sederajat
umur 10-13 tahun serta Sekolah Menengah
4. Taman Dewasa (SMP) Pertama (SMP) dan
5. Taman Madya (SMA) Madrasah Tsanawiyah
6. Taman Guru B I: calon guru (MTs), atau bentuk lain
SD yang sederajat.
Taman Guru B II (satu tahun 2. Pendidikan menengah
setelah Taman Guru B I) berbentuk Sekolah
Taman Guru B III (satu tahun Menengah Atas (SMA),
setelah Taman Guru B II) Madrasah Aliyah (MA),
Taman Guru Indriaya (SMP Sekolah Menengah
+ dua tahun) Kejuruan (SMK), dan
7. Taman Masyarakat Taman Madrasah Aliyah
Mani, Taman Rini (untuk Kejuruan (MAK), atau
wanita), Taman Karti (untuk bentuk lain yang sederajat.
pertukangan)  3. Perguruan Tinggi

BAB III

22
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konsep pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan
sebuah pola pendidikan yang tak lekang oleh waktu. Beberapa konsep
pendidikan beliau menjadi sumber inspirasi dan masih sesuai diterapkan
hingga saat ini.
2. Pendidikan nasional Indonesia saat ini berdasarkan UU No 20 Tahun 2003
merupakan hasil penyempurnaan dari Undang-Undang sebelumnya yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

B. Saran
Sistem pendidikan nasional yang terus berkembang sesuai kebutuhan zaman
hendaknya konsisten untuk mengembangkan karakter peserta didik ke arah
yang lebih baik dan tidak melupakan konsep pendidikan yang telah digagas
oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.

DAFTAR PUSTAKA

23
Dewantara, Ki Hadjar. 1977. Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka
Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa

Hera, Chaqy. 2013. Analisis Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional Berorientasi Relevansi Pendidikan. (Online).
http://www.herachaqy.com/2013/10/analisis-undang-undang-nomor-20-
tahun.html, diakses tanggal 2 Oktober 2016).

Inspirasi, Mega. 2010. Sistem Pendidikan Gagasan Ki Hajar Dewantara.


(Online). (http://megainzpirasi.blogspot.co.id/2010/04/sistem-pendidikan-
gagasan-ki-hajar.html, diakses tanggal 2 Oktober 2016).

Rofiul, Mohamad. 2010. Makalah tentang Ki Hajar Dewantara. (Online).


(http://mohamadrofiul.blogspot.co.id/2010/06/makalah-tentang-ki-hajar-
dewantara.html, diakses tanggal 2 Oktober 2016).

______. (Online). http://sindikker.dikti.go.id/dok/UU/UU20-2003-Sisdiknas.pdf.

24

Anda mungkin juga menyukai