Anda di halaman 1dari 12

A.

Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa yang penuh problema. Dalam masa ini tidak sedikit remaja
yang mengalami kegoncangan yang menyebabkan munculnya

emosional yang belum stabil sehingga mudah melakukan pelanggaran terhadap norma-
norma dalam masyarakat.
Remaja sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang terus melakukan interaksi
sosial baik antara remaja maupun terhadap lingkungan lain. Melalui proses adaptasi, remaja
mendapatkan pengakuan sebagai anggota kelompok baru yang ada dalam lingkungan
sekitarnya. Remaja pun rela menganut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu
kelompok remaja. 
Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi setiap individu merupakan
suatu hal yang sangat mutlak sebagai mahluk sosial. Setiap anak yang memasuki usia
remaja akan dihadapkan pada permasalahan penyesuaian sosial, yang diantaranya adalah
problematika pergaulan teman sebaya. Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial
remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Apabila
lingkungan sosial itu menfasilitasi atau memberikan peluang terhadap remeja secara positif,
maka remaja akan mencapai perkembangan sosial secara matang. Dan apabila lingkungan
sosial memberikan peluang secara negatif terhadap remaja, maka perkembangan sosial
remaja akan terhambat (Devy irawati, 2002).
Pengaruh lingkungan diawali dengan pergaulan dengan teman. Pada usia 9-15 tahun
hubungan perkawanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama,
kepentingan bersama, dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk
memecahkan masalah bersama. 
Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol. Hal ini sejalan
dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikut sertaan dalam
kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar di mana terjadi
pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi
(Santrock, 2003 : 257).
Berdasarkan pra penelitian di lapangan bahwa dalam suasana belajar ataupun waktu
istrahat sedang berlangsung, baik siswa laki-laki maupun perempuan menghabiskan banyak
waktunya bersama dengan teman-temannya. Seorang guru SLTP Negeri I wakorumba
selatan juga mengatakan bahwa ada dua bentuk perilaku yang muncul dari pengaruh teman
sebaya, yang pertama kelompok siswa yang selalu berprestasi dan yang kedua yakni
kelompok siswa yang suka melanggar aturan sekolah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perilaku siswa Pada SLTP Negeri I
Wakorumba Selatan”
A.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu
“Apakah ada pengaruh teman sebaya terhadap perilaku siswa di sekolah?”
B.Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
a.Untuk mengetahui pergaulan teman sebaya pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
b.Untuk mengetahui perilaku siswa pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
c.Untuk mengetahui pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku siswa pada SLTP
Negeri I Wakorumba Selatan.
2. Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a.Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
b.Sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar mereka dapat memberikan informasi
kepada siswa untuk lebih termotivasi belajar dan dapat meminimalisir pengaruh negatif
yang muncul dan mempertahankan pengaruh positif.
c.Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh
selama perkuliahan. 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Segi utama yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan
mahluk sosial. Sejak dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, makanan, minuman dan lain-lain. Apabila
seorang individu mulai bergaul dengan kawan-kawan sebayanya, ia pun tidak lagi hanya
menerima kontak sosial itu, tetapi ia juga dapat memberikan kontak sosial. Ia mulai
mengerti bahwa di dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturan-peraturan tertentu,
norma-norma sosial yang hendaknya ia patuhi dengan rela guna dapat melanjutkan
hubungannya dengan kelompok tersebut secara lancar. Ia pun turut membentuk norma-
norma pergaulan tertentu yang sesuai dengan interaksi kelompok. 
A.Pengertian Teman Sebaya.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat
atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat (Anonim, 2002 : 1164). Sementara
dalam Mu’tadin (2002:1) menjelaskan bahwa teman sebaya adalah kelompok orang-orang
yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang sama, seperti teman sekolah atau
teman sekerja. 
Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua
orang yang memiliki kesamaan ciri-ciri seperti kesamaan tingkat usia. Lebih lanjut Hartup
dalam Santrock (1983 : 223) mengatakan bahwa teman sebaya (Peers) adalah anak-anak
atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama. Akan tetapi oleh Lewis dan
Rosenblum dalam Samsunuwiyati (2005 : 145) Definisi teman sebaya lebih ditekankan pada
kesamaan tingkah laku atau psikologis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka saya mendefinisikan teman sebaya sebagai
interaksi individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta
melibatkan keakraban yang relatif besar diantara kelompoknya 
B.Fungsi Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan remaja pada
lingkungan sosial. Mereka mulai belajar bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang
bukan anggota keluarganya. Ini dilakukan agar mereka mendapat pengakuan dan
penerimaan dari kelompok teman sebayanya sehingga akan tercipta rasa aman.
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman
sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi. Salah satu fungsi
kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi
dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak atau remaja menerima umpan
balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok temam sebaya. Mengevaluasi
apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh
anak-anak lain. 
Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan
informasi, menaikan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung
dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok
akan sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi kebutuhan mereka atas
hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka
akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun
psikologis. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Saat remaja berada
dalam suatu kelompok belajar, mereka belajar tentang strategi belajar yang efektif dan
memperoleh informasi yang berharga tentang bagaimana cara untuk mengikuti suatu
ujian. 
Hartup dalam Didi Tarsadi mengidentifikasi empat fungsi teman sebaya, yang mencakup :
1.Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk
memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress
2.Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan
masalah dan perolehan pengetahuan
3.Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya
keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk
kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan
4.Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan
lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan
teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
terbukti dapat memperhalus hubungPeranan Hubungan Teman Sebaya dalam
Perkembangan Kompetensi Sosial Anak

Lebih lanjut lagi secara lebih rinci Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005 : 220)
menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu : 
1.Mengontrol impuls-impuls agresif.
2.Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-
teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil
peran dan tanggung jawab baru mereka. 
3.Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan
penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang
lebih matang.
4.Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. 
5.Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. 
6.Menigkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yanh disukai oleh sejumlah besar
teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang senang tentang
dirinya. 
Kelompok teman sebaya biasanya beranggotakan perempuan saja, laki-laki saja atau
campuran, kalau kelompoknya beranggotakan laki-laki saja biasanya sebagaian besar
anggotanya tidak terlampau dekat secara emosional, sedangkan apabila kelompok
beranggotakan perempuan biasanya anggotanya lebih akrab.
C.Jenis Kelompok Teman Sebaya
Dalam kehidupan sehari-sehari remaja selalu bersama dengan teman-temannya, sehingga
remaja sering tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. 
Pra ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa
remaja. Kelomppok tersebut adalah sebagai berikut :

a.Sahabat Karib (Chums)


Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan yang
sangat kuat. Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 orang dengan jenis kelamin sama,
memiliki minaat, kemauan-kemauan yang mirip. 
b.Komplotan sahabat (Cliques)
Cliques biasnya terdiri dari 4-5 remaja yang memiliki minat, kemampuan dan kemauan-
kemauan yang relatif sama. Cliques biasanya terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat
karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Jenis
kelamin remaja dalam satu Cliques umumnya sama.
c.Kelompok banyak remaja (Crowds)
Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besr dibanding dengan Cliques. Karena
besrnya kelompok, maka jarak emosi antra anggota juga agak renggang. Dengan demikian
terdapat jenis kelamin berbeda serta terdapat keragaman kemampuan, minat dan kemauan
diantara para anggota. Hal yang dimiliki dalam kelompok ini adalah rasa takut diabaikan
atau tidak diterima oleh teman-teman dalam kelompok remja. Dengan kata lain remaja ini
sangat membutuhkan penerimaan peer-groupnya.
D.Penerimaan dan Penolakan Teman Sebaya
Dalam kelompok teman sebaya, merupakan kenyataan adanya remaja yang diterima dan
ditolak. Hal ini disebabkan oleh beberapafaktor sebagai berikut :
1.Faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja diterima
a.Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain : tampang yang baik, atau
paling tidakrapi danaktif dalamkegiatan-kegiatan kelompok
b.Kemampuan pikir antara lain : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan
kelompok dan mengemukakan buah pikirannya
c.Sikap, sifat, perasaan antara lain : bersikap sopan, memperhatikanorang lain, penyabar
atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan dirinya
d.Pribadi meliputi : jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan
pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu menyesuaikan diri dalam
berbagai situasi dan pergaulan sosial. 
2.Faktor-faktor yang menyebabkanseorang remaja ditolak
a.Penampilan (performance) dan perbuatan antaralain meliputi : 
sering menantang, malu-malu, dan senang menyendiri 
b.Kemampuan pikir meliputi : 
bodoh sekali atau sering disebut tolol
c.Sikap, sifat meliputi : suka melanggar normadan nilai-nilai kelompok, suka menguasai
anak lain, suka curiga, dan suka melaksanakan kemauan sendiri
d.Ciri lain : faktor rumah yang terlalujauh dari tempat teman sekelompok
Arti penting dari penerimaan atau penolakan teman sebaya dalam kelompok bagi seseorang
remaja adalah bahwa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan,
perbuatan-perbuatan dan penyesuaian diri remaja. 
Akibat langsung dari penerimaan teman sebaya bagi seseorang remaja adalah adanya rasa
berharga dan berarti serta dibutuhkan bagi kelompoknya. Hal yang demikian ini akan
menimbulkan rasa senang, genbira, puas bahkan rasa bahagia.
Hal yang sebaliknya dapat terjadi bagi remaja yang ditolak oleh kelompoknya yakni adanya
frustasi yang menimbulkan rasa kecewa akibat penolakan atau pengabaian itu. 
E.Ciri-ciri dan tugas Perkembangan remaja
Menurut Gunarsa (1987 : 6) remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak kemasa
dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan masa dewasa.
Oleh Wibowo dalam Simanjutak (1984 : 14) mengemukakan bahwa “remaja adalah mereka
yang berusia 12 tahun sampai 18 tahun dan merupakan ciri-ciri fisik yang lebih menonjol
sesuai dengan ritme perkembangan dalam tahap-tahapannya”.
Selanjutnya menurut Mapiare dalam Sudarsono (1991 : 13) mengungkapkan tentang
adanya rentang kehidupan remaja yaitu “masa remaja awal dari 13 tahun sampai dengan
17 tahun dan masa remaja akhir dari 17 tahun sampai 20 tahun”.
1.Ciri-ciri Masa Remaja
Usia remaja adalah tahap yang banyak terjadi perubahan baik dalam aspek fisik maupun
psikologis, mereka diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang
dialamai maupun efek dari perubahan yang dialami oleh mereka.
Berkaitan dengan hal tersebut, Hurlock dalam Nurmiyati (1994 : 7) menyebutkan beberapa
ciri yang ada dimasa remaja :
a.Masa remaja sebagai periode yang penting
b.Masa remaja sebagai periode peralihan 
c.Masa remaja sebagai perubahan
d.Masa remaja sebagai usia bermasalah
e.Masa remaja sebagai masa mencari identitas
f.Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
g.Masa remaja sebagai yang tidak realistis
h.Masa remaja sebagai masa ambang dewasa

2.Tugas Perkembangan Masa Remaja


Proses perkembangan pada masa remaja lazimnya berlangsung selama kurang lebih 11
tahun, mulai usia 12-21 pada wanita dan 13-22 tahun pada pria. Masa remaja yang
panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi si
remaja sendiri melainkan juga bagi para orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan
tak jarang para penegak hukum pun ikut direpotkan oleh ulah dan tindak tanduknya yang
dipandang menyimpang. 
Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja pada umumnya meliputi pencapaian dan
persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan masa dewasa. Tugas-tugas
remaja tersebut adalah sebagai berikut :
1.Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda
jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku dalam masyarakat.
2.Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan sosial
sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita) selaras dengan tuntutan sosial dan kultural
masyarakat.
3.Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan
kesatuan organ-organ sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita) dan menggunakan
secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing.
4.Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab
di tengah-tengah masyarakat.
5.mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya dan mulai menjadi seorang “person” (menjadi dirinya sendiri).
6.Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan dan profesi) tertentu dalam kehidupan
ekonomi.
7.Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan
berkeluarga yakni sebagai suami dan istri.
8.Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan
mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraan. 
Menurut Syamsu Yusuf (2000 : 20) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa
yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang
menentukan dalam kehidupan individu, dalam masyarakat orang dewasa. Masa ini dapat
diperinci lagi menjadi beberapa masa yaitu sebagai berikut:
1.Masa Pra Remaja (remaja awal)
Masa pra remaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu yang relatif singkat, masa ini
ditandai oleh adanya sifat-sifat negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka
bekerja, pesimistik, dan sebagainya. Secara garis besar sifat-sifat negatif dapat diringkas
yaitu a). Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental, dan b).
Negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam masyarakat (negatif pasif)
maupun dalam bentuk agresi terhadap masyarakat (negatif aktif)
2.Masa Remaja Tengah (remaja madya)
Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan
adanya teman yang akan memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan
suka dan dukanya pada masa ini, sebagai masa yang mencari sesuatu yang dapat
dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi sebagai gejala remaja.
3.Masa Remaja Akhir
Setelah remaja dan dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah
remaja akhir dan terpenuhilah tugas-tugas masa remaja, yaitu penemuan pendirian hidup. 
F.Pengertian perilaku
Perilaku atau aktifitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai
individu atau organisme itu. Perilaku atau aktifitas itu merupakan jawaban atau respon
terhadap stimulus yang mengenainya. Apa yang ada dalam diri organisme itu yang
berperan memberikan respon adalah apa yang telah ada pada diri organisme, atau apa
yang telah dipelajari oleh organisme yang bersangkutan. 
Perilaku pada manusia dapat dibedakan atas perilaku yang refleksif dan perilaku yang non-
refleksif. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi yang secara
spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya reaksi kedip mata
bila kena sinar. Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi dengan sendirinya, secara
otomatis. Dalam perilaku refleksif, respon langsung timbul begitu menerima stimulus. Lain
halnya dengan perilaku yang non-refleksif. Perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk,
dapat dikendalikan, karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses
belajar. Disamping itu perilaku dapat dikendalikan atau terkendali, yang berarti bahwa
perilaku itu dapat diatur oleh individu yang bersangkutan.
Perilaku atau gejala yang tampak pada manusia dapat dipengaruhi oleh bebereapa faktor
seperti faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan. 
“Perilaku dipandang dari segi biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas dari
organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku maanusia pada hakekatnya adlah suatu
aktivitas dari manusia. Oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang
sangat luas yang dapat mencakup berjalan, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya.
Bahkan kegiataan internal (internal aktivities) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga
merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan analitis dapat dikatakan bahwa perilaku
adalah apa yang dikerjakan oleh organisme (manusia) baik yang dapat diamati secara
langsung maupun yang diamati secara tidak langsung”. (Notoatmojo dalam Sulwati, 2007 :
14). 

Oudum dalam Sulwati (2007 : 15) mengemukakan bahwa perilaku merupakan tindakan
yang tegas dari suatu organisme untuk melanjutkn hidupnya. 
Sedangkan Sarwono dalam Sulwati (2007 : 15) menyatakan bahwa Perilaku merupkan
segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap dan tindakan.
Selanjutnya Ndara mengartikan perilaku sebagai operasionalisasi dan aktualisasi seseorang
atau suatu kelompok terhadap suatu situasi dan kondisi lingkungan (masyarakat, alam,
teknologi, dan organisasi).
Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian perilaku tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku adalah tindakan yang dilakukaan oleh individu sebagai akibat
dari aktualisasi seseorang atau kelompok terhadap suatu sutuasi dan kondisi lingkungan.
G.Teori Belajar Sosial
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi
dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perilaku manusia. 
Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan
lingkungan ini melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku
dan proses belajar itu sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari
proses belajar. 
Untuk melangsung kehidupan, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada 2 macam belajar,
yaitu belajar secara fisik, misalnya menari, olah raga, mengendarai mobil, dan sebagainya,
dan belajar psikis. 
Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (social learning) dimana seseorang
mempelajari perannya dan peran-peran orang lain dalam konteks sosial. Selanjutnya orang
tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran orang lain atau peran sosial
yang telah dipelajari. Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-
respons adalah tingkah laku tiruan (imitation). Teori dengan tingkah laku tiruan yang
penting disajikan disini adalah teori dari Millers, NE dan Dollard, serta teori Bandura A. dan
Walter RH.
1. Teori Belajar Sosial dan Tiruan Dari Millers dan Dollard
Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak pada teori Hull yang kemudian dikembangkan
menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu merupakan
hasil belajar. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial,
kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar. 
Prinsip belajar itu terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas
(respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain, yaitu
dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi respons, respons menjadi ganjaran, dan
seterusnya.
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk
bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti
lapar, haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan
primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard semua
tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan-dorongan primer ini.
Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul
dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Didalam belajar
sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan
orang tertentu maupun yang tidak, misalnya anggukan kepala merupakan isyarat untuk
setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabat tangan. 
Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai
hirarki bawaan tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada
suatu rangsangan tertentu maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada
hirarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman maka tingkah
laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hirarki
resultan (resultant hierarchy of respons). 
Disinilah pentingnya belajar dengan coba-coba dan ralat (trial and error learning). Dalam
tingkah laku sosial, belajar coba-ralat dikurangi dengan belajar tiruan dimana seseorang
tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respons yang tepat.
Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba-ralat.
Ganjaran adalah rangsang yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak
dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada 2 reward atau ganjaran, yakni
ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan ganjaran sekunder yang
memenuhi dorongan-dorongan sekunder. 
Lebih lanjut mereka membedakan 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan, yakni 
a. Tingkah Laku Sama
Tingkah laku ini terjadi pada 2 orang yang bertingkah laku balas (respons) sama terhadap
rangsangan atau isyarat yang sama. Contoh 2 orang yang berbelanja di toko yang sama
dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu hasil tiruan maka
tidak dibahas lebih lanjut oleh pembuat teori.
b. Tingkah laku Tergantung (Matched Dependent Behavior)
Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara 2 pihak dimana salah satu pihak mempunyai
kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua, dan sebagainya) dari pihak yang lain.
Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan menyesuaikan tingkah
laku (match) dan akan tergantung (dependent) pada pihak yang lebih. 
c. Tingkah Laku Salinan (Copying Behavior)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas
dasar isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model. Demikian juga
dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap
kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. 
Perbedaannya dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung ini si
peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja.
Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di
masa yang lalu maupun yang akan dilakukan di waktu mendatang. 
Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang
ini akan dijadikan patokan oleh di peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri dimasa
yang akan datang sehingga lebih mendekati tingkah laku model.
2. Teori Belajar Sosial dari Bandura dan Walter
Teori belajar sosial yang dikemukakan Bandura dan Walter ini disebut teori proses
pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi
dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat (reinforcement) memang memperkuat
tingkah laku balas (respons) tetapi dalam proses belajar sosial, hal ini tidak terlalu penting. 
Aplikasi teori ini adalah apabila seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model
bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu maka dalam khayalan atau imajinasi orang
tersebut, terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsang dari tingkah laku
tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas
yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan
tingkah laku model. 
Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini sangat
dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada cara-
coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata karena semuanya
berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu. 
Hal yang penting disini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru.
Menurut Bandura, pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan
menjadi 3 macam, yakni :
a. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah-tingkah laku baru
melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition) dimana tingkah-
tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat timbulnya sedangkan
tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga
timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah-tingkah laku yang sudah pernah
dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Akhirnya bandura dan Walter menyatakan bahwa teori proses pengganti ini dapat pula
menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi yang ada pada
model. Contohnya seseorang yag mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang
mengerikan maka ia berdesis, menyeringai bahkan sampai menangis ikut merasakan
penderitaan tersebut.
H.Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Remaja
Santrock dalam Amelia sari : 2008 menytakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
remaja adalah sebagai berikut :
a.Identiti
Zaman remaja, ada masanya pada tahap di mana remaja mengalami masalah identiti.
Perubahan biologi dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi pada
keperibadian remaja: satu, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya
dan dua, tercapainya identiti peranan, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi,
nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peranan yang dituntut dari
remaja.
b.faktor keluarga, Hal ini sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja. Kurangnya
dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktiviti anak, kurangnya
penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemacu
timbulnya perilaku remaja. Pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap remaja dan
penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang
penting dalam menentukan munculnya perilaku remaja
c.teman sebaya, hubungan pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan remaja.
d.Kontrol diri, remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima
dan tingkah laku yang tidak dapat diterima.
e.Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan dapat berperan dalam memunculkan perilaku remaja. Lingkungan masyarakat
yang lebih luas dengan keragaman perilaku memungkinkan remaja mengamati berbagai
model perilaku tersebut.
Selanjutnya Herien Puspitawati (2008) menyatakan rasa ingin mendapatkan pengakuan
sosial (social recognition) dan perhatian orang tua merupakan faktor pemicu remaja dalam
berperilaku

I.Pengaruh Teman Sebaya Terhadp Perilaku


Selain lingkungan keluarga yang ikut mempengaruhi perkembangan seorang individu jika
individu tersebut telah berinteraksi dengan individu lain adalah lingkungan sosial.
Lingkungan sosial merupakan lingkungan tempat dimana seorang individu mulai
berinteraksi dengan individu lain diluar anggota keluarga. Lingkungan sosial yang
dimaksudkan adalah teman sebaya. Teman sebaya merupakan lingkungan bergaul seorang
anak dan melalui interaksi dengan teman sebaya, individu akan berkenalan dan mulai
bergaul dengan teman-temannya dengan pola perilaku yang berbeda-beda, sehingga
melalui interaksi inilah masing-masing individu akan saling memahami keinginan-keinginan
dan tidak jarang individu akan membentuk kelompok-kelompok jika perilaku teman-
temannya tersebut telah dirasa cocok. 
Pergaulan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku. Pengaruh tersebut dapat berupa
pengaruh positif dan dapat pula berupa pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dimaksud
adalah ketika individu bersama teman-teman sebayanya melakukan aktifitas yang
bermanfaat seperti membentuk kelompok belajar dan patuh pada norma-norma dalam
masyarakat. Sedangkan pengaruh negatif yang dimaksudkan dapat berupa pelanggaran
terhadap norma-norma sosial, dan pada lingkungan sekolah berupa pelanggaran terhadap
aturan sekolah. 
Dari teman sebaya remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja
cenderung untuk mengikuti pendapat dari kelompoknya dan menganggap bahwa
kelompoknya itu selalu benar. Kecenderungan untuk bergabung dengan teman sebaya
didorong oleh keinginan untuk mandiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurlock dalam
Mu’tadin (2002 : 22) bahwa melalui hubungan teman sebaya remaja berpikir mandiri,
mengambil keputusan sendiri, memerima bahkan menolak pandangan dan nilai yang
berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima didalam kelompoknya.
Kelompok begaul/kelompok teman sebaya dapat memberikan pengaruh, baik pengaruh
positif maupun pengaruh negatif. Teman sebaya menuntut nilai kebersamaan, kekerabatan,
kemanusiaan serta persaudaraan. Namun jika perilaku dalam kelompok didominasi oleh
pencurian, tawuran, serta tindak kriminal, maka akan memberikan pengaruh negatif pada
perkembangan remaja.
Menurut Wahyurini (2003 : 2) manfaat menjalin persahabatan dengan teman sebaya yaitu
sebagai berikut : 
b.Bisanya dengan teman dekat seseorang dapat berbicara terbuka dan jujur. Hal ini
memberikan kemampuan untuk peka pada kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan keinginan
orang lain. Persahabatan memungkinkan seseorang untuk saling berbagi dalam banyak hal,
termasuk persoalan yang bersifat pribadi. Persahabatan dapat memberikan kesempatan
bagi seseorang untuk menggali dan mengenali diri sendiri.
c.Kepekaan karena persahabatan akan meningkatkan rasa empati atau dapat merasakan
apa yang dirasakan orang lain. Kebersamaan dengan teman menjadikan kita akan merasa
memperoleh dukungan, termasuk saat sedang bermasalah atau mengalami stres.
d.Sikap positif yang ada pada teman seperti disiplin, rajin belajar, patuh pada orang tua,
bisa ditiru dan diikuti.

Sedangkan hal-hal negatif yang ditimbulkan akibat pergaulan dengan teman sebaya
menurut Wahyurini (2003 : 2) adalah sebagai berikut :
a.Karena ingin diakui atau diterima, seseorang kadang melakukan hal-hal yang kurang pas.
Karena takut dibilang aneh, walau salah teman sebaya lebih menerima pendapat teman dari
pada pendapat sendiri.
b.Seseorang juga bisa termakan tren atau gaya yang sedang berkembang, misalnya
mengikuti gaya hidup teman meskipun kita tidak mampu.
c.Karena terlalu sering bersama-sama dengan teman, kita tidak punya waktu untuk belajar
atau membantu orang tua. 
d.Ingin mencoba-coba yang dilakukan oleh salah seorang diantara teman, misalnya
merokok, minuman beralkohol, memakai narkoba, dan seks bebas.

Sejumlah ahli teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap
perkembangan anak-anak dan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh
teman sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Sejumlah
ahli teori juga telah menjelaskan budaya teman sebaya remaja merupakan suatu bentuk
kejahatan yang merusak nilai-nilai dan kontrol orang tua. Lebih dari itu, teman sebaya
dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat-obatan (narkoba), kenakalan, dan
berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai mal adaptif (Santrock
dalam Samsunuwiyati, 2005 : 221). 
J.Penelitian yang relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan judul proposal penelitian ini adalah sebagai
berikut antara lain sebagai berikut : 
1.Penelitian yang dilakukan oleh Rita Damayanti dengan judul Peran Biopsikososial
Terhadap Perilaku Beresiko Tertular HIV pada Remaja SLTA di DKI Jakarta, 2006 yang
menyimpulkan bahwa dalam proses pendewasaan, pengaruh keluarga telah bergeser
menjadi pengaruh teman sebaya.
2.Penelitian tentang Peranan hubungan teman sebaya dalam perkembangan kompetensi
sosial anak oleh Didi Tarsadi Menyimpulkan bahwa hubungan dengan teman sebaya tampak
mempunyai berbagai macam fungsi, yang banyak di antaranya dapat memfasilitasi proses
belajar dan perkembangan anak. 
K.Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : “Ada pengaruh yang
signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan perilaku sisiwa SLTP Negeri I Wakorumba
Selatan”
Secara statistik hipotesis di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ho : p = 0
Ha : p > 0
Dimana :
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan perilaku
siswa SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan perilaku siswa
SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.

Anda mungkin juga menyukai