Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN MINI RISET

PENGARUH REMINISCENCE THERAPY TERHADAP PENINGKATAN

FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL

TRESNA WERDHA BANYUWANGI

Disusun Oleh Kelompok A & B :

Ardhika Pramana C (2020.04.040) Aprilinda Safitri (2020.04.052)

Dila Ramadhani B (2020.04.030) Arfian Viona A.I (2020.04.037)

Mufida (2020.04.011) I Ketut Anggas D. A (2020.04.023)

Ni Ketut Ledi W (2020.04.047) Mega Pusitasari (2020.04.043)

Norma Inayatulloh (2020.04.031) Sabrina Ayu Indah I (2020.04.008)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2021
LAPORAN MINI RISET

PENGARUH REMINISCENCE THERAPY TERHADAP PENINGKATAN

FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL

TRESNA WERDHA BANYUWANGI

Laporan Ini Untuk Memenuhi Tugas Praktek Offline dan Daring Profesi

Departemen Gerontik Mahasiswa Ners Angkatan 2020-2021 Oleh Pembimbing

Ns. Akhmad Yanuar F.P., S.Kep.,M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok A & B :

Ardhika Pramana C (2020.04.040) Aprilinda Safitri (2020.04.052)

Dila Ramadhani B (2020.04.030) Arfian Viona A.I (2020.04.037)

Mufida (2020.04.011) I Ketut Anggas D. A (2020.04.023)

Ni Ketut Ledi W (2020.04.047) Mega Pusitasari (2020.04.043)

Norma Inayatulloh (2020.04.031) Sabrina Ayu Indah I (2020.04.008)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2021
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SubhanahuWaTa’ala, berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan mini riset dengan judul

“Pengaruh Reminiscence Therapy Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Pada

Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha Banyuwangi”. Mini Riset ini

merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas praktek offline dan daring

profesi departemen gerontik mahasiswa ners angkatan 2020-2021 .Bersama ini

perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan

hati yang tulus kepada:

1. DR. H. Soekardjo, selaku Ketua STIKes Banyuwangi yang telah

memberi kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan

menyelesaikan tugas praktek offline dan daring profesi departemen

gerontik mahasiswa ners angkatan 2020-2021 .

2. Ns. Essy Sonontiko Sayekti.,S.Kep. selaku Ketua Program Studi Ners

yang telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan mini riset ini.

3. Ns. Akhmad Yanuar F.P., S.Kep.,M.Kep. selaku Dosen Pembimbing yang

memberikan bimbingan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan mini

riset ini.

4. Ns. Dian, Ns. Diana dan Pak Irwan . selaku Pembimbing Di Upt Pelayanan

Sosial Tresna Werdha Banyuwangi yang memberikan bimbingan kepada

kami sehingga dapat menyelesaikan mini riset ini.

5. Kepada kedua orang tua yang tak henti-hentinya memberikan dukungan

baik dari segi moril maupun materil, serta untaian doa yang tak pernah
lepas dalam mengiringi setiap langkah perjuangan kami, semoga kelak

Allah SWT berikan balasan Surga untuk keduanya. Amin.

6. Teman-teman kelompok A dan B kompak dalam penyelesaiaan mini riset

ini, sehingga dapat terselesaikan tepat waktu

Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak yang telah memberi kesempatan,

dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan mini riset ini. Kami menyadari

bahwa mini riset ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap mini riset ini

bermanfaat bagi pembaca dan bagi profesi ners.

Banyuwangi, …. Januari 2021

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Mini Riset Dengan Judul :

Pengaruh Reminiscence Therapy Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Pada

Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha Banyuwangi

Diajukan Oleh :

Ardhika Pramana C (2020.04.040) Aprilinda Safitri (2020.04.052)

Dila Ramadhani B (2020.04.030) Arfian Viona A.I (2020.04.037)

Mufida (2020.04.011) I Ketut Anggas D. A (2020.04.023)

Ni Ketut Ledi W (2020.04.047) Mega Pusitasari (2020.04.043)

Norma Inayatulloh (2020.04.031) Sabrina Ayu Indah I (2020.04.008)

Telah di selesaikan dengan proses konsultasi dan diseminarkan

Pada Hari :Jumat, 22 Januari 2021

Mengetahui,
Pembimbing
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Ns. Akhmad Yanuar F.P.,S.Kep.,M.Kep.


Daftar Isi
Daftar Lampiran

Lampiran 1. Lembar Konsultasi

Lampiran 2 Terapi Aktifitas Kelompok Reminiscence Therapy

Lampiran 3 MMSE (Mini Mental Status Exam)

Lampiran 4 SOP Reminiscence Therapy

Lampiran 3 Dokumentasi
Daftar Tabel

Tabel 2.1 Penyakit Terbanyak Pada Lansia

Tabel 3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Tabel 3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post Perlakuan

Tabel 3.3 Tabel Uji Normalitas Data

Tabel 3.4 Tabel Uji Wilcoxon


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Proses menua dapat menurunkan kemampuan kognitif dan kepikunan.

Masalah kesehatan kronis dan penurunan kognitif serta memori (Handayani,

dkk, 2013). berupa melambatnya proses pikir, kurang menggunakan strategi

memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih pada

hal yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar

sesuatu yang baru. Gejala tersebut biasa dan wajar dialami oleh lansia

padahal gejala tersebut dapat mengakibatkan demensia dan kepikunan yang

dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Lanjut Usia (Lansia) di seluruh dunia mengalami peningkatan jumlah

yang tajam dalam beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan jumlah

penduduk berusia 60 tahun ke atas antara tahun 1970 sampai tahun 2025,

diperkirakan akan meningkat 23% atau bertambah sekitar 694 juta jiwa.

Menurut WHO, di kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau

sekitar 142 juta jiwa. Tahun 2010 jumlah Lansia 24.000.000 (9,77%) dari

total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia akan mencapai

28.800.000 (11,34%) dari total populasi (RI, 2015). Ditahun 2025 akan

terdapat sekitar 1.2 milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas yang

akan menjadi 2 milyar di tahun 2050, 80% di antaranya tinggal di negara-

negara berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2002).

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2009 memperkirakan

jumlah lansia di Indonesia mencapai 18.575.00 jiwa (BPS, 2009). Angka


tersebut sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk dunia yang diperkirakan

sebesar 234.181.400 jiwa. Komisi Nasional Lanjut Usia tahun 2010

memperkirakan proporsi populasi lansia tersebut akan terus meningkat

mencapai 11.34 % ditahun 2030 (Komisi Lansia, 2010) Badan Statistik

Republik Indonesia 2020 memperkirakan dilihat dari sebaran penduduk

lansia memiliki presentase 12,25 %, dan provinsi jawa timur menduduki

urutan ke 3 dengan sebaran tertinggi jawa tengah (12,29 %), dan

Yogyakarta (13,81%) (Badan Pusat Statistik, 2020). Semakin meningkat

jumlah lansia, maka jumlah masalah yang timbul juga semakin banyak.

Populasi lansia yang meningkat di Indonesia membat berbagai

masalah dan penyakit khas terdapat pada lansia ikut meningkat. Lansia

adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis dan

biologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunnan daya kemampuan

untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara indvidual (Sudiantara,

2017). World Health Organization (WHO) menggolongkan lansia

berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi empat kelompok yaitu:

usia pertengahan (middle/ young eldery) berusia antara 45-59 tahun, lanjut

usia (eldery) berusia antara 60-70 tahun, usia tua (old) berusia antara 75-90

tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Sundari, 2015).

Berdasarkan penggolongan usia, Lansia memiliki beberapa karakteristik

yang multipatologi, karakteristik multipatologi Lansia antara lain

menurunnya daya cadangan biologis, berubahnya gejala dan tanda penyakit

dari yang klasik, terganggunya status fungsional Lansia, dan sering terdapat
gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono, 2018). Karakteristik

multipatologi dapat dilihat dari pola penyakit yang bergeser kearah

penyakit-penyakit degeneratif seperti gangguan sendi, hipertensi, stroke dan

diabetes yang berhubungan dengan status gizi lansia (Sudiantara, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh ulfa pada tahun 2012 mendapatkan bahwa

adanya penyakit akut atau kronis menunjukkan penurunan aktifitas fisik

akibat dari bertambahnya usia dan perubahan pola makan yang menurun

(Boedhi, 2010).

Asia Pasifik pada tahun 2005 ada 4,3 juta per tahun kejadian

penurunan kognitif yang akan meningkat menjadi 19,4 juta per tahun pada

tahun 2025. Prevalensi di Amerika mencapai 19,8% pada usia 65-74,

27,5% pada usia 75-84 serta di Taiwan dan China prevalensinya mencapai

9,9% sampai 46,7% pada rentang 60-108 tahun (Ming-Shiang, 2011).

Alzheimer’s Disease International tahun 2014menyebutkan bahwa

diperkirakan prevalensi penurunan kognitif di Indonesia pada tahun 2015

sebesar 1, 033 juta, pada tahun 2030 sebesar 1,894 juta dan pada tahun 2050

sebesar 3,979 juta (Alzheimer’s Disease Internationa, 2014). Fungsi kognitif

yang mengalami penurunan dapat menimbulkan beberapa dampak yang

bervariasi tergantung pada stadium penurunan kognitif yang dialami oleh

Lansia. Penelitian ini sesuai yang dilakukan oleh Maryati dkk (2015),

dengan responden sebanyak 45 orang, menyimpulkan bahwa sebagian

fungsi kognitif pada lansia hampir setengahnya mengalami perubahan

fungsi kognitif (Soejono, 2018). Penelitian juga dilakukan oleh I Gusti Ayu

Harry Sundariyati dkk pada tahun 2014 dengan responden sebanyak 84


orang, menyatakan bahwa 46 orang atau 54,8 % mengalami perubahan

fungsi kognitif (Sudiantara, 2017). Penelitian lain yang mendukung juga

dilakukan oleh Dian Prawesti dan Yason N. Y menyatakan bahwa dari 30

responden sebanyak 8 orang mengalami penurunan fungsi kognitif ringan,

16 orang mengalami penurunan fungsi kognitif sedang dan 5 orang

mengalami penurunan fungsi kognitif berat (Sundari, 2015). Berdasarkan

studi pendahuluan di UPT PSTW Banyuwangi 9 dari 10 lansia mengalami

gangguan kognitif dengan kategori gangguan kognitif berat berjumlah 6

lansia, gangguan kognitif sedang 3 lansia dan 1 lansia tidak mengalami

gangguan kognitif.

Dampak menurunnya fungsi kognitif salah satunya penurunan

kemampuan daya ingat sehingga kesulitan dalam mengingat memori jangka

pendek (short term memory), penurunana memahami dan menangkap

informasi, kesulitan memecahkan masalah, kesulitan membuat keputusan

(Komisi Lansia, 2010). Pada stadium yang lebih lanjut masalah menjadi

lebih nyata antara lain Lansia akan mengalami kesulitan dalam melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari, mengalami perubahan perilaku, melakukan

perilaku yang tidak wajar dalam masyarakat dan sangat bergantung pada

orang lain (RI, 2015). Penelitian ini sesuai yang dilakukan oleh Abdul

Muhith (2010) dengan responden sebanyak 41 orang, menyimpulkan

bahwa terdapat 9 orang mengalami ketergantungan ringan, 15 orang

mengalami ketergantungan moderat, 5 orang mengalami ketergantungan

berat dan 2 orang mengalami ketergantungan penuh dalam pemenuhan ADL

nya (Soejono, 2018).


Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif lansia yaitu usia,

kemampuan regenerasi pada otak, ketidak adekuatan vaskularisasi ke otak

dan hormone sehingga dapat menyebabkan kualitas hidup menurun, status

fungsional yang tidak optimal dan berpengaruh pada perasaan bahagia serta

kreativitas (Santoso & Rohmah, 2011). Life reviev therapy merupakan salah

satu metode metode pengekspresian perasaan akan memicu munculnya rasa

percaya diri dan perasaan dihargai pada lansia yang berdampak munculnya

koping positif yang mempengaruhi persepsi dan emosi lansia dalam

memandang suatu masalah. Proses kenangan memberikan kesempatan

kepada individu untuk membicarakan masa lalu dan konflik yang dihadapi.

Proses ini memberikan individu perasaan aman untuk menyatukan kembali

ingatan masa lalu, dan menumbuhkan penerimaan diri yang akan berguna

untuk tujuan terapeutik.

Penurunan fungsi kognitif yang berdampak buruk pada lansia, perawat

sebagai tenaga kesehatan dapat menggunakan metode terapi dalam

mengurangi gangguan fungsi kognitif pada lansia. Salah satu metode terapi

yaitu dengan terapi kenangan (reminiscence therapy). Reminiscence adalah

teknik yang digunakan untuk mengingat dan membicarakan tentng

kehidupan seseorang. (Stinson,2006) Terapi ini digunakan untuk lansia yang

mengalami gangguan kognitif, kesepian dan pemulihan psikologis (Ebersole

et.al,2001). Kennard (2006) dan Ebersole (2010) mengatakan bahwa terapi

reminiscence dapat diberikan pada lansia secara individu, keluarga maupun

kelompok. Pelaksanaan kegiatan terapi secara kelompok memberi

kesempatan kepada lansia untuk membagi pengalamannya pada anggota


kelompok, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan sosialisasi dalam

kelompok serta efesiensi biaya maupun efektifitas waktu. Penelitian ini

dilakukan menerapkan metode dengan judul pengaruh terapi kenangan

(reminiscence therapy) dengan metode terapi aktifitas kelompok terhadap

fungsi kognitif pada lansia di Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha

Banyuwangi.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh reminesciece therapy pada peningkatan

kognitif pada lansia di UPT PSTW Banyuwangi 2021.

1.2.2 Tujuan Khusus

2. Mengidentifikasi lansia yang mengaami penrunan fugsi kognitif

3. Menganalisa pengaruh reminiscence therapy terhadap peningkatan

fungsi kognitif pada lansia di upt pelayanan sosial tresna werdha

banyuwangi

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan atau

informasi terkait pemberian reminescience therapy bagi lansia

dengan penurunan kognitif.

1.3.2 Praktis

1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumber bacaan dalam keperawatan penyakit dan kegiatan

proses belajar mengajar khusunya keperawatan pada lansia yang

mengalami penurunan gangguan kognitif. Hasil penelitian dapat

menjadi hasil referensi ilmiah bagi peneliti selanjutnya yang akan

melakukan penelitian sejenis.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan salah satu masukan teknik

peningkatan fungsi kognitif pada lansia Reminiscence Therapy.

3. Bagi Peneliti Yang Akan Datang

Memberikan wawasan bagaimana efek Reminiscence Therapy

pada lansia.

4. Bagi Institusi Kesehatan

Dapat meningkatkan mutu pendidikan dan memberikan masukan

kepada kurikulum sebagai bahan perbandingan untuk penelitian

selanjutnya.
BAB 2

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke

atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No. 13

tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan

nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah

menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia

harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin

bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan

mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada

hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya

bangsa (Nuryanti, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai

sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah


yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,

dewasa dan tua (Nugroho, 2008).

2.1.2 Batasan Lansia

Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia

lansia dari berbagai pendapat ahli Azizah (2011) : Menurut World

Health Organization (WHO), ada empat tahapan usia, yaitu :

1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

Depkes RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut :

1. Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.

2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan fisiologis, biologis, psikologis.

4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (lanisa yang

masih berkerja).

5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (lansia yang

sudah tidak berkerja).


2.1.3 Permasalahan pada Lansia

Permasalahan yang berkaitan dengan lansia antara lain :

1. Berlangsungnya proses menua yang berkaitan timbulnya masalah fisik,

mental dan sosial.

2. Berkurangnya integritas sosial lansia.

3. Rendahnya produktifitas kerja lansia.

4. Banyaknya lansia yang miskin, cacat dan terlantar.

5. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan

masyarakat individualistik.

6. Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang dapat

mengganggu kesehatan fisik lansia (Sofah, 2010)

Tabel 2.1 Penyakit Terbanyak Pada Lansia

Jenis Penyakit Prevalensi Menurut Kelompok Umur

55-64 th 65-74 th 75 th +

Hipertensi 45,9 57 63,8


Artritis 45 51 54,8
Stroke 33 46 67
Peny. Paru Obstruksi Kronis 5,6 8,6 9,4
DM 5,5 4,8 3,5
Kanker 3,2 3,9 5
Peny. Jantung Koroner 2,8 3,6 3,2
Batu ginjal 1,3 1,2 1,1
Gagal jantung 0,7 0,9 1,1
Gagal ginjal 0,5 0,5 0,6
Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

2.1.4 Ciri–ciri Lansia

Menurut Nuryanti (2016) ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

1. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik

dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam

kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi

yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat

proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki

motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih

lama terjadi.

2. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak

menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang

kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan

pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,

tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang

lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai

mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada


lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas

dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan

sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat

tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat

memperlihatkan bentuk. Perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan

yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk

pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak

dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola

pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri

dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri

yang rendah.

2.1.5 Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan

secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan

pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,

perasaan, sosial dan sexual (Azizah & Lilik M, 2011).

1. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran : Prebiakusis (gangguan pada

pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)


pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara

atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit

dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis

kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi

glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen

berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan

penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan

sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,

kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi

bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada

persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga

permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk

regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung

kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan

menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya

kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan

fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih

lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:


perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan

penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek

negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti

tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah

massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi

sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi

karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh

penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah

untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang

mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan

sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan

kemampuan peregangan toraks berkurang.

6) Pencernaan dan metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata

karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar


menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin

mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan

berkurangnya aliran darah.

7) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang

signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,

contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-

laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun

adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2. Perubahan Kognitif

1) Memory (Daya ingat, Ingatan)

2) IQ (Intellegent Quotient)

3) Kemampuan Belajar (Learning)

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)


6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

8) Kinerja (Performance)

9) Motivasi

3. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan

dengan teman dan famili.

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam

kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan

keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

5. Perubahan Psikososial

1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat

meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan,

seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau

gangguan sensorik terutama pendengaran

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan

hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang

telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya

gangguan fisik dan kesehatan

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan

kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang

berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat

disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya

kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan

cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan

obsesif kompulsif, gangguan- gangguan tersebut merupakan

kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder

akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala

penghentian mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan

waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri

barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi

pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari

kegiatan sosial.

6) Sindroma diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan

perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau

karena lansia bermain- main dengan feses dan urin nya, sering

menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah

dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

2.2 Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif didefinisikan sebagai kemampuan mengenal atau

mengetahui mengenal benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan

pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang. Termasuk

dalam fungsi kognitif ialah memori/daya ingat, konsentrasi/ perhatian,

orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospasial, fungsi eksekutif,

abstrak, dan taraf inteligensi (Boedi D, 2010).

Fungsi kognitif merupakan sebagai suatu proses dimana semua

masukan sensoris (taktil, visual dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan

dan selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna

sehingga individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris


tersebut. Fungsi kognitif menyangkut kualitas pengetahuan yang dimiliki

seseorang (Wiyoto, 2012).

2.2.1 Aspek Fungsi Kognitif

Selain itu terdapat modalitas dari kognitif terdiri dari sembilan

modalitas yaitu: memori, bahasa, praksis, visuospasial, atensi serta

konsentrasi, kalkulasi, mengambil keputasan (eksekusi), reasoning dan

berpikir abstrak (Wiyoto, 2012).

1) Memori

Memori merupakan suatu proses biologis yang melibatkan jutaan

sel neuron yang saling membentuk sinaps yang kemudian

mentransmisikan implusnya melalui suatu neurotransmiter

asetilkolin, sehingga fungsi memori dapat disalurkan. Apabila

terjadi peningkatan pemakaian fungsi memori maka sinaps antar

neuron yang terbentuk akan semakin bertambah yang

mengakibatkan semakin meningkatnya kapasitas dari memori

(Satyanegara, Abubakar, Maulana Sufarnap, & Benhadi, 2010).

Berdasarkan neurologis klinis, fungsi memori dibagi menjadi tiga

tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan

recall, yaitu:

a) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara

stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini, hanya

dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention).


b) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu

beberapa menit, jam, hari

c) Memori lama, (remote memory) rentang waktunya bertahun-

tahun bahkan seumur hidup (Satyanegara et al, 2010)

2) Berbahasa

Berbahasa merupakan suatu instrumen dasar bagi manusia untuk

berkomunikasi antara satu orang dengan yang lainnya. Bila

terdapat gangguan dalam hal ini, akan mengakibatkan hambata

yang cukup besar bagi penderita. Kemampuan berbahasa seseorang

mencakup kemampuan untuk berbicara spontan, pemahaman,

pengulangan, membaca, dan menulis (Satyanegara et al, 2010)

Beberapa kelainan dalam berbahasa antara lain disastria (pelo),

disfonia (serak), disprosodi (gangguan irama bicara), apraksia oral,

afasia, aleksia atau agrafia (Satyanegara et al, 2010).

3) Praksis

Praksis merupakan integrasi motorik untuk melakukan gerakan

kompleks yang bertujuan sebagai contoh seseorang dapat

menggambar segilima, membuat gambar secara spontan, membuat

rekontruksi balok tiga dimensi (Satyanegara et al, 2010)

4) Visuospasial

Visuospasial merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan

sekitar dengan pengalaman lampau, sebagai contoh orientasi


seseorang terhadap orang lain, waktu, dan tempat (Satyanegara,

2010)

5) Atensi

Atensi merupakan kemampuan untuk memusatkan perhatian pada

sesuatu yang dihadapi, dapat diperiksa dengan mengulang 7 angka

yang kita pilih secara acak untuk diucapkan kembali atau

mengetukkan jari diatas meja sesuai angka yang kita sebutkan.

6) Kalkulasi

Kalkulasi merupakan kemampuan berhitung sebenarnya lebih

dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan seseorang, kemampuan

berhitung misalnya menghitung 100 dikurangi 7 dan seterusnya.

7) Eksekusi

Pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi kognitif yang

penting, dimana seseorang memiliki kemampuan untuk mengambil

keputusan, misalnya untuk menentukan tindakan apa yang perlu

dilakukan untuk mengerjakan suatu tugas.

8) Reasoning

Kemampuan seseorang secara sadar mengaplikasikan logika

terhadap sesuatu, sebagai contoh kepercayaan seseorang setelah

adanya fakta yang mendukung suatu pemikiran, karena fungsi

reasoning didasari oleh pengetahuan dan inteligensi (Satyanegara

et al, 2010)

9) Abstraksi
Berpikir abstrak diperlukan untuk menginterpretasi suatu pepatah

atau kiasan, misalnya seseorang mampu menginterpretasi pepatah

ada gula, ada semut, atau kemampuan seseorang untuk

mendeskripsikan perbedaan antara kucing dengan anjing

(Satyanegara et al, 2010)

2.2.2 Gangguan-gangguan Yang terjadi Pada Fungsi Kognitif

Penurunan fungsi kognitif memiliki tiga tingkatan dari yang paling

ringan hingga paling berat, yaitu: mudah lupa (forgetfullness), Mild Cognitive

Impairment (MCI) dan dimensia (Lumbantobing, 2010).

1) Mudah lupa (Forgetfullness)

Mudah lupa merupakan tahap yang paling ringan dan sering

dialami pada orang usia lanjut. Berdasarkan data statistik 39%

orang pad usia 50-60 tahun mengalami mudah lupa dan angka ini

menjadi 85% pada usia diatas 80 tahun. Mudah lupa sering

diistilahkan Benign Senescent Forgetfullness (BSF) atau age

associated Memory impairment (AAMI). Ciri-ciri kognitifnya

adalah proses berpikir lambat, kurang menggunakan strategi

memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah

beralih pada hal yang kurang perlu, memerlukan waktu lebih lama

untuk belajar sesuatu yang baru dan memerlukan lebih banyak

petunjuk/isyarat (clue) untuk mengingat kembali (Hartono, 2010).

Adapun kriteria diagnosa mudah lupa berupa:

a) Mudah lupa nama benda, nama orang


b) Memanggil kembali memori (recall) terganggu

c) Mengingat kembali memori (retrical) terganggu

d) Bila diberi petunjuk (clue) bisa mengenal kembali

e) Lebih sering menjabarkan fungsi ataau bentuk daripada

menyebutkan namanya

2) Mild Cognitive Imparment (MCI)

Mild Cognitive Impairment merupakan gejala yang berat

dibandingkan mudah lupa. Pada mild cognitive pairment sudah

mulai muncul gejala gangguan fungsi memori yang mengganggu

dan dirasakan oleh penderita. Mild cognitive impairment

merupakan perantara antara gangguan memori atau kognitif terkait

usia (age associated Memori impairment/ AAAMI dan dimensia.

Sebagian besar orang dengan MCI menyadari akan adanya defisit

memori. Keluhan pada umumnya berupa frustasi, lambat dalam

menemukan benda atau mengingat nama orang, dan kurang

mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari yang kompleks.

Kriteria yang lebih jelas bagi MCI adalah:

a) Gangguan memori yang dikeluhkan oleh pasiennya sendiri,

keluarga maupun dokter yang memeriksakannya.

b) Aktivitas sehari-hari masih normal

c) Fungsi kognitif secara keseluruhan (global) normal

d) Gangguan memori obyektif atau gangguan pada salah satu

wilayah kognitif yang dibuktikan dengan skor yang jatuh di


bawah 1,5 – 2,0 SD dari rata-rata kelompok umur yang sesuai

dengan pasien

e) Nilai CDR 0,5

f) Tidak ada tanda demensia

3) Dimensia

Dimensia merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan

intelektul progresif yang menyebabkan kognitif dan fungsional,

sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan

aktivitas sehari-hari (Mardjon & Sidharta, 2010)

Dimensia memiliki gejala klinis berupa kemunduran dalam hal

pemahaman seperti hilangnya kemamppuan untuk memahami

pembicaraan yang cepat, percakapan yang kompleks atau abstrak,

humor yang sarkatis atau sindiran. Dalam kemampuan berbahasa

dan bicara terjadi kemunduran pula yaitu kehilangan ide apa yang

sedang dibicirakan, kehilangan kemampuan pemrosesan bahasa

secara cepat, kehilangan kemampuan penanaman (naming) dengan

cepat. Dimensia vaskuler adalah demensia yang disebutkan oleh

infark pada pembuluh darah kecil dan besar, misalnya multi infark

dementia. (Mardjono & Sidharta, 2010)

Adapun kriteria diagnosa untuk demensia adalah :

a) Kemampuan memori dengan ciri: kehilangan orientasi waktu,

sekedar kehilangan memori jangka panjang dan pendek,


kehilangan informasi yang diperoleh tidak dapat mengingat

daftar lima item atau nomor telepon

b) Kemunduran pemahaman

c) Kemunduran kemampuan bicara dan bahasa

d) Kemunduran komunikasi sosial

2.2.3 Faktor Yang Berpengaruh Pada Fungsi Kognitif

Ada beberapa faktor penting yang memiliki efek penting terhadap

fungsi kognitif seperti usia, stress, ansietas, latihan memori, genetik,

hormonal, lingkungan, penyakit sistemik, infeksi, intoksikasi obat dan diet.

1) Usia

Semakin tua usia seseorang maka secara alamiah akan terjadi

apoptosis pada sel neuron yang berakibat terjadinya atropi pada

otak yang dimulai dari atropi korteks, atropi sentral, hiperintensitas

substantia alba dan paraventrikuler. Yang mengakibatkan

penurunan fungsi kognitif pada seseorang, kerusakan sel neuron ini

diakibatkan oleh radikal bebas, penuurunan distribusi energi dan

nutrisi otak.

2) Stress, Depresi, Ansietas


Depresi, stres dan ansietas akan menyebabkan penurunan

kecepatan aliran darah dan stress memicu pelepasan hormon

glukokortikoid yang dapat menurunkan fungsi kognitif.

3) Latihan Memori

Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih memorinya

maka sinaps antar neuron akan semakin banyak terbentuk sehingga

kapasitas memori seseorang akan bertambah, berdasarkan

penelitian vasconcellos pada tikus yang diberi latihan berenang

selama 1 jam perhari selama 9 minggu terbukti memiliki fungsi

memori jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik

daripada kelompok kontrol.

4) Genetik

Terdapat beberapa unsur genetik yang berperan pada fungsi

genetik seperti gen amyloid beta merupakan prekursor protein pada

kromosom 21, gen apolipoprotein E alel delta 4 pada kromosom

19, gen butrylcholomestense K variant menjadi faktor resiko

alzheimer gen prenisilin 1 pada kromosom 14 dan presilin 2

kromosom 1

5) Hormon

Pengaruh kromosom terutama yang mengatur deposit jaringan lipid

seperti tesroteron akan menyebabkan angka kenaikan kadar

kolesterol darah yang berkaitan pada fungsi kognitif, dan

sebaliknya estrogen terbukti menurunkan faktor resiko alzheimer


pada wanita post menopause, karena estrogen memiliki reseptor di

otak yang berhubungan dengan fungsi kognitif fan juga

meningkatkan plastisitas.

6) Lingkungan

Pada orang yang tinggal didaerah maju dengan sistem pendidikan

yang cukup maka akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik

dibandingkan pada orang dengan fasilitas pendidikan yang

minimal, semakin kompleks stimulus yang didapat maka akan

semakin berkembang pula kemampuan otak seseorang ditunjukkan

pada penelitian pada tikus yang berada pada lingkungan yang

sering diberikan rangsang memiliki kadar asetilkolin lebih tinggi

dari kelompok kontrol

7) Infeksi dan penyakit sistemik

Hipertensi akan menghambat aliran darah otak sehingga terjadi

gangguan suplai nutrisi bagi otak yang berakibat pada penurunan

fungsi kognitif. Selain itu infeksi akan merusak sel neuron yang

mengakibatkan kematian sel otak.

8) Intoksikasi Obat

Beberapa zat seperti toluene, alkohol, bersifat toksik bagi sel

neuron, selain itu defisinsi vitamin B kompleks terbukti

menyebabkan penurunan fungsi kognitif seseorang, obat golongan

benzodiazepin, statin juga memiliki efek terhadap memori.


9) Diet

Konsumsi makanan yang tinggi kolesterol akan menyebabkan

akumulasi protein amiloid beta pada percobaan dengan

menggunakan tikus wistar yang memicu terjdinya demensia

(Kaudinov & Kaudinova, 2011).

2.3 Reminiscence Therapy

2.3.1 Definisi Reminiscence Therapy

Suatu metode yang berhubungan dengan memori, berguna

untuk meningkatkan kesehatan mental dan kualitas hidup.

Reminiscence tidak hanya kegiatan mengingat peristiwa masa lalu

tetapi juga merupakan proses yang terstruktur secara sistematis dan

berguna untuk merefleksikan kehidupan seseorang untuk

mengevaluasi ulang, menyelesaikan konflik dari masa lalu,

menemukan makna kehidupan, dan menilai koping adaptif mana yang

sebaiknya digunakan. Terapi ini dilakukan dengan cara diskusi

tentang kejadian masa lalu yang dialami seseorang kemudian

disharingkan kepada keluarga, kelompok, atau staf keperawatan. Dari

diskusi kelompok tersebut akan memotivasi seseorang dan sebagai

upaya untuk menyelesaikan masalah (Chen et al., 2012).

Terapi ini juga sebagai proses mengingat kejadian dimasa lalu

yang menyenangkan dan indah sehingga dapat meningkatkan harga

diri seseorang (Mackin and Arean cit. Wheller, 2008).


2.3.2 Manfaat Reminiscence Therapy

Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan

beberapa manfaat dari Reminiscence Therapy, antara lain (Mackin

and Arean cit. Wheller, 2008) :

1. Meningkatkan harga diri

2. Membantu individu mencapai kesadaran diri

3. Memahami dirinya sendiri

4. Meningkatkan kepuasan hidup

5. Dapat beradaptasi dengan stress

2.3.3 Tipe-tipe kelompok Reminiscence Therapy

Menurut Kennard, 2006 cit. Syarniah, 2010, ada 3 tipe

Reminiscence, antara lain :

1. Simple atau Positive Reminiscence

Terapi tipe ini adalah menceritakan kejadian masa lalu yang

menyenangkan dengan cara terapis memberikan pertanyaan secara

langsung. Tujuan dari terapi tipe ini adalah membantu klien

beradaptasi terhadap kehilangan dan meningkatkan harga diri.

2. Evaluative Reminiscence

Tipe ini merupakan terapi dalam menyelesaikan konflik.

3. Offensive Defensive Reminiscence

Terapi tipe ini adalah menceritakan kejadian masa lalu yang

kurang menyenangkan, sehingga sering menimbulkan perilaku

yang destruktif dan emosi


2.3.4 Media Reminiscence Therapy

Media merupakan alat atau benda yang dapat digunakan untuk

menunjang ingatan klien dalam mengingat kejadian-kejadian masa

lalu sehingga klien dapat mengikuti terapi Reminicence. Menurut

Collins (2006), media yang dapat digunakan adalah :

1. Reminiscence Kit (kotak yang berisi alat atau benda yang dapat

membantu dalam mengingat masa lalu; seperti majalah, alat untuk

memasak, alat untuk menjahit, dan membersihkan)

2. Album foto, musik, video

3. Stimulus bau dan rasa (keju, cuka, coklat, jeruk)

4. Bahan-bahan yang dapat menstimulasi sensori (bulu binatang, wol,

flannel)

2.3.5 Penatalaksanaan Reminiscence Therapy

Menurut Kennard (2006) cit. Syarniah (2010), terapi

Reminiscence dapat dilakukan dalam kelompok atau individual. Akan

tetapi untuk pemberian terapi secara kelompok dapat memberikan

keuntungan yang lebih, antara lain kesempatan yang sama untuk

saling berbagi pengalaman, meningkatkan komunikasi dan sosialisasi

antar lansia, dan efektivitas waktu, biaya, dan energi.

Terapi Reminiscence dapat dilakukan dalam beberapa

pertemuan (sesi). Terapis dapat menentukan jumlah sesi yang akan

digunakan dalam kegiatan terapi tersebut (Syarniah, 2010). Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan 3 sesi, yang terdiri dari


Reminiscence Therapy pada masa anak-anak, masa remaja, dan masa

dewasa (tua) dan kejayaannya.

Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh perawat dalam

Reminiscence Therapy dan pengalaman lansia, yaitu (Haights, 1989

dalam Collins, 2006) :

1. Masa kanak-kanak

a. Hal apa yang diingat pada masa kecil saudara?

b. Masa kecil yang seperti apa yang anda alami?

c. Seperti apa orang tua anda saat anda kecil? Keras atau lemah?

d. Apakah anda mempunyai saudara? Sebutkan nama dan

ceritakan tentang mereka satu persatu?

2. Masa Remaja

a. Apa yang anda ingat saat anda memasuki usia remaja? Lalu apa

yang dirasakan tentang diri dan hidup anda?

b. Hal apa saja yang paling terekam dalam memori saat anda

remaja?

c. Adakah orang yang dekat dengan anda saat itu? Ceritakan pada

saya

d. Bagian apa saja yang menyenangkan dan tidak meyenangkan

saat anda remaja? Coba ceritakan pada saya.

3. Masa dewasa dan kejayaannya

a. Bagaimana hidup anda saat memulai dewasa? Dimulai saat

umur 20an. Ceritakan pada saya.


b. Dari semua kehidupan anda, kehidupan mana yang paling anda

sukai? Saat usia berapa dan apa alasannya?

c. Apakah anda menikah? Mempunyai anak? Dan bekerja? Coba

ceritakan pada saya.

d. Orang seperti apakah anda ini? Apakah anda menikmatinya?

2.4 Pengaruh Reminiscence Therapy terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif

pada Lansia

2.4.1 Pengaruh reminiscence therapy terhadap peningkatan fungsi kognitif

pada lansia berdasarkan hasil study literature telah dibuktikan pada

beberapa peneliti, yaitu pada penelitan yang telah dilakukan oleh I Gusti

Ayu Harini, dkk (2018) dengan judul “Pengaruh Reminiscence Therapy

Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia” dari hasil penelitian,

didapatkan hasil sebelum diberikan perlakuan semua pada kategori

gangguan fungsi kognitif ringan yaitu 14 orang (100%) dan setelah

diberikan perlakuan pada kategori gangguan fungsi kognitif ringan yaitu

13 orang (92,9%), dengan uji analisis statistik uji Wilcoxon signed rank

test didapatkan nilai yang signifikan p=0,023 (p<0,050). Kesimpulan

bahwa pemberian reminiscence therapy berpengaruh terhadap fungsi

kognitif pada lansia.

2.4.2 Pada penelitian Sofa Rhosma Dewi (2018) dengan judul “Pengaruh

Terapi Reminiscence Terhadap Fungsi Kognitif Lansia Di UPT PSTW

Bondowoso” menyatakan bahwa Hasil uji statistik wilcoxon

menunjukkan p value 0.09 lebih kecil dari α 0.05 sehingga H0 ditolak


artinya ada pengaruh terapi Reminiscience terhadap peningkatan fungsi

kognitif lansia.
BAB 3

HASIL PENGKAJIAN LANSIA

3.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha

Banyuwangi , dilaksanakan pada tanggal 15-16 Januari 2021

3.2 Prosedur pengumpulan dan pengambilan data

1. Pengambilan data awal dimulai dari penentuan kasus asuhan


keperawatan berjumlah 10 klien

2. Dari 10 klien ditentukan masalah prioritas pada pengkajian


asuahn keperawatan lansia

3. Setelah ditemukan masalah prioritas, dilakukan rencana


implementasi yang dilakukan

4. Menggunakan instrument kuesioner dan Sop terapi

5. Dilakukan implementasi Terapi Aktivitas Kelompok

3.3 Analisis Data

Analisa data merupakan bagian penting dalam penelitian untuk

mencapai tujuan pokok penelitian dengan menjawab pertanyaan dan

mengungkap fenomena (Nursalam, 2016). Pada penelitian ini,

setelah pengumpulan data responden, seanjutnya data diolah menjadi:

1.Editing

Peneliti memeriksa kelengkapan data pada pengisian data enelitian di

lembar kuosioner. Data yang belum terisi lengkap diklarifikasi


kepada responden atau keluarga. Peneliti juga melakukan

pengecekan pada setiap item pertanyaan di dalam kuosioner.

2.Coding

Pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri

dari dari beberapa kelompok (klasifikasi data). Kegunaan dari

coding adalah untuk mempermudah entry data.

3.Data entry

Data yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk tabel sesuai

dengan kode yang telah ditentukan sebelum pengumpulan data.

4.Analisa data

Data yang terkumpul melalui analisa statistik wilcoxon untuk

melihat efek permainan kartu remidengan metode tepuk nyamuk

terhadap fungsi kognitif: orientasi dan aktivitas sosial dengan

menggunkana aplikasi SPSSS. Dasar penggunaan analisa data

statistik Wilcoxon.
3.4 Hasil tabulasi sampel

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 18 Januari

2021, responden yang diambil sejumlah 7 lansia. Hasilnya adalah sebagai berikut :

3.4.1 Analisis Univariat

Data yang telah dikumpulkan lalu diolah dan didapatkan hasil sebagai

berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Variabel n %
Usia :
50-59 Tahun 1 14,3
60-69 Tahun 2 28,6
70-79 Tahun 2 28,6
80-89 Tahun 1 14,3
> 90 Tahun 1 14,3

Total 7 100
Jenis kelamin :
Laki-laki 2 28,6
Perempuan 5 71,4

Total 57 100

Berdasarkan Tabel 3.1 diatas diketahui bahwa distribusi responden

berdasarkan usia sebagian besar berada pada usia 60-79 tahun sebanyak 4

responden (57,2%), berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis

kelamin perempuan sebanyak 5 responden (71,4%).

3.4.2 Analisis Bivariat

Data yang telah dikumpulkan lalu diolah dan didapatkan hasil sebagai

berikut:
Tabel 3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post Perlakuan

Tidak ada n Gg. Sedang n Gg. Berat n


Pre Test 0 0 3 42,8 4 57,2
Post Test 4 57,2 3 42,8 0 0
Berdasarkan Tabel 3.2 diatas menunjukkan bahwa persebaran

frekuensi responden post test sebagian besar memiliki gangguan kognitif

berat sejumlah 4 responden (57,2%), serta sebagian besar responden post

test menunjukkan bahwa sejumlah 4 responden (57,2%) tidak ada gangguan

kognitif.

3.4.3 Uji Beda Rerata Sebelum dan Sesudah Intervensi

Data yang telah dikumpulkan lalu diolah dan didapatkan hasil sebagai

berikut:

Tabel 3.3 Tabel Uji Normalitas Data

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pre_Test .360 7 .007 .664 7 .001

Berdasarkan Tabel 3.3 diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi

(p) adalah 0,001 (p < 0,05), sehingga berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk

data berdistribusi tidak normal.

Tabel 3.4 Tabel Uji Wilcoxon


Post_Test - Pre_Test
Z -2.371b
Asymp. Sig. (2- .018
tailed)/ P value

Berdasarkan Tabel 3.4 hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa nilai p

value adalah 0,018 (p value < 0,05), sehingga Ha diterima yang berarti adanya

perbedaan antara responden sebelum dan sesudah perlakuan, yaitu terdapat

pengaruh reminiscence therapy terhadap fungsi kognitif lansia.


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Univariat

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden berada pada usia 60-79

tahun sebanyak 4 responden (57,2%), sedangkan berdasarkan jenis kelamin

sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 responden (71,4%).

Usia yang semakin meningkat akan menyebabkan perubahan

anatomi khususnya dalam sistem neurologis seperti penyusutan sel-sel syaraf

dalam otak sehingga bisa mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Semakin

bertambah usia lansia, maka berat otak pun semakin berkurang 10% dari

jumlah neuron berkurang sekitar 100.000 sel per hari yang nantinya beresiko

mengalami penyusutan otak (Haryanto et al., 2016). Hasil penelitian (Marlina,

2012) menyatakan bahwa gejala demensia akan timbul mulai dari umur 60

tahun dan akan meningkat tiap 5 tahun dikarenakan makin banyaknya

neuron di otak menjadi kusut (neurofibrillary tangles) dan munculnya berbagai

plak dalam darah. erempuanlebih berisiko mengalami gangguan kognitif, karena

tingginya angka harapan hidup pada wanita (Iqbal, 2017).

Lansia perempuan yang manapouse akan terjadi penurunan hormon

estrogen dalam tubuh. Hormon estrogen memiliki fungsi yang sangat penting

salah satunya fungsi memori pada otak. Perempuan mempunyai reseptor

estrogen didalam otak salah satunya hippocampusyang berperan sangat penting

dalam proses pembentukan memori. Perempuan yang manapousemengalami

penurunan hormon estrogen yang menyebabkan mudah lupa atau terjadi


penurunan daya ingat. Hormon estrogen juga mempunyai sifat protektif

terhadap aterosklerosis yang menghambat lipolisis. Penurunan hormon

estrogen beresiko terjadinya lipolisis yang menyebabkan terjadinya

penyebaran kolestrol dalam darah yang beresiko terjadi aterosklerosis.

Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke otak berkurang yang menyebabkan

sulit berkonsentrasi dan mudah lupa (Nita dan Wahyuni, 2011).

Penurunan fungsi kognitif terjadi pada lansia usia diatas 60 tahun , dan

lebih sering terjadi pada perempuan dari pada laki laki akibat hormonal yaitu

terjadinya manapouse, hal tersebut akan terjadi penurunan hormon estrogen

dalam tubuh.

4.2 Analisis Bivariate

Setelah dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan uji wilcoxon

SPSS for windows, di dapati hipotesis Ha diterima yang berarti adanya perbedaan

antara responden sebelum dan sesudah perlakuan, yaitu terdapat pengaruh

reminiscence therapy terhadap fungsi kognitif lansia. Karakteristik responden

yang mengikuti terapi diketahui 7 responden, 3 responden (42,8%) dengan

gangguan kognitif sedang dan 4 responden (57,2%) dengan gangguan kognitif

berat Ketika sebelum diberi perlakuan (pre test). Sedangkan setelah diberi

perlakuan (post test) terdapat 4 responden (57,2%) tanpa gangguan kognititf dan 3

responden (42,8%) dengan gangguan kognitif sedang. Artinya dari penelitian ini

sudah kita dapati hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

reminiscence therapy dengan gangguan fungsi kognitif yang dialami lansia,


maksudnya, adanya penurunan gangguan fungsi kognitif pada lansia setelah

dilakukan terapi ini kepada lansia.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu

Harini, dkk (2018) dengan judul “Pengaruh Reminiscence Therapy Terhadap

Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia” dari hasil penelitian, didapatkan hasil sebelum

diberikan perlakuan semua pada kategori gangguan fungsi kognitif ringan yaitu 14

orang (100%) dan setelah diberikan perlakuan pada kategori gangguan fungsi

kognitif ringan yaitu 13 orang (92,9%), dengan uji analisis statistik uji Wilcoxon

signed rank test didapatkan nilai yang signifikan p=0,023 (p<0,050). Kesimpulan

bahwa pemberian reminiscence therapy berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada

lansia.

Serta sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofa Rhosma Dewi

(2018) dengan judul “Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Fungsi Kognitif

Lansia Di UPT PSTW Bondowoso” menyatakan bahwa Hasil uji statistik

wilcoxon menunjukkan p value 0.09 lebih kecil dari α 0.05 sehingga H0 ditolak

artinya ada pengaruh terapi Reminiscience terhadap peningkatan fungsi kognitif

lansia.
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian pengaruh reminiscence therapy terhadap peningkatan fungsi kognitif pada

lansia di upt pelayanan sosial tresna werdha banyuwangi, yaitu :

5.1.1 Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden yang mengalami

penurunan fungsi kognitif berada pada usia diatas 60 tahun

5.1.2 Berdasarkan jenis kelamin responden yang mengalami penurunan

fungsi kognitif, sebagian besar berjenis kelamin perempuan

5.1.3 Terdapat pengaruh yang signifikan antara reminiscence therapy

dengan gangguan fungsi kognitif yang dialami lansia,

5.2 SARAN

5.2.1 Manfaat Teoritis

Sebagai sumber bacaan dalam keperawatan penyakit dan kegiatan proses

belajar mengajar khusunya keperawatan pada lansia yang mengalami

penurunan gangguan kognitif. Hasil penelitian dapat menjadi hasil

referensi ilmiah bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian

sejenis.

5.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan salah satu masukan teknik peningkatan

fungsi kognitif pada lansia Reminiscence Therapy.


i. Bagi Peneliti Yang Akan Datang

Memberikan wawasan bagaimana efek Reminiscence Therapy pada lansia.

ii. Bagi Institusi Kesehatan

Dapat meningkatkan mutu pendidikan dan memberikan masukan kepada

kurikulum sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Chen, ting-ji., Li, Hui-jie., and Li, Juan., (2012). The effects of Reminiscence

Therapy on Deppresive symptoms of Chinese elderly: study protocol of a

randomized controlled trial. Retrieved Febuary 12, 2014. BMC Psychiatry

Collins, C.(2006). Life Review and Reminiscence group therapy among senior

adults.http://etd.lib.ttn.edu/theses/available/etd04182006223851/unrestricted/oll

ins Casondra Diss.pdf, diakses pada tanggal 12 Febuari 2014

Hartono. (2010). Konsep dan pendekatan masalah kognitif pada usia lanjut terfokus
pada deteksi dini. Semarang : BP UNDIP

Haryanto J, Makhfudli, Rifky Octavia Pradipta. (2016). 'Jurnal Ners' Permainan


Kartu Ceki Berpengaruh terhadap Tingkat Kognitif dan Penurunan Gejala
Frontotemporal Demensia pada Lansia di Kabupaten Madiun, Vol. 11, No. 1.

Iqbal Ar-rasyid,. Yuliarni Syafrita dan Susila Sastri, (2017) ‘Jurnal Kesehatan
Andalas’ Hubungan Faktor Risiko dengan Fungsi Kognitif pada Lanjut
Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang, 6 (1).

Kennard, C. (2006). Reminiscence Therapy activities for people with Dementia.

http://dying.about.com/od/thedyingprocess. Diakses pada tanggal 12 Febuari

2014

Lumbantobing. (2010). Kecerdasan pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: BP


FKUI

Mardjon, & Sidharta. (2010). Neurologi Klinis Dasar (12th ed). Jakarta: Dian Rakyat

Marlina Dwi Rosita. (2012) ‘Hubungan antara Fungsi Kognitif dengan


Kemampuan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Mandan Wilayah
Kerja Puskesmas Sukoharjo’. Naskah Publikasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, diakses 10 Desember 2018, http://eprints.ums.ac.id
Nita Pratiwi dan Wahyuni. (2011), ‘Jurnal Kesehatan’, Hubungan antara kadar
kolestrol baik dengan penurunan penurunan fungsi kognitif pada wanita
setelah manapouse, ISSN 1979-7621’, Vol. 4, No. 1, Juni 2011: 58-67.

Satyanegara, Abubakar, Maulana, Sufarnap, & Benhadi. (2010). Ilmu Bedah Saraf
(4th wd). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Syarniah.(2010). Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscence terhadap Depresi pada

Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Sejahtera provinsi Kalimantan

Selatan. Thesis Strata dua, Fakultas Ilmu Keperawatan, jurusan magister Ilmu

Keperawatan kekhususan Keperawatan Jiwa, Universitas Indonesia, Jakarta,

Indonesia.

Wiyoto. (2012). Gangguan Fungsi Kognitif pada Stroke. Surabaya : FK UNAIR


Lampiran 1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI


(Institute of Health Science)
Jl. Letkol Istiqlah No. 109 Telp.(0333) 421610 / Fax. (0333) 425270
BANYUWANGI
Website : http://stikesbanyuwangi.ac.id/

LEMBAR KONSULTASI MAHASISWA

PEMBIMBING : Ns. Akhmad Yanuar F.P.,S.Kep.,M.Kep.


JUDUL : Pengaruh Reminiscence Therapy Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif
Pada Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha Banyuwangi

TANDA
NO HARI/TANGGAL BAB HASIL KONSULTASI
TANGAN
1. Masukkan sitasi ke mendeley
2. Jangan awali awal kalimat pada
paragraf dengan kalimat
keterangan, harus SPOK
Rabu, 20 Januari
1 1-5 3. Berikan sumber pada SOP terapi
2021
4. Tambahkan lembar pengesahan
5. Buat poster
6. Buat ppt persiapan seminar
Lampiran 2
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK “REMINISCENCE THERAPY” PADA
LANSIA DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF
DI UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BANYUWANGI
Tugas Ini Untuk Memenuhi Praktek Offline dan Daring Profesi Departemen
Gerontik Mahasiswa Ners Angkatan 2020-2021 Oleh Pembimbing
Ns. Akhmad Yanuar F.P., S.Kep.,M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok A & B :

Ardhika Pramana C (2020.04.040) Aprilinda Safitri (2020.04.052)

Dila Ramadhani B (2020.04.030) Arfian Viona A.I (2020.04.037)

Mufida (2020.04.011) I Ketut Anggas D. A (2020.04.023)

Ni Ketut Ledi W (2020.04.047) Mega Pusitasari (2020.04.043)

Norma Inayatulloh (2020.04.031) Sabrina Ayu Indah I (2020.04.008)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Proses menua dapat menurunkan kemampuan kognitif dan kepikunan.

Masalah kesehatan kronis dan penurunan kognitif serta memori (Handayani,

dkk, 2013). berupa melambatnya proses pikir, kurang menggunakan strategi

memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih pada hal

yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu

yang baru. Gejala tersebut biasa dan wajar dialami oleh lansia padahal gejala

tersebut dapat mengakibatkan demensia dan kepikunan yang dapat

mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Prevalensi gangguan kognitif termasuk demensia meningkat sejalan

bertambahnya usia, kurang dari 3 % terjadi pada kelompok usia 65-75 dan

lebih dari 25 % terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO, 1998).

Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa kira-kira

5% usia lanjut 65-70 tahun akan menderita demensia dan meningkat dua kali

lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. (Harianti,

2008; Wibowo, 2007). Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa

jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 17,303 juta jiwa, meningkat

sekitar 7,4% dari tahun 2000 yang sebanyak 15,882 juta jiwa dan diperkirakan

jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000


jiwa per tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Jika dilihat sebaran penduduk

lansia menurut provinsi, persentase penduduk Lansia di atas 10% sekaligus

paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur (10,40%)

dan Jawa Tengah (10,34%) (Depkes, 2013; Gitahafas, 2011; Gustia, 2010).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2010 menunjukkan, di tahun

2010 jumlah penduduk dunia yang terkena demensia sebanyak 36 juta orang

dengan usia diatas 65 tahun. Jumlah penyandang demensia di Indonesia

hampir satu juta orang pada tahun 2011 dengan angka kejadian pada usia

diatas 60 tahun.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif lansia yaitu

usia, kemampuan regenerasi pada otak, ketidak adekuatan vaskularisasi ke

otak dan hormone sehingga dapat menyebabkan kualitas hidup menurun,

status fungsional yang tidak optimal dan berpengaruh pada perasaan bahagia

serta kreativitas (Santoso & Rohmah, 2011). Life reviev therapy merupakan

salah satu metode metode pengekspresian perasaan akan memicu munculnya

rasa percaya diri dan perasaan dihargai pada lansia yang berdampak

munculnya koping positif yang mempengaruhi persepsi dan emosi lansia

dalam memandang suatu masalah. Proses kenangan memberikan kesempatan

kepada individu untuk membicarakan masa lalu dan konflik yang dihadapi.

Proses ini memberikan individu perasaan aman untuk menyatukan kembali

ingatan masa lalu, dan menumbuhkan penerimaan diri yang akan berguna

untuk tujuan terapeutik


Dalam mengatasi masalah penurunan fungsi kognitif yang berdampak

buruk pada lansia, perawat sebagai tenaga kesehatan dapat menggunakan

metode terapi dalam mengurangi gangguan fungsi kognitif pada lansia. Salah

satu metode terapi yaitu dengan terapi kenangan (reminiscence therapy).

Reminiscence adalah teknik yang digunakan untuk mengingat dan

membicarakan tentng kehidupan seseorang. (Stinson,2006) Terapi ini

digunakan untuk lansia yang mengalami gangguan kognitif, kesepian dan

pemulihan psikologis (Ebersole et.al,2001). Kennard (2006) dan Ebersole

(2010) mengatakan bahwa terapi reminiscence dapat diberikan pada lansia

secara individu, keluarga maupun kelompok. Pelaksanaan kegiatan terapi

secara kelompok memberi kesempatan kepada lansia untuk membagi

pengalamannya pada anggota kelompok, meningkatkan kemampuan

komunikasi, dan sosialisasi dalam kelompok serta efesiensi biaya maupun

efektifitas waktu. Penelitian ini dilakukan menerapkan metode dengan judul

pengaruh terapi kenangan (reminiscence therapy) dengan metode terapi

aktifitas kelompok terhadap fungsi kognitif pada lansia di upt pelayanan sosial

tresna werdha banyuwangi


BAB 2

RENCANA KEPERAWATAN

2.1 Tujuan

Setelah dilakukan implementasi reminiscence therapy, diharapkan lansia

dengan penurunan fungsi kognitif di upt pelayanan sosial tresna werdha

banyuwangi dapat meningkatkan fungsi kognitifnya.

BAB 3

RANCANGAN KEGIATAN
3.1 Topik
Implementasi reminiscence therapy pada lansia dengan penurunan fungsi
kognitif.
3.2 Metode
Demonstrasi
3.3 Media
- Kuesioner
- Sop pelaksanaan reminiscence therapy

3.4 Waktu dan tempat


Hari & Tanggal : Jumat, 15 Januari 2021 dan Sabtu, 16 Januari 2021
Jam : 12.00 – 12.30 wib
Tempat : Taman Kolam Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Banyuwangi
3.5 Proses Kegiatan
Tindakan
Proses Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu
Pendahuluan 1. Memberi salam, Memperhatikan dan 5 Menit
memperkenalkan diri, dan menjawab salam
menyapa
2. Menjelaskan tujuan aktivitas
Memperhatikan
yang dilakukan

Penyajian 1. Menanyakan pada klien apa Memperhatikan 20


intervensi ini pernah Menit
didapatkan sebelumnya atau Memperhatikan dan
belum. mengikuti
2. Menjelaskan pengertian dan
tujuan reminiscence therapy
atau terapi kenangan
3. Mengajarkan dan
mendemonstrasikan
reminiscence therapy atau
terapi kenangan
4. Mengenalkan perawat
pendamping atau
penterapis pada masing
masing lansia
5. Melakukan rileksasi
napas sebanyak 3 kali
sebelum mulai terapi
6. Mempersilahkan
perawat pendamping
memulai terapi kenangan
Penutup 1. Menutup pertemuan dengan Memperhatikan dan 5 menit
dengan mengundang memberikan
pertanyaan atau komentar pertanyaan atau
dari peserta komentar
2. Menampung jawaban dan
memberi komentar tentang Memperhatikan dan
pendapat dari peserta mencatat
3. Menyimpulkan materi yang
telah dibahas bersama Memperhatikan dan
dengan peserta mencatat
4. Memberikan relaksasi
napas sebanyak 3 kali Memperhatikan dan
setelah dilakukan tindakan menjawab salam
5. Menutup pertemuan dan
memberi salam
3.6 Setting Tenpat

F K F K F K

CO F K L

F K F K F K

o
KETERENGAN :

 L : Leader
 Co : Co Leader
 F : Fasilitator
 O : Observer
 K : Klien
Petunjuk:
Klien duduk berhadapan bersama perawat.
3.7 Pengorganisasian
Leader : Sabrina Ayu Indah I

Co Leader : I Ketut Anggas D. A

Fasilitator :
1. Ardhika Pramana C

2. Dila Ramadhani B

3. Mufida

4. Ni Ketut Ledi W
5. Aprilinda Safitri

6. Arfian Viona A.I

7. Mega Pusitasari

Observer : Norma Inayatulloh

BAB 4

EVALUASI

4.1 Evaluasi struktur

a. Kegiatan pertama akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 15

Januari 2021, yang diawali dengan kegiatan terapi kenangan atau

reminiscence therapy kepada 7 lansia dengan masing masing fasilitator

b. Pemateri akan mencari materi terkait reminiscence therapy sesuai

dengan yang akan diberikan kepada 7 lansia

c. Pemateri menyiapkan semua media yang dibutuhkan untuk kegiatan

yang akan dilakukan.

4.2 Evaluasi Proses

Kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan pertama pemberian atau

reminiscence therapy yang akan diberikan secara langsung kepada klien.

Kegiatan akan berlangsung selama 30 menit yang langsung dilakukan di Upt

Pelayanan Sosial Tresna Werdha Banyuwangi . Kegiatan yang selanjutnya

akan dilakukan secara berkala.


REMINISCENCE THERAPY

Reminiscence Therapy adalah sebuah terapi yang terstruktur secara sistematis

dan berguna untuk merefleksikan kehidupan lansia untuk mengevaluasi ulang,

menyelesaikan konflik dari masa lalu, menemukan makna kehidupan, dan

menilai koping adaptif mana yang sebaiknya digunakan.

Tujuan terapi kenangan atau menurut (Manurung, 2016) :

a. Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat

b. Klien mampu menceritakan pengalaman menyenangkan dimasa lalu

c. Klien mampu menyampaikan kegiatan yang telah dilakukan setalah

diberikan terapi reminiscence

d. Klien mampu menyampaikan perasaannya stelah mengikuti kegiatan

terapi reminiscence

e. Klien mampu menyebutkan manfaat yang diperoleh (dirasakan)

setelah mengikuti kegiatan terapi reminiscence

f. Klien mampu menyampaikan harapannya setelah kegiatan terapi

reminiscence

Tabel 1: Reminiscence masa kanak-kanak

Tujuan: Klien mampu menceritakan masa kanak-kanaknya

Setting:
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam ruangan

b. Ruangan nyaman

Alat dan Bahan:

a. Buku panduan Reminiscence Therapy

b. Daftar absen

c. Lembar evaluasi

d. Buku catatan dan pulpen

Metode:

a. Dinamika kelompok

b. Bercerita
Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Lansia
Persiapan:
a. Memilih dan membuat
kontrak dengan lansia
b. Mempersiapkan alat dan
tempat pertemuan
Orientasi: 1. Menjawab salam
Pada tahap ini terapis terapis
melakukan: Berdoa menurut
1. Memberi salam agama dan
terapeutik keyakinan masing-
a. Mengucap salam masing
b. Membuka dengan Memperhatikan
doa menurut agama terapis
dan kepercayaan Menyebutkan
masing-masing nama
c. Memperkenalkan Memperhatikan
nama terapis
d. Menananyakan nama 2. Memperhatikan
lansia dan saling penjelasan terapis
memperkenalkan Memperhatikan
satu sama lain aturan main
2. Kontrak
a. Menjelaskan tujuan 3. Menjawab
umum kegiatan yaitu pertanyaan terapis
untuk melihat tingkat
stres
b. Menjelaskan tujuan
khusus yaitu dengan
menceritakan
kembali masa kanak-
kanaknya

Evaluasi: Menanyakan perasaan


pasien saat ini
Tahap Kerja: a. Lansia
a. Terapis meminta setiap menceritakan
lansia untuk pengalaman
menceritakan berharga saat masa
pengalaman berharga kanak-kanaknya
saat masa kanak- Memberikan
kanaknya dan lansia feedback
yang lain mendengarkan
dan memberikan
feedback
b. Terapis memberikan
reinforcement untuk
lansia

Tabel 2: Reminiscence masa remaja

Tujuan: Klien mampu menceritakan masa remajanya Setting:


a. Klien dan terapis duduk bersama dalam ruangan
b. Ruangan nyaman
Alat dan Bahan:
a. Buku panduan Reminiscence Therapy
b. Daftar absen
c. Lembar evaluasi
d. Buku catatan dan pulpen
Metode:
a. Dinamika kelompok
b. Bercerita
Jadwal kegiatan
Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Lansia
Persiapan:
a. Mempersiapkan
alat dan tempat
pertemuan
b. Berkumpul
ditempat yang
sudah ditentukan
Orientasi: a. Menjawab
Pada tahap ini terapis salam terapis
melakukan: Berdoa menurut
a. Memberi salam agama dan
terapeutik keyakinan
b. Mengucap salam masing-masing
Membuka Memperhatikan
dengan doa terapis
menurut agama Menyebutkan
dan kepercayaan nama
masing-masing b. Memperhatikan
4. Kontrak penjelasan
a. Menjelaskan terapis
tujuan umum Memperhatikan
kegiatan yaitu aturan main
untuk c. Menjawab
menurukan pertanyaan
tingkat stress dan terapis
melanjutkan sesi
yang kamarin
b. Menjelaskan
tujuan khusus
yaitu dengan
menceritakan
kembali masa
remajanya
c. Evaluasi:
Menanyakan
perasaan
pasien saat ini
Tahap Kerja: a. Lansia
a. Terapis meminta menceritakan
setiap lansia untuk pengalaman
menceritakan berharga saat
pengalaman masa remajanya
berharga saat masa
remajanya
b. Terapis memberikan
reinforcement untuk
setiap lansia

Tabel 3: Reminiscence masa dewasa dan masa kejayaannya

Tujuan: Klien mampu menceritakan masa dewasa dan hari besar /


hari raya
Setting:
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam ruangan
b. Ruangan nyaman
Alat dan Bahan:
a. Buku panduan Reminiscence Therapy
b. Daftar absen
c. Lembar evaluasi
d. Buku catatan dan pulpen
Metode:
a. Dinamika kelompok
b. Bercerita
Jadwal kegiatan
Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Lansia
Persiapan:
a. Mempersiapkan alat
dan tempat
pertemuan
b. Berkumpul ditempat
yang sudah
ditentukan
Orientasi: a. Menjawab
Pada tahap ini terapis salam terapis
melakukan: b. Berdoa
a. Memberi salam menurut
terapeutik agama dan
b. Mengucap salam keyakinan
c. Membuka dengan masing-
doa menurut agama masing
dan kepercayaan Memperhatik
masing-masing an terapis
3. Kontrak c. Memperhatik
a. Menjelaskan an penjelasan
tujuannya yaitu terapis
melakukan Memperhatik
Reminiscence an aturan
Therapy main
melanjutkan sesi d. Menjawab
yang kemarin pertanyaan
b. Menjelaskan dan terapis
mengingatkan
kembali tujuan
yaitu
menceritakan
kembali masa
dewasa dan
kejayaannya
Evaluasi: Menanyakan
perasaan pasien saat ini

Tahap Kerja: a. Lansia


a. Terapis meminta menceritakan
setiap lansia untuk pengalaman
menceritakan berharga saat
pengalaman masa dewasa
berharga saat masa dan
dewasa dan kejayaannya
kejayannya
b. memberikan
reinforcement untuk
lansia
Tahap terminasi a. Menjawab
a. Evaluasi pertanyaan
Menanyakan b. Mendengarka
perasaan klien n dan
setelah mengikuti menyepakati
Reminiscence c. Menyepakati
Therapy kontak
b. Terapi memberikan selanjutnya
reinforcement untuk
klien
Menganjurkan klien
untuk mengulang hal
ini saat berada di
wisma saat
berkumpul dengan
teman-teman
Penutup Berdoa dan
Mengakhiri kegiatan dengan menjawab salam
berdoa dan mengucapkan
salam

4.2 Evaluasi Hasil

Evaluasi Jum’at, 15 Januari 2021

1.Ny.Sari : mampu menjawab pertanyan dan menceritakan secara detail masa

anak hingga dewasa sesuai intruksi perawat . Ny.Sari tampak interaktiv,

ekspresif dan aktif

2.Ny.Maria : Ny.Maria mampu menjawab sesuai intruksi perawat, namun

ditengah tengah cerita Ny.Maria ngelantur menceritakan hal lain. Cerita yang

melekat pada Ny.Maria yaitu masa percintaan di kala muda, cerita masa anak

dan remaja Ny.Maria susah mengingat.

3.Tn.Sukarnoto : Tn.Sukarnoto lama dalam mengingat hal sesuatu,

memerlukan waktu yang lama dalam proses terapi. Namun, Tn.Sukarnoto

mampu mengingat masa anak, remaja dan dewasa dengan pertanyaan yang
memancing. Tn.Sukarnoto selalu menangis setiap menceritakan sesuatu.

4.Ny.Sulastri : mampu mengingat cerita masa anak, remaja dan dewasa

namun alurnya tidak menentu, selalu kembali pada cerita masa kejayaannya

ketika menjadi seniman dan kisah tragis keluargnya yang meninggal akibat

kecelakaan

5.Tn.Mas’ud : susah mengingat masa anak hingga dewasa. Namun, ingatan

kuat jika menceritakan tentang anaknya dan tampak menangis

6.Ny.Mastijah : tidak mampu fokus dalam menjawab dan mencitakan masa

anak hingga dewasa. Ny.Mastijah selalu menceritakan rumah yang ditinggal

dan pekerjaannya, sehingga tidak bisa megikuti intruksi perawat

7. Ny.Misiyem : tidak mampu mengingat cerita masa anak hingga remaja .

Ny.Misiyem mampu mengingat cerita ketika menikah sampai masa tua.

Evaluasi Sabtu, 16 Januari 2021

1.Ny.Sari : mampu menjawab pertanyan dan menceritakan secara detail masa

anak hingga dewasa sesuai intruksi perawat . Ny.Sari tampak interaktiv,

ekspresif dan aktif

2.Ny.Maria : Ny.Maria mampu menjawab sesuai intruksi perawat, dan

menunjukkan lebih fokus tidak mengalihkan alur cerita pada cerita yang lain.

Cerita yang melekat pada Ny.Maria yaitu masa percintaan di kala muda, cerita

masa anak dan remaja Ny.Maria susah mengingat.

3.Tn.Sukarnoto : Tn.Sukarnoto lama dalam mengingat hal sesuatu,

memerlukan waktu yang lama dalam proses terapi. Namun, Tn.Sukarnoto

mampu mengingat masa anak, remaja dan dewasa dengan pertanyaan yang
memancing. Tn.Sukarnoto selalu menangis setiap menceritakan sesuatu.

4.Ny.Sulastri : mampu mengingat cerita masa anak, remaja dan dewasa

menunjukkan alur lebih fokus, tidak kembali pada cerita masa kejayaannya

ketika menjadi seniman dan kisah tragis keluargnya yang meninggal akibat

kecelakaan

5.Tn.Mas’ud : masih sama seperti hari sebelumnya, susah mengingat masa

anak hingga dewasa. Namun, ingatan kuat jika menceritakan tentang anaknya

dan tampak menangis

6.Ny.Mastijah : Ny.Mastijah sudah mulai mampu mengingat masa kecilnya,

dan masa remajanya bermain dengan teman temannya, sehingga menunjukkan

peningkatan daya ingat dan kemampuannya dalam menceritakan masa anak

hingga dewasa, dan lebih detail dari pada hari sebelumnya.

7. Ny.Misiyem : sudah mampu mengingat masa anak hingga remaja yang

mengaji dimasjid , kemudian mampu menceritakan masa dewasa hingga ia

menikah dan sampai dia berada dipanti.


DAFTAR PUSTAKA

Handayani 2013, 'Pesantren Lansia sebagai Upaya Meminimalkan Risiko Penurunan


Fungsi /Kognitif pada Lansia di Balai Rehabilitasi Sosoal Lanjut Usia Unit II
Pucang Gading Semarang', Jurnal Keperawatan Komunitas, vol 1, no. 1.

Santoso, T.B. dan Rohmah, A.S. 2011. Gangguan Gerak Dan Fungsi Kognitif Pada
Wanita Lanjut Usia. p. 41-57.

Stinson, DouglasR. (2006).Cryptography: theory and Practice Third Edition. Florida:


CRC Press.

Ebersole, Priscilia, Petricia hess & Theris Touhy (2010)Gerontological


NursingHealthy aging. Second Edition. St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby.

Kennard, C 2006,Reminiscance therapy and activities for People with Dementia,


www.alzheimer.about.com/cs/treatmentoptions/a/reminiscence.html, diakses 30
Maret 2014
Lampiran 3

MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : ............................. Hari ..........................
Musim : ............................ Bulan : ......................
Tanggal :
2 Orientasi 5 Dimanasekarangkitaberada ?
Negara: …………………… Panti :
…………………………
Propinsi: ………………….. Wisma :
……………………….
Kabupaten/kota :
………………………………………………
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 namaobyek (misal : kursi, meja, kertas),
kemudian ditanyakankepadaklien, menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3). Kertas
4 Perhatiandankalkulas 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100 kemudia
i kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5). 65
5 Mengingat 3 Mintaklienuntukmengulangiketigaobyekpadapoinke-
2 (tiappoinnilai 1)
6 Bahasa 9 Menanyakan pada klien tentang benda (sambil
menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang


terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis kalimat
dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling
bertumpuk

Total nilai 30
Interpretasihasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan :…………………………………………………………………………………..
Lampiran 4

REMINISCENCE THERAPY

Reminiscence Therapy adalah sebuah terapi yang terstruktur secara sistematis

dan berguna untuk merefleksikan kehidupan lansia untuk mengevaluasi ulang,

menyelesaikan konflik dari masa lalu, menemukan makna kehidupan, dan

menilai koping adaptif mana yang sebaiknya digunakan.

Tujuan terapi kenangan atau reminiscence therapy menurut (Manurung, 2016)

 Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat

 Klien mampu menceritakan pengalaman menyenangkan dimasa lalu

 Klien mampu menyampaikan kegiatan yang telah dilakukan setalah

diberikan terapi reminiscence

 Klien mampu menyampaikan perasaannya stelah mengikuti kegiatan

terapi reminiscence

 Klien mampu menyebutkan manfaat yang diperoleh (dirasakan)

setelah mengikuti kegiatan terapi reminiscence

 Klien mampu menyampaikan harapannya setelah kegiatan terapi

reminiscence
Tahap Reminiscence menurut Arumsari, (2014), yaitu :

Tabel 1: Reminiscence masa kanak-kanak

Tujuan: Klien mampu menceritakan masa kanak-kanaknya

Setting:

a. Klien dan terapis duduk bersama dalam ruangan

b. Ruangan nyaman

Alat dan Bahan:

a. Buku panduan Reminiscence Therapy

b. Daftar absen

c. Lembar evaluasi

d. Buku catatan dan pulpen

Metode:

a. Dinamika kelompok

b. Bercerita
Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Lansia
Persiapan:
c. Memilih dan membuat
kontrak dengan lansia
d. Mempersiapkan alat dan
tempat pertemuan
Orientasi: 1. Menjawab salam
Pada tahap ini terapis terapis
melakukan: Berdoa menurut
3. Memberi salam agama dan
terapeutik keyakinan masing-
a. Mengucap salam masing
b. Membuka dengan Memperhatikan
doa menurut agama terapis
dan kepercayaan Menyebutkan
masing-masing nama
c. Memperkenalkan Memperhatikan
nama terapis
d. Menananyakan nama 4. Memperhatikan
lansia dan saling penjelasan terapis
memperkenalkan Memperhatikan
satu sama lain aturan main
4. Kontrak
a. Menjelaskan tujuan 5. Menjawab
umum kegiatan yaitu pertanyaan terapis
untuk melihat tingkat
stres
b. Menjelaskan tujuan
khusus yaitu dengan
menceritakan
kembali masa kanak-
kanaknya

Evaluasi: Menanyakan perasaan


pasien saat ini
Tahap Kerja: a. Lansia
c. Terapis meminta setiap menceritakan
lansia untuk pengalaman
menceritakan berharga saat masa
pengalaman berharga kanak-kanaknya
saat masa kanak- Memberikan
kanaknya dan lansia feedback
yang lain mendengarkan
dan memberikan
feedback
d. Terapis memberikan
reinforcement untuk
lansia

Tabel 2: Reminiscence masa remaja

Tujuan: Klien mampu menceritakan masa remajanya Setting:


a. Klien dan terapis duduk bersama dalam ruangan
b. Ruangan nyaman
Alat dan Bahan:
a. Buku panduan Reminiscence Therapy
b. Daftar absen
c. Lembar evaluasi
d. Buku catatan dan pulpen
Metode:
a. Dinamika kelompok
b. Bercerita
Jadwal kegiatan
Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Lansia
Persiapan:
c. Mempersiapkan
alat dan tempat
pertemuan
d. Berkumpul
ditempat yang
sudah ditentukan
Orientasi: d. Menjawab
Pada tahap ini terapis salam terapis
melakukan: Berdoa menurut
d. Memberi salam agama dan
terapeutik keyakinan
e. Mengucap salam masing-masing
Membuka Memperhatikan
dengan doa terapis
menurut agama Menyebutkan
dan kepercayaan nama
masing-masing e. Memperhatikan
5. Kontrak penjelasan
a. Menjelaskan terapis
tujuan umum Memperhatikan
kegiatan yaitu aturan main
untuk f. Menjawab
menurukan pertanyaan
tingkat stress dan terapis
melanjutkan sesi
yang kamarin
b. Menjelaskan
tujuan khusus
yaitu dengan
menceritakan
kembali masa
remajanya
f. Evaluasi:
Menanyakan
perasaan
pasien saat ini
Tahap Kerja: a. Lansia
c. Terapis meminta menceritakan
setiap lansia untuk pengalaman
menceritakan berharga saat
pengalaman masa remajanya
berharga saat masa
remajanya
d. Terapis memberikan
reinforcement untuk
setiap lansia

Tabel 3: Reminiscence masa dewasa dan masa kejayaannya

Tujuan: Klien mampu menceritakan masa dewasa dan hari besar /


hari raya
Setting:
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam ruangan
b. Ruangan nyaman
Alat dan Bahan:
a. Buku panduan Reminiscence Therapy
b. Daftar absen
c. Lembar evaluasi
d. Buku catatan dan pulpen
Metode:
a. Dinamika kelompok
b. Bercerita
Jadwal kegiatan
Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Lansia
Persiapan:
c. Mempersiapkan alat
dan tempat
pertemuan
d. Berkumpul ditempat
yang sudah
ditentukan
Orientasi: e. Menjawab
Pada tahap ini terapis salam terapis
melakukan: f. Berdoa
d. Memberi salam menurut
terapeutik agama dan
e. Mengucap salam keyakinan
f. Membuka dengan masing-
doa menurut agama masing
dan kepercayaan Memperhatik
masing-masing an terapis
4. Kontrak g. Memperhatik
a. Menjelaskan an penjelasan
tujuannya yaitu terapis
melakukan Memperhatik
Reminiscence an aturan
Therapy main
melanjutkan sesi h. Menjawab
yang kemarin pertanyaan
b. Menjelaskan dan terapis
mengingatkan
kembali tujuan
yaitu
menceritakan
kembali masa
dewasa dan
kejayaannya
Evaluasi: Menanyakan
perasaan pasien saat ini

Tahap Kerja: a. Lansia


c. Terapis meminta menceritakan
setiap lansia untuk pengalaman
menceritakan berharga saat
pengalaman masa dewasa
berharga saat masa dan
dewasa dan kejayaannya
kejayannya
d. memberikan
reinforcement untuk
lansia
Tahap terminasi d. Menjawab
c. Evaluasi pertanyaan
Menanyakan e. Mendengarka
perasaan klien n dan
setelah mengikuti menyepakati
Reminiscence f. Menyepakati
Therapy kontak
d. Terapi memberikan selanjutnya
reinforcement untuk
klien
Menganjurkan klien
untuk mengulang hal
ini saat berada di
wisma saat
berkumpul dengan
teman-teman
Penutup Berdoa dan
Mengakhiri kegiatan dengan menjawab salam
berdoa dan mengucapkan
salam
Lampiran 5

DOKUMENTASI

1. Ketika mengisi MMSE untuk mengetahui fungsi kognitif pada lansia

2. Persiapan menunggu terapi dimulai (hari jumat, 15 Januari 2021)


3. Dibuka oleh CO Leader

4. Leader menjelaskan tujuan dan prosedur terapi


5. Proses berjalannya terapi hari Jumat, 15 Januari 2021
6. Proses berjalannya terapi hari Sabtu , 16 Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai