Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi pangan merupakan suatu teknologi yang menerapkan ilmu


pengetahuan tentang bahan pangan khususnya setelah panen (pasca panen) menggunakan
teknolgi yang tepat untuk memperoleh hasil yang seoptimal mungkin sekaligus
meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut. Dalam teknologi pangan mempelajari
sifat fisik, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan.
Adanya teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersedian pangan. Terciptanya
teknologi pengawetan sangat bermanfaat untuk pengawetan pangan sehingga dapat
disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga memungkinkan
untuk mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh penjuru dunia
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan.
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih

1
mudah dihidangkan, serta mempermudah prepasi bahan pangan. Pada umumnya bahan
tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh
pengawet, pewarna, dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja di tambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik
dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selamam proses
produksi, pengolahan, dan pengawasan. Bahan tambahan pangan digunakan
hanya dapat dibenarkan apabila :
1). Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan.
2). Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memenuhi persyaratan.
3). Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4). Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang
batas yang telah ditentukan. Jenis bahan tambahan pangan ada dua yaitu GRAS
(Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksis misalnya gula
(glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu
ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi
kesehatan konsumen. Penggunaan bahan pengawet paling banyak digunakan di Indonesia
adalah sulfit, nitrit, BHA atau BHT, dan benzoat.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian bahan tambahan pangan?
1.2.2 Bagaimana tujuan dari bahan tambahan pangan?
1.2.3 Bagaimana penggolongan bahan tambahan pangan?

2
1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian bahan tambahan pangan
1.3.2 Mengetahui tujuan dari bahan tambahan pangan
1.3.3 Mengetahui penggolongan bahan tambahan pangan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan atau sering disebut bahan tambahan makanan (BTM) adalah
bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk
pangan atau produk makanan, baik yang memiliki nilai gizi atau tidak.
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) dalam Saparinto dan Hidayati,
bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan
dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan,
dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa,
dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient)
utama. Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim
dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan
makanan. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen
Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan (Dirjen POM).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan juga bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud
tekhnologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

2.2 Tujuan BTP


Bahan tambahan pangan (BTP) digunakan untuk mendapatkan pengaruh
tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan dan memperpanjang
daya simpan. Namun, penggunaan bahan tambahan pangan dapat merugikan kesehatan.
Penyalahgunaan bahan pengawet yang berlebihan merupakan kecerobohan yang
sebenarnya dapat dihindarkan. Pemakaian BTP yang aman merupakan pertimbangan

4
yang penting. Jumlah BTP yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan harus
merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki.
Menurut Cahyadi (2008), tujuan penggunaan BTP adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan daya simpan, meningkatkan kualitas pangan,
membuat makanan menjadi lebih baik dan menarik. Pada umumnya bahan
tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut.
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahakan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh
pengawet, pewarna, pemanis.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja,
3. baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama produksi,
pengolahan, pengemasan. Contoh residu pestisida, antibiotic, dan hidrokarbon
aromatik polisiklis.
Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih
stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan dan manusia. Bahan tambahan pangan yang
digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang
tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.3. Pengolongan BTP


1. Golongan BTP yang Diizinkan

5
Bahan tambahan pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di
dalam pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
722/Menkes/Per/IX/88, BTP yang diizinkan untuk digunakan pada makanan
diantaranya sebagai berikut :
a. Antioksidan (Antioxidant)
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan
pada pangan akibat proses oksidasi lemak atau minyak yang terdapat didalam
pangan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak dan
minyak,mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan beku, ikan asin dan lain-
lain. Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam pangan dapat dilihat
pada Tabel

NO Nama Antioksidan Penggunaan dalam Ukuran maks.


pangan
1. Askorbat (dalam  Kaldu 1 g/kg 500
bentuk asam sorbat,  Daging g/kg
atau garam kalium, olahan/awetan,
natrium atau kalsium jem, jeli dan
mamalad serta
pangan bayi.
 Ikan beku 400 mg/kg

 Potongan 100 mg/kg

kentang goreng
beku
2. Butil hidroksianisol  Lemak dan 200
(BHA) minyak makan mg/kg
serta mentega
 Margarin 100 mg/kg
3. Butil hidroksitoluen  Ikan beku 1 g/kg
(BHT)  Minyak, lemak, 200 mg/kg
margarin,
mentega dan

6
ikan asin.
4. Propil galat  Lemak dan 100 mg/kg
minyak makan,
margarin dan
mentega
5. Tokoferol  Pangan bayi 300 mg/kg
 Kaldu 50 mg/kg

 Lemak dan secukupnya

minyak maka

b. Antikempal (Anticaking Agent)


Anti kempal biasa ditambahkan kedalam pangan yang berbentuk tepung atau
bubuk. Oleh karena itu peranannya didalam pangan tidak secara langsung, tetapi
terdapat didalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pangan seperti
susu bubuk, tepung terigu, gula pasir dan sebagainya. Beberapa bahan anti kempal
yang diizinkan untuk pangan dapat dilihat pada Tabel

NO Nama Antioksidan Penggunaan dalam pangan Ukuran maks.


1. Aluminium silikat  Untuk susu dan 1 g/kg
krim bubuk
2. Kalsium alumunium  Untuk serbuk 20g/kg
silikat garam dengan
rempah atau
bumbu serta
merica
 Gula bubuk 15 g/kg
 Garam meja 10 g/kg
3. Kalsium silikat  Penggunaannya
sama seperti untuk
produk-produk
yang menggunakan
kalsium
alumunium silikat

7
 Susu bubuk
 Krim bubuk
10 g/kg
1 g/kg
4. Magnesium karbonat  Penggunaannya
sama sepert pada
kalsium silikat
5. Magnesium oksida dan  Penggunaannya
magnesium silika seperti pada
alumunium silikat

Zat antikerak biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbentuk tepung


atau butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat butirannya.
Zat ini akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan
atau membentuk campuran senyawa yang tak dapat larut. Yang umum digunakan
adalah kalsium silikat, CaSiO3.xH2
Kalsium silikat digunakan untuk mencegah pergerakan kue soda dengan
konsentrasi 5% atau mencegah pergerakan garam meja dengan konsentrasi 2%.
Ca – silikat juga efektif menyerap minyak dan senyawa organik nonpolar lainnya,
sehingga sering dipakai dalam campuran tepung dan rempah mengandung minyak
atsiri
Ca – stearat sering ditambahakan ke tepung untuk mencegah
penggumpalan selama pengolahan dan agar tidak larut air. Zat antikerak lainnya
yang digunakan pada industri pangan adalah Na – silikoaluminat, Ca3(PO4)2, Mg
– silikat, dan MgCO3. Senyawa ini tidak larut air, daya serap airnya berbeda-beda.
Bahan antikerak ini tidak toksik dan ikut termetabolisme tubuh sejauh batas
jumlah yang diperbolehkan.
c. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
Fungsi pengatur pengasaman pada pangan adalah untuk membuat pangan menjadi
lebih asam, lebih basa, atau menetralkan pangan. Pengatur keasaman mungkin
ditambahkan langsung kedalam pangan, tetapi seringkali terdapat didalam
Asidulan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada

8
proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak
sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai.
Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak
sebagai bahan pengawet. Kemudian pH rendah buffer yang dihasilkannya
mempermudah proses pengolahan. Bahan ini bersifat sinergis terhadap
antioksidan dalam mencegah ketengikan dan browning.

NO Nama Antioksidan Penggunaan dalam Ukuran maks.


pangan
1. Alumunium,  Soda ku secukupnya
amonium/kalium/natrium
sulfa
2. Asam laktat  Untuk pangan 15 g/kg
pelengkap
serealia.
 Pangan bayi 2 g/kg
kalengan
 Pangan-pangan secukupnya
lain seperti
pasta tomat,
jem/jeli, buah-
buahan kaleng,
bir, roti,
margarin, keju,
sardin, es krim,
es puter, dan
acar ketimun
dalam botol
3. Asam sitrat  Untuk pangan 25 g/kg
pelengkap
serealia.
 Pangan bayi 15 g/kg

9
kalengan
 Coklat dan 5 g/kg
coklat bubuk
 Pangan-pangan secukupnya
lain seperti
pasta tomat,
jem/jeli,
minuman
ringan, udang,
daging,
kepiting dan
sardin
kalengan,
margarin, keju,
saus, sayur dan
buah kaleng
4. Kalium dan natrium  Untuk coklat 50 g/kg
bikarbonat dan coklat
bubuk
 Mentega 2 g/kg
 Pangan lainnya secukupnya
seperti pasta
tomat, jem/jeli,
soda kue dan
pangan bayi.

Asam kadang-kadang ditambahkan pada buah-buahan dan sayuran yang


pH-nya sedang dengan tujuan menurunkan pH sampai di bawah 4.5. Dengan
penurunan pH ini maka suhu sterilisasi yang dibutuhkan juga akan lebih rendah
dan kemungkinan tumbuhnya mikroba berbahaya akan lebih kecil.

10
Garam asam kalium tartrat digunakan dalam pembuatan kembang gula
dan coklat untuk mengurangi hidrolisis atau inversi sukrosa. Dengan adanya gula
pereduksi yang rasanya lebih manis tersebut pembentukan kristal sukrosa akan
terhambat Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah
untuk memberikan rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan
rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion
hidrogenium H3O+.
Asam yang banyak digunakan pada bahan makanan adalah asam organik
seperti asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam malat, asam
suksinat, dan asam tartrat. Sedangkan satu-satunya asam organik yang digunakan
sebagai pengasam makanan adalah asam fosfat. Asam anorganik lain seperti
HCL dan H2O4 mempunyai derajat disosiasi yang tinggi sehingga berakibat
kurang baik bagi mutu produk akhir
Selain untuk tujuan di atas, ada beberapa macam asam dan senyawa
bersifat asam yang berfungsi sebagai bahan pengawet, bahan pengembang
adonan, pengkelat, dan lainlain
d. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener)
Perkembangan industri pangan dan minuman akan membutuhkan pemanis dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih
menyukai menggunakan pemanis sintesis karena selain harganya relatif murah,
tingkat kemanisan pemanis sintesis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal
tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan penggunaan pemanis
sintesis terutama sakarin dan siklamat.
 Pengertian Bahan Pemanis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
722/Menkes/Per/IX/88, pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang
dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak
memiliki nilai gizi.
 Jenis bahan Pemanis
Dilihat dari sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami
dan pemanis buatan (pemanis sintetis).

11
1. Pemanis Alami
Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil
pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit
(Beta vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman
tersebut dikenal sebagai gula alami atau sukrosa. Beberapa bahan
pemanis alami yang sering digunakan adalah sukrosa, fruktosa, glukosa,
laktosa, maltosa, manitol, sorbitol, xilitol, gliserol, dan glisina (Yuliarti,
2007).
2. Pemanis Buatan (Sintetis)
Pemanis buatan adalah Pemanis buatan adalah zat yang dapat
menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan
terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh
lebih rendah daripada gula. Beberapa pemanis buatan yang telah dikenal
dan banyak digunakan adalah sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol
sintesis, dan nitro-propoksi-anilin
 Tujuan Penggunaan Pemanis Buatan
Menurut Cahyadi (2008), Pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan
mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :
1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus karena tidak
menimbulkan kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus
disarankan menggunakan pemanis sintetis untuk menghindari bahaya
gula.
2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan, untuk
orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi
masukan kalori per harinya. Pemanis buatan merupakan salah satu
bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori.
3. Sebagai penyalut obat karena beberapa obat mempunyai rasa yang tidak
menyenangkan, karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari
obat tersebut biasanya dibuat tablet yang bersalut
4. Menghindari kerusakan gigi, pada pangan permen lebih sering
ditambahkan pemanis sintetik karena bahan permen ini mempunyai

12
rasa manis yang lebih tinggi dari gula. Pemakaian dalam jumlah sedikit
saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak
merusak gigi.
Dalam Permenkes RI No. 722 Menkes/PER/IX/1988 menerangkan bahwa
label makanan yang mengandung pemanis buatan harus memuat:
1. Tulisan mengandung pemanis buatan.
2. Tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika makanan tersebut selain
mengandung gula dan pemanis buatan.
3. Tulisan khusus bagi penderita Diabetes Melitus dan orang yang
membutuhkan kalori rendah.
4. Jumlah mg pemanis buatan yang digunakan tiap hari per kg berat badan.

Salah satu contoh pemanis buatan adalah Siklamat. Siklamat merupakan jenis
pemanis buatan yang memiliki tingkat kemanisan 30 kali lebih anis dari pada
sukrosa (Anonim, 2009). Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja
oleh Michael Sveda pada tahun 1937. Penggunaan siklamat pada awalnya hanya
ditujukan untuk industri obat, yaitu untuk menutupi rasa pahit dari zat aktif obat
seperti antibiotik dan pentobarbital. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke
dalam pangan dan minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam
natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na

Nama lain dari siklamat adalah natrium sikloheksilsulfamat atau Natrium


Siklamat dengan nama dagang antara lain: assugrin, suracyl, atau sucrose.
Siklamat bersifat mudah larut dalam air dan tahan panas. Berbeda dengan
sakarin yang memiliki rasa manis dengan rasa pahit, siklamat hanya berasa
manis tanpa adanya rasa pahit
A. Dampak Pemanis Buatan Siklamat Terhadap Kesehatan
Siklamat pada dasarnya hanya boleh digunakan atau dikonsumsi untuk
penderita diabetes (kencing manis), sedangkan untuk makanan dan
minuman konsumsi untuk anak-anak dan bukan penderita diabetes tidak
diperbolehkan. Berdasarkan penelitian pada tikus, siklamat tidak dapat
dimetabolisme oleh tubuh, tetapi karena hasil metabolismenya yaitu

13
sikloheksilamin yang bersifat karsinogenik sehingga ekskresi lewat urine
dapat merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus. Tumor
ditemukan terdapat pada saluran kandung kemih tikus yang diberi dosis
sikloheksilamin (125 mg/kg per hari) melalui makanan selama 78 minggu,
Selain itu siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan,
diantaranya dampak jangka pendek seperti sakit kepala, iritasi, asma,
hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual.
Sedangkan dampak jangka panjang seperti kebotakan, dan kanker otak.
B. Batas Maksimum Penggunaan Siklamat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988, kadar maksimum asam siklamat yang
diperbolehkan dalam pangan dan minuman berkalori rendah dan untuk
penderita diabetes melitus adalah 3 g/kg bahan pangan dan minuman. Batas
maksimum yang diperbolehkan dalam pangan jam atau selai adalah 2 g/kg
berat bahan. Menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman
(ADI) adalah 11 mg/kg berat badan atau sama dengan 0,011 gr/kg.
Adanya peraturan bahwa penggunaan siklamat masih diperbolehkan, serta
kemudahan mendapatkannya dengan harga yang relatif murah dibandingkan
dengan gula alami. Hal tersebut menyebabkan produsen panagan dan
minuman terdorong untuk menggunakan pemanis buatan tersebut di dalam
produ
e. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent)
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat
proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki
mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit dan
kue. Beberapa bahan pemutih dan pematangan tepung yang diizinkan untuk
pangan pada Tabel

NO Nama Antioksidan Penggunaan dalam Ukuran maks.


pangan
1. Asam askorbat  Tepung 200 mg/kg
2. Natrium stearoil-2laktat  Untuk adonan 5 g/kg bahan

14
kue kering
 Roti dan 3,75 g/kg
sejenisnya tepung
 Wafel dan 3 g/kg bahan
tepung kering
campuran
 Wafel serta
serabi &
tepung
campuran
serabi
Tepung terigu yang baru berwarna kekuningan dan bersifat kurang elastic.
Bila dijadikan adonan roti, tidak dapat mengembang dengan baik. Untuk
memperoleh terigu dengan mutu baik, terigu dibiarkan selama lebih kurang enam
minggu. Selama masa pemeraman tersebut, bahan-bahan yang menyebabkan sifat
lekat dan jga pigmen karotenoid akan teroksidasi sehingga diperoleh tepung
terigu yang berwarna putih dengan daya kembang yang baik.
Tentu saja proses pemeraman ini sangat praktis. Untuk mempercepat
proses tersebut biasanya ditambahkan zat pemucat. Zat pemucat ini bersifat
oksidator. Ikatan rangkap dalam karotenoid , yaitu xantofil, akan dioksidasi.
Degradasi pigmen karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tak berwarna.
Selain itu bahan pemucat ini mengoksidasi gugus sulfhidril dalam gluten
menjadi ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan S-S ini terbentuk polimer protein
yang panjang, lurus, dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang saling melekat.
Lapisan-lapisan tersebut dapat menahan gelembung udara, karena itulah roti akan
mengembang.
Di samping zat pemucat yang berfungsi sebagai pemucat saja (misalnya
benzoil peroksida (C6H5CO)2), ada juga yang berfungsi meningkatkan daya
mengembang terigu (KBrO3, Ca(IO3)2, dan CaO2), dan ada yang berfungsi
gabungan keduanya (gas Cl2, ClO2, NOCl, dan gas nitrogen oksida yang segera
aktif begitu berhubungan dengan terigu)

15
Penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan
jumlahnya. Pemakaian berlebuhan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-
pecah dan butirannya tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya
menyusut.

f. Pengemulsi, Pemantap, Pengental (Emulsifier, Stabilizer, and Thickener)


Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam pangan adalah
untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak
meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air serta mempunyai tekstur yang
kompak. Jenis pangan yang sering menggunakan BTP semacam ini adalah es
krim, es puter, saus sardin ,jem, jeli, sirup dan lain-lain. Bahan-bahan
pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam pangan
dapat dilihat pada Tabel

NO Nama pengemulsi, Penggunaan dalam Ukuran maks. yang


pemantap & pengenta pangan diizinkan
1. agar  Sardin dan 20 g/kg
sejenisnya
 Es krim, es 10 g/kg
putar dana
sejenisnya
 Keju 8 g/kg

 Yogurt 5 g/kg

 Kaldu (secukupnya)
2. Alginal (dalam  Sardin dan 20 g/kg
bentuk asam atau sejenisnya
garam kalium atau  Keju 5 g/kg
kalsium alginat)  Kaldu 3 g/kg
3. Dekstrin  Es krim, es 30 g/kg
putar dan
sejenisnya
 Keju 10 g/kg

16
 Kaldu Secukupnya
4. Gelatin  Yogurt 10 g/kg
 Keju 5 g/kg
5. Gom  Es krim, es 10 g/kg
(bermacammacam putar, sardin
gom) dan
sejenisnya
serta sayuran
kaleng yang
mengandung
mentega,
minyak dan
lemak.
 Keju 8 g/kg

 Saus selada 7,5 g/kg


5 g/kg
 Yogurt
500 mg/kg
 Minuman
ringan dan
acar ketimun
dalam botol
6. Karagen  Sardin dan 20 g/kg
sejenisnya
 Es krim, es 10 g/kg
putar, sardin
dan
sejenisnya
serta sayuran
kaleng yang
mengandung
mentega,
minyak dan

17
lemak. 5 g/kg
 Yogurt, keju
dan kaldu 500 mg/kg
 Acar ketimun
dalam botol
7. Lesitin  Es krim, 5 g/kg
esputar, keju,
pangan bayi
dan susu
bubuk instan.
 Roti margarin Secukupnya
dan minuman
hasil olah
susu
8. Karboksimetil  Sardin dan 20 g/kg
selulosa (CMC) sejenisnya
 Es krim, es 10 g/kg
putar dan
sejenisnya
 Keju dan krim 5 g/kg

 Kaldu 4 g/kg
9. Pektin  Es krim, es 30 g/kg
putar dan
sejenisnya
 Sardin dan 20 g/kg
sejenisnya
 Yogurt, 10 g/kg
minuman
hasil olah
susu, dan
sayur
kalengan yang
18
mengandung
mentega
minyak dan
lemak.
 Keju 8 g/kg
 Jem, jeli dan 5 g/kg
marmalade
 Sirup
 Minuman 2,5 g/kg

ringan 500 mg/kg


10. Peti asetat  Es krim, es 30 g/kg
putar dan
sejenisnya
 Yogurt dan 10 g/kg
sayuran
kaleng yang
mengandung
mentega,
minyak dan
lemak.
 Kaldu Secukupnya

Jaringan sel tanaman keras terutama disebabkan adanya ikatan molekuler


antargugus karboksil bebas pada komponen penyusun dinding sel (pektin). Proses
pengolahan, pemanasan, atau pembekuan akan melunakkan jaringan sel tersebut,
sehingga produk bertekstur lunak. Untuk memperoleh tekstur keras dapat
ditambahkan garam Ca (0.1 – 0.25% sebagai ion Ca) yang akan berikatan dengan
pektin membentuk Ca – pektinat atau Ca – pektat yang tidak larut. Untuk tujuan
itu biasanya yang digunakan adalah garam- garam Ca (CaCl2, Ca – sitrat, CaSO4,
Calaktat, dan Ca – monofosfat), sayangnya garamgaram ini kelarutannya rendah
dan rasanya pahit

19
Ion trivalen seperti Al3+ dalam bentuk NaAl(SO4)2.12H2O, KAlSO4,
Al2SO4.18H2O biasa digunakan dalam pembuatan pikel ketimun agar tekstur
tetap keras dan renyah (diduga karena terbentuknya kompleks dengan pektin
menghasilkan jaringan keras). Tetapi Al2(SO4)3 ternyata memperlunak pikel
segar dan mencegah pengerasan jaringan sel pada larutan pH rendah

g. Pengawet (Preservative)
Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk
mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat
dalam bentuk natrium benzoat yang bersifat mudah larut. Benzoat sering
digunakan untuk mengawetkan berbagi pangan dan minuman, seperti sari buah,
selai, jeli, manisan, minuman ringan, dan lain-lain.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam upaya pengawetan makanan, antara
lain:
1. Segi Ekonomi
Makanan yang diawetkan dapat dikonsumsi atau dijual ke tempat-tempat
yang jauh kapan saja dan tanpa mengurangi kualitas makanan. Dengan
begitu kelebihan makanan disuatu daerah dapat diperluas pemasarannya,
tanpa erikat oleh waktu.
2. Mempermudah Transportasi
Di indonesia yang beriklim tropis, makanan mudah sekali membusuk.
Dengan adanya pengawetan, makanan dapat dipertahankan atau diolah
dengan cara lainsehingga dapat dibeli dengan mudah dan tidak berbahaya
serta dapat menghemat biaya transpor.
3. Mudah Dihidangkan
Sebagian makanan yang telah diawetkan siap dihidangkan karena bagian
yang tidak diperlukan telah dibuang. Dengan begitu, untuk pola kehidupan
masyarakat yang telah maju, masalah kendala waktu dapat diatasi.
4. Bermanfaat dalam keadaan tertentu

20
Misalnya dalam kejadian bencana alam, kelaparan, pengungsian, dan
kondisi genting lainnya, bantuan makanan yang telah diawetkan dapat
segera didatangkan dari daerah lain
 Pengertian Bahan Pengawet
Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan
bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila
pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan
besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakaiannya baik secara langsung,
misalnya keracunan maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif,
misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik
(Cahyadi, 2008).
Di sisi lain, bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang
digunakan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, penguraian, atau
pengasaman yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet
dipergunakan untuk mengawetkan makanan atau memberikan kesan segar pada
makanan agar tidak mudah rusak

 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet


Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat
2. patogen maupun yang tidak patogen.
3. Memperpanjang umur simpan pangan
4. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang
5. diawetkan.
6. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
7. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
8. yang tidak memenuhi persyaratan.
9. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

 Jenis Bahan Pengawet


Terdapat dua jenis zat pengawet, yaitu pengawet alami dan pengawet buatan

21
1. Pengawet Alami (tidak sintetis)
Menurut Yuliarti (2007), pengawet alami yang dapat digunakan antara lain:
A. Chitosan
Chitosan merupakan produk samping (limbah) perikanan khususnya udang.
Chitosan baik digunakan untuk mengawetkan ikan. Chitosan menekan pertumbuhan
bakteri dan kapang serta mengikat air sehingga dengan penambahan chitosan ikan
asin akan mampu bertahan sampai tiga bulan. Penggunaan pengawet chitosan sangat
menguntungkan karena mampu mempertahankan rasa dan aroma pada ikan.
Penggunaan chitosan ini mempunyai kelemahan, yakni tidak mampu untuk
mengenyalkan dan tidak mampu mengawetkan ikan segar mempunyai kelemahan,
yakni tidak mampu untuk mengenyalkan dan tidak mampu mengawetkan ikan segar
B. Kalsium hidroksida (kapur sirih)
Kalsium hiroksida (kapur sirih) aman digunakan untuk mengawetkan bakso dan
lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis makanan.
C. Air ki atau air abu merang
Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki dapat mengawetkan
mie dengan aman karena diperoleh dari proses pengendapan air dan abu merang
padi. Air ki juga cukup mudah dibuat sendiri, yakni dengan cara membakar merang
padi, mengambil abunya, serta mencampurkan abu tersebut dengan air dan
mengendapkannya.
D. Asam sitrat
Asam sitrat dapat digunakan untuk mengawetkan ikan basah maupun ikan kering.
Untuk mengawetkan tahu, dapat digunakan asam sitrat 0,05% selama 8 jam sehingga
tetap segar selama 2 haripada suhu kamar. Pembuatan asam sitrat yakni daari air
kelapa yang kemudian diberi mikroba.
E. Buah picung ( biji kepayang )
Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi mutunya.
Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan.
Untuk memanfaatkannya sebagai pengawet, kepayang dicincanghalus dan
dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke

22
dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. Cincangan kepayang ini
memiliki evektifitas sebagai pengawet ikan selama 6 hari.
F. Bawang putih dan kunyit
Ada beberapa alternatif untuk menggantikan formalin agar makanan tetap awet,
misalnya penggunaan kunyit pada tahu, sehingga dapat memberikan warna kuning
dan sebagai antibiotik, sekaligus mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat asam.
Namun, kalu kita menghendaki tahu berwarna putih, dapat saja kita menggunakan air
bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet dan tidak segera masam.
G. Gula Pasir
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan
menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir
minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Makanan yang dimasak dengan kadar
sukrosa/gula pasir tinggi akan meningkatkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga
menyebabkan bakteri terhambat. Banyak dipakai pada buah-buahan atau sirup
dengan bahan dasar buah-buahan, seperti manisan buah.

2. Pengawet Buatan (Sintetis)


Pengawet yang diizinkan untuk digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Pengawet Anorganik
Pengawet yang berasal dari senyawa anorganik contohnya SO2, hidrogen
peroksida, kalium sulfit, bisulfit, metabisulfit, nitrit, dan nitrat. Senyawa
anorganik yang sering digunakan adalah senyawa nitrit dan nitrat dalam bentuk
garam. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botolinum,
senyawa tersebut juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat
pertumbuhan
a) Belerang dioksida dan sulfit
Belerang dioksida pada pH 7 tidak memberikan penghambatan pada
pertumbuhan khamir dan kapang. Bahan pengawet ini juga banyak
ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar.
Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko
menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi

23
genetik, kanker dan alergi. Sulfit (HSO3) pada pH tinggi dan berfungsi
sebagai penghambat Escherichia coli, tetapi ion tersebut tidak efektif untuk
khamir.
b) Nitrit dan nitrat
Nitrit dapat menhambat mikroorganisme dengan cara meniadakan katalisator
respirasi yang mempunyai heme. Peranan nitrat kadangkadang tidak
menentu. Suatu hasil penelitian menyatakan bahwa NaNO3 pada konsentrasi
antara 2,3-4,4% dapat menghambat pertumbuhan Clostridium botulinium
B. Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada anorganik karena lebih
mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam
bentuk garamnya (Winarno, 1991). Pengawet berasal dari senyawa organik
biasanya digunakan untuk produk produk olahan nabati seperti roti, sari buah,
selai dan jeli. Kandungan garam dalam bahan pengawet organik mudah larut
dalam air, contohnya asam benzoat, asam sorbat, asam propionat, natrium
benzoat dan asam asetat (Cahyadi, 2008).
a) Asam benzoat dan garamnya
Senyawa ini relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada pH lebih
besar, tetapi kerja sebagai pengawet naik dengan turunnya pH sampai di
bawah 5. Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak
terdisosiasi karena asam yang tidak terdisosiasi penentu utama peranan
pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam mengahmbat pertumbuhan
mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti sari buah dan
minuman penyegar. Contohnya asam benzoat, natrium benzoat, kalium
benzoat, kalsium benzoat.
b) Asam sorbat dan garamnya
Kerja asam sorbat akan efektif pada pH rendah dan pada kondisi tidak
terdisosiasi. Apabila ditambahkan pada bahan pangan dengan pH rendah
sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan kapang. Kerjanya
selektif, yaitu mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak

24
dikehendaki tanpa mengganggu pertumbuhan mikroba yang menguntungkan,
contohnya pada proses pematangan keju.
Contohnya asam sorbat, natrium sorbat, kalium sorbat, kalsium sorbat.
Menurut Praputranto (2009), beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju,
salad, buah dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun
aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit.
Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-
turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800;
minuman bersoda 400.
c) Asam propionat dan garamnya
Garam Na dan Ca dari asam propionat lebih efektif pada pH rendah. Asam
ini tidak mengalami disosiasi memiliki efektivitas pengawetan, tetapi sangat
efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang pada roti dan hasil olahan
tepung lainnya. Contohnya asam propionat, natrium propionat, kalium
propionat.

Salah satu contoh pengawet makanan yang langsung dapat di campur di makanan
adalah Natrium Benzoat Pengawet natrium benzoat dengan rumus kimia C7H5O2Na
merupakan bahan yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan yang
bentuknya kristal putih atau dapat dilarutkan terlebih dahulu di dalam air atau pelarut
lainnya. Natrium benzoat lebih efektif digunakan dalam makanan yang asam sehingga
banyak digunakan sebagai pengawet di dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan
lainnya yang mempunyai pH rendah

Berdasarkan penelitian WHO (2000) natrium benzoat berupa bubuk kristal yang
stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan rasa menyengat (astringenta) yang manis.
Natrium benzoat sangat larut dalam air, memiliki pH sekitar 7,5 pada konsentrasi 10
g/liter air, larut dalam etanol, metanol, dan etilen glikol. Karena kelarutan natrium
benzoat dalam air jauh lebih besar daripada asam benzoat, maka natrium benzoat lebih
banyak digunakan.

Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah berdasarkan


permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat tidak

25
terdisosiasi. Dalam suasana pH 4,5 molekul-molekul asam benzoat tersebut dapat
mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeabel tehadap
moleku-molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Sel mikroba yang mempunyai pH
cairan sel netral akan dimasuki molekul-molekul asam benzoat, maka molekul asam
benzoat akam terdisosiasi dam menghasilkan ion-ion H+, sehingga akan menurunkan pH
mikroba tersebut. Akibatnya metabolisme sel akan mengganggu dan akhirnya sel mati

A. Dampak Pengawet Natrium Benzoat Terhadap Kesehatan


Penggunaan pengawet benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri
khususnya pada produk makanan. Penambahan benzoat pada bahan pangan memang
tidak dilarang pemerintah. Namun demikian, produsen hendaknya tidak
menambahkan bahan tersebut sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan berbahaya
jika dikonsumsi secara belebihan.
Natrium benzoat yang masuk ke dalam tubuh akan melewati membranemembrane
tubuh dan memasuki aliran darah karena tidak ada sistem yang khusus pada manusia
untuk tujuan tunggal mengenai penyerapan zat-zat kimia. Natrium benzoat diabsorbsi
dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan
benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin
dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian dikeluarkan melalui urine.
Tahap pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikalatalisis oleh enzim
acyltransferase. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95 % benzoat. Sisa
benzoat yang tidak dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat dimetabolisme dengan
asam glukoronat dan dapat dikeluarkan melalui urin. Jika tidak ada gangguan pada
organ hati maka benzoat tidak terakumulasi (WHO, 2000)
Menurut WHO, meski aman untuk dikonsumsi orang sehat, penderita asma sangat
sensitif terhadap benzoat. Penelitian yang dilakukan di Amerika yaitu dengan relawan
yang diberikan dosis tunggal 2000-3000 mg menimbulkan gejala, sehingga dengan
konsumsi jumlah besar dampak jangka pendek ditandai dengan tanda-tanda
ketidaknyamanan dan malaise (mual, sakit kepala, pembakaran dan iritasi
kerongkongan). (WHO, 2000).
B. Batas Maksimum Penggunaan Natrium Benzoat

26
Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan batas yang disebut ADI
(Acceptable Daily Intake) atau kebutuhan per orang per hari. ADI didefinisikan
sebagai jumlah bahan yang dapat masuk tubuh setiap harinya meskipun dicerna setiap
hari tetap bersifat aman dan tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan atau efek
keracunan dan risiko lainnya. ADI dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan
makanan per kg berat badan. Menurut WHO, batas konsumsi harian natrium benzoat
yang aman (ADI) adalah 0-5 mg/kg berat badan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, kadar maksimum
natrium benzoat yang diperbolehkan dalam pangan selai atau jam adalah 1 g/kg berat
bahan.

h. Pengeras (Firming Agent)


Pengeras ditambahkan kedalam pangan untuk membuat pangan menjadi lebih
keras atau mencegah pangan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang
diizinkan untuk pangan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

NO Nama pengemulsi, Penggunaan dalam pangan Ukuran maks. yang


pemantap & diizinkan
pengenta
1. Kalsium glukonat  Untuk mengeraskan 800 mg/kg
buah-buahan dan
sayuran dalam
kaleng seperti irisan
tomat kalengan
 Tomat kalengan
 Buah kalengan
 Jem dan jel

450 mg/kg

350 mg/kg

27
250 mg/kg
2. Kalsium klorida  Penggunaannya 200 mg/kg
sama seperti
kalsium glukonat
 Apel dan sayuran
kalengan 260 mg/kg
3. Kalsium sulfat  Untuk irisan tomat 800 mg/kg
kalengan
 Tomat kalengan 450 mg/kg
 Apel dan sayuran
kalengan 260 mg/kg

i. Pewarna (Colour)
Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan
yaitu :
1. Memberi kesan menarik bagi konsumen
2. Menyeragamkan warna pangan
3. Menstabilkan warna
4. Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
5. Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan

Penggunaan warna pangan yang aman telah diatur melalui peraturan


Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai
pewarna yang dilarang digunakan dalam pangan, pewarna yang diizinkan serta
batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi
masih banyak produsen pangan, terutama pengusaha kecil yang menggunakan
bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya
pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat
umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan serta
harganya lebih murah dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari
bahaya dari pewarna-pewarna tersebut

28
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada
pangan, terutama pangan jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang
berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning
dan merah tersebut sering digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup,
kue-kue, agar, tahu, pisang, tahu goreng, dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah
dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung
setelah mengkonsumsi. Oleh karena itu dilarang digunakan dalam pangan
walaupun jumlahnya sedikit

Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintesis adalah


dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji,
kunyit dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Penggunaan
bahan pewarna alami juga ada batasnya sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan.

Beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam pangan menurut Peraturan


Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/RI/Per/IX/88 diantaranya adalah :

a) Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan


untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300
mg/kg), dan yogurt beraroma (150 mg/kg).
b) Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es
krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan minyak makan
(secukupnya).
c) Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau
lemak dan minyak makan (secukupnya).
j. Penyedap Rasa Dan Aroma, Penguat Rasa (Flour, Flavour Enhancer)
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah
vetsin atau bumbu masak, dan terdapat dengan berbagai merek dipasaran.
Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium
glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk

29
merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak. Dalam peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi
secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.
Contoh : Benzaldehid dari minyak pahit almond, Sinamat aldehid dari minyak
cassia, Eugenol dari cengkeh, Sitrat dari buah limau.
k. Sikuestran (Sequestrant)
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada pangan sehingga
memantapkan warna dan tekstur pangan atau mencegah perubahan warna
pangan.
Beberapa bahan sekuestran yang diizinkan untuk pangan dapat dilihat pada Tabel

NO Nama Antioksidan Penggunaan dalam Ukuran maks.


pangan
1. Asam fosfat  Untuk produk 5 g/kg
kepiting
kalengan
 Lemak dan 100mg/kg
minyak makan
2. Isopropil sitrat  Untuk lemak 100 mg/kg
dan minyak
makan serta
margarin
3. Etilen Diamin Tetra  Untuk udang 250 mg/kg
Asetat (EDTA) kalengan
 Jamur kalengan 200 mg/kg
 Potongan 100 mg/kg
kentang goreng
beku
4. Monokalium  Untuk ikan dan 5 g/kg
fosfat udang beku
 Daging 4 g/kg
olahan/awetan
1 g/kg

30
 Kaldu
5. Natrium  Penggunaan 5 g/kg
pirofosfat seperti
monokalium
fosfat, ditambah
untuk sardin dan
produk
sejenisnya
 Potongan 100 mg/kg
kentang goreng
beku

Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri masih ada beberapa

a. Enzim, yaitu enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang dapat
menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk ,
lebih larut dan lain-lain.
b. Penambah gizi, yaitu berupa asam amino, mineral atau vitamin baik tunggal ataupun
campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan
c. Humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang menyerap lembab (uap air) sehingga
mempertahankan kadar air pangan.

2. Golongan BTP yang Dilarang


Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut
Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999
sebagai berikut :
a. Natrium tetraborat (boraks).
Merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak dizinkan digunakan
sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal
putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks
berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. Boraks umumnya

31
digunakan dalam pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan
pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk dicampurkan dalam
pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan
saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada
usus, otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan
tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang
sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah,
diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah,
kejang- kejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada
gangguan sistem sirkulasi darah.
b. Formalin (formaldehid).
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang terdapat dalam sel sehingga
menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37 persen formaldehida dalam
air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen metanol untuk mencegah
polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti septik, disenfektan, dan
bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan anggota paling sederhana
dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.

c. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils).


Minyak nabati yang dibrominasi adalah bahan tambahan pangan yang
digunakan sebagai stabiliser dan pengemulsi pada minuman ringan. Penelitian
menunjukkan bahwa pada tikus yang diberi ransum minyak yang dibrominasi
menyebabkan kematian.
d. Kloramfenikol (chloramfenicol).
Kloramfenikol disebut juga chloromycetin adalah antibiotik. Pada saat ini
kloramfenikol dilarang ditambahkan pada makanan hewan karena akan

32
mengkontaminasi daging hewan yang pada akhirnya akan membahayakan
konsumen.
e. Dietilpirokarbonat.( DEP)
DEP termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur
kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-
produk alami dan digunakan sebagai pencegah peragian pada minuman yang
mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol. DEP sering
digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan
lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk ke dalam
tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya kanker.
f. Nitrofuranzon.
Nitrofurazon adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai salep atau
obat luar Nitrofurazon yang dicampurkan dalam pakan ayam menunjukkan
potensi memicu kanker.
g. P-Phenetilkarbamida.
P-Phenetilkarbamida (P-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenil uera)
P- Phenetilkarbamida merupakan bahan sintetik yang memiliki rasa manis 250
kali gula biasa.
h. Asam salisilat dan garamnya.
Asam salisilat sering disebut aspirin. Aspirin bersifat analgetik dan anti-
inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah
asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti. Asam
salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran
pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam
salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada
tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen
makanan yang nakal. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet
makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika
terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap
memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri,
mual, dan muntah jika tertelan.

33
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup
sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang
sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami
berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan
asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan
kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan
kanker saluran pencernaan.
i. Rhodamin B (pewarna merah).
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada
makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa
serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah
larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna
tekstil atau pakaian (Yamlean, 2011). Penambahan zat pewarna pada makanan
dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama
penyimpanan (Rizka et al, 2014).Penyakit yang ditimbulkan Rhodamin B yaitu,
menyebabkan pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi
berupa pembesaran organ. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker (Utami, 2009).
j. Methanyl yellow (pewarna kuning).
Metanil Yellow biasanya digunakan secara illegal pada industri rumahan
dan jajanannya berwarna kuning mencolok. Ciri-ciri makanan yang mengandung
pewarna kuning metanil antara lain makanan berwarna kuning mencolok dan
cenderung berpendar serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak
homogen. Zat pewarna sintetis seperti Methanil yellow biasanya digunakan
karena komposisinya lebih stabil (Sajiman et al. 2015).Methanil yellow memiliki
efek samping yang berbahaya bagi tubuh terutama hepar sebagai organ yang
berperan dalam metabolisme dan detoksifikasi (Andri, 2014).
k. Dulsin (pemanis sintetis).
Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali
dari sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis

34
alami lainnya. Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan.
Dulsin ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan
dulsin pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu
munculnya kanker.
l. Potassium bromat (pengeras).
Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung
yang dapat mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti
maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti dalam
oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses penyelesaian
akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan hilang selama
pembakaran atau pemanasan. Bila terlau banyak digunakan,sisas kalium bromat
akan tetap banyak dalam roti. Kalium bromat dilarang pada beberapa negara
karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu kanker. The Centre for Science in
teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan
terkemuka di Amerika Serikat.

35
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bahan tambahan pangan atau sering disebut bahan tambahan makanan
(BTM) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi
sifat ataupun bentuk pangan atau produk makanan, baik yang memiliki nilai gizi
atau tidak. Bahan tambahan pangan (BTP) digunakan untuk mendapatkan
pengaruh tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan dan
memperpanjang daya simpan.
Ada dua penggolongan BTP yaitu golongan yang diizinkan dan golongan
BTP yang dilarang. Golongan BTP yang diizinkan seperti: antioksidan,
antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung,
pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, perwarna, sikuestran,
penyedap rasa, dan aroma. Sedangkan golongan BTP yang dilarang meliputi:
boraks, formalin, minyak nabati yang dibrominasi, kloramfenikol,
dietilpirokarbonat, nitrofuranzon, P-phenetikarbamida, asam salisilat dan
garamnya, rhodamin B, methanyl yellow, pemanis sintesis, potasium bronat.
3.2 Saran
Makalah ini membahas tentang Bahan Tambahan Pangan yang merupakan
salah satu materi dari Teknologi Pangan dan Gizi, di harapkan setelah membaca
makalah ini mahasiswa dapat memahami Bahan Tambahan Pangan apa saja yang
paling banyak ditambahkan pada bahan pangan dan tujuan serta efek kesehatan
dari batan tambahan pangan itu.

36
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. 2006.  Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara

Ebook teknologipangan. 2016. Diakses pada 10 agustus 2019. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-


content/uploads/2013/07/BAHAN-TAMBAHAN-PANGAN.pdf.

Teti Estiasih. 2015. Komponen Minor & Bahan Tambahan Pangan. Jakarta, PT Bumi Aksara.
Dr. Ai Mahmudatussa’adah, M.Si. 2016. PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN
TAMBAHAN PANGAN. Diakses pada 10 agustus 2019.
http://ejournal.upi.edu/index.php/Boga/article/download/8429/5307

37

Anda mungkin juga menyukai