Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU THT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

RINITIS VASOMOTOR

PEMBIMBING
dr. Hasnah Makmur, Sp. THT-KL.

Disusun Oleh :
Andi Eis Nurkhofifah (105505406318)

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian THT)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020

i
BAB I LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : ANDI EIS NURKHOFIFAH
NIM : 105505406318
Judul Refarat : Rinitis Vasomotor
telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu THT
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2020

Pembimbing,

dr. Hasnah Makmur, Sp. THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah subhanu wa ta’ala
karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga referat
dengan judul “Rinitis Vasomotor” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sang
pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, dr. Hasnah
Makmur, Sp. THT-KL yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat
yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Agustus 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING......................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2

Anatomi................................................................................................... 2

Histologi.................................................................................................. 5

Fisiologi.................................................................................................. 7

Definisi Rinitis Vasomotor..................................................................... 12

Etiologi Rinitis Vasomotor..................................................................... 12

Patomekanisme Rinitis Vasomotor......................................................... 13

Epidemiologi Rinitis Vasomotor............................................................. 14

Gejala Klinis Rinitis Vasomotor............................................................. 14

Diagnosis Rinitis Vasomotor.................................................................. 15

Diagnosis Banding Rinitis Vasomotor.................................................... 16

Penatalaksanaan Rinitis Vasomotor........................................................ 17

Prognosis Rinitis Vasomotor................................................................... 18

Komplikasi Rinitis Vasomotor................................................................ 18

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

iv
PENDAHULUAN

Rinitis diartikan sebagai radang hidung. Gejala utamanya adalah hidung


tersumbat, rinore, dan bersin. Ini adalah kelainan klinis umum yang menyebabkan
morbiditas substansial secara universal. Sudah diketahui umum bahwa hal itu
memiliki pengaruh negatif pada kualitas hidup, dan fungsi di kantor dan ruang
kelas. Meskipun rinitis adalah penyakit universal, namun dikaitkan dengan
banyak kontroversi, termasuk definisi, klasifikasi, dan terminologi. Karena
terdapat variabilitas tinggi dalam mekanisme patofisiologis yang mendasari
(endotipe) dan presentasi klinis (fenotipe) dari rinitis, tidak ada pedoman yang
jelas untuk diagnosis dan pengobatannya yang telah ditetapkan. Bahkan istilah
"rinitis" masih kontroversial karena menyiratkan peradangan; namun beberapa
fenotipe rinitis tampaknya kekurangan komponen peradangan.1

Klasifikasi rinitis yang luas meliputi rinitis alergi, rinitis infeksiosa, dan
rinitis non-alergi dan non-infeksi. Klasifikasi rinitis kronis ini terlalu
disederhanakan karena ada fenotipe campuran yang terlihat pada banyak pasien.
Patofisiologi rinitis campuran meliputi semua aspek rinitis alergi murni, kecuali ia
juga diidentifikasi oleh hiperreaktivitas hidung umum yang merupakan ciri rinitis
non alergi. Sistem klasifikasi lain untuk rinitis kronis sebagian besar tumpang
tindih karena fakta bahwa ada kriteria independen lain seperti usia onset,
keparahan peradangan dan manifestasi penyakit, agen penyebab, dan patofisiologi
yang mendasari.1

Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa


adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid)
dan pajangan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, β-blocker, aspirin,
klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan).2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi

Gambar 1. Hidung luar dan dinding lateral3

CAVUM NASI
Cavum nasi Adalah rongga yang dimulai pada nostril (apertura nasalis
anterior = nares anterior) dan berakhir pada nares posterior (= choanae).
Terbagi dua oleh septum nasi yang terletak pada linea mediana.4
1. Septum nasi
Septum nasi merupakan dinding media dari cavum nasi yang dibentuk
oleh vomer di bagian posterior-inferior, lamina perpendicularis ossis
ethmoidalis di bagian postero-superior dan cartilago septalis yang berada di
bagian anterior di antara kedua tulang yang tersebut tadi. Septum nasi dapat
terdorong ke satah satu sisi dinamakan deviasi septum nasi, sehingga
menimbulkan gangguan respirasi. Vascularisasi septum nasi mendapat suplai
darah dari :4

2
a. Ramus sphenopalatinus yang dipercabangkan deh a.maxillaris
b. Ramus ethmoidalis anterior dan ramus ethmoidalis posterior yang
dipercabangkan oleh a.ophthalmica.
c. Ramus labialis superior yang dipercabangkan oleh a.facialis.
d. Ramus ascendens dari apalatina major.

Ke empat arteri tersebut di atas membentuk anastomosis (plexus


Kiesselbach), dan terletak di bagian anterior septum nasi, di dalam vestibulum
nasi dekat pada atrium dan didekat meatus medius. Pada tempat ini sering
terjadi epistaxis dan tempat ini disebut area dari Little. Pembuluh-pembuluh
vena membentuk jaringan cavernosa, terutama pada concha nasalis inferior
dan concha nasalis media, yang berfungsi untuk menghangatkan serta
membuat udara inspirasi menjadi lembab. Pembuluh darah vena berjalan
mengikuti arterinya.4

2. Dinding Lateral

Permukaan tidak rata dan dibentuk oleh bagian inferior dari lamina
cribriformis, yaitu merupakan bagian sentral dari atap cavum nasi, dan dari
sini melanjutkan dari ke arah caudo-anterior sampai pada vestibulum nasi dan
ke arah caudo-posterior sampai pada naso-pharynx. Dibentuk oleh processus
frontalis ossis maxillae dan os nasale di bagian paling anterior, facies
medialis ossis maxallae dan lamina perpendicularis ossis palatini yang berada
di bagian dorso-caudal. Hiatus maxillae terletak pada dinding ini dan di
sebelah cranialisnya dinding lateral cavum nasi berhubungan dengan dinding
media cavum orbita yang dibentuk oleh labyrinthus ethmoidalis dan sebagian
dari os lacrimale.4

Pada dinding ini terdapat 3 buah penonjolan yang disebut conchae


nasalis. Concha nasalis superior at media adalah bagian dari os ethmoidale
sedangkan concha nasalis inferior adalah suatu tulang tersendiri. Sepertiga
bagian cranialis membrana mucosa pada dinding medial dan dinding lateral

3
diperlengkapi oleh membrana mucosa olfactoria yang berwama kekuning-
kuningan.4

Di sebelah caudal concha nasalis superior terdapat meatus nasi


superior, di sebelah caudal concha nasalis media terdapat meatus nasi medius
dan meatus nasi inferior berada di sebelah caudalis concha nasalis inferior. Di
sebelah cranialis dari concha nasalis superior terdapat recessus
sphenoethmoidalis ke dalam mana bermuara sinus sphenoidalis. Cellulae
ethmoidalis posteriores bermuara ke dalam meatus nasi superior dan ductus
nasolacrimalis bermuara pada meatus nasi inferior. Sinus paranasalis lainya
bermuara ke dalam meatus nasi medius. Daerah peralihan yang berada
diantara vestibulum nasi dan meatus nasi medius disebut atrium meatus
medii.4

Atap dari cavum nasi dibentuk oleh lamina cribrosa ossis ethmoidailis
di bagian anterior dan oleh permukaan antero-inferior dari corpus ossis
sphenoidalis. Lantai dari cavum nasi dibentuk oleh palatum durum.
Vestibulum nasi adalah lanjutan ke craniaiis dari pada nostril, yang bentuknya
berubah-ubah sesuai dengan kontraksi otot-otot nasaiis. Vaskularisasi dinding
lateral dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu :4

a. Kuadran antero-superior yang mendapat suplai darah dari rumus


ethmoidalis anterior (merupakan cabang dari arteri ophthaimica)
b. Kuadran antero-inferior mendapat suplai darah dari a.infraorbitatis;
kuadran ini mendapat juga aliran darah dari r.labialis superior (cabang dari
a.facialis) dan r.palatinus major (cabang dari a.maxillaris)
c. Kuadran postero-superior mendapat suplai darah dari ramus nasalis
posterior lateralis (cabang dari a.maxillaris)
d. Kuadran postero-inferior yang dilayani oleh cabang-cabang dari a.palatina
major dan a.sphenopalatina (cabang dari amaxillaris).

Permukaan luar hidung dipersarafi oleh n.nasociliaris dan


n.infraorbitalis. septum nasi mendapat persarafan dari cabang n.ethmoidalis

4
anterior di bagian antero-superior, dan dari n.sphenopalatinus yang
dipercabangkan oleh ganglion pterygopalatinum di bagian postero-inferior.
Dinding lateral dibagi menjadi 4 kuadran sesuai daerah vascularisasinya,
dimana kuadran antero-superior dilayani oleh n.ethmoidalis anterior. Kuadran
antero-inferior dipersarafi oleh n.dentalis superior anterior, kuadran postero-
superior mendapat persarafan dari r.nasalis posterior lateralis yang
dipercabangkan oleh ganglion sphenopalatinum, dan kuadran postero-inferior
dilayani oleh r.nasalis posterior inferior yang dipercabangkan oleh n.palatinus
major.4

B. Histologi
Rongga hidung kiri dan kanan terdiri atas dua struktur vestibulum di
luar dan rongga hidung (fossa nasalis) di dalam. Vestibulum adalah bagian
paling anterior dan paling lebar di setiap rongga hidung. Kulit hidung
memasuki nares (cuping hidung) yang berlanjut ke dalam vestibulum dan
memiliki kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung) yang
menyaring partikel-partikel besar dari udara inspirasi. Di dalam vestibulum,
epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respiratorik
sebelum memasuki fossa nasalis. Rongga hidung berada di dalam tengkorak
berupa dua bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi oseosa.5
Dari setiap dinding lateral, terdapat tiga tonjolan bertulang mirip rak
yang dikenal sebagai conchae. Concha media dan inferior dilapisi oleh epitel
respiratorik, concha superior ditutupi epitel penghidu khusus. Celah-celah
sempit diantara concha memudahkan pengondisian udara inspirasi dengan
menambah luas area epitel respiratorik yang hangat dan lembab dan dengan
melambatkan serta menambah turbulensi aliran udara. Hasilnya adalah
bertambahnya kontak antara aliran udara dan lapisan mukosa. Di dalam
lamina propria concha terdapat pleksus vena besar yang dikenal sebagai
badan pengembang (swell bodies). Setiap 20-30 menit, badan pengembang
pada satu sisi akan penuh terisi darah sehingga mukosa concha membengkak
dan mengurangi aliran udara. Selama masa tersebut, sebagian besar udara

5
diarahkan melalui fossa nasalis lain sehingga epitel respiratorik dapat pulih
dari dehidrasi.5
Selain badan-badan pengembang, mukosa rongga hidung memiliki
sistem vaskular yang rumit dan luas. Pembuluh-pembuluh besar membentuk
jalinan rapat dekat periosteum dibawahnya dan dari tempat ini, cabang-
cabang pembuluh meluas ke permukaan. Darah di pembuluh tersebut
mengalir dari belakang rongga hidung ke depan dalam arah yang berlawan
dengan aliran udara inspirasi sehingga panas berpindah dan menghangatkan
udara tersebut secara cepat. Suatu fungsi utama keseluruhan bagian konduksi
adalah mengondisikan udara inspirasi dengan membersihkan, melembabkan,
dan menghangatkannya sebelum memasuki paru. Selain vibrisa lembab,
sejumlah besar vaskular di lamina propria dan sel epitel respiratorik yang
bersilia dan menghasilkan mukus, pengondisian juga melibatkan sejumlah
besar kelenjar mukosa dan serosa di mukosa. Begitu udara mencapai fossa
nasalis, partikel dan polutan gas terperangkap di lapisan mukus. Mukus ini,
beserta sekret serosa juga berfungsi melembabkan udara yang masuk,
melindungi alveoli paru yang halus dari kekeringan.5
Kemoreseptor olfaktorius terletak di epitel olfaktorius, yaitu regio
khusus membran mukosa concha superior yang terletak di atap rongga
hidung. Pada manusia, luasnya sekitar 10 cm dengan tebal sampai 100 µm.
Epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris yang terdiri atas tiga jenis sel :
1. Sel-sel basal adalah sel kecil, sferis atau berbentuk kerucut dan
membentuk suatu lapisan di lamina basal. Sel-sel ini adalah sel punca
untuk kedua tipe sel lainnya.
2. Sel penyokong berbentuk kolumnar dengan apeks silindris dan dasar yang
lebih sempit. Pada permukaan bebasnya terdapat mikrovili yang terendam
dalam selapis cairan. Kompleks tautan yang berkembang baik mengikat
sel-sel penyokong pada sel-sel olfaktori di sebelahnya. Peran suportif sel-
sel ini tidak begitu dipahami, tetapi sel tersebut memiliki banyak kanal
ion dengan fungsi yang tampaknya diperlukan untuk memelihara

6
lingkungan mikro yang kondusif untuk fungsi penghidu dan ketahanan
hidup.
3. Neuron olfaktorius adalah neuron bipolar yang berada di seluruh epitel
ini. Neuron ini dibedakan dari sel-sel penyokong oleh letak intinya, yang
terletak di antara sel penyokong dan sel basal. Ujung dendrit setiap
neuron bipolar merupakan ujung apikal (luminal) sel dan memiliki
tonjolan dengan sekitar lusinan badan basal. Dari badan basal tersebut,
silia panjang nonmotil menonjol dengan aksonema tetapi memiliki luas
permukaan yang bermakna untuk kemoreseptor membran. Reseptor
tersebut berespon terhadap zat pembau dengan menimbulkan potensial
aksi di sepanjang akson (basal) neuron tersebut, yang meninggalkan epitel
dan bersatu di lamina propria sebagai saraf yang sangat kecil yang
kemudian melalui foramina di lamina cribriformis ossis ethmoidalis ke
otak. Di tempat tersebut, saraf ini membentuk saraf kranial I, nervus
olfactorius, dan akhirnya bersinaps dengan neuron lain di bulbus
olfactorius. Lamina propria di epitel olfaktorius memiliki kelenjar serosa
besar (kelenjar Bowman), yang menghasilkan suatu aliran cairan di
sekitar silia penghidu dan memudahkan akses zat pembau yang baru.5

Gambar 2. Epitel Penghidu5

C. Fisiologi

RESPIRASI INTERNAL

Istilah respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-


proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang
menggunakan O2 dan menghasilkan CO2, selagi mengambil energi dari

7
molekul nutrien. Respiratory quotient (RQ) rasio CO2, yang dihasilkan
terhadap O2, yang dikonsumsi bervariasi bergantung pada jenis makanan
yang dikonsumsi. Jika karbohidrat yang digunakan maka RQ adalah 1; yaitu,
untuk setiap molekul O2 yang dikonsumsi, satu molekul CO2 diproduksi.
Untuk lemak, RQ adalah 0,7; untuk protein, RQnya adalah 0,8. Pada diet khas
Amerika Serikat yang terdiri dari campuran ketiga nutrien ini, konsumsi O2
istirahat adalah sekitar 250 ml/mnt, dan produksi CO2, rerata adalah sekitar
200 ml/mnt, untuk RQrerata 0,8: CO2 yang dihasilkan 200 ml/mnt.6

CO2 yang dihasilkan 200ml/mnt


RQ = =
O2 yang dikonsumsi 250ml/mnt

RESPIRASI EKSTERNAL

Istilah respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian


dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.

1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru sehingga


udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan
kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh tindakan
mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk
menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus sesuai kebutuhan
metabolik tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2.
2. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam
kapiler paru melalui proses difusi.
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO, dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses
difusi menembus kapiler sistemik (jaringan). Sistem respirasi tidak
melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi; sistem ini hanya berperan
dalam ventilasi dan pertukaran O2 dan CO2 antara paru dan darah. Sistem
sirkulasi melaksanakan tahap-tahap selanjutnya.6

FUNGSI NONRESPIRATORIK SISTEM PERNAPASAN

8
Sistem pernapasan juga melaksanakan fungsi-fungsi nonrespiratorik ini:

- Rute untuk mengeluarkan air dan panas. Udara atmosfer yang dihirup
(diinspirasi) dilembabkan dan dihangatkan oleh saluran napas sebelum
dihembuskan (diekspirasikan). Pelembaban udara yang masuk merupakan hal
esensial untuk mencegah dinding alveolus mengering. Oksigen dan CO2
tidak dapat berdifusi menembus membran yang kering.
- Meningkatkan aliran balikvena
- Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengubah
jumlah CO2 penghasil H+ yang dikeluarkan
- Memungkinkan kita berbicara, menyanyi, vokalisasi lain.
- Merupakan sistem pertahanan terhadap benda asing yang terhirup
- Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau menginaktifkan berbagai
bahan yang mengalir melewati sirkulasi paru. Semua darah yang kembali ke
jantung dari jaringan harus melewati paru sebelum dikembalikan ke sirkulasi
sistemik. Karena itu, paru memiliki letak yang unik untuk bekerja pada bahan
bahan spesifik yang telah ditambahkan ke darah di tingkat jaringan sebelum
bahan-bahan tersebut memiliki kesempatan untuk mencapai bagian tubuh lain
melalui sistem arteri. Sebagai contoh, prostaglandin, suatu kumpulan
pembawa pesan kimiawi yang dibebaskan di banyak jaringan untuk
memerantarai respons lokal tertentu, dapat masuk ke dalam darah, tetapi
bahan-bahan ini diinaktiJkan ketika mengalir melewati paru sehingga tidak
menimbulkan efek sistemik. Sebaliknya, paru mengaktifkan angiotensin II,
suatu hormon yang berperan penting dalam mengatur konsentrasi Na+ di
CES.
- Hidung, bagian dari sistem respirasi, berfungsi sebagai organ penciuman.6

Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru, paru itu
sendiri, dan struktur,struktur thoraks (dada) yang berperan menyebabkan aliran
udara masuk dan keluar paru melalui saluran napas. Saluran napas adalah tabung
atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus),
alveolus merupakan satu-sarunya tempat pertukaran gas anrara udara dan darah.

9
Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka ke
dalam faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem
pernapasan dan pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring trakea,
yang dilalui oleh udara untuk menuju paru, dan esofagus, yang dilalui oleh
makanan untuk menuju lambung. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring
melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut ketika saluran
hidung tersumbat; yaitu, anda dapat bernapas melalui mulut ketika anda pilek.
Karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara dan makanan maka
sewaktu menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan
masuk ke esofagus dan bukan ke saluran napas. Esofagus selalu tertutup kecuaii
ketika menelan untuk mencegah udara masuk ke lambung sewaktu bernapas.
Laring arau voice box, terlerak di pintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring
membentuk jakun ("Adam’s apple"). Pita suara, dua pita jaringan elastik yang
melintang di pintu masuk laring, dapat diregangkan dan diposisikan dalam
berbagai bentuk oleh otot laring. Sewaktu udara dilewatkan melalui pita suara
yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk menghasilkan berbagai suara bicara.
Bibir, lidah, dan palatum mole memodifikasi suara menjadi pola suara yang dapat
dikenali.6
Sewaktu menelan, pita suara melaksanakan fungsi yang tidak
berkaitan dengan bicara; keduanya saling mendekat untuk menutup pintu masuk
ke trakea. Di belakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus
kanan dan kiri, yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang
semakin sempit, pendek, dan banyak, seperti percabangan sebuah pohon. Cabang-
cabang yang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal
berkelompok alveolus, kantung-kantung udara halus tempat pertukaran gas antara
udara dan darah. Agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru tempat
pertukaran berlangsung, kontinum saluran napas penghantar dari pintu masuk
melalui bronkiolus terminal hingga alveolus harus tetap terbuka. Trakea dan
bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh
serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit.

10
Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaganya terap
terbuka. Dinding saluran ini mengandung otor polos yang disarafi oleh sistem
saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal tertentu. Faktor-
faktor ini mengatur jumlah udara yang mengalir dari atmosfer ke setiap kelompok
alveolus, dengan mengubah derajat kontraksi otot polos bronkiolus sehingga
mengubah kaliber saluran napas terminal.

Gambar 3. Anatomi sistem pernapasan6

Tiga fungsi utama hidung adalah membantu pernapasan, menyaring


dan mempertahankan partikel eksternal dan alergen, serta mengaktifkan
penciuman. Siklus hidung adalah pergantian fisiologis dari resistensi antara
dua saluran udara hidung, yang dibuat oleh perubahan kongesti dan
dekongesti, dan dapat membantu pertahanan pernapasan.7

PERNAFASAN

Saat udara dihirup, rongga hidung membantu respirasi dengan


mempersiapkan udara untuk pertukaran oksigen. Karena sifat rongga yang
sempit, udara yang dihirup dengan cepat dimasukkan ke area permukaan
mukosa yang besar dengan suplai darah yang kaya pada suhu tubuh. Proses
ini memfasilitasi penyesuaian cepat dari udara yang dihirup ke suhu yang
lebih cocok untuk paru-paru. Fungsi humidifikasi untuk melindungi epitel
pernafasan dan penciuman yang rapuh.7

11
PERTAHANAN

Rongga hidung juga membantu pertahanan jaringan pernapasan.


Partikel perangkap sekresi lendir dan antigen yang dibawa ke sistem
pernapasan selama penghirupan. Ketika patogen terperangkap dalam sekresi
ini, mereka diikat oleh dimer sekretori IgA (komponen dari respon imun
adaptif), yang mencegah penempelan patogen ke epitel inang, sehingga
menghalangi invasi. Lendir juga dapat mengandung IgE, yang terlibat dalam
respons alergi dan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe 1
patologis. Silia di dalam rongga hidung juga berfungsi untuk mendorong
lendir keluar dari paru-paru dalam upaya mengeluarkan patogen yang
terperangkap dari tubuh. Flora bakteri normal di mukosa hidung juga
melindungi dari invasi dengan bersaing dengan bakteri yang menyerang
untuk mendapatkan ruang dan nutrisi.7

PENCIUMAN

Selain itu, rongga hidung memungkinkan penciuman. Penciuman


membantu mengidentifikasi sumber bahaya atau nutrisi terdekat, serta
memengaruhi suasana hati dan seksualitas. Saat udara memasuki rongga
hidung, turbinat berfungsi untuk mengarahkan sebagian aliran udara ke
daerah rongga yang lebih tinggi. Celah olfaktorius berada di atap rongga
hidung dekat pelat cribriform. Reseptor penciuman yang terletak di sini
mengikat bau yang dibawa ke hidung selama penghirupan dan mengirim
sinyal ke korteks penciuman dan daerah otak lainnya.7

D. Definisi
Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis
tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid) dan pajangan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, β-blocker,
aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan). Rinitis ini
digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes

12
cukit kulit, kadar antibodi IgE spesifik serum). Kelainan ini disebut juga
vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau
juga non-allergic perennial rhinitis.2
E. Etiologi
Meskipun etiologi dari rinitis vasomotor tidak dipahami dengan baik,
hal ini diduga terkait dengan disregulasi saraf simpatis, parasimpatis, dan
nosiseptif yang menginervasi mukosa hidung. Ketidakseimbangan antara
hasil mediator dalam peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi lendir
dari kelenjar hidung submukosa. Sekresi mukosa diatur terutama oleh sistem
saraf parasimpatis, sedangkan sistem saraf simpatis mengontrol tonus
vaskular. Asetilkolin adalah neurotransmitter parasimpatis utama yang
mengatur sekresi lendir dan rinore. Norepinefrin dan neuropeptida Y adalah
neurotransmiter simpatis yang mengontrol tonus vaskular pembuluh darah di
mukosa hidung dan memodulasi sekresi yang dimulai sistem parasimpatis.
Neuropeptida sensorik dan serat tipe C nosiseptif dari saraf trigeminal
berkontribusi pada degranulasi sel mast serta refleks gatal / bersin.8
F. Patomekanisme
Beberapa hipotesa telah dikemukan untuk menerangkan patofisiologi
rinitis vasomotor :
1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)
Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2,
menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar.
Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida
Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung.
Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya
peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam.
Keadaan ini disebut sebagai ”siklus nasi”. Dengan adanya siklus ini,
seseorang akan mampu untuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui
rongga hidung yang berubah-ubah luasnya. Serabut saraf parasimpatis
berasal nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan

13
membentuk n.Vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan
terutama kelenjar eksokrin.2
Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter asetilkolin
dan vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi
hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesli hidung. Bagaimana
tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan pasti, tetapi
mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls eferen,
termasuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan
hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rintis vasomotor
diduga sebagai akibat dari ketidak-seimbangan impuls saraf otonom di
mukosa hidung yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis.2
2. Neuropeptida
Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh
meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung.
Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan
peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan calcitonin
gene-related protein yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya
peningkatan respon pada hiper-reaktifitas hidung.2
3. Nitrik Oksida
Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel
hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel,
sehingga rangsangan nonspesiflk berinteraksi langsung ke lapisan sub-
epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktifntas serabut trigeminal dan
recruitment refleks vaskular dan kelenjar mukosa hidung.2
4. Trauma
Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari
trauma hidung melalui mekanisme neurogenik da/atau neuropeptida.2
G. Epidemiologi
Rinitis, baik alergi atau non alergi, mempengaruhi sekitar 20%
populasi di negara industri. Diperkirakan 20 hingga 40 juta orang terkena

14
rinitis alergi, menelan biaya lebih dari $ 1,9 miliar per tahun. Diperkirakan 17
hingga 19 juta orang Amerika mengalami rinitis non alergi. Rinitis non alergi
muncul di kemudian hari, dengan gejala paling umum pada pasien antara usia
30 dan 60 tahun. Wanita lebih banyak terkena rinitis non alergi dibandingkan
pria. 70% wanita berusia 50 hingga 64 tahun mengalami beberapa bentuk
rinitis non alergi pada tahun tertentu.8
H. Gejala klinis
Kondisi ini kronis (yaitu, berlangsung setidaknya tiga bulan) yang
dapat terjadi terus menerus, persisten, intermiten, atau musiman. Secara
klinis, rinitis non alergi kronis ditandai dengan pemicu non alergi, termasuk
perubahan cuaca, asap tembakau, asap emisi kendaraan bermotor, dan bahan
iritan seperti bahan kimia dengan bau menyengat (misalnya parfum, klorin).9
Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi,
namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan
kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid
atau serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat
memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan
suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan
sebagainya.2
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3
golongan, yaitu 1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan
respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal;
2) golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan dengan pemberian
anti kolinergik topikal ; dan 3) golongan tersumbat (blockers), kongesti
umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi glukokortikosterond
topikal dan vasokonstriktor oral.2
I. Diagnosis
Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu
menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat
obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa

15
edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi
dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitiss alergi. Permukaan
konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrofl). Pada rongga hidung
terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore
sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.2
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret
hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit biasanya negatif.
Kadar IgE spesifik tidak meningkat.2

J. Diagnosis Banding
1. Rinitis Alergi
Rinitis Alergi (RA) adalah penyakit atopik yang ditandai dengan
gejala hidung tersumbat, rinore jernih, bersin, dan pruritis hidung. Ini
dapat mempengaruhi satu dari setiap enam individu dan memiliki
hubungan dengan morbiditas yang signifikan, hilangnya produktivitas,
dan biaya perawatan kesehatan. Secara historis, kepercayaan bahwa RA
hanya merupakan kondisi saluran hidung, tetapi pengobatan RA sekarang
sebagai penyakit sistemik karena hubungannya yang erat dengan asma
dan dermatitis atopik. RA dapat diklasifikasikan sebagai musiman
(intermiten) atau terus-menerus (kronis), dengan sekitar 20% kasus
bersifat musiman, 40% abadi, dan 40% dengan fitur keduanya. Di luar
gejala hidung, pasien RA yang tidak diobati juga dapat mengalami
konjungtivitis alergi, post nasal drip, batuk tidak produktif, disfungsi tuba
eustachius, dan sinusitis kronis. Setelah didiagnosis, RA dapat diobati
dengan berbagai modalitas, dengan glukokortikoid intra-nasal menjadi
terapi lini pertama.9

Ciri yang membedakan rinitis non alergi dan rinitis alergi10

Rinitis Non Alergi Rinitis Alergi


 Timbulnya gejala di kemudian hari,  Biasanya hadir di masa kecil
lebih sering terjadi setelahnya usia  Riwayat atopi keluarga yang

16
20 persuasif (asma, rinitis, dan
 Tidak ada indikasi pola keluarga dermatitis atopik)
 Lebih sering terjadi pada wanita  Mempengaruhi wanita dan
 Gejala tahunan dengan variasi pria secara setara
musim yang sangat sedikit  Sebagian besar mengalami
 Tes kulit aeroallergen negatif dan / eksaserbasi gejala musiman
atau tes sIgE serum  Tes kulit aeroallergen positif
 Berbagai pemicu iritan dan / atau tes sIgE serum

 Gejala termasuk  Pemicu Aeroallergen

- Hidung tersumbat  Gejala termasuk


- Drainase postnasal dengan atau - Kongesti, bersin, rinorea, dan
tanpa batuk hidung gatal
- Keluhan mata yang jarang terjadi - Konjungtivitis okuler, berair,
- Sedikit gatal dan gatal
 Pemeriksaan fisik (lebih bervariasi)  Pemeriksaan fisik
- Mukosa hidung bisa normal - Edema mukosa hidung, pucat,
dengan peningkatan sekresi encer dan berawa
yang jernih, bisa eritematosa atau - Allergic shiners (area gelap di
atrofi bawah mata)

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar dibagi dalam :2
1. Menghindari stimulus/faktor pencetus.2
2. Pengobatan simtomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hidung
dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertropi dengan
larutan AgNO3 25% atau triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan
kortikosteroid topikal 100-200 mikrograml. Dosis dapat ditingkatkan
sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian
paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid topikal
baru dalam larutan aqua seperti flutikason propionat dan mometason furoat

17
dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan dosis 200 mcg. Pada
kasus dengan rinore yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal
(ipatropium bromida). Saat ini sedang dalam penelitian adalah terapi
desensitisasi dengan obat capsaicin topikal yang mengandung lada.2
3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial
konka inferior.2
4. Neurektomi n.vidianus, yaitu dengan melakukan pemotongan pada
n.vidianus, bila dengan cara di atas tidak memberikan hasil optimal.
Operasi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan komplikasi, seperti
sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau anestesis
infraorbita dan palatum. Dapat juga dilakukan tindakan blocking ganglion
sfenopalatina.2
L. Prognosis
Rinitis non alergi adalah kondisi persisten yang biasanya muncul
seumur hidup. Satu studi oleh Rondon dan rekan, memeriksa ulang 180
pasien dengan rinitis non alergi 3 sampai 7 tahun setelah diagnosis awal.
Sebanyak 52% pasien mengalami penyakit yang memburuk, dengan
peningkatan persistensi 12%, dan peningkatan keparahan gejala hidung
sebesar 9%. Selain itu, pasien dengan rinitis non alergi terus mengembangkan
penyakit penyerta baru, dengan asma yang paling umum. Perkembangan
sinusitis kronis juga meningkat.8
M. Komplikasi
Gejala rinitis vasomotor kronis seringkali mengganggu prestasi kerja
dan kehadiran di sekolah akibat hilangnya produktivitas dan seringnya
kunjungan dokter. Rinitis non alergi kronis memberikan beban fisik dan
ekonomi yang cukup besar pada penderitanya. Dalam survei pasien rinitis,
25% mendukung pembatasan pilihan pekerjaan atau tempat tinggal mereka
untuk mengurangi gejala rinitis. Selain itu, perawatan medis untuk
mengontrol gejala dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan
seperti hidung kering, jantung berdebar, epistaksis, dan kantuk. Efek samping
ini menambah dampak negatif dari rinitis non alergi pada pasien. Rinitis non

18
alergi kronis sering dikaitkan dengan kondisi lain seperti sakit kepala,
disfungsi tuba eustachius, polip hidung, apnea tidur obstruktif, dan batuk
kronis. Gejala-gejala ini secara signifikan dapat mempersulit manajemen dan
merusak kualitas hidup.8

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis
tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid) dan pajangan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, β-blocker,
aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan). Rinitis non alergi
muncul di kemudian hari, dengan gejala paling umum pada pasien antara usia
30 dan 60 tahun. Wanita lebih banyak terkena rinitis non alergi dibandingkan
pria. 70% wanita berusia 50 hingga 64 tahun mengalami beberapa bentuk
rinitis non alergi pada tahun tertentu.
Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada
faktor penyebab dan gejala yang menonjol yaitu menghindari stimulus/faktor
pencetus, pengobatan simtomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci
hidung dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertropi dengan
larutan AgNO3 25% atau triklor-asetat pekat. Operasi, dengan cara bedah-
beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial konka inferior dan Neurektomi
n.vidianus.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Yilmaz, Asli Sahin, Cagatay Oysu, and Robert M. Naclerio. Nonallergic


Rhinitis. Department of Otorhinolaryngology, University of Health
Sciences, Ümraniye Training and Research Hospital, Istanbul, Turkey.
2020
2. Irawati, Nina, Niken L.Poerbonegoro. Rinitis Vasomotor. Dalam Soepardi
Efiaty Arsyad, Nurbaiti, Jenny, Ratna. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggotok Kepala & Leher. Edisi ketujuh Cetakan keenam. 2017
3. Basri, Iqbal, Harfiah Djayalangkara, Sitti Rafiah Husain,dkk. Buku Ajar
Biomedik 2. Departemen Anatomi FK UNHAS. 2016
4. Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomy 25th Edition. Jakarta : EGC.
2014
5. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Edisi 12.
Jakarta : EGC. 2015
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6.
Jakarta: EGC, 2012
7. Freeman, S. Caleb, David A. Karp, Chadi I. Kahwaji. Physiology, Nasal.
2020. National Centre for Biotechnology Information. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526086/
8. Leader, Preston, Zachary Geiger. Vasomotor Rhinitis. NCBI. 2020.
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547704/

20
9. Akhouri,Shweta, Steven A. House. Allergic Rhinitis. NCBI. 2020.
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538186/
10. Greiwe, Justin C. Nonallergic Vasomotor Rhinitis. Division of
Immunology/Allergy Section, Department of Internal Medicine, The
University of Cincinnati College of Medicine, Cincinnati, OH, USA. 2018

21

Anda mungkin juga menyukai