Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Keratoplasti atau transplantasi kornea merupakan suatu tindakan

pembedahan untuk menggantikan jaringan kornea yang rusak atau tidak berfungsi

dengan kornea yang baru. Keratoplasti ini pertama kali diperkenalkan pada tahun

1824 oleh Franz Reisinger dengan melakukan transplantasi dari kornea kelinci

yang sehat ke kornea manusia yang rusak. Penelitian ini dilanjutkan oleh Eduard

Zirm tahun 1905 yang berhasil melakukan tindakan ke kornea manusia yang

rusak.(1,2)

Banyak pertimbangan – pertimbangan yang diperlukan sebelum

memutuskan melakukan tindakan keratoplasti. Sebagian besar tindakan

keratoplasti dapat dilakukan pada pasien dengan infeksi, distropi, sikatrik dan

penyakit inflamasi kornea lainnya. Prosedur tindakan ini dapat menjadi pilihan

terapi, apabila setelah pemberian terapi obat - obatan atau tindakan medis lainnya

tidak menunjukkan perbaikan terhadap kornea yang rusak. (1,2,3)

Pada dasarnya tujuan keratoplasti ini untuk memperbaiki visualisasi

(optik), terapeutik untuk menghilangkan kelainan dari kornea yang dapat merusak

bola mata oleh karena infeksi bakteri, jamur dan untuk memperbaiki struktur

kornea yang sudah tipis atau perforasi yang dapat mengancam keutuhan bola mata

(tektonik) dan sebagai kosmetik.(1,2,3)

Teknik - teknik keratoplasti yang digunakan sangat tergantung pada

indikasi penyakit yang mendasarinya, diantaranya adalah teknik Penetrating


keratoplasti (tembus) merupakan teknik keratoplasti yang melibatkan keseluruhan

lapisan kornea (full thickness) dan sebagian lapisan kornea (lamelar) yang

digantikan oleh kornea donor yang sehat.(2,4)\

Saat ini keratoplasti dapat juga sebagai pilihan terapi pembedahan pada

kasus – kasus infeksi kornea seperti ulkus kornea progresif, kornea yang menipis,

perforasi kornea dengan atau tanpa ulserasi yang dapat mengancam keutuhan bola

mata dan infeksi kornea yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi

medikamentosa atau pilihan terapi lainnya. (1,2,4)

Pada referat ini akan menjelaskan klasifikasi, indikasi, komplikasi dan

manajemen keratoplasti pada pasien infeksi kornea.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Histologi Kornea

Kornea adalah jaringan avaskuler yang transparan sebagai pelindung

mata dari lingkungan luar, ia membentuk seperenam anterior bola mata.

Permukaan anterior dilindungi oleh tear film dan permukaan posterior

berhubungan langsung dengan aquos humor. Permukaan luar berbentuk lensa

positif dengan kekuatan refraksi kira-kira 43 Dioptri (D), dua pertiga dari total

kekuatan refraksi mata dan merupakan media refraktif utama dari mata.(5,6)

Pada orang dewasa ukuran horizontal kornea adalah 11-12 mm dan

ukuran vertikal adalah 9-11 mm. Kelengkungan kornea tidak konstan karena

kornea sentral lebih tipis (0,5 mm) dibandigkan dengan kornea perifer (0,7

mm). Kornea lebih datar pada bagian perifer, tapi pendataran ini tidak

simetris. Pendataran lebih luas pada bagian nasal dan superior dibanding

bagian temporal dan inferior. Topografi ini penting dalam pemasangan fitting

kontak lens. (5,6)

Sifat optik dari kornea ditentukan oleh transparansi, kebeningan

permukaan, kontur dan indek refraksi. Transparansi kornea terbentuk dari

susunan serat kolagen di stroma, yang mempunyai diameter serat kolagen

yang hampir sama dan jarak antara serat kolagen relatif homogen. Susunan

anatomi ini merupakan faktor yang menentukan pembiasan cahaya saat

melewati kornea. Jika diameter atau jarak anta ra serat kolagen menjadi tidak
sama (heterogen) menyebabkan gangguan pembiasan cahaya dan penurunan

transparansi kornea(5,6)

Kornea terdiri dari lima lapisan secara histologi:

 Epitel dengan membran basal

 Lapisan Bowman

 Stroma

 Membran Descemet

 Endotel

Gambar 1. Struktur Kornea

1. Epitel

Epitel adalah permukaan anterior kornea dan ditutupi oleh

nonkeratin, terdiri dari epitel squamous bertingkat yang berasal dari

lapisan kolumnar basal yang dilekatkan ke lamina basal oleh

hemidesmosom. Sel basal lebarnya 12 mikrometer dan kepadatannya 6000

sel/mm2. (5,6)
Ketebalan epitel kornea lebih kurang 50 mikrometer dan

merupakan 10% dari seluruh ketebalan kornea. Epitel kornea terdiri dari

lima sampai enam lapis, yaitu: (5,6)

 2-3 lapis sel superfisial

 2-3 lapis sel wing poligonal

 1 lapis sel basal kolumnar

Epitel kornea seperti epitel squamous bertingkat lainnya

mempunyai kemampuan beregenerasi. Waktu yang dibutuhkan sel basal

untuk bermigrasi keanterior menjadi sel permukaan kira-kira 5-7 hari.

Meskipun sel epitel bagian dalam (basal) melekat erat satu sama lain oleh

desmosom, mereka bergerak secara kontinyu dari basal kearah tear film

dan menghilang, yang berperan untuk memelihara epitel kornea. (5,6)

Sel epitel basal melekat pada lamina basal oleh hemidesmosom.

Perlekatan ini meluas ke membrana bowman oleh anchoring fibril

(kolagen tipe VII) dan berakhir di anchoring plaque. Anchoring fibril

dimembrana bowman membentuk suatu komplek yang mengandung

kolagen tipe I yang melekatkan juga epitel dan membrana bowman ke

stroma. (5,6)

2. Lapisan Bowman

Lapisan ini berada dibawah lamina basal dan bagian anterior dari

stroma. Merupakan zona yang aseluler terdiri dari fibril kolagen (tipe I dan

IV) dan kumpulan proteoglikan yang tersebar secara acak,dengan

ketebalan 8-14 mikrometer. Fibril kolagen diameternya kira-kira 20-30


mikrometer. Serat kolagen dilapisan ini disintesa dan dieksresikan oleh

keratosit stroma. Fungsi lapisan Bowman ini belum jelas. Beberapa

hipotesis menyebutkan untuk memberikan kelicinan, memelihara

keseragaman epitel yang diperlukan untuk kekuatan refraksi. Tidak dapat

beregenerasi jika rusak tapi digantikan oleh jaringan sikatrik. (5,6,7)

3. Stroma

Stroma terletak ditengah lapisan jaringan penunjang dengan

ketebalan lebih kurang 500 mikrometer, merupakan bagian terbesar

dengan ketebalannya 90% dari ketebalan kornea. Kornea mempunyai

karakteristik yang kuat, bentuk yang stabil dan transparansi.Hal ini

disebabkan karena anatomi dan sifat biokimia dari stroma. Bentuk yang

seragam dan susunan yang teratur, regenerasi yang terus menerus dan

degradasi serat kolagen penting untuk transparansi kornea. (5,6,7)

Stroma kornea terdiri dari matrix ekstraseluler, keratosit (fibroblast

kornea) dan serat saraf. Matrix ekstraseluler terdiri dari: kolagen dan

glikosaminoglikan. Kolagen terdiri dari lebih 70% dari berat kornea.

Kolagen tipe I adalah kolagen utama yang ada di stroma dan diproduksi

oleh keratosit. Selain itu terdapat juga kolagen tipe III, IV dan V dalam

jumlah yang lebih sedikit. (5,6,7)

Kornea mempunyai kira-kira 2,4 juta keratosit (sel stroma) yang

menempati kira-kira 5% dari volume stroma. Densitasnya lebih rapat pada

anterior (1058 sel/mm2) dibanding dibagian posterior (771 sel/mm2).

Keratosit terletak antara lamella kornea. Secara ultrastruktur menyerupai


fibrosit. Keratosit adalah sel yang sangat aktif, banyak mengandung

mitokondria, retikulum endoplasmik dan aparatus golgi. Keratosit

mempunyai struktur yang teratur dan distribusinya yang sama pada

kornea, semua ini juga diperlukan untuk transparansi kornea. (5,6,7)

Serat kolagen dapat dilihat melalui transmisi mikroskop elektron.

Serat kolagen mempunyai diameter yang hampir sama yaitu 22,5-35 nm.

Jarak antara serat kolagen juga hampir sama 41,4 tambah kurang 0,5nm.

Susunan yang teratur dari serat kolagen penting dalam menentukan

transparansi kornea. Kolagen dibentuk dari 300 lamela. Tiap lamela

merupakan rangkaian paralel pada permukaan kornea dari limbus

kelimbus. Pergantian molekul kolagen dikornea terjadi secara pelan yaitu

2-3 tahun. (5,6,7)

Berbagai glycosaminoglican (GAG) ditemukan antara serat

kolagen distroma, kecuali hyaluronan (hyaluronic acid). Semua GAG

terikat ke inti protein untuk membentuk proteoglikan. Proteoglikan yang

ditemukan distroma adalah keratan sulfat, dermatan sulfat dan chondritin

sulfat. Persentase GAG distroma 65% adalah keratan sulfat dan 30%

chondroitin / dermatan sulfat. Proteoglikan yang ditemukan distroma lebih

banyak dibanding jaringan tubuh lainnya. GAG mempunyai kemampuan

untuk mereabsorpsi dan menahan banyak cairan (proses hemoestatik). Jika

fungsi pompa endotel rusak maka stroma akan menebal menyebabkan

gangguan jarak serat kolagen. Ketidakteraturan jarak antara serat kolagen


menyebabkan pembiasan cahaya menyebar dan kornea berkabut. GAG

juga berperan mengatur fibrillogenesis kolagen. (5,6,7)

4. Membran descemet

Adalah lapisan yang terletak antara endotel dan posterior dari

stroma. Merupakan lamina basal dari endotel kornea. Ketebalannya akan

bertambah sesuai umur , saat baru lahir tebalnya 3-4 mikrometer dan saat

dewasa menjadi 10-12 mikrometer. Membran descemet banyak

mengandung kolagen tipe IV. Bagian anteriornya bergabung dengan

kolagen stroma. Membran ini sangat elastis dan bertahan terhadap aksi

enzim proteolitik, seringkali masih intak walaupun epitel dan stroma

rusak. (5,6,7)

5. Endotel

Endotel kornea terdiri dari lapisan tunggal yang terletak posterior

dari membrana descemet yang terdiri dari sel hexagonal dengan diameter

20 mikrometer, jumlah selnya lebih kurang 500.000 dan ketebalannya

kira-kira 3000 sel/mm2. Jumlah sel berkurang sesuai dengan proses

penuaan , dengan perubahan pada penyebaran dan sel yang menipis, hal ini

disebabkan karena mitosis dari sel endotel tidak ada. (5,6,7)

Sel endotel muda mempunyai nukleus yang besar dan mitokondria

yang banyak. Transport aktif ion pada sel ini penting untuk transfer air

dari stroma kornea dan penting untuk desturgensi dan transparansi stroma.

Fungsi endotel adalah sebagai barier permiabilitas antara aquos humor dan
stroma kornea serta sebagai pompa untuk menjaga kornea tetap dalam

keadaan rehidrasi. (5,6,7)

B. Definisi

Keratoplasti atau transplantasi kornea berasal dari kata “kerato”;

kornea dan “plasty”; berhubungan dengan modifikasi pembedahan, yaitu suatu

teknik pembedahan pada jaringan kornea yang rusak dari resipien dan

digantikan dengan jaringan kornea yang sehat dari donor.(9,10)

C. Klasifikasi Keratoplasty

 Penetrating keratoplasti (PK) ;

 Anterior lamelar keratoplasti (LK) ;

Tranplantasi sebagian dari ketebalan kornea bagian depan (400 – 450 μm).

Misalnya SALK, ( Superfisial Anterior Lamellar Keratoplasty ) dan

DALK (Deep Anterior Lamellar Keratoplasty)

 Endothelial keratoplasty (EK);

Transplantasi sebagian ketebalan kornea bagian belakang (85-150μm)(4)

D. Indikasi Keratoplasty

1. Indikasi optik

Bertujuan untuk memulihkan kemampuan penglihatan penderita secara

optimal. Biasanya dilakukan pada kerusakan kornea yang minimal dan tanpa

ada penyulit tindakan.

2. Indikasi terapeutik
Dilakukan dengan cara mengangkat jaringan patologi kornea yang

diperkirakan dapat merusak bola mata secara keseluruhan, misalnya karena

infeksi bakteri atau jamur.

3. Indikasi tektonik

Dilakukan untuk memperbaiki struktur jaringan kornea yang mengalami

penipisan dan kerusakan yang mengancam keutuhan bola mata. Keadaan ini

sering disebabkan oleh infeksi maupun trauma.

4. Indikasi kosmetik

Tindakan ini diakukan hanya untuk memulihkan kejernihan kornea karena

kemampuan penglihatan tidak dapat dipulihkan karena sistem saraf

penglihatan terganggu.

E. Pilihan Terapi Keratoplasty Pada Infeksi Kornea

 Penetrating keratoplasti (PK)

Disebut juga full thickness ; merupakan metode transplantasi

kornea yang pertama dan paling sering dilakukan. Diperkirakan 80% dari

semua jenis transplantasi kornea, menggunakan teknik ini. Tindakan ini

dilakukan dengan menggantikan seluruh lapisan kornea dengan diameter

7,0 mm – 8,5 mm di transplantasikan ke dalam kornea mata penerima.


(2,9,10)
Gambar 2. Penetrating Keratoplasty

o Tujuan penetrating keratoplasti : (7,9,10)

1. Membentuk sentral media kornea yang jernih/ visual axis

2. Menyokong pembentukkan tektonik kornea

3. Menyingkirkan infeksi

o Indikasi penetrating keratoplasti :

Terapi keratoplasti ini pada umumnya di indikasikan untuk

keadaan yang berat dan infeksi yang progresif yang tidak respon

terhadap terapi pengobatan. Intervensi operasi yang dilakukan

bertujuan untuk menghilangkan fokus infeksi, mengurangi resiko

penyebaran intraokuler dan sering dilakukan untuk mencegah

impending perforasi kornea, perforasi kornea. (2,11,13,16)

Menurut J.Bradley dkk(13) indikasi penetrating keratoplasti pada

kasus – kasus infeksi kornea diantaranya :

• Graft failure

• Bullous keratoplasti
• Keratoconus

• Keratitis mikrobial

• Ulkus yang luas

• Ulkus dengan impending perforasi ( descemetocele atau perforasi )

Gambar 3. ulkus kornea perforasi dan post operasi dengan penetrating


keratoplasty (20)

 Keuntungan penetrating keratoplasti : (2,4,16)

Seluruh jaringan kornea yang terinfeksi dikeluarkan, sehingga

dapat mengurangi perburukan terhadap jalur visual.

o Kerugian penetrating keratoplasti(2,4,16)

- Sulit untuk menentukan kurvatura anterior kornea, sebagai

petunjuk yang signifikan terhadap kesalahan refraksi

- Penyembuhan setelah operasi lama

- Kemungkinan terjadi penolakan jaringan transplantasi dari kornea

donor

- Komplikasi jahitan; eksposur, vaskularisasi, dan infeksi

- Kemungkinan lemahnya hubungan antara graft - host: sehingga

beresiko traumatic wound dehiscence, dan ruptur bola mata


o Hal – hal yang mempengaruhi keberhasilan penetrating

keratoplasti

- Keadaan calon donor kornea

- Kondisi mata calon resipien

- Penyulit operasi

- Penyulit paska bedah

- Reaksi penolakan kornea donor

o Komplikasi penetrating keratoplasti

Apabila transplantasi mengalami kegagalan salah satunya oleh

karena penolakan, infeksi atau sebab lainnya maka transplantasi kornea

dapat di ulang kembali. Hasil transplantasi kornea dapat memberikan

hasil yang baik, tetapi tingkat penolakan kornea akan lebih tinggi

dibandingkan transplantasi yang pertama. Beberapa penelitian

mengatakan rata – rata terjadinya penolakan transplantasi kornea

sebesar 5 – 30% yang ditandai dengan kornea menjadi mengeruh dan

memburuk. (2,9,14)

Kelengkungan kornea yang kurang sempurna akibat

transplantasi kornea terutama disebabkan oleh karena jahitan pada

kornea akan memicu timbulnya astigmatism. Hal ini dapat

memperlambat timbulnya perbaikan penglihatan, namun masalah ini

masih dapat ditanggulangi. Rata – rata mulai terlihat perbaikannya 1

tahun setelah operasi. Disamping itu, bila pasien mempunyai kelainan

lain dibagian saraf mata seperti diabetik retinopati, glaukoma.(2,14,16)


Komplikasi intraoperatif(2,14,16)

- Kerusakan pada lensa atau iris oleh karena alat trephine, gunting,

atau alat instrumen.

- Hasil pengambilan trephine yang irreguler

- Sentralisasi graft yang jelek terhadap dasar dari host

- Perdarahan yang berlebihan dari iris dan tepi luka

- Inkaserasi dari iris di tepi luka

- Kerusakan endotelium donor selama trephinasi dan penanganannya

Komplikasi post operatif

Keberhasilan penetrating keratoplasti jangka panjang sangat

tergantung pada kualitas keberhasilan dari teknik operasi yang

dilakukan. Diperlukan kontrol yang rutin setelah operasi dengan

memberikan antibiotik topikal, kortikosteroid topikal dan follow up

yang teratur untuk menilai kemungkinan munculnya komplikasi

setelah operasi. (2,14,16)

Beberapa komplikasi yang kemungkinan ditemukan setelah

operasi penetrating keratoplasti adalah : (2,14,15,16)

- Graft rejection

- Kebocoran dari bibir luka

- Coa dangkal / inkaserasi iris dari bibir luka

- Glaukoma

- Endophthalmitis

- Kegagalan pembentukan endotelial


- Persisten epitelial defek

- Rekuren penyakit dasarnya

- Masalah jahitan seperti jahitan terlalu tegang, longgar, rusak,

terdapat abses, vaskularisasi di sekitar jahitannya

- Keratitis microbial

Anda mungkin juga menyukai