PENDAHULUAN
Sumber nutrisi kornea adalah dari pembuluh darah limbus, akuos humor
dan tear film. Kornea bagian superfisial juga mendapat oksigen dari atmosfir.
Persarafan kornea berasal dari cabang pertama (oftalmikus ) dari N V
(trigeminus). (1-8)
Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan pada anatomi dan
fisiologi kornea.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea adalah lapisan paling luar dari bola mata, yang dilapisi oleh tear
film. Tear film terdiri dari 3 lapisan yaitu:
3. Lapisan musin pada bagian dalam yang diproduksi oleh sel goblet
konyungtiva. Fungsi lapisan musin ini adalah merubah sifat epitel kornea dari
hidrofobik menjadi hidrofilik, menurunkan tahanan permukaan sehingga
menstabilkan tear film, menangkap sel permukaan yang mengelupas, partikel
asing dan bakteri dan sebagai lubrisen kelopak mata.
2
2.1. EMBRIOLOGI KORNEA
- Superfisial selapis sel epitel skuamos dan basal selapis sel epitel kubus
- Stroma primer
- Dua lapis sel endotel posterior
Sel posterior terus berkembang antara epitel lensa dan endotel kornea.
Bersamaan dengan itu hidrasi dari komponen asam hialuronik dari stroma primer
membentuk suatu ruangan untuk migrasi sel. Kira-kira pada 7 minggu kehamilan,
perluasan bagian anterior dari sel mesenkim bermigrasi ke dalam stroma kornea.
Sel-sel ini berubah menjadi keratosit yang mensekresi fibril kolagen tipe I dan
membentuk stroma kornea. Morfogenesis keratosit dimulai dari dalam stroma
posterior dan diteruskan ke anterior. Sel-sel mensintesis proteoglikan dan fibril
kolagen yang tersusun sebagai lamella-lamella
Endotel pada regio sentral kornea menjadi satu lapis pada bulan ketiga
kehamilan. Sel-sel yang berada di lamina basal menjadi membrana descemet.
Pada perkembangan ini membrana descemet terdiri dari 2 zone yaitu lamina
densa yang menuju ke stroma dan lamina lusida yang berdekatan dengan endotel.
3
Pada akhir bulan ke 4 kehamilan terbentuk membran Bowman aseluler
pada anterior stroma. Ukuran diameter kornea pada 12 minggu kehamilan 2 mm,
17 minggu 4,5 mm, 35 minggu 9,3 mm. (3,9,10,11,12)
Jika dilihat dari depan, kornea berbentuk elips. Anterior kornea adalah
asferis karena adanya perluasan kedepan dari struktur sclera di bagian superior
dan inferior. Ukuran diameter kornea horizontal 11-12 mm dan diameter vertikal
10-11 mm. Dan ketebalan kornea di sentral kira-kira 0,52 mm dan 0,65 mm
diperifer. Kelengkungan permukaan posterior kornea 6,5 mm (6,0-7,0 mm ) dan
kelengkungan permukaan anterior 7.8 mm (6,8-8,5 mm ). Kekuatan refraksi
kornea adalah 40-44 D dan merupakan 2/3 dari kekuatan refraksi total mata.
(4,5,9,13,14 )
4
dan indeks refraksi. Indeks refraksi kornea adalah 1,376. Kekuatan refraksi pada
kornea adalah + 43 Dioptri. (4)
a. Epitel
Sel superfisial bentuk pipih dan poligonal dengan diameter 30-40 µm.
Pada permukaan ditutupi oleh mikrofili. Stuktur ini meningkatkan pengambilan
oksigen dan nutrisi dari tear film. Pada permukaan epitel superfisial terdapat
suatu membran yang disebut glikokaliks. Glikokaliks ini berinteraksi dengam
lapisam musin air mata dan membantu mempertahankan struktur tear film. Sel
5
superfisial epitel kornea dihubungkan oleh desmosom dan tight jungtions yang
mencegah masuknya zat melalui ruang interseluler. Gangguan pada kontinuitas
epitel kornea menyebabkan cairan menembus kornea. (4)
Dibawah sel superfisial epitel kornea terdapat 2-3 lapis sel wing. Sel
wing merupakan diferensiasi intermediet antara sel basal dan sel superfisial.
Lapisan tunggal sel basal kuboid berada pada membrana basal. Diantara berbagai
jenis sel epitel kornea hanya sel basal yang menunjukkan aktivitas mitosis. Sel
basal epitel kornea ini melekat pada lamina basal oleh hemidesmosom.
Perlengketan ini meluas ke membrana Bowman oleh anchoring fibril ( kolagen
tipe VII ) dan berakhir di anchoring plaque. Anchoring fibril di membran
Bowman membentuk suatu komplek jaringan yang mengandung kolagen tipe I.
Kompleks inilah yang melekatkan epitel dan membran Bowman ke stroma. (4)
6
b. Lapisan Bowman
Lapisan ini berada dibawah lamina basal dan anterior dari stroma.
Merupakan zona aseluler yang terdiri dari serat kolagen tipe I dan III serta
proteoglikan yang tersebar secara acak. Ketebalan lapisan ini 8-14 µm dan
diameter 20-30 µm. Serat kolagen pada lapisan ini disintesis dan disekresi oleh
keratosit stroma. Lapisan membran Bowman ini tidak beregenerasi jika rusak tapi
digantikan oleh jaringan sikatrik. (1,4)
c. Stroma
Stroma kornea terdiri dari matriks ekstra seluler, keratosit (fibrolas kornea)
dan serat saraf. Komponen seluler 2-3 % dari volume total kornea. Matriks ekstra
seluler terdiri dari kolagen dan glikosaminoglikan. Kolagen membentuk lebih dari
70% dari berat kornea. Kolagen tipe I adalah kolagen utama yang ada di stroma
dan diproduksi oleh keratosit. Selain itu juga terdapat kolagen tipe III, V, dan VI
dalam jumlah yang sedikit. (4,15,18 )
7
Berbagai glikosaminoglikan ditemukan antar serat kolagen pada stroma
kornea. Semua glikosaminoglikan ini berikatan dengan protein inti untuk
membentuk proteoglikan. Glikosaminoglikan yang ditemukan di stroma adalah
keratin sulfat, kondroitin sulfat, dan dermatan sulfat. Glikosaminoglikan yang
paling banyak pada kornea adalah keratin sulfat yang membentuk 65 %
kandungan glikosaminoglikan total. Glikosaminoglikan mempunyai kemampuan
menyerap dan mempertahankan cairan (prinsip hemostasis). jika fungsi pompa
endotel rusak maka stroma kornea menebal, menyebabkan gangguan jarak fibril
kolagen. Ketidak aturan jarak antara fbril kolagen menyebabkan pembiasan
cahaya menyebar dan kornea berkabut. (1,4,16,18)
d. Membran Descemet
e. Endotel
Endotel kornea adalah satu lapis sel yang terletak posterior dari membrana
Desemet dan terdiri dari sel heksagonal dengan diameter 20 µm, dengan
kepadatan sel lebih kurang 3000 sel / mm2 .Jumlah sel berkurang sesuai dengan
proses penuaan, dengan perubahan pada penyebaran dan penipisan sel, hal ini
disebabkan karena mitosis dari sel endotel tidak ada. Sel endotel muda
mempunyai nukleus yang besar dan mitokondria yang banyak. Transpor aktif ion
pada sel ini penting untuk transfer air dari stroma kornea dan penting untuk
deturgensi dan transparansi kornea. (1,4)
8
2.3. FISIOLOGI KORNEA
Epitel dan endotel berfungsi sebagai barier terhadap aliran cairan yang
berlebihan kedalam stroma. Endotel juga bertindak sebagai pompa aktif yang
memompa cairan yang bocor ke dalam stroma. Peranan penting endotel dan epitel
dalam menjaga tansparansi kornea ini, sudah banyak diteliti, namun mekanisme
utama dehidrasi (deturgensi) belum sepenuhnya dimengerti. Epitel kornea dua kali
lebih tahan terhadap aliran air dibandingkan dengan endotel dan ia merupakan
membran semi permiabel.(9)
-
penetrasi cairan dari air mata dan akuos humor kedalam stroma
-
penetrasi obat-obatan kedalam segmen anterior bola mata menuju
konyungtiva
(4,9,19)
-
memberikan nutrisi ke lapisan kornea lain.
Barier dibentuk dari sel epitel yang bergerak dari lapisan basal ke
permukaan kornea, berdiferensiasi dengan progresif sampai sel superfisial
membentuk dua lapisan, yang dikelilingi oleh tight junction (zonula occludens)
yang bertindak sebagai membran semipermeabel. Barier ini mencegah gerakan
9
cairan dari tears film ke stroma serta juga memproteksi kornea dan struktur
intraokuler dari infeksi patogen.
Mikrovilli yang terdapat pada permukaan sel epitel superfisial, ditutupi oleh
glikokalik yang akan berinteraksi dengan lapisan musin tear film. Hal ini akan
melicinkan permukaan kornea dan menambah kelembabannya oleh cairan air
mata. (19)
Disamping mitosis, epitel kornea dipelihara oleh migrasi sel basal yang
baru ke dalam kornea dari limbus. Sel bermigrasi secara sentripetal dan berasal
dari stem sel diepitel limbus. Jadi epitel kornea dipelihara oleh keseimbangan
antara proses migrasi sel, mitosis, dan pengantian lapisan superfisial. Kondisi
yang menganggu proses ini ,seperti penyakit atau trauma, dapat menganggu
keseimbangan dan merusak epitel kornea sehingga fungsi barier dan optik juga
akan terganggu. (19)
10
Perubahan pada ketebalan kornea terjadi mengikuti cedera pada epitel dan
endotel. Dalam 24 jam, kornea akan membengkak kira-kira 0,20 mm melebihi
ketebalan kornea normal (0,50 mm). Yang peting adalah kerusakan pada barier
endotel, akan mengakibatkan penebalan kornea bertambah dua kali lipat dalam 24
jam dibandingkan dengan kerusakan pada barier epitel.
Jika fungsi barier dan pompa metabolik terganggu, stroma kornea akan
membengkak karena hipertonisitas dari lingkungan stroma kornea, yang
mengandung kolagen, garam dan proteoglikan yang bersifat hipertonik terhadap
tears dan akuos humor. (19)
Berkaitan dengan hilangnya barier dan pengambilan cairan dari air oleh
stroma, juga terdapat kehilangan proteoglikan (dermatan dan keratin sulfat). Ini
lebih jelas terjadi jika barier endotel hilang. Oleh karena itu sebelum kornea dapat
dipulihkan ke kondisi semula, barier epitel dan endotel harus diperbaiki supaya
pompa metabolik dapat melakukan transport ion secara aktif supaya kornea
menjadi deturgensi. (19,20)
Transparansi kornea
Sifat fisik dan biokimia stroma kornea normalnya dijaga oleh fungsi barier
dan endotel dan pompa metabolik. Ini adalah peranan barier dan pompa
metabolik untuk menjaga kandungan air kornea tetap 78 %, sehingga
transparansi kornea tetap baik. (19) F
11
Membran Descemet secara umum berfungsi untuk menyaring larutan
yang melewatinya dan dari epitel. (15)
Barier endotel
Pada kornea normal, akuos humor melintasi endotel dan memasuki stroma
perlahan-lahan tapi dengan kecepatan yang konstan. Akuos humor ini membawa
glukosa, asam amino, dan nutrisi lainnya untuk sel kornea. Permeabilitas barier
endotel karena adanya low resistance interselular junction pada membrana apikal.
(19)
Pompa endotel
Karena cairan dan zat terlarut memasuki stroma secara terus menerus,
ketebalan kornea dan transparansi kornea bergantung pada gerakan aktif cairan
yang bocor masuk ke stroma. Ketebalan kornea normal dijaga melaui
keseimbangan antara volume cairan yang masuk ke stroma dengan volume cairan
yang dipompa keluar dari stroma oleh endotel . (4,19)
12
keduanya.Bila ada defek pada endotel maka maka ditutupi secara sliding
(pergeseran) dan penyusunan kembali dari sel-sel disekitarnya,ditandai dengan
(9,20)
berkurangnya jumlah sel dan bentuk sel yang membesar dan tidak teratur.
Zat yang penting dalam produksi energi pada epitel kornea adalah glukosa
dan glikogen. Sebagian glukosa untuk kornea diperoleh dari akuos humor dan
lebih kurang 10 % berasal dari limbus dan tears. Glukosa di metabolism di epitel
kornea terutama dari anaerob glikolisis. Selain itu glukosa juga dimetabolisme
melalui 2 jalur yaitu:
HMP Shunt terjadi di sitosol sel, HMP shunt cukup aktif di epitel dimana
lebih kurang 35-65 % glokosa didapat melalui jalur ini. Proses TCA cycle tejadi
dimitokondria sel tapi tidak begitu aktif karena mitokondria relative sedikit di
epitel. Jalur lain yang bisa diidentifikasi di epitel kornea adalah Sorbitol Pathway
yang merubah glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa. (1,19)
13
BAB III
KESIMPULAN
1. Kornea terdiri dari 5 lapisan yaitu: lapisan epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel.
3. Epitel kornea terdiri dari 5-6 lapisan : 1-2 lapis sel skuamos superfisial, 2-3 lapis
sel wing poligonal, 1 lapis sel basal kolumnar.
4. Fungsi epitel kornea: sebagai barier antara lingkungan luar dengan stroma kornea,
membentuk permukaan refraksi bagi kornea melalui interaksi dengan tear film.
5. Fungsi membran basalis untuk membentuk permukaan yang halus dan kuat dan
menjaga kestabilan bentuk epitel.
8. Fungsi endotel adalah sebagai permeabilitas yang membatasi gerakan air dan zat
terlarut ke dalam stroma.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16. Damraver SM, Vora SR. Anatomy of The Eye and Orbit. In:
Emergency Ophthalmology. Chern KC. Medical Publisng Division.
New York. 2003. p. 6-7.
17. Biswell R. Cornea.In General Ophthalmology. Ed 17.Voughan
&Asbury`s.2008.p.126.
18. BenEzra D. Anatomy of The Cornea. In : Ocular Surface Inflamation.
Colombia. 2003. p. 40-42.
19. Edelhauser HF, Geroski DH, Ubels JL. Physiology. In: the Cornea.
Third edition. Smolin G, Thoft RA. Little Brown and Company. Boston
1994. p. 32-40.
20. Klyce SD. Corneal Physiology. In: The Cornea. Fourth edition. Smolin
and Thoft. ippincott . Williams @wilkins. Philadephia . 2005. p. 37-51.
16