Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea merupakan jaringan yang transparan dan avaskular yang berfungsi


sebagai pelindung mata dari lingkungan luar. Kornea disisipkan ke sklera di
limbus dan lekuk melingkar dipersambungan ini disebut sulkus skleralis. Pada
permukaan anterior kornea terdapat lapisan tear film dan pada permukaan
posterior berbatasan dengan akuos humor. (1,2,3,4,)

Dari anterior ke posterior kornea mempunyai 5 lapisan yang berbeda yaitu


lapisan epitel, membrana Bowman, stroma, membrana Descemet dan lapisan
endotel. Lapisan epitel kornea mempunyai 5 sampai 6 lapisan. Endotel hanya
satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler yang merupakan
bagian stroma yang berubah. Membran Descemet merupakan membran elastis
yang jernih dan tampak amorf pada permukaan mikroskopik elektron dan
merupakan membrana basalis dari endotel kornea.(1,2,3,4.5)

Stroma kornea mencakup sekitar 90 % dari ketebalan kornea. Bagian ini


tersusun dari lamella-lamella fibril kolagen yang teratur. Lamella ini berjalan
sejajar dengan permukaan kornea sehingga secara optik menjadi jernih.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskuler dan
deturgensinya.

Sumber nutrisi kornea adalah dari pembuluh darah limbus, akuos humor
dan tear film. Kornea bagian superfisial juga mendapat oksigen dari atmosfir.
Persarafan kornea berasal dari cabang pertama (oftalmikus ) dari N V
(trigeminus). (1-8)

Fungsi utama kornea adalah memproteksi invasi mikroorganisme ke dalam


mata dan sebagai transmisi dan memfokuskan cahaya. (6)

Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan pada anatomi dan
fisiologi kornea.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kornea adalah lapisan paling luar dari bola mata, yang dilapisi oleh tear
film. Tear film terdiri dari 3 lapisan yaitu:

1. Lapisan lipid pada superfisial yang diproduksi oleh kelenjar meibom.


Fungsi lapisan lipid ini adalah memperlambat penguapan, memelihara barier
hidrofobik yang mencegah aliran yang berlebihan oleh tahanan aliran permukaan,
mencegah kerusakan pada kulit kelopak mata.

2. Lapisan akuos pada lapisan tengah yang diproduksi oleh kelenjar


lakrimal. Fungsi lapisan akuos ini adalah mensuplai oksigen ke epitel kornea yang
avaskular, mempertahankan komposisi elektrolit agar tetap konstan pada epitel
permukaan bola mata, sebagai pertahanan terhadap virus dan bakteri, melicinkan
permukaan kornea, membuang debris, menyokong pembentukan epitel kornea dan
konyungtiva.

3. Lapisan musin pada bagian dalam yang diproduksi oleh sel goblet
konyungtiva. Fungsi lapisan musin ini adalah merubah sifat epitel kornea dari
hidrofobik menjadi hidrofilik, menurunkan tahanan permukaan sehingga
menstabilkan tear film, menangkap sel permukaan yang mengelupas, partikel
asing dan bakteri dan sebagai lubrisen kelopak mata.

Kornea membentuk 1/6 bagian anterior bola mata yang mempunyai


struktur yang jernih, tidak mempunyai pembuluh darah dan banyak mempunyai
ujung-ujung syaraf sensoris yang akan memberikan sensibilitas dan rasa nyeri.
Kornea penting dalam proses refraksi. (1.2.9)

2
2.1. EMBRIOLOGI KORNEA

Mata berkembang dari 3 lapisan embrional primitif: ektoderm permukaan


(termasuk krista neuralis), ektoderm neural dan mesoderm. Ektoderm permukaan
membentuk epitel kornea, krista neuralis berfungsi membentuk keratosit kornea
dan endotel kornea.

Pemisahan vesikel lensa dari ektoderm permukaan diawali dengan


pertumbuhan kornea. Pada akhir minggu ke 5 kehamilan, ektoderm permukaan
terdiri dari 2 lapis sel epitel yang berada diatas lamina basal yang tipis. Pemisahan
vesikel lensa ini merangsang lapisan basal dari sel epitel untuk menghasilkan
fibril kolagen dan glikosaminoglikan yang menempati ruangan antara lensa dan
epitel kornea dan membentuk stroma primer.

Pada minggu ke 5-6 kehamilan kornea terdiri dari

- Superfisial selapis sel epitel skuamos dan basal selapis sel epitel kubus
- Stroma primer
- Dua lapis sel endotel posterior

Sel posterior terus berkembang antara epitel lensa dan endotel kornea.
Bersamaan dengan itu hidrasi dari komponen asam hialuronik dari stroma primer
membentuk suatu ruangan untuk migrasi sel. Kira-kira pada 7 minggu kehamilan,
perluasan bagian anterior dari sel mesenkim bermigrasi ke dalam stroma kornea.
Sel-sel ini berubah menjadi keratosit yang mensekresi fibril kolagen tipe I dan
membentuk stroma kornea. Morfogenesis keratosit dimulai dari dalam stroma
posterior dan diteruskan ke anterior. Sel-sel mensintesis proteoglikan dan fibril
kolagen yang tersusun sebagai lamella-lamella

Endotel pada regio sentral kornea menjadi satu lapis pada bulan ketiga
kehamilan. Sel-sel yang berada di lamina basal menjadi membrana descemet.
Pada perkembangan ini membrana descemet terdiri dari 2 zone yaitu lamina
densa yang menuju ke stroma dan lamina lusida yang berdekatan dengan endotel.

3
Pada akhir bulan ke 4 kehamilan terbentuk membran Bowman aseluler
pada anterior stroma. Ukuran diameter kornea pada 12 minggu kehamilan 2 mm,
17 minggu 4,5 mm, 35 minggu 9,3 mm. (3,9,10,11,12)

Gambar 1. Perkembangan kornea (dikutip dari kepustakaan no. 10)

2.2. ANATOMI KORNEA

2.2.1. Ukuran kornea

Jika dilihat dari depan, kornea berbentuk elips. Anterior kornea adalah
asferis karena adanya perluasan kedepan dari struktur sclera di bagian superior
dan inferior. Ukuran diameter kornea horizontal 11-12 mm dan diameter vertikal
10-11 mm. Dan ketebalan kornea di sentral kira-kira 0,52 mm dan 0,65 mm
diperifer. Kelengkungan permukaan posterior kornea 6,5 mm (6,0-7,0 mm ) dan
kelengkungan permukaan anterior 7.8 mm (6,8-8,5 mm ). Kekuatan refraksi
kornea adalah 40-44 D dan merupakan 2/3 dari kekuatan refraksi total mata.
(4,5,9,13,14 )

Permukaan anterior maupun posterior kornea berperan dalam fungsi optik.


Sifat optik kornea ditentukan oleh kebeningannya, kehalusan permukaan, kontur

4
dan indeks refraksi. Indeks refraksi kornea adalah 1,376. Kekuatan refraksi pada
kornea adalah + 43 Dioptri. (4)

2.2.2. Anatomi mikroskopis

Gambar 2. Lapisan kornea (dikutip dari kepustakaan no. 2)

a. Epitel

Permukaan anterior kornea ditutupi oleh epitel gepeng bertingkat tidak


bertanduk. Tebalnya lebih kurang 50 µm dan merupakan 10% dari seluruh
ketebalan kornea. Epitel kornea terdiri dari 5-6 lapisan yaitu (4,9,15)

 2-3 lapis sel skuamos superfisial


 2-3 lapis sel wing poligonal
 1 lapis sel basal kolumnar

Sel superfisial bentuk pipih dan poligonal dengan diameter 30-40 µm.
Pada permukaan ditutupi oleh mikrofili. Stuktur ini meningkatkan pengambilan
oksigen dan nutrisi dari tear film. Pada permukaan epitel superfisial terdapat
suatu membran yang disebut glikokaliks. Glikokaliks ini berinteraksi dengam
lapisam musin air mata dan membantu mempertahankan struktur tear film. Sel

5
superfisial epitel kornea dihubungkan oleh desmosom dan tight jungtions yang
mencegah masuknya zat melalui ruang interseluler. Gangguan pada kontinuitas
epitel kornea menyebabkan cairan menembus kornea. (4)

Dibawah sel superfisial epitel kornea terdapat 2-3 lapis sel wing. Sel
wing merupakan diferensiasi intermediet antara sel basal dan sel superfisial.
Lapisan tunggal sel basal kuboid berada pada membrana basal. Diantara berbagai
jenis sel epitel kornea hanya sel basal yang menunjukkan aktivitas mitosis. Sel
basal epitel kornea ini melekat pada lamina basal oleh hemidesmosom.
Perlengketan ini meluas ke membrana Bowman oleh anchoring fibril ( kolagen
tipe VII ) dan berakhir di anchoring plaque. Anchoring fibril di membran
Bowman membentuk suatu komplek jaringan yang mengandung kolagen tipe I.
Kompleks inilah yang melekatkan epitel dan membran Bowman ke stroma. (4)

Gambar 3. Lapisan epitel kornea. (Dikutip dari kepustakaan no. 1)

Epitel kornea seperti epitel skuamos bertingkat lainnya, mempunyai


kemampuan beregenerasi. Waktu yang dibutuhkan sel basal untuk bermigrasi ke
anterior menjadi sel permukaan kira-kira 5-7 hari. Sel epitel bagian dalam (basal)
melekat erat satu sama lain oleh desmosom tapi dapat bergerak secara kontiniu
dari basal ke permukaan. (1,4,15,16)

6
b. Lapisan Bowman

Lapisan ini berada dibawah lamina basal dan anterior dari stroma.
Merupakan zona aseluler yang terdiri dari serat kolagen tipe I dan III serta
proteoglikan yang tersebar secara acak. Ketebalan lapisan ini 8-14 µm dan
diameter 20-30 µm. Serat kolagen pada lapisan ini disintesis dan disekresi oleh
keratosit stroma. Lapisan membran Bowman ini tidak beregenerasi jika rusak tapi
digantikan oleh jaringan sikatrik. (1,4)

c. Stroma

Stroma terletak dibawah membran Bowman dan merupakan bagian terbesar


dari kornea yaitu 90% dengan ketebalan ± 500 µm. Kornea mempunyai
karakteristik yang kuat, bentuk yang stabil dan transparansi. Hal ini disebabkan
oleh sifat anatomis dan biokmia dari stroma. Susunan yang seragam, regenerasi
yang terus menerus dan degradasi serat kolagen penting untuk transparansi
kornea. (4,15)

Stroma kornea terdiri dari matriks ekstra seluler, keratosit (fibrolas kornea)
dan serat saraf. Komponen seluler 2-3 % dari volume total kornea. Matriks ekstra
seluler terdiri dari kolagen dan glikosaminoglikan. Kolagen membentuk lebih dari
70% dari berat kornea. Kolagen tipe I adalah kolagen utama yang ada di stroma
dan diproduksi oleh keratosit. Selain itu juga terdapat kolagen tipe III, V, dan VI
dalam jumlah yang sedikit. (4,15,18 )

Serat kolagen pada stroma sangat teratur dengan diameter (22,5-35 nm ).


Jarak antara serat kolagen teratur dan jaraknya 55 – 60 nm. Susunan serat kolagen
stroma yang teratur ini merupakan penentu utama kebeningan kornea. Bila terjadi
gangguan seperti edem dan parut stroma dapat menyebabkan hilangnya
kebeningan kornea. Serat kolagen terdapat 300 lamella. Tiap lamella merupakan
rangkaian paralel pada permukaan kornea dari limbus ke limbus. Pengantian
molekul kolagen dikornea terjadi secara perlahan dalam waktu 2-3 tahun.

7
Berbagai glikosaminoglikan ditemukan antar serat kolagen pada stroma
kornea. Semua glikosaminoglikan ini berikatan dengan protein inti untuk
membentuk proteoglikan. Glikosaminoglikan yang ditemukan di stroma adalah
keratin sulfat, kondroitin sulfat, dan dermatan sulfat. Glikosaminoglikan yang
paling banyak pada kornea adalah keratin sulfat yang membentuk 65 %
kandungan glikosaminoglikan total. Glikosaminoglikan mempunyai kemampuan
menyerap dan mempertahankan cairan (prinsip hemostasis). jika fungsi pompa
endotel rusak maka stroma kornea menebal, menyebabkan gangguan jarak fibril
kolagen. Ketidak aturan jarak antara fbril kolagen menyebabkan pembiasan
cahaya menyebar dan kornea berkabut. (1,4,16,18)

d. Membran Descemet

Membran Descemet merupakan lapisan yang terletak antara endotel dan


posterior stroma. Merupakan membrana basal dari endotel kornea. Ketebalannya
bertambah sesuai umur. Saat baru lahir tebalnya 3-4 µm dan saat dewasa menjadi
10-12 µm. Membran Descemet banyak mengandung kolagen tipe IV. Bagian
anteriornya bergabung dengan kolagen stroma. Membran ini sangat elastis dan
bertahan terhadap aksi enzim proteolitik, sering kali masih intak walaupun epitel
dan stroma rusak. (1,4,9)

e. Endotel

Endotel kornea adalah satu lapis sel yang terletak posterior dari membrana
Desemet dan terdiri dari sel heksagonal dengan diameter 20 µm, dengan
kepadatan sel lebih kurang 3000 sel / mm2 .Jumlah sel berkurang sesuai dengan
proses penuaan, dengan perubahan pada penyebaran dan penipisan sel, hal ini
disebabkan karena mitosis dari sel endotel tidak ada. Sel endotel muda
mempunyai nukleus yang besar dan mitokondria yang banyak. Transpor aktif ion
pada sel ini penting untuk transfer air dari stroma kornea dan penting untuk
deturgensi dan transparansi kornea. (1,4)

8
2.3. FISIOLOGI KORNEA

Dasar pemahaman fisiologis kornea adalah memahami fisiologi barier epitel


dan endotel kornea, serta fungsi pompa metabolik. Jika kedua lapisan ini
terganggu, kornea akan bertambah ketebalannya, menjadi edem dan berkurang
kejernihannya. Edem kornea ini terjadi akibat penyerapan air oleh jaringan stroma.
(9,20)

Epitel dan endotel berfungsi sebagai barier terhadap aliran cairan yang
berlebihan kedalam stroma. Endotel juga bertindak sebagai pompa aktif yang
memompa cairan yang bocor ke dalam stroma. Peranan penting endotel dan epitel
dalam menjaga tansparansi kornea ini, sudah banyak diteliti, namun mekanisme
utama dehidrasi (deturgensi) belum sepenuhnya dimengerti. Epitel kornea dua kali
lebih tahan terhadap aliran air dibandingkan dengan endotel dan ia merupakan
membran semi permiabel.(9)

2.3.1 Fisiologi Epitel Kornea

Fungsi epitel secara garis besar dibagi atas 2 :

- Sebagai barier antara lingkungan luar dengan stroma kornea


- Membentuk permukaan refraksi bagi kornea melalui interaksi dengan tear
film

Fungsi permeabilitas dari epitel:

-
penetrasi cairan dari air mata dan akuos humor kedalam stroma
-
penetrasi obat-obatan kedalam segmen anterior bola mata menuju
konyungtiva
(4,9,19)
-
memberikan nutrisi ke lapisan kornea lain.

Barier dibentuk dari sel epitel yang bergerak dari lapisan basal ke
permukaan kornea, berdiferensiasi dengan progresif sampai sel superfisial
membentuk dua lapisan, yang dikelilingi oleh tight junction (zonula occludens)
yang bertindak sebagai membran semipermeabel. Barier ini mencegah gerakan

9
cairan dari tears film ke stroma serta juga memproteksi kornea dan struktur
intraokuler dari infeksi patogen.

Mikrovilli yang terdapat pada permukaan sel epitel superfisial, ditutupi oleh
glikokalik yang akan berinteraksi dengan lapisan musin tear film. Hal ini akan
melicinkan permukaan kornea dan menambah kelembabannya oleh cairan air
mata. (19)

Pemeliharaan barier epitel

Epitel kornea adalah epitel gepeng bertingkat dimana pada akhir


diferensiasinya, sel superfisial akan menghilang. Ini memakan waktu lebih kurang
7 hari. Setelah sel hilang, epitel akan bermitosis, yang terjadi dilapisan sel basal.
Kemudian sel tersebut akan bermigrasi keatas dari lapisan sel basal,
berdiferensiasi dalam sel wing dan akhirnya sel superfisial. Sel melekat satu sama
lain melalui desmosom dan mempunyai interaksi interseluler yang sangat kuat
melalui gap jungtions.

Disamping mitosis, epitel kornea dipelihara oleh migrasi sel basal yang
baru ke dalam kornea dari limbus. Sel bermigrasi secara sentripetal dan berasal
dari stem sel diepitel limbus. Jadi epitel kornea dipelihara oleh keseimbangan
antara proses migrasi sel, mitosis, dan pengantian lapisan superfisial. Kondisi
yang menganggu proses ini ,seperti penyakit atau trauma, dapat menganggu
keseimbangan dan merusak epitel kornea sehingga fungsi barier dan optik juga
akan terganggu. (19)

1.3.2. Fisiologi Membran Bowman


Fungsi dari membran Bowman belum begitu jelas,ada beberapa hipotesis
yang menyatakan bahwa fungsinya untuk membentuk permukaan yang halus dan
kuat yang menjaga kestabilan bentuk epitel dan untuk kekuatan refraksi.Pendapat
yang lain menyatakan bahwa daerah yang aseluler dibutuhkan untuk mencegah
hubungan langsung antara sel epitel dan stroma. (15)

1.3.3. Fisiologi Stroma Kornea

10
Perubahan pada ketebalan kornea terjadi mengikuti cedera pada epitel dan
endotel. Dalam 24 jam, kornea akan membengkak kira-kira 0,20 mm melebihi
ketebalan kornea normal (0,50 mm). Yang peting adalah kerusakan pada barier
endotel, akan mengakibatkan penebalan kornea bertambah dua kali lipat dalam 24
jam dibandingkan dengan kerusakan pada barier epitel.

Jika fungsi barier dan pompa metabolik terganggu, stroma kornea akan
membengkak karena hipertonisitas dari lingkungan stroma kornea, yang
mengandung kolagen, garam dan proteoglikan yang bersifat hipertonik terhadap
tears dan akuos humor. (19)

Berkaitan dengan hilangnya barier dan pengambilan cairan dari air oleh
stroma, juga terdapat kehilangan proteoglikan (dermatan dan keratin sulfat). Ini
lebih jelas terjadi jika barier endotel hilang. Oleh karena itu sebelum kornea dapat
dipulihkan ke kondisi semula, barier epitel dan endotel harus diperbaiki supaya
pompa metabolik dapat melakukan transport ion secara aktif supaya kornea
menjadi deturgensi. (19,20)

Transparansi kornea

Kornea menjaga transparansinya berdasarkan teori Lattice oleh Maurice,


yang menyatakan bahwa fibril kolagen mempunyai diameter yang sama, dan jarak
yang sama satu sama lain. Pada stroma yang edem dimana kornea kehilangan
transparansinya, jarak antara fibril kolagen bertambah karena proteoglikan
menyerap air. Juga terdapat kemungkinan, bahwa terjadi kehilangan
glikosaminoglikan, aggregasi fibril kolagen selama edema kornea yang nantinya
akan menyebabkan berkurangnya transparansi kornea. (19,20)

Sifat fisik dan biokimia stroma kornea normalnya dijaga oleh fungsi barier
dan endotel dan pompa metabolik. Ini adalah peranan barier dan pompa
metabolik untuk menjaga kandungan air kornea tetap 78 %, sehingga
transparansi kornea tetap baik. (19) F

1.3.4. Fisiologi Membran Descemet

11
Membran Descemet secara umum berfungsi untuk menyaring larutan
yang melewatinya dan dari epitel. (15)

1.3.5. Fisiologi Endotel Kornea

Endotel kornea adalah selapis sel hexagonal yang membentuk permukaan


posterior kornea. Endotel memperantarai aliran zat terlarut dan air yang melintasi
permukaan posterior kornea dan menjaga kornea tetap jernih. (19,20)

Barier endotel

Fungsi endotel adalah sebagai permeabilitas yang membatasi gerakan air


dan zat terlarut kedalam stroma. Sel endotel yang intak sangat penting dalam
fungsi barier endotel dan merupakan prasarat untuk transparansi kornea. Jika
integritasnya rusak, edema kornea akan cepat terjadi.

Pada kornea normal, akuos humor melintasi endotel dan memasuki stroma
perlahan-lahan tapi dengan kecepatan yang konstan. Akuos humor ini membawa
glukosa, asam amino, dan nutrisi lainnya untuk sel kornea. Permeabilitas barier
endotel karena adanya low resistance interselular junction pada membrana apikal.
(19)

Pompa endotel

Karena cairan dan zat terlarut memasuki stroma secara terus menerus,
ketebalan kornea dan transparansi kornea bergantung pada gerakan aktif cairan
yang bocor masuk ke stroma. Ketebalan kornea normal dijaga melaui
keseimbangan antara volume cairan yang masuk ke stroma dengan volume cairan
yang dipompa keluar dari stroma oleh endotel . (4,19)

Efek trauma pada endotel

Kerusakan barier kornea dan pompa dapat menyebabkan meningkatnya


hidrasi kornea (edema).Terdapat pada keadaan- keadaan distrofi, inflamasi atau
trauma sehingga terjadi peningkatan permeabilitas atau penurunan traspor ion atau

12
keduanya.Bila ada defek pada endotel maka maka ditutupi secara sliding
(pergeseran) dan penyusunan kembali dari sel-sel disekitarnya,ditandai dengan
(9,20)
berkurangnya jumlah sel dan bentuk sel yang membesar dan tidak teratur.

Metabolisme glukosa dan glikogen pada kornea

Zat yang penting dalam produksi energi pada epitel kornea adalah glukosa
dan glikogen. Sebagian glukosa untuk kornea diperoleh dari akuos humor dan
lebih kurang 10 % berasal dari limbus dan tears. Glukosa di metabolism di epitel
kornea terutama dari anaerob glikolisis. Selain itu glukosa juga dimetabolisme
melalui 2 jalur yaitu:

1. TCA (Tricarboxylic Acid ) Cycle


2. HMP (Hexose Monophosphate ) Shunt

HMP Shunt terjadi di sitosol sel, HMP shunt cukup aktif di epitel dimana
lebih kurang 35-65 % glokosa didapat melalui jalur ini. Proses TCA cycle tejadi
dimitokondria sel tapi tidak begitu aktif karena mitokondria relative sedikit di
epitel. Jalur lain yang bisa diidentifikasi di epitel kornea adalah Sorbitol Pathway
yang merubah glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa. (1,19)

13
BAB III

KESIMPULAN

1. Kornea terdiri dari 5 lapisan yaitu: lapisan epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel.

2. Pada masa embriologi kornea mulai dibentuk pada minggu ke 5 kehamilan

3. Epitel kornea terdiri dari 5-6 lapisan : 1-2 lapis sel skuamos superfisial, 2-3 lapis
sel wing poligonal, 1 lapis sel basal kolumnar.

4. Fungsi epitel kornea: sebagai barier antara lingkungan luar dengan stroma kornea,
membentuk permukaan refraksi bagi kornea melalui interaksi dengan tear film.

5. Fungsi membran basalis untuk membentuk permukaan yang halus dan kuat dan
menjaga kestabilan bentuk epitel.

6. Fungsi stroma adalah menjaga transparansi kornea .

7. Fungsi membran Descemet adalah menyaring larutan yang melewatinya

8. Fungsi endotel adalah sebagai permeabilitas yang membatasi gerakan air dan zat
terlarut ke dalam stroma.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Academy American of Opthalmology. The Eye. In: Fundamental and


Principles of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course.
Section 2: 2008-2009. p. 45-49.
2. American Academy of Opthalmology. Structure and Function of the
External Eye and Cornea. In: Exsternal Disease and Cornea. Basic and
Clinical Science Course. Section 8: 2008-2009. p. 8-14.
3. Riordan PE. Anatomy and Embriology of The Eye. In: General
Ophthalmology. ed 17. Vaughan & Asbury`s. 2008. p. 8-10.
4. Teruo Nishida. Cornea. In Fundamental, Diagnosis, and Management. 2
nd edition. Vol 1. Krachmer JH, Mannis MJ, Holland EJ. Philadelphia.
2005: p; 3-18.
5. American Academy of Opthalmology. Cornea. In: Ophthalmic
Pathology and Intra ocular Tumors. Basic and Clinical Science Course.
Section 4: 2008-2009. p. 73-74.
6. Churchil Livingstone. Anatomy and Physiology Outer Eye. In: An
Illustrared Colour Text Ophthalmology. Batterbury M,Bowling B.
Philadelphia. 2003. p. 1-2.
7. Kanski JJ. Cornea. In: Clinical Ophthalmology. Fift edition.
Butterworth Heinemann. London. 2003. p. 96.
8. Academy American of Opthalmology. Anterior Segmen Examination.
In: Practical Ophthalmology A Manual for Beginning Resident. ed 4.
1996. p. 256-264.
9. Edelhauser, HF. Van Horn, DL. Cornea and Sclera. In: Duane’s
Fondations of Clinical Ophthalmology. Vol 2. Tasman W, Jaeger EA.
Philadelphia. 1994. p. 1-22.
10. Academy American of Opthalmology. The Embryology. In:
Fundamental and Principles of Ophthalmology. Basic and Clinical
Science Course. Section 2: 2008-2009. P. 150-152.
11. Moller HU. Milestone and Normative Data. In: Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. Third Edition. Taylor D, Hoyt CS.
Philadelphia. 2005. p. 32-37.
12. Cook CS, Sulik KK, Wright KW. Embryology. In: Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. Wright KW. Mosby. 1995. p. 20-21.
13. Greiner JV, Kenyon KR. Corneal Aging. In: Principles and Practise of
Ophthalmology. Robinson NL. WB Saunders Company. 1994. p. 689-
695.
14. Gray’s. The Eye. In Anatomy, the anatomical Basis of Clinical Practice.
Thirty ninth edition. 2005. p. 702-705.
15. Gipson IK, Joyce NC, Zieske JD. The Anatomy and Cell Biology of the
Human Cornea, Limbus, Conjungtiva and Adnexa. In The Cornea.
Fourth edition. Smolin and Thoft. Lippincott. Williams @wilkins.
Philadephia. 2005. p. 2-17.

15
16. Damraver SM, Vora SR. Anatomy of The Eye and Orbit. In:
Emergency Ophthalmology. Chern KC. Medical Publisng Division.
New York. 2003. p. 6-7.
17. Biswell R. Cornea.In General Ophthalmology. Ed 17.Voughan
&Asbury`s.2008.p.126.
18. BenEzra D. Anatomy of The Cornea. In : Ocular Surface Inflamation.
Colombia. 2003. p. 40-42.
19. Edelhauser HF, Geroski DH, Ubels JL. Physiology. In: the Cornea.
Third edition. Smolin G, Thoft RA. Little Brown and Company. Boston
1994. p. 32-40.
20. Klyce SD. Corneal Physiology. In: The Cornea. Fourth edition. Smolin
and Thoft. ippincott . Williams @wilkins. Philadephia . 2005. p. 37-51.

16

Anda mungkin juga menyukai