DAN JPKM
“PEMBIAYAAN KE FASILITAS KESEHATAN”
PENYUSUN:
VIVI FORTUNA
191000213461001
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SISTIM PEMBIAYAAN KE FASILITAS
KESEHATAN” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dalam pembelajaran serta menambah
wawasan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk dapat hidup
layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan
teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad terakhir ini,
yangmanfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan
kesehatan ini masih terbatas; artinya masih banyak masyarakat yang belum mampu menikmati
pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini sangat ditentukan oleh sistem pelayanan kesehatan
yang berlaku di suatu negara. Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation)
untuk pertama kalinya telah mengadakan analisis terhadap sistim kesehatan di 191 negara di
dunia, yang hasilnya telah dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2000 pada "The World Health
Report 2000 – Health Systems Improfing performance". Analisis yang dilaksanakan dengan
menggunakan 5 performance indecator ini, menunjukkan bahwa Perancis mempunyai sistem
kesehatan yang baik, diikuti oleh Italia, Spanyol, Oman, Austria, dan Jepang. USA yang
proporsi biaya pelayanan kesehatan terhadap GDP-nya tinggi (dibanding negara lain) hanya
menduduki rangking ke 37, sedangkan biaya kesehatannya hanya 6 persen dari
GDP, menduduki rangking ke 18. Hal ini menunjukkan bahwa mutu sistem pelayanan
kesehatan tidak semata- mata ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
pembiayaan kesehatan tersebut. Director General WHO Dr.Gro Harlem Brundtland
menyatakan, pesan utama dari laporan ini adalah bahwa kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat dunia sangat tergantung pada sistem kesehatan yang diberlakukan bagi
masyarakat. Walaupun perkembangan telah terjadi dengan pesat dalam dekade terakhir ini,
namun hampir di semua negara terjadi underutilisasi dari resoucrces yang ada. Dampak dari
sistem kesehatan yang tidak tepat paling dirasakan oleh masyarakat miskin,yang akan semakin
terdorong kepada kemiskinan akibat tidak adanya perlindungan finansial terhadap kesehatan.
Salah satu rekomendasi kunci dari laporan tersebut adalah agar negara- negara
mengembangkan asuransi kesehatan dengan cakupan populasi yang luas. Agar dapat
mempunyai cakupan populasi yang luas, maka sistem kesehatan dalam suatu negara harus
disusun dalam suatu tatanan yang terintegrasi antara sistem pelayanan itu sendiri dengan
sistem pembiayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan diatur dalam Pasal 24 UU SJSN
baik mengenai cara menetapkan besarnya pembayaran, waktu pembayaran dan pengembangan
sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas Jaminan
Kesehatan.
Dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (2)UU SJSN dikemukakan “Ketentuan ini menghendaki
agar BPJS membayar Fasilitas Kesehatan secara efektif dan efisien. BPJS dapat memberikan
anggaran tertentu kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah peserta atau
membayar sejumlah tetap per kapita per bulan (kapitasi). Anggaran tersebut sudah mencakup
jasa medis,biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan yang penggunaan rincinya
diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit. Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih
leluasa menggunakan dana seefektif dan seefisien mungkin.”
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 mengatur secara teknis operasional mengenai
besaran dan waktu pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan.
1. Memutuskan besaran pembayaran atas program Jaminan Kesehatan dalam hal tidak ada
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah atas
besaran pembayaran kepada Fasisitas Kesehatan.
Peranan Menteri Kesehatan dalam hal ini diperlukan untuk memberi jalan keluar jika tidak
tercapai kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah yang
bersangkutan.
Ketentuan ini memperjelas penghitugan waktu pembayaran yaitu dihitung sejak dokumen
klaim diterima lengkap.Sayangnya tidak ada penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan
“dokumen klaim diterima lengkap”.Hal ini perlu penjelasan agar tidak terjadi perselisihan antara
BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan mengenai lengkap atau belum lengkapnya dokumen
klaim.
1. Pembayaran untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, menurut Pasal 39 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 dilakukan secara praupaya oleh BPJS
Kesehatan berdasarkan kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama.
Dalam hal Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan
pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan
“mekanisme lain yang lebih berhasil guna.”BPJS Kesehatan diberikan keleluasaan untuk
menentukannya.
2. Untuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, Pasal 39 ayat (3) Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 menentukan bahwa pembayaran oleh BPJS Kesehatan
dilakukan berdasarkan cara Indonesian Case Based Grups (INA CBG’s).
Perlu ditambahkan bahwa besaran kapitasi dan INA CBG,s ditinjau sekurang-kurangnya
setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri
Keuangan.
Peninjauan besaran kapitasi dan INA CBG’s perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan keadaan guna menjamin kesinambungan pelayanan sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
3. Untuk pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan yang tidak
menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan menurut Pasal 40 ayat (1) Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013, dibayar dengan penggantian biaya.
Biaya tersebut ditagihkan langsung oleh Fasilitas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.BPJS
Kesehatan memberikan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan dimaksud setara dengan tarif
yang berlaku di wilayah tersebut.
Fasilitas Kesehatan tersebut diatas tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan
kepada Peserta.Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kegawatdaruratan dan prosedur
penggantian biaya pelayanan gawat darurat diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk dapat hidup
layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Tuntutan terhadap
pelayanan yang berkualitas baik terhadap penyelenggaraasuransikesehatan maupun
penyelenggaraa pelayanan kesehatan akan semakin meningkat, demikian pula dalam
kerjasama bisnisnya, keduanya mempunyai keterikatan danketergantungan yangtinggi, maka
keduanya harus senantiasa meningkatkan performansinya secara terus menerus,terlebih lagi
dalam rangka menghadapi pesaing dari luar.Upaya peningkatan yang berkesinambungan tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemberi pelayanan kesehatan saja tetapi juga bagi
penyelenggara asuransi. Dan benchmarking sebagaisalah satu metoda untuk peningkatannya
perlu pula dilaksanakan oleh perusahaan asuransi.
B. Saran
Penulis mohon maaf bila pada penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan.Maka dari itu penulis mohon kritik dan sarandari pembaca guna untuk
membangunkesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/443