Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Fika A. H.

Npm : 18.4301.257
Kelas :C
Matkul : Hukum Acara Perdata

Jawaban UTS

1. Herziene Indonesisch Reglement (“HIR”) adalah berasal dari Inlandsche Reglement


(“IR”), dimuat dalam Lembaran Negara No. 16 jo 57/1848 yang judul lengkapnya adalah
Reglement op de uit oefening van de politie, de Burgelijke rechtspleging en de Strafvordering
onder de Indlanders en de Vremde Oosterlingen op Java en Madura (Reglemen tentang
melakukan tugas kepolisian mengadili perkara perdata dan penuntutan perkara pidana
terhadap golongan Bumiputera dan Timur Asing di Jawa dan Madura).Sejak dikeluarkan
pertama kali, maka IR itu telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan-perubahan
yang paling penting termuat dalam:
a. Staatsblad tahun 1941 No. 31 jo. No. 98, ialah perihal pembaharuan peraturan penuntutan
terhadap orang-orang yang bukan bangsa Eropa.
b. Staatsblad tahun 1941 No. 32 jo. No. 98, ialah pembaharuan peraturan tentang
pemeriksaan pendahuluan di dalam perkara-perkara kriminil terhadap orang-orang Indonesia
dan Timur Asing, diantara mana enam buah title yang pertama diganti dengan dua buah title
baru, kemudian isi seluruhnya dari IR itu diumumkan kembali dalam:
c. Staatsblad tahun 1941 No. 44 “Inlandsch Reglement” (“IR”) yang telah dibaharui itu dapat
disebut “Herzien Inlandsch Reglement” (“HIR”) atau dalam bahasa Indonesia Reglemen
Indonesia Yang Dibaharui, disingkat R.I.B., dan buat sementara hanya diberlakukan dalam
wilayah-wilayah hukum beberapa Landraad yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal.
Jadi, dasar hukum berlakunya HIR adalah Staatsblad 1848 No. 16 jo. 57 dan Staatsblad 1941
No. 31, 32 dan 44.
Sumber hukum selain HIR:
a. RBg (reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten buiten java en madura)
reglement tentang hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura
dengan Staatsblad 1927 Nomor 227.
b. RBg (reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten buiten java en madura)
reglement tentang hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura
dengan Staatsblad 1927 Nomor 227.
c. RBg (reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten buiten java en madura)
reglement tentang hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura
dengan Staatsblad 1927 Nomor 227.
d. BW (burgerlijk wetboek / Kitab Undang-Undang Hukum Perdata / Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil) yang dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848. Di terjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia yang berlaku bagi mereka yang termasuk golongan Eropa, Tiong Hoa, dengan
beberapa pengecualiaannya yang dimuat dalam LN No. 129 Tahun 1917 dan golongan Timur
Asing lain dari Tiong Hoa dan beberapa pengecualiaannya dan penjelasan sabagaimana
dimuat dalam LN Nomor. 556 Tahun 1924).
Asas – asas yang harus di perhatikan oleh hakim
a. Hakim bersifat menunggu: Jadi tuntutan hak yang mengajukan adalah pihak yang
berkepentingan, sedang hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan
kepadanya: index ne procedant ex officio (lihat pasal 118 HIR, 142 Rbg.).
b. Hakum Pasif: Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam arti kata
bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa
pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakirn. Hakim
hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 tahun 2009). Jadi,
pengertian pasif di sini hanyalah berarti bahwa hakim tidak menentukan luas dari pokok
sengketa. Hakim tidak boleh menambah atau menguranginya.
c. Sifat Terbukanya Persidangan: Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah
terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan
pemeriksaan di persidangan. Tujuan dari asas ini tidak lain untuk memberi perlindungan hak-
hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin objektivitas peradilan
dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, serta putusan yang
adil kepada masyarakat. Asas ini kita jumpai dalam Pasal 13 ayat (1) dan 2 UU No. 48 tahun
2009.
d. Mendengarkan kedua belah pihak: Di dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak
haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Bahwa pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang, seperti yang dimuat dalam Pasal
4 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009, mengandung arti bahwa di dalam hukum acara perdata
yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil
serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya
e. Putusan Harus Disertai Alsasan –Alasan: Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-
alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 50 ayat 1 UU No. 48 tahun 2009,
Pasal 184 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan
sebagai pertanggungjawaban hakim pada putusannya terhadap masyarakat, para pihak,
pengadilan yang lebih tinggi, dan ilmu hukum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai
objektif. Karena adanya alasan-alasan itulah, putusan mempunyai wibawa dan bukan karena
hakim tertentu yang menjatuhkannya.(Scolten, Algemen Deel: 114).
2. • Pemberian Kuasa Akta umum : Pemberian kuasa Akta umum adalah suatu pemberian
kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta
notaris atau akta notariel. Yang berarti bahwa pemberian kuasa itu dilakukan di hadapan dan
di muka Notaris. Oleh karena itu pemberian kuasa mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna.
• Surat di Bawah tangan : Pemberian kuasa dengan surat dibawah tangan adalah suatu
pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang berarti
bahwa pemberian kuasa itu hanya dibuatkan oleh para pihak saja.
• Pemberian kuasa secara Lisan : pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang
dilakukan secara lisan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
• Diam - Diam: Pemberian kuasa secara diam - diam merupakan suatu kuasa yang dilakukan
secara diam - diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
• Cuma - Cuma: Pemberuan kuasa secara Cuma - Cuma adalah suatu pemberia kuasa yang
dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, Yang berarti bahwa penerima kuasa
tidak memungut biaya dari pemberi kuasa.
• Pemberian Kuasa Khusus: Kuasa khusus ini merupakan suatu pemberian kuasa yang
dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, Yang berarti bahwa pemberian
kuasa itu hanya mengenai kepentingan tertentu saja atau lebih dari pemberi kuasa.
• Pemberian Kuasa Umum: Kuasa Umum ini merupakan pemberian kuasa yang dilakukan
antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa yang berarti bahwa isi atau subtansi kuasanya
bersifat umum dan segala kepentingan diri pemberi kuasa.
3. 1. SYARAT MATERIIL HIR & RBG HANYA MENGATUR CARA
MENGAJUKAN 118 &120 , ISINYA TIDAK, BAGAIMANA MENURUT
YURISPRUDENSI MA ?
Menurut Yurisprudensi MA No.547K/SIP/1972 pd dsrnya org bebas menyusun dan
merumuskan SG, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi
dasar tuntutan ( gugatan)

SYARAT FORMIL YI SYARAT UNTUK MEMENUHI


KETENTUAN TATIB BERACARA YANG DITENTUKAN UU
Bagaimana kalau syarat formil G tidak dipenuhi ?
Syarat Formil tidak dipenuhi maka akan Mengakibatkan gugatan tidak sah Gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet onvankelijke Verklaard ) atau Pengadilan tidak
berwenang
mengadili.

SYARAT FORMIL YG HARUS DIPENUHI :


Tidak melanggar Kompetensi Absolut & Relatif, Gugatan tidak Error in Persona .Contohnya
: P tidak cakap / tidak punya kepentingan hukum yang cukup, yang ditarik sebagai Pihak-
pihaknya tidak lengkap Plurium litis consortium Gugatan harus jelas dan tegas ( ps 8 RV )
tadak obscuur Libel , Misalnya : 1.Posita tidak menjelaskan kejadian serta dasar hukum
tuntutan dalam gugatan, 2.Tidak jelas objek G, 3. posita bertentangan dengan petitum,
4.petitum tidak terinci tapi hanya Kompositur ( Ex aequo etbono )Tidak melanggar azas nebis
in idem ( ps 1917 BW & yurisprudensi MA (S,O,&Pokok Perkaranya sama dimana perkara
Pertama sudah ada putusan yang MKHT yang bersifat positif /negatif (Mengabulkan/menolak
G). G tidak Prematur/ belum waktunya diajukan G Tidak menggugat sesuatu yang telah
dihapuskan/dikesampingkan oleh PP telah menghapuskan sendiri haknya dengan cara
penolakan, ataupun karen Verjaring ( daluwarsa )T.H yang Aanhanging geding /Rei Judicata
deductae apa yang digugat sekarang masih tergantung pemeriksaannya dlm proses peradilan
banding, Kasasi, PK

SYARAT FORMIL G MENURUT RIDWAN HALIM :


Diajukan secara tertulis dalam bentuk SG, Ditujukan Ke pengadilan yang berwenang Memuat
identifikasi yang lengkap P & T
Memuat dasar/alasan tuntutan ( Posita/FP) dan Petitum yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
a.Jelas & Terang maksudnya,
b.Rasional,
c.degan fakta & bukti2 yg autentik/asli
d.kejadian materil yang lengkap &inheren sebagai kebenarannya dapat dibuktikan dari
seluruh bagian G
e). tidak memuat unsur penipuan/ pemalsuan bukti/ pemutar balikan fakta,
F).Dilandasi dgn dsr-dsr hk yg rasional dan bukan dibuat-buat atau dicari-cari sekenanya,
G).Tuntutan yg Layak/Wajar berdsrk bukti-bukti yang tidak mengandung unsur pemerasan,
kesewenang-wenangan.

3.2. Kewenangan Absolut


Selanjutnya bagaimana membedakan antara kewenangan absolut dan kewenangan relatif
pengadilan tersebut. Kewenangan absolut adalah kewenangan pengadilan dalam mengadili
berdasarkan jenis perkaranya. Misalnya, perkara perceraian bagi yang pasangan beragama
Islam merupakan kewenangan absolut Pengadilan Agama (PA) berdasarkan ketentuan Pasal
63 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian
perkara hutang – piutang, wanprestasi atas perjanjian bisnis, gugatan ganti rugi, pecurian,
penipuani dan lain sebagainya merupakan kewenangan Pengadilan Negeri (PN). Demikian
halnya dengan Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), dimana secara absolut berwenang
mengadili perkara yang termasuk dalam ranah sengketa Tata Usaha Negara.
Kewenangan Relatif
Sedangkan kewenangan relatif adalah kewenangan pengadilan mengadili berdasarkan
wilayah atau yurisdiksinya. Seorang suami yang beragama Islam yang akan menggugat cerai
isterinya harus memasukkan gugatannya di Pengadilan Agama yang yurisdiksinya meliputi
alamat sang isteri. Alamat sang Isteri tersebut adalah contoh kewenangan relatif Pengadilan
Agama bersangkutan. Kemudian, sengketa atas sebidang tanah antara A dan B harus diadili
oleh Pengadilan Negeri yang wilayahnya meliputi tempat obyek perkara, dalam hal ini
sebidang tanah tersebut. Demikian halnya dalam perkara pidana, dimana Pengadilan Negeri
yang berwenang mengadili berdasarkan wilayah atau tempat kejadian perkara.

3.3 permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam
bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri. Dalam gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus
diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Sedangkan, dalam permohonan tidak ada sengketa,
hakim mengeluarkan suatu penetapan atau lazimnya yang disebut dengan putusan declatoir
yaitu putusan yang bersifat menetapkan.
Gugatan merupakan suatu surat tuntutan hak (dalam permasalahan perdata) yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara yang
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk
menggugat pihak lainnya sebagai tergugat.
Permohonan, menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata Tentang
Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan memberi pengartian
tentang Permohonan sebagai suatu surat permohonan permasalahan perdata yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang
didalamnya berisi tuntutan hak oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang
tidak mengandung unsur sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap
suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.
4. -Eksepsi merupakan bagian dari jawaban Tergugat terhadap gugatan yang diajukan oleh
Penggugat . Eksepsi pada pokoknya membuat bantahan – bantahan tertentu adalah suatu
tangkisan atau sanggahan yang tidak berkaitan langsung pokok perkara. Eksepsi pada
dasarnya mempersoalkan keabsahan formal dari gugatan Penggugat.
Contoh nya gugatan yang diajukan oleh yayasan dengan atas nama yayasan tersebut. Pada
keadaan ini tergugat dapat mengajukan eksepsi diskualifikasi, dengan alasan bahwa
penggugat bukan merupakan orang yang punya kedudukan hukum utnuk menggugat.
-Referte adalah: Nenyerahkan segalanya kepada kebijaksanaan hakim, tidak membantah dan
tidak membenarkan, jadi tergugat hanya menunggu putusan hakim.
Contohnya Seorang Istri menggugat cerai suaminya karena KDRT dan menuntut nafkah
sebesar Rp. 10.000.000 dan penggugat memohon keadilan yang seadil-adilnya dan
menyerahkan semuanya ke hakim
-Verweer ten principale/Rekonvensi yaitu gugatan balik atau gugat balas yang diajukan
tergugat kepada penggugat.
Contohnya seorang ojeg dituduh melecehkan penumpangnya dan kemudian ojeg tersebut
menggugat balik dengan gugatan pencemaran nama baik
5. Hubungan antara gugatan perdata dan upaya menjamin hak yang berupa sita jaminan
adalah sita jaminan merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk
permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan
perdata dengan menjual atau menguangkan barang debitur yang disita guna memenuhi
tuntutan penggugat.
Kemudian objek yang dapat dimohonkan sita jaminan tersebut antara lain :
- Perkara utang piutang yang tidak dijamin dengan agunan tertentu. Sita jaminan
dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan tergugat meliputi barang bergerak maupun
tidak bergerak.
- Objek sita jaminan dalam perkara ganti rugi dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan
tergugat. Tuntutan ganti rugi ini timbul dari wanprestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1243 – Pasal 1247 KUH Perdata atau perbuatan melawan hukum dalam bentuk ganti rugi
materiil dan imateriil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata;
- Sengketa hak milik atas benda tidak bergerak yang hanya terbatas atas objek yang
diperkarakan/disengketakan;
- Dapat diletakkan pada barang yang telah diagunkan sebelumnya.
6. Tujuan pembuktian terhadap gugatan dan jawaban harus didukung dengan alat-alat bukti
a. Sebagai Penyidik mampu mendapatkan dan mengumpulkan bukti-bukti yang sah dengan
bukti-bukti tersebut ia dapat membuat terang apa yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
b. Sebagai Penuntut umum pada tahap prapenuntutan ia mampu meneliti apakah bukti-bukti
yang diperoleh dari berita acara yang sah sudah memenuhi syarat dan faktafakta yang
diperoleh dari bukti yang sah telah mendukung setiap unsur yang disangkakan.
c. Penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan harus sudah dapat memastikan bahwa
semua uraian fakta, perbuatan, kejadian dan keadaan yang disusun dalam surat dakwaan
didukung dengan bukti-bukti yang diperoleh dari hasil penyidikan yang sah, karena apabila
hasil penyidikan tidak maka dakwaan juga menjadi tidak sah.
d. Penuntut umum dalam menyusun gugatan sudah lebih dahulu memehami jenis alat bukti
yang sah dan nilai masing-masing alat bukti. Fakta hukum yang benar hanya diperoleh dari
persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain. Dan dari fakta hukum
yang benar Penuntut umum baru bisa membuktikan unsur- yang didakwakan.
Tujuan dari pembuktian ini untuk mendapatkan kebenaran suatu peristiwa atau hak
yang diajukan keapda Hakim. Dalam Hukum Perdata, kebenaran yang dicari oleh hakim
adalah kebenaran formal. Kekuatan pembuktian dalam proses pemeriksaan perdata itu ada
keterikatannya dengan hakim, karena dalam pembuktian itu ada seorang hakim yang dituntut
untuk mencari kebenaran materilnya.

Anda mungkin juga menyukai