SKRIPSI
HERNA
NIM. 1809308120007
PROGRAM SARJANA
MAKASSAR
2020
SKRIPSI
HERNA
Kepada
PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR MAJU
MAKASSAR
2020
ii
SKRIPSI
HERNA
NIM. 1809308120007
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Menyetujui
Komisi Pebimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI
HERNA
NIM.1809308120007
Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji skripsi pada tanggal 25
agustus 2020 dan dinyatakan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
meperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada program Studi Akuntansi STIE Makassar
Maju.
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Materai
6000
Tanda tangan
Herna
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT dan juga berkah, rahmat
serta hidyah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelasaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PAJAK DAN RETRIBUSI
DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DI KABUPATEN
BANTAENG TAHUN 2015-2019” sebagai syarat dalam menyelesaiakan Program
Sarjana (S1) dalam Program Sarjana di Stie Makassar Maju.
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang
penulis alami, namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
Kedua orangtua, ayahanda H. Ramli dan Ibunda Hj. Hasna yang selalu
memberikan kasih dan sayang dan banyak memberikan dorongan, doa restu dan
pengorbanan baik material maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. H. Andi Yusran Paris, MM selaku Ketua Yayasan Makassar
Maju, Bapak Drs. Andi Sri Alam, MM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Makassar Maju. Darmawati, SE., M. Ak dan Nuraditya, SE., M. Ak selaku dosen
pembimbing yang sudah berkenan meluangkan waktunya demi memberikan
bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi. Dr. Sultan, SE., M. Si selaku
penguji pertama, Mahputra, SE., M.Si., Ak., CA selaku penguji dan Sapriyadi, SE.,
M. Si selaku penguji III yang memberikan kritik dan saran selama penyusunan
skripsi.
Ucapan terima kasih juga Risman. Aris S.KM yang selalu memberikan
kasih dan sayang dan banyak memberikan dorongan, doa restu dan pengorbanan
baik material maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai
ke jenjang perguruan tinggi.
vi
Serta Staff dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada
penulis selama mengikuti studi. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang sudah membantu memberikan dukungan.
Penulis beranggapan bahwa skripsi ini merupakan karya terbaik yang
dapat penulis persembahkan. Tetapi penulis menyadari bahwa tidak tertutup
kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis memohon maaf atas semua kesalahan yang pernah dilakukan.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan mendorong penelitian-penelitian
berikutnya.
Herna
vii
ABSTRAK
HERNA. 2020. Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng 2015-2019 (dibimbing oleh Darmawati dan
Nuraditya)
Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD 5 tahun terakhir
Kabupaten Bantaeng. menggunakan sampel dari seluruh populasi tersebut. Atau
yang disebut sampling jenuh.
viii
ABSTRACT
The population in this study is the Realization Report of the Regional Budget for
the last 5 years of Bantaeng Regency. using a sample from the entire population
or what is called saturated sampling.
The results of this study, 1) Local taxes have a significant effect on regional
independence, thus hypothesis 1 in this study is accepted. 2) Regional levies have
a significant negative effect on regional independence, thus, hypothesis 2 in this
study is rejected, because the sign is different from the one hypothesized, which is
positive. 3) Regional independence (y) has a significant effect on regional
financial independence, thus hypothesis 3 in this study is accepted.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
KATA PENGANTAR vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 6
C. TUJUAN MASALAH 6
D. MANFAAT PENELITIAN 6
x
E. DANA ALOKASI KHUSUS 21
F. KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 22
G. TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 23
H. POLA HUBUNGAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 23
I. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH 25
J. HUBUNGAN PENINGKATAN PAD DENGAN KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH 30
K. PENELITIAN TERDAHULU 31
L. KERANGKA KONSEPTUAL 33
M. KETERKAITAN ANTAR VARIABEL 34
N. HIPOTESIS 34
A. RANCANGAN PENELITIAN 36
B. LOKASI DAN WAKTU 36
C. POPULASI DAN SAMPLE 36
D. PENGUMPULAN DATA 36
E. ANALISIS DATA 37
F. DEFINISI OPERASIONAL 44
A. LETAK GEOGRAFIS 45
B. POTENSI DAERAH 46
C. JENIS PAJAK DAERAH 47
D. JENIS RETRIBUSI DAERAH 47
E. HASIL PENELITIAN 47
F. PEMBAHASAN 55
BAB V PENUTUP 57
A. KESIMPULAN 57
xi
B. SARAN 57
DAFTAR PUSTAKA 59
xii
DAFTAR TABEL
NO Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
NO Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
NO Halaman
4 Tabel Uji F 67
5 Tabel Uji T 70
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah adalah
perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat
menghendaki keterbukaan dan kemandirian. Tujuan program otonomi daerah
adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah,
mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun
karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini dapat ditempuh dengan
peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola
rumah tangganya sendiri.
Diterbitkannya undang-undang pasca Otonomi Daerah yaitu Undang-
undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan kepada pemerintah
Daerah untuk mengurus dapurnya sendiri, dalam hal ini mengelola potensi-
potensi yang ada di daerahnya sendiri yang kemudian menjadi sumber -
sumber pelayanan publik yang lebih baik. Dengan demikian, pemerintah
daerah diharapkan mampu lebih mandiri dan mengurangi ketergantungannya
kepada pemerintah pusat dalam hal membiayai pemerintahan yang
dikelolanya.
Kemandirian daerah dalam berotonomi daerah bisa dikenal lewat
seberapa besar keahlian sumber energi keuangan daerah tersebut supaya
sanggup membangun daerahnya. Pemasukan asli daerah yang antara lain
berbentuk pajak daerah serta retribusi daerah, diharapkan jadi salah satu
sumber penerimaan pemerintah daerah dalam kenaikan kemandirian keuangan
daerah. Sumber– sumber penerimaan daerah yang potensial wajib digali
secara optimal, tetapi pasti saja di dalam koridor peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tercantum antara lain merupakan pajak daerah serta
1
retribusi daerah yang memanglah sudah semenjak lama jadi faktor pemasukan
asli daerah yang utama. Kemandirian keuangan daerah menampilkan keahlian
Pemerintah daerah dalam membiayai sendiri aktivitas pemerintahan,
pembangunan serta pelayanan kepada warga yang sudah membayar pajak
serta retribusi bagaikan sumber pemasukan yang dibutuhkan daerah. Sunarto
serta Sunyoto (2016) Pajak daerah serta Retribusi daerah pengaruhi
Kemandirian daerah serta pula bisa pengaruhi Perkembangan ekonomi daerah.
Pajak serta Retribusi daerah yang besar berarti jumlah uang yang masuk ke
kas daerah terus menjadi banyak, sehingga pemerintah daerah berupaya buat
memajukan perekonomian daerahnya. Daerah dengan tingkatan kemandirian
yang besar berarti kabupaten/ kota tersebut sanggup penuhi kebutuhannya
tanpa mengaitkan pihak luar, dalam perihal ini merupakan pemerintah pusat.
Campur tangan pemerintah pusat lebih kecil bila kemandirian daerah tersebut
besar. Tetapi kebalikannya, bila kemandirian kecil campur tangan pemerintah
pusat terus menjadi besar. Daerah yang mandiri berarti laju perekonomian
bertambah, perihal ini menimbulkan perkembangan ekonomi daerah pula
hadapi kenaikan.
Gambaran citra kemandirian daerah dapat diketahui melalui seberapa
besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut mampu membangun
daerahnya. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak
dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Untuk mengurangi ketergantungan aliran dana yang diperoleh dari
pemerintah pusat maka daerah harus mampu menggali sumber-sumber
potensial yang berasal dari daerahnya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah.
PAD adalah sumber pembiayaan Pemerintah Daerah yang peranannya sangat
tergantung kepada kemauan dan kemampuan daerah dalam menggali potensi
yang ada di daerahnya. Sumber-sumber PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah,
Hasil Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain PAD yang sah seperti penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.
2
Disamping harus meningkatkan penerimaan, daerah juga harus
memacu produktivitas pemerintah daerah dengan membangun sarana dan
prasarana penunjang bagi tumbuh dan berkembangnya investasi yang
merupakan penggerak dalam proses pembangunan ekonomi di suatu daerah.
Sesuai asas money follows function penyerahan kewenangan daerah
juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang
sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat di era Orde Baru. Dengan
demikian daerah menjadi mampu untuk melaksanakan segala urusannya
sendiri sebab sumber-sumber pembiayaan juga sudah diserahkan. Jika
mekanisme tersebut sudah terwujud makacita-cita kemandirian daerah dapat
direalisasikan (Haryanto, 2014).
Nggilu, et al. (2016) menyatakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah
untuk menetapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Sumber – sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara
maksimal. Namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk di antaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah
yang memang telah sejak lama menjadi unsure pendapatan asli daerah yang
utama.
Haerunnisa (2018) menyatakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Pusat karena pada prinsipnya, semakin besar sumbangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada APBD akan menunjukkan semakin
kecil ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat yang bias menjadi tolak
ukur kemandirian keuangan daerahnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu
yang telah dilakukan oleh Saprudin (2018) di Kabupaten Gorontalo,
Kemampuan Keuangan Daerah dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Begitu pula penelitian Sunarto dan Sunyoto (2016) yang
mengemukakan bahwa Kemandirian Keuangan Daerah yang berdampak pada
3
Pertumbuhan Ekonomi Daerah dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Realitas adanya beberapa hal yang masih kekurangan dana, daerah
masih diberi bantuan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Perimbangan.
Namun tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas
Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah.
Pajak daerah dan Retribusi daerah merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah untuk menetapkan otonomi yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sumber-sumber penerimaan daerah yang
potensial harus digali secara maksimal namun tetap dalam koridor peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, pemerintah daerah juga
dapat melakukan penyertaan modal atau investasi pada badan-badan usaha
milik daerah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah. Peningkatan PAD tersebut diharapkan akan meningkatkan
kemandirian Daerah.
Untuk keperluan perencanaan, evaluasi dan penentuan kebijakan
pembangunan daerah, diperlukan berbagai data statistic, salah satu yang
diharapkan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam
rangka memenuhi kebutuhan data tersebut, BPS (Badan Pusat Stastik)
Kabupaten Bantaeng telah menghitung PDRB tahun 2019 dengan angka
konstannya menggunakan tahun dasar 2010. Diharapkan, publikasi ini akan
banyak membantu berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantaeng, dan lembaga lain selain kalangan swasta, untuk perencanaan dan
evaluasi pembangunan daerah Kabupaten Bantaeng.
Kota Bantaeng adalah salah satu daerah di provinsi sulawesi selatan
yang senantiasa berupaya meningkatkan perekonomian masyarakat. Tabel
berikut menunjukkan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bantaeng
Tahun 2010-2014.
4
Realisasi Pendapatan (Dalam Rupiah) Tahun 2010-2014
Tabel 1.1
5
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah
Daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber yang diperlukan daerah. Sebagai pendapatan asli daerah, pajak
daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan yang sangat
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan beberapa uraian tersebu, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pajak dan Retribusi
Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Di Kabupaten Bantaeng 2015-
2019”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pajak Daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan di
kabupaten bantaeng tahun 2015-2019?
2. Apakah Reribusi Daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan
daerah dikabupaten bantaeng tahun 2015-2019?
3. Apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simutan berpengaruh
terhadap kemandirian keuangan daerah di kabupaten bantaeng tahun 2015-
2019?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengaruh Pajak Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan di Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019
2. Untuk Mengetahui Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan di Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019
3. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara
simultan terhadap Kemandirian keuangan di Kabupaten Bantaeng tahun
2015-2019
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah
6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui upaya-upaya dan
kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
pemungutan pajak untuk menambah jumlah pajak daerah dan retribusi
daerah di Kabupaten Bantaeng. Dengan bertambahnya penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah secara tidak langsung akan menambah PAD,
sehingga dapat digunakan untuk menunjang peningkatan perekonomian
daerah guna tercapainya kesejahteraan masyarakat.
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
baik dari mahasiwa STIE Makassar Maju maupun mahasiswa dari kampus
lainnya yang ingin mengulas masalah mengenai pajak daerah dan retribusi
daerah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
kepustakaan di STIE Makassar Maju..
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan informasi
dan bermanfaat sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya,
terutama yang berminat untuk mengkaji tentang pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap kemandirian daerah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan penulis maupun yang membaca hasil penelitian ini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1) pajak daerah, 2)
retribusi daerah, 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4)
lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Halim dan Kusufi, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Pendapatan
asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan
daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh
karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya
kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD.
Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah
terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah
terhadap bantuan Pemerintah pusat.
9
Andriani dalam Waluyo (2013), Pajak adalah iuran kepada Negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintah.
Soemitro dalam Resmi (2014), pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak menurut bukunya resmi (2014) yaitu sebagai
berikut:
a.Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi Budgetair artinya pajak adalah salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeuaran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negar, pemerintah
berupaya memasukan uang sebanyak mungkin untuk kas negara. Upaya
tersebut ditempuh dengan cara eksentensifikasi mauapun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak
seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan lain-lain.
b. Fungsi Regularend (Pengatur)
10
Menurut resmi (2014), terdapat berbagai jenis pajjak yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut goongan,
menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya yaitu dijabarkan
seperti dibawah ini:
a. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a) Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan
atau dibebankan kepada orang ain atau pihak lain. Pajjak harus
menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan, misalnya pajak
pengahasian (PPh).
a) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya
memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan
pajak yang memperhatiksn keadaan subjeknya, misalkan Pajak
Penghasilan (PPh).
b) pajakObjektif
Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya
memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan,
11
atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan
pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal,
misalnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan PajakPenjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
c.Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara pada umumnya, misalnya PPh, PPN, dan PPnBM.
b) Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik daerah tingkat 1 (pajak provinsi) maupun daerah tinggkat II) Pajak
Kabupaten/Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing, misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, paak
restoran, pajak air tanah, dan Bea perolehan atas tanah dan bangunan.
4. Retribusi Daerah
Halim dan Kusufi (2012) Retribusi Daerah merupakan pendapatan
daerah yangberasal dari retribusi. Sedangkan menurut Darwin (2010)
“Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah untuk
kepentingan orang atau badan”.
Sedangkan menurut Siahaan pada tahun 2013 mengungkapkan
bahwa Retribusi Daerah adalah pembayaran wajib pajak penduduk kepada
negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakn bersifat
langsung yaitu hanya membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari
negara. Retribusi Daerah nantinya akan menjadi penerimaan Pendapatan
12
Asli Daerah (PAD) yang termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Menurut Munawir dalam Adisasmita (2011) Retribusi merupakan
iuran kepada pemerintah yang dapat paksaan dan jasa balik secara
langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siapa
saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan
dikenakan iuran.
Zunaida (2012) tingkat penggunaan jasa merupakan jumlah
penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul
Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan.
Apabila tngkat penggunaan jasa sulit diukur maka penggunaan jasa dapat
ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Rumus
tersebut harus mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah
dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Nilai rupiah atau presentase
tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang
terutang. Tarif reetribusi ditentukan seragam atau bervariasi menurut
golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi.
Menurut Zunaida (2012) prinsip penetapan dan tarif retribusi
ditetapkan dengan memperthatikan:
a. Biaya penyediaan jasa yang bersangkutan
b. Kemampuan masyarakat
c. Aspek keadilan
d. Efektifatas pengendalian atas pelayanan tersebut selanjutnya,
prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa
usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
layak.
1. Ciri-Ciri Retribusi
13
Adapun ciri-ciri retribusi menurut Haritz dalam buku Adisasmita
(2011) yaitu sebagai berikut :
Menurut Siahaan pada tahun 2013, terdapat beberapa ciri yang melekat pada
retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut :
14
Peningkatan retribusi daerah yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan
pula PAD.
15
tertentu dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih
baik
16
b. Retribusi Pasar Grosir da/atau Pertokoan;
c. Retribusi Tempat Pelelangan;
d. Retribusi Terminal;
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f. Retribusi Tempat Penginapan;
g. Retribusi Penyedotan Kakus;
h. Retribusi Rumah Potong Hewan;
i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
k. Retribusi Penyebrangan di Atas Air;
l. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair;
m. Retribusi Penjualan Produksi Daerah.
b) Retribusi Perizinan Tertentu
17
c. Retribusi Izin Gangguan
Penetapan jenis retribusi ke dalam retribusi jasa umum dan jasa usaha
dibuat dengan peraturan pemerintah agar tercipta ketertiban dalam
penerapannya sehingga dapat memberikan kepastian pada masyarakat serta
dapat disesuaikan dengan kebutuhan nyata di daerah yang bersangkuatan.
18
a. Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
b. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu.
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalihkan
tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.
19
perekonomian daerah. Retribusi dapat berpengaruh dalam hal distribusi
pendapatan, karena retribusi dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk
g) Pemanfaatan Retribusi
c) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:
1) kehutanan;
2) pertambanganumum;
20
3) perikanan;
4) pertambangan minyakbumi
6) pertambangan panasbumi.
Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki
peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya
didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup
potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan
berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi
khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil
yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak
dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga
kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat
meningkat.
G. Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, Dana Alokasi
Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sebagian daerah di
Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap
pemerintah pusat. Dimana dana perimbangan dari pemerintah pusat masih
mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi
tiga bagian utama, yaitu; 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana Alokasi Umum, dan 3)
Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil merupakan jenis dana perimbangan yang
dapat dikendalikan daerah yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah
dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan untuk Dana
alokasi Umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil dapat
21
dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah sedangkan untuk Dana Alokasi
Khusus pemerintah Daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat
mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya
tergantung pusat (Mahmudi, 2010).
Kuncoro (2004) mengemukakan dana alokasi umum (DAU) dapat
diartikan sebagai berikut:
a. Komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya
didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (Fiscal Gap),
yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.
b.Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana
penggunaanya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
c. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan
kemampuan keuangann dengan adanya pendapatan asli daerah (PAD)
dan dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam yang diperolehdaerah.
Dana Alokasi Umum mempunyai bagian-bagian. Bagian-bagian tersebut
akan dijelaskan pada bagian berikut.
22
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang
dapat dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus antara lain kebutuhan yang tidak
dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus Dana Alokasi
Umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi
Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh
Pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan
atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan
umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang.
Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak
semua daerah mendapatkan alokasi DAK. Adapun persyaratan untuk memperoleh
Dana Alokasi Khusus adalah sebagai berikut:
23
Menurut Halim dan Kusufi (2013) Kemandirian Keuangan Daerah
adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri dalam
kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah.
Rasio yang digunakan dalam mengukur kemandirian keuangan daerah
menurut Widodo (2001) dalam Halim (2004) digunakan rasio kemandirian
yang ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan
dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut dari Laporan
realisasi APBD, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
PAD
Rasio Kemandirian=
Total Pendapatan Daerah
24
Indikator kemandirian keuangan daerah ini diukur dengan menggunakan
rasio pendapatan asli daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Mengetahui
kemandirian keuangan daerah ini dapat menunjukkan seberapa besar local taxing
power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD dalam mendanai
belanja daerah yang dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat.
Rasio akan menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus
meningkat, akan tetapi perlu diperhatikan pula bila terjadi kenaikan secara
kontinyu atas pendapatan bunga, karena hal tersebut dapat diartikan terdapat
peningkatan dana pemda yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan
(DJPK, 2011). Rasio kemandirain keuangan daerah ini apabila hasil semakin
tinggi maka akan semakin kecil angka ketergantungan daerah terhadap pihak lain
(pemerintah pusat khususnya) dan berlakusebaliknya.
Rasio kemandirian dapat pula untuk menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Apabila semakin tingggi rasio
kemandirian, maka semakin tinggi pula partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah sehingga akan menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang tinggi.
K. Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Halim 2007) mengemukakan
hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah dalam melaksanakan
kebijakan otonomi daerah, yang paling utama yaitu mengenai hubungan
pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan atara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah yaitu:
25
dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi
daerah.
26
dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada
pemerintah daaerah.
27
harga berlaku dapat dilihat struktur ekonomi yang menggambarkan andil
masing-masing sektor ekonomi. (BPS, 2015)
Perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku dilakukan dengan dua
metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Pada metode
langsung dikenal ada tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi,
pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Metode tak langsung
biasa digunakan jika data yang diperlukan untuk menghitung PDRB tidak
tersedia.
Perhitungan PDRB atas dasar harga konstan bertujuan untuk
melihat perkembangan PDRB secara riil (tidak ada pengaruh harga). Ada
empat cara yang dikenal untuk menghitung nilai tambah atas dasar harga
konstan, yaitu: revaluasi, ekstrapolasi, deflasi dan deflasi berganda.
Menurut BPS, kegunaan PDRB dan PDRB per kapita adalah:
1) PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara. Nilai PDRB
yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang
besar, begitu juga sebaliknya.
2) PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan
laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, setiap sektor atau
komponen penggunaan dari tahun ke tahun.
3) PDRB per kapita atas dasar harga yang berlaku menunjukkan nilai
PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.
4) PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk
mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk
suatu wilayah.
Tingkat PDRB yang tinggi mencerminkan tingkat
kesejahteraan masyarakat setempat yang juga tinggi. Putri (2014)
melakukan pengujian terkait pengaruh PDRB terhadap
kemandirian daerah. Apabila PDRB meningkat, maka hal ini
mengindikasikan terdorongnya peningkatan pendapatan asli
28
daerah. Tingginya PDRB yang dihasilkan oleh suatu daerah
mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat tinggi.
b. Jumlah Penduduk
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), penduduk adalah semua
orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan
tetapi bertujuan untuk menetap. Jumlah Penduduk dalam penelitian ini
adalah keseluruhan penduduk yang berada pada kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Darmanto (2012) menyatakan bahwa salah satu
indikator yang mencerminkan penyelenggaraan pemerintah daerah yang
baik, yaitu pemerintah daerah yang dapat memberikan pelayanan yang
baik kepada publik.
Jumlah populasi penduduk yang menempati daerah juga
berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Semakin besar Jumlah Penduduk suatu daerah, maka akan menuntut
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik.
Jumlah Penduduk mempengaruhi kemandirian keuangan pemerintah
daerah. Semakin banyak Jumlah Penduduk maka semakin banyak pula
tuntutan pada pemerintah daerah atas pelayanan publik yang baik.
c. Jumlah Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang digunakan
dalam melaksanakan proses produksi dan merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan ekonomi. Ketika tenaga kerja terlibat dalam proses produksi,
tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang
telah dilakukannya, yakni upah. Menurut Badan Pusat Statistik, bekerja
adalah mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan
pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam, seperti:
1) Pekerjaan tetap, pegawai pemerintah atau swasta yang sedang
tidak bekerja karena cuti, sakit, mogok, perusahaan menghentikan
29
kegiatannya sementara (misalnya kerusakan mesin) dan
sebagainya.
2) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian sedang tidak
bekerja karena sakit, menunggu panen atau menunggu hujan untuk
menggarap sawah dan sebagainya.
3) Orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter atau
tukang.
Modal pembangunan yang penting selain keuangan daerah
dan investasi adalah sumber daya manusia. Partisipasi aktif dari
seluruh masyarakat akan mempercepat pembangunan daerah
karena rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap daerah. Hasil
yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat dirasakan
untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat merangsang
kesadaran masyarakat membangun wilayah lokal masing-masing.
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan memerlukan
sumber daya manusia yang berkualitas di samping terpenuhinya
kuantitas permintaan tenaga kerja.
Menurut Winarna (2010) Jumlah Tenaga Kerja merupakan
sumber daya potensial sebagai penggerak, penggagas dan
pelaksana di suatu daerah, sehingga sumber daya ini dapat
menentukan maju atau mundurnya daerah yang bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Steven dan McGowen (1983)
meyatakan bahwa Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh terhadap
kemandirian keuangan pemerintah daerah. Semakin besar tingkat
Jumlah Tenaga Kerja yang dimiliki oleh suatu daerah, maka akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi sumber
pendapatan bagi pemerintah daerah itu sendiri. Pendapatan
pemerintah daerah yang tinggi inilah yang akan meningkatkan
Kemandirian Keuangan Daerah.
30
d. Sumber Daya Alam
Pemanfaatan Sumber Daya Alam berpotensi memberikan
kontribusi besar pada pendapatan negara dan daerah. Pemanfaatan Sumber
Daya Alam daerah yang dapat dinilai secara ekonomi dapat dilihat dari
besaran pendapatan sektor alam terhadap PDRB, antara lain sektor
pertanian dan sektor penggalian dan pertambangan.
1) Sektor pertanian
Sektor pertanian mencakup pengusahaan dan pemanfaatan benda-
benda biologis (hidup) yang diperoleh dari alam dengan tujuan untuk
konsumsi sendiri atau dijual. Sektor pertanian mencakup subsektor
tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-
hasilnya, kehutanan dan perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan
meliputi seluruh kegiatan yang menghasilkan komoditas bahan
makanan. Subsektor tanaman perkebunan meliputi semua kegiatan
yang menghasilkan komoditas tanaman perkebunan baik yang
diusahakan oleh rakyat maupun perusahaan perkebunan. Subsektor
peternakan dan hasil-hasilnya meliputi semua kegiatan pembibitan dan
budidaya segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk
dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasil-hasilnya,
baik yang dilakukan oleh rakyat maupun oleh usaha peternakan.
Subsektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu
serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan dan akar-akaran,
termasuk disini kegiatan perburuan. Subsektor perikanan 28 mencakup
kegiatan penangkapan, pembenihan, budidaya segala jenis ikan dan
biota ikan lainnya, baik yang berada di air tawar maupun air asin.
2) Sektor pertambangan dan penggalian
Kegiatan pertambangan dan penggalian adalah kegiatan yang
mencakup penggalian, pengeboran, penyaringan, pencucian, pemilihan
dan pengambilan segala macam barang tambang, mineral dan barang
galian yang tersedia di alam, baik berupa benda padat, cair maupun
gas. Sifat dan tujuan kegiatan tersebut yaitu menciptakan nilai guna
31
dari barang tambang dan galian sehingga memungkinkan untuk
dimanfaatkan, dijual, atau diproses lebih lanjut. Seluruh jenis
komoditas dalam sektor pertambangan dan penggalian dapat
dikelompokkan ke dalam tiga subsektor, yaitu pertambangan migas,
pertambangan non migas dan penggalian.
Output dari kegiatan penggalian diperoleh berdasarkan hasil
perkalian antara kuantum barang yang dihasilkan dengan harga per
unit barang tersebut. Biaya antara diperoleh dengan mengaliakan rasio
biaya antara dan output. Perhitungan output dan nilai tambah bruto
atas dasar harga konstan menggunakan metode revaluasi.
32
hal yang sama bahwa apabila kurang dari 20% dari seluruh penerimaan
pemerintah daerah berasal dari pendapatan daerahnya maka keputusan-
keputusan di tingkat lokal akan didominasi oleh pemerintah pusat dan
mengurangi kredibilitas dari otonomi pemerintahan. Dari uraian tersebut maka
dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD mempunyai hubungan dengan
Kemandirian Keuangan Daerah.
N. Penelitian Terdahulu
Table 1.1
Penelitian Terdahulu
Terdahulu
Terhada
p kotamadya di Jawa Barat, dengan besar
33
Barat.
34
masyarakat pada perimbangan tidak berpengaruh
anggaran,
terhadap
anggaran.
35
O. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep menurut (Sugiyono, 2014) adalah suatu hubungan yang akan
menghubungankan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu, antara variabel
independen dengan variabel dependen yang akan di amati atau di ukur melalui penelitian
yang akan di laksanakan.
Gambar 1.1
Kerangka Konseptual
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
36
PAD cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan atau bahkan menutupi
jumlah dana yang diperoleh dari pemerintah pusat. Jika hal tersebut tercapai,
maka daerah dapat dikatakan mandiri. Pertumbuhan perekonomian daerah akan
berdampak positif terhadap peningkatan PAD. Kelompok PAD yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu Pajak daerah, Retribusi daerah. Hubungan pengaruh yang akan
dilihat baik secara parsial maupun simultan dengan menggunakan tekhnik analisis
statistik metode regresi linier berganda.
P. Keterkaitan Antar Variabel
Pajak daerah yang merupakan salah satu sumber penting PAD ini
akan sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Dari hasil penelitian Alfarisi 2015 pajak daerah berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Kinerja ini dapat dilihat
melalui sasaran yang telah tercapai dalam pelayanan pada masyarakat, yang
artinya daerah tersebut semakin mandiri. Karakteristik pajak daerah terdiri
dari berbagai jenis pajak yang menjadikan pajak daerah sebagai salah satu
sumber kekuatsan utama daerah dalam menggali PAD nya sehingga dapat
dijelaskan semakin tinggi pajak daerah maka kemandirian daerah semakin
baik.
Retribusi daerah juga merupakan salah satu sumber PAD ini juga
menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui kinerja keuangan
pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali
sumber-sumber kekayaan asli daerah untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan pemerintahan daerahnya yang tentunya akan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan daerah tersebut. Sama halnya dengan pajak
daerah, retribusi daerah juga menjadi salah satu sumberpendanaan PAD,
37
meskipun tidak sedominan pajak daerah. Semakin tinggi retribusi daerah
maka semakin baik kemandirian keuangan daerah.
Q. Hipotesis Penelitian
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti
bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
(terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian
pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan
Asli Daerah, Cherrya (2012).
Kemandirian keuangan daerah ditentukan oleh sejauhmana
pemerintah daerah mampu mendanai sendiri pembangunan daerahnya,
tanpa sepenuhnya bergantung dari dana pusat. Upaya optimal yang
dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD adalah salah satu
upaya untuk memperkuat kemandirian keuangan daerah, Hidayat (2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah (2013) dengan judul pengaruh
pajak dan retribusi daerah terhadap kemandirian keuangan daerah di
provinsi Sumatera Utara menyimpulkan bahwa pajak dan retribusi daerah
baik secara parsial maupun simultan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah. Penelitian lainnya dilakukan oleh
Fitria yang menyimpulkan bahwa komponen PAD yang terdiri dari pajak,
retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
penerimaan lain-lain yang sah secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah sedangkan secara parsial, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan teori, dan beberapa
penelitian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
38
1. (H1) Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
keuangan daerah
2. (H2) Retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
keuangan daerah
3. (Y) Pajak daerah dan Retribusi daerah secara simultan berpengaruh
terhadap kemandirian keuangan daerah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah menganalisis tentang pengaruh pajak
daerah dan retribusi daerah terhadap kemandirian daerah kabupaten Bantaeng
yang nantinya akan melihat kontribusi variabel independent mempengaruhi
variabel dependent baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara
sendiri-sendiri (parsial). Penelitian ini dilakukan untuk periode 5 tahun yaitu
dari tahun 2015- 2019 dengan mengambil laporan keuangan triwulan pada
website resmi pemkab Bantaeng.
39
D. Pengumpulan Data.
Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi
Dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dan melakukan analisis atas laporan
keuangan pemerintah daerah pada objek penelitian. Dokumen Laporan
keuangan menjadi sumber utama dalam penelitian ini.
E. Analisis Data
Menurut Sugiyono (2014) yang dimaksud dengan analisis data adalah
sebagai berikut: “Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh
responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan
data berdasarkan variabel dan jenis responden, mantabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari setiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”. Dalam
menentukan analisis data, diperlukan data yang akurat dan dapat dipercaya
yang nantinya dapat dipergunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasikan. Analisis data yang
dilakukan dengan bantuan dari program SPSS sebagi alat untuk meregresikan
model yang telah dirumuskan.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis
regresi linear berganda adalah sebagai berikut:
1. Uji Asumsi Klasik
Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian
asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat
bermakna dan bermanfaat. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi
uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji
heteroskedastisitas.
a) Uji Normalitas
40
linier, asumsi ini ditunjukkan oleh nilai error yang berdistribusi normal.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang dimiliki distribusi
normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian
secara statistik. Pengujian normalitas data menggunakan Test of
Normality Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS. Menurut Singgih
Santoso (2012) dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan
probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:
1) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah
normal.
2) Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah
tidak normal.
b) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan ada atau tidaknya korelasi antara variabel
bebas. Jika terjadi 85 kolerasi, maka dinamakan terdapat problem
multikolinierita. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
kolerasi diantara variabel independen. Jika terbukti ada
multikolinieritas, sebaiknya salah satu independen yang ada
dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi diuang kembali
(Singgih Santoso, 2010). Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinieritas dapat dilihat dari besaran Variance Inflation Factor
(VIF) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas
multikolinieritas adalah mempunyai angka tolerance mendekati 1.
Batas VIF adalah 10, jika nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi
gejala multikolinieritas (Gujarati, 2012). Menurut Singgih Santoso
(2012) rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 1
VIF = atau
Tolerance VIF
a. Uji Autokorelasi
41
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan
kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka
terdapat masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah
ini muncul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
suatu observasi ke observasi lainnya.
Hal ini sering terjadi pada data runtut waktu (time series)
karena residual pada seorang individu/kelompok yang sama pada
periode berikutnya. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian
Durbin Witson (DW). Jika nilai Durbin Witson terletak antara -2
sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi (Ghozali, 2010).
b. Uji Heteroskedastisitas.
42
adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-
studentized. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:
43
Uji t (t-test) melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara
parsial, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran
secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen
dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap
konstan. 91 Menurut Sugiyono (2014), menggunakan rumus:
n−¿ 2
t=r √ ¿
√ 1−r 2
Keterangan:
t = Distribusi t
r 2 = Koefisien determinasi
n = jumlah data
44
-Ho: β = 0: tidak terdapat pengaruh yang signifikan
R 2 /K
F=
(1−R 2)/( n−k−1)
Keterangan:
R 2 = Koefisien determinasi
45
atau dengan degree freedom = k (n-k-1) dengan kriterian sebagai
berikut:
Uji t:
46
- H 0 diterima jika nilai – t tabel< t hitung < t tabel
Uji F:
c. Analisis Determinasi
Koefisien determinasi ini berfungsi untuk mengetahui besarnya
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam
penggunaannya, koefisien determinasi ini dinyatakan dalam persentase
(%) dengan rumus sebagai berikut:
Kd = R2 x 100%
Keterangan:
Kd = Koefisien Determinasi
R. Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan agar tidak menimbulkan penafsiran
ganda yaitu dengan memberikan batasan terhadap variabel – variabel yang
digunakan dalam penelitian ini :
47
PAD
Rasio Kemandirian daerah =
Total Penerimaan Daerah
Realisasi Retribusi
Rasio Retribusi Daerah =
Realisasi Pendapatan Daerah
48
BAB IV
A. Letak Geografis
49
musim. Iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan
tahunan rata-rata setiap bulan 14 mm. Dengan adanya kedua musim tersebut
sangat menguntungkan bagi sektor pertanian. Kabupaten Bantaeng terletak di
bagian selatan propinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan: Sebelah
Utara: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bulukumba Sebelah Timur:
Kabupaten Bulukumba Sebelah Selatan: Laut Flores Sebelah Barat :
Kabupaten Jeneponto.
Bantaeng adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang
memiliki sejarah sejak abad ke-13. Ada banyak sisa-sisa budaya yang
ditemukan di daerah ini terutama dari periode prasejarah dan Islam. Bantaeng
masih merupakan kerajaan kecil di semenanjung Sulawesi selatan.
B. Potensi Daerah
50
Tanaman buah-buahan yang sudah berhasil dikembangkan seperti
mangga, strawberi dan apel. Pengembangan budidaya tanaman apel dan
strawberi di daerah ini menjadi pemicu banyaknya wisatawan lokal yang
berkunjung ke Bantaeng. Di bidang perternakan, selain ayam di daerah ini
cocok dikembangkan ternak sapi, kuda dan kambing.
Di bidang perkebunan iklim sebagian besar wilayah kabupaten
Bantaeng cocok untuk tanaman kakao, kapuk, kopi, cengkeh dan kelapa.
Di bidang perikanan khususnya budidaya rumput laut daerah ini berhasil
merubah perekonomian masyarakat pesisir yang identik dengan
masyarakat berpenghasilan rendah menjadi masyarakat yang
berpenghasilan memadai. Selain itu, telah dikembangkan budidaya ikan air
tawar yang kedepannya Kabupaten Bantaeng akan menjadi Kabupaten
produsen bibit ikan air tawar.
a) Retribusi terminal
b) Retribusi tempat khusus pasar
c) Retribusi tempat penginapan
51
d) Retribusi rekreasi dan olahraga
e) Retribusi penjualan pruduksi daerah
E. Hasil Penelitian
Gambar 1.2
52
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas.
Unstanda Standar
rdized dized
Coefficie Coefficie Collinearity
nts nts Correlations Statistics
Pa
Std. Zero- rtia Pa Toler
Model B Error Beta T Sig. order l rt ance VIF
1 (Consta -
nt) 7
1.
6 -
0 20.7 3.4 .
8 13 57 003
Pajak 2.
Daerah 5 . .
3 4.1 . 70 68
8 .618 .688 06 001 .683 6 8 .999 1.001
53
5
Gambar 1.3
54
Sumber: Output Statistik SPSS 22, diolah tahun 2020
Model Summaryb
55
Uji Autokorelasi menggunakan nilai Durbin-watson (DW). Secara umum
dengan cepat diambil patokan dari:
Jika dL < d < dU maka, pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat
disimpulkan.
Unstand Standar
ardized dized
Coefficie Coeffici Collinearity
nts ents Correlations Statistics
Std. Pa
Erro Sig Zero- rtia Pa Toler
Model B r Beta t . order l rt ance VIF
1 (Consta - 20.7 - .
nt) 7 13 3.4 003
1. 57
6
0
8
56
Pajak 2.
Daerah 5 . .
3 4.1 . 70 68
8 .618 .688 06 001 .683 6 8 .999 1.001
Retribu 1.
si 0 . .
Daerah 6 1.4 . 32 23
5 .748 .239 25 172 .223 7 9 .999 1.001
57
konstan.
Model Summaryb
Std. Error
Mode R Adjusted R of the Durbin-
l R Square Square Estimate Watson
Pengujian Hipotesis
Coefficientsa
Unstandar Standardi
dized zed
Coefficient Coefficien
s ts Correlations Collinearity Statistics
58
Pajak 2.
Daerah 53 4.10 . .
8 .618 .688 6 .001 .683 706 688 .999 1.001
Retribusi 1.
Daerah 06 1.42 . .
5 .748 .239 5 .172 .223 327 239 .999 1.001
Menurut Imam Ghozali (2011) jika nilai Sig.<0.05 maka artinya variable
independent (X) secara persial berpengaruh terhadap variabel dependent (Y).
Berdasarkan Tabel 4 maka Uji T (Secara parsial) yang di dapat dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Pajak Daerah (X1) mempunyai nilai signifikansi 0,001 yang berarti nilai
ini lebih kecil dari 0,05. Disini dijelaskanbahwa variabel Pajak Daerah
(X1) secara parsial berpengaruh secara signifikan positif terhadap
Kemandirian (Y).
59
Table 3.6 Hasil Uji Hipotesis Uji Statistik F
ANOVAa
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
Total 204.745 19
Untuk melihat F tabel dalam pengujian hipotesis pada model regresi, perlu
menentukan derajat bebas atau degree of freedom (df) atau dikenal dengan df2
dan juga dalam F tabel disimbolkan dengan N2. Hal ini ditentukan dengan rumus:
df1 = k -1 = 3 – 1 = 2
df2 = n – k = 20 – 3 = 17
60
Retribusi Daerah secara simultan berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah.
F. Pembahasan
Berdasarkan Hasil Uji T pada tabel 3.5, maka variabel Pajak Daerah (X1)
mempunyai nilai signifikansi 0,001 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05,
sedangkan nilai t hitung 4.106 > t tabel 1,724. Berdasarkan kedua nilai tersebut
disimpulkan bahwa Ha diterima (H0 ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel Pajak
Daerah (X1) secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah (Y).
Dalam penelitian ini Pajak daerah searah atau positif artinya semakin
tinggi Pajak daerah, maka semakin besar Peningkatan kemandirian Daerah pada
kabupaten bantaeng. Penelitian ini sejalan dengan penelitian R. Budi Hendaris
yang berjudul “Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
peningkatan pendapat asli daerah pada kota/kabupaten di wilayah provinsi jawa
barat”.
61
Berdasarkan Hasil Uji T pada tabel 3.5, maka variabel Retribusi Daerah
(X2) mempunyai nilai signifikansi 0,172 yang berarti nilai ini lebih besar dari
0,05, sedangkan nilai t hitung 1.425 > t tabel 1,724. Berdasarkan kedua nilai
tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (H0 ditolak) atau dijelaskan bahwa
variabel Retribusi Daerah (X2) secara parsial secara tidak terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah (Y).
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
63
Berdasarkan Pembahasan pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
kemandirian daerah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
64
DAFTAR PUSTAKA
65
Adisasmita, Rahardjo. (2011). Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu
Ghozali, Imam. 2011, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Halim dan Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik : teori, konsep dan aplikasi.
Edisi ke 4. Salemba Empat. Jakarta.
Halim dan Kusufi. 2013. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.
Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta.
https://bantaengkab.bps.go.id/
Nggilu, F., Sabijono, H., & Tiyaroh, V. (2016). “Pengaruh Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo”. Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi. 16 (4).
Sunarto & Sunyoto, T. (2016) “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
terhadap Kemandirian Daerah yang berdampak pada Pertumbuhan
Ekonomi Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten Dan kota di Jawa
Tengah)”. Dharma Ekonomi. 13 (43) hlm 13-22.
66
Siahaan, Marihot P. (2013). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Sidik, Machfud. 2002. “Optimalisasi Pajak daerah dan Retribusi Daerah dalam
Rangka Meningkatkan Kemempuan Keuangan Daerah.”. Makalah dalam
acara orasi ilmiah dengan tema “Strategi Meningkatkan Kemampuan
Keuangan Daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah dalam Rangka
Otonomi Daerah” yang diselenggarakan oleh STIA LAN Bandung.
Santoso, Singgih. Seri Solusi bisnis Berbasis TI: Menggunakan SPSS untuk
Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wan Vidi Rukmana 2013 tentang “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan
Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau
www.djpk.depkeu.go.id
Zuraida, Ida (2012). Teknik Penyusunan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Jakarta: Sinar Grafika
67
REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015-2019
KODE 2015
REKENING JENIS PENDAPATAN 2016 2017 2018 2019
1 PENDAPATAN
1 1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 43,800,069,886.00 Rp 34,493,477,725.00 Rp 55,464,716,357.00 Rp 94,776,587,126.00 Rp 11,973,238,412.50
1 1 1 Pajak Daerah Rp 7,405,930,730.00 Rp 7,977,370,224.00 Rp 10,214,439,850.00 Rp 11,610,612,835.00 Rp 8,148,612,723.50
1 1 2 Retribusi Daerah Rp 22,298,434,589.00 Rp 5,061,304,479.00 Rp 5,835,997,299.00 Rp 5,263,186,045.00 Rp 2,449,314,612.00
Hasil Ppengeolahan Daerah yang
1 1 3 dipisahkan Rp 5,090,901,349.00 Rp 5,653,277,495.00 Rp 7,946,250,856.00 Rp 4,790,269,590.00 Rp -
1 1 4 Lain-lain PAD yang Sah Rp 9,004,803,217.00 Rp 24,701,525,527.00 Rp 31,468,028,352.00 Rp 73,112,518,656.00 Rp 1,375,311,077.00
Rp
1 2 DANA PERIMBANGAN Rp 622,234,570,284.00 Rp 874,281,617,111.00 7,177,244,690,662.00 Rp 727,886,651,869.00 Rp 367,445,621,105.00
Dana bagi hasil pajak/ bagi bukan
1 2 1 hasil pajak Rp 13,189,984,050.00 Rp 14,460,806,017.00 - Rp 6,625,948,500.00
Rp
1 2 2 Dana Alokasi Umum Rp 1,840,245,234.00 Rp 20,902,546,687.00 Rp 493,079,256,000.00 - 307,842,584,000.00
Rp
1 2 3 Dana Alokasi Khusus Rp 444,919,431,000.00 Rp 497,448,542,000.00 Rp 20,468,991,440.00 Rp 494,749,832,000.00 52,977,088,605.00
Lain-lain pendapatan daerah
1 3 yang sah Rp 162,284,910,000.00 Rp 341,469,722,407.00 Rp 83,426,609,135.00 Rp 218,520,019,670.00 Rp 45,778,475,786.00
1 3 1 Hibah Rp 136,795,249,108.00 Rp 99,362,772,318.00 Rp 2,303,150,770.00 Rp 1,112,115,000.00 Rp -
1 3 2 Dana Darurat Rp 6,634,581,900.00 - - Rp 23,966,815,000.00 Rp -
Dana bagi hasil pajak dari provinsi
1 3 3 dan pemda lainnya - - Rp 3,779,682,965.00 - Rp 8,698,236,441.00
Dana penyusaian khusus dan
1 3 4 otonomi khusus Rp 35,576,579,336.00 Rp 29,331,520,704.00 Rp 46,332,355,000.00 Rp 30,233,425,360.00 Rp 36,746,136,000.00
Bantuan Keuangan dari privinsi
1 3 5 daerah lainnya Rp 90,060,742,000.00 Rp 64,584,362,000.00 - Rp 47,832,248,000.00 Rp -
1 3 6 Lain-lain Rp 4,523,345,872.00 Rp 5,446,889,614.00 Rp 1,011,420,400.00 - Rp 334,103,345.00
1 3 7 Jumlah Pendapatan Daerah Rp 802,829,889,278.00 Rp 1,017,037,867,154.00 Rp 856,136,016,154.00 Rp 933,874,748,479.00 Rp 850,394,670,607.00
LAMPIRAN
68
Pajak Daerah (X1) Retribusi Daerah (X2) Kemandirian Daerah (Y)
Descriptive Statistics
70
Pajak Daerah 21.0660 .88977 20
Retribusi Daerah 21.1460 .73578 20
Correlations
Kemandirian
Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah
Retribusi Daerah 20 20 20
ANOVAa
71
Total 204.745 19
Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Retribusi
Daerah, . Enter
b
PajakDaerah
Model Summaryb
72
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .723 .523 .467 2.39689 .520
Coefficientsa
Unstandardi Standardize
zed d
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics
1 (Constant) -
71.
60 -
8 20.713 3.457 .003
Pajak 2.5
Daerah 38 .618 .688 4.106 .001 .683 .706 .688 .999 1.001
Retribusi 1.0
Daerah 65 .748 .239 1.425 .172 .223 .327 .239 .999 1.001
73
CollinearityDiagnosticsa
Variance Proportions
Model Dimension Eigenvalue Condition Index (Constant) Pajak Daerah Retribusi Daerah
Residuals Statisticsa
74
Stud. Residual -1.011 1.717 -.001 .994 20
Deleted Residual -2.50164 4.30653 -.00433 2.50797 20
Stud. Deleted Residual -1.012 1.832 .025 1.033 20
Mahal. Distance .209 3.687 1.900 1.397 20
Cook's Distance .014 .093 .034 .031 20
Centered Leverage Value .011 .194 .100 .074 20
75
76
77
78
Table Uji T
79
80
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
81
Nama : H. Ramli
Alamat : Desa Parigi, Desa Bonto Cinde, Kecamatan Bissapu, Bantaeng
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Ibu
Nama : Hj. Hasna
Alamat : Desa Parigi, Desa Bonto Cinde, Kecamatan Bissapu, Bantaeng
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
82