Anda di halaman 1dari 97

PENGARUH PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP

KEMANDIRIAN KEUANGAN DI KABUPATEN


BANTAENG 2015-2019

SKRIPSI

THE EFFECT OF TAXES AND REGIONAL RETRIBUTION OF


REGIONAL FINANCIAL INDEPENDENCE IN
BANTAENG DISTRICT 2015-2019

HERNA

NIM. 1809308120007

PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR MAJU

MAKASSAR

2020
SKRIPSI

PENGARUH PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP


KEMANDIRIAN KEUANGAN DI KABUPATEN
BANTAENG 2015-2019

Sebagai salah satu syarat Mencapai Gelar sarjana


Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Disusun dan diajukan oleh

HERNA

Kepada

PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR MAJU
MAKASSAR
2020

ii
SKRIPSI

PENGARUH PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP


KEMANDIRIAN KEUANGAN DI KABUPATEN
BANTAENG 2015-2019

Disusun dan diajukan oleh


Ketua Program Studi Akuntansi,

HERNA
NIM. 1809308120007
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Makassar, 25 Agustus 2020

Menyetujui
Komisi Pebimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Darmawati, SE., M.Ak Nuraditya SE.,


M.Ak
NIDN. 0916098601
NIDN.0927048902

Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi

Mahputera, SE., M.Si., AK., CA


NIDN.0912097701

iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

PENGARUH PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP


KEMANDIRIAN KEUANGAN DI KABUPATEN
BANTAENG 2015-2019

HERNA
NIM.1809308120007
Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji skripsi pada tanggal 25
agustus 2020 dan dinyatakan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
meperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada program Studi Akuntansi STIE Makassar
Maju.

Darmawati, SE., M.Ak ………………………………


(Ketua)
Nuraditya SE., M.Ak ………………………………
(Sekretaris)
Dr. Sultan, SE., M.Si ………………………………
(Anggota)
Mahputera, SE., M.Si., AK., CA ………………………………
(Anggota)
Sapriyadi, SE., M. Si ………………………………
(Anggota)
Makassar, 25, Agustus 2020
Ketua STIE Makassar Maju

Drs. Andi Sri Alam, MM


NIDN.8891000016

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Herna
Nomor Induk Mahasiswa : 1809308120007
Program Studi : Akuntansi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pemikiran orrang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini karya orang lain, saya
bersedia menerima sanksi atau perbuatan tersebut.

Makassar, 25 Agustus 2020


Yang menyatakan

Materai
6000

Tanda tangan
Herna

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT dan juga berkah, rahmat
serta hidyah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelasaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PAJAK DAN RETRIBUSI
DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DI KABUPATEN
BANTAENG TAHUN 2015-2019” sebagai syarat dalam menyelesaiakan Program
Sarjana (S1) dalam Program Sarjana di Stie Makassar Maju.
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang
penulis alami, namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
Kedua orangtua, ayahanda H. Ramli dan Ibunda Hj. Hasna yang selalu
memberikan kasih dan sayang dan banyak memberikan dorongan, doa restu dan
pengorbanan baik material maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. H. Andi Yusran Paris, MM selaku Ketua Yayasan Makassar
Maju, Bapak Drs. Andi Sri Alam, MM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Makassar Maju. Darmawati, SE., M. Ak dan Nuraditya, SE., M. Ak selaku dosen
pembimbing yang sudah berkenan meluangkan waktunya demi memberikan
bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi. Dr. Sultan, SE., M. Si selaku
penguji pertama, Mahputra, SE., M.Si., Ak., CA selaku penguji dan Sapriyadi, SE.,
M. Si selaku penguji III yang memberikan kritik dan saran selama penyusunan
skripsi.
Ucapan terima kasih juga Risman. Aris S.KM yang selalu memberikan
kasih dan sayang dan banyak memberikan dorongan, doa restu dan pengorbanan
baik material maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai
ke jenjang perguruan tinggi.

vi
Serta Staff dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada
penulis selama mengikuti studi. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang sudah membantu memberikan dukungan.
Penulis beranggapan bahwa skripsi ini merupakan karya terbaik yang
dapat penulis persembahkan. Tetapi penulis menyadari bahwa tidak tertutup
kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis memohon maaf atas semua kesalahan yang pernah dilakukan.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan mendorong penelitian-penelitian
berikutnya.

Makassar, 25 Agustus 2020

Herna

vii
ABSTRAK

HERNA. 2020. Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kabupaten Bantaeng 2015-2019 (dibimbing oleh Darmawati dan
Nuraditya)

Tujuan penelitian 1) Untuk Mengetahui Pengaruh Pajak Daerah terhadap


Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019, 2)
Untuk Mengetahui Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019, 3) Untuk Mengetahui
Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019.

Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD 5 tahun terakhir
Kabupaten Bantaeng. menggunakan sampel dari seluruh populasi tersebut. Atau
yang disebut sampling jenuh.

Hasil penelitian ini, 1) Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian


daerah, dengan demikian hipotesis 1 dalam penelitian ini diterima. 2) Retribusi
daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap kemandirian daerah, dengan
demikian, hipotesis 2 dalam penelitian ini ditolak, karena tanda berbeda dengan
yang dihipotesiskan yaitu positif. 3) Kemandirian daerah (y) berpengaruh
signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah, dengan demikian hipotesis 3
dalam penelitian ini diterima.

viii
ABSTRACT

HERNA. 2020. The Influence of Regional Taxes and Retribution on Regional


Financial Independence in Bantaeng Regency 2015-2019 (supervised by
Darmawati and Nuraditya)

Research objectives 1) To Know the Influence Effect of Regional Taxes on


Regional Financial Independence in Bantaeng Regency 2015-2019, 2) To
Determine the Influence of Regional Levies on Regional Financial Independence
in Bantaeng Regency 2015-2019, 3) To Know the Influence of Regional Taxes
and Regional Levies simultaneously on Regional Financial Independence in
Bantaeng Regency 2015-2019.

The population in this study is the Realization Report of the Regional Budget for
the last 5 years of Bantaeng Regency. using a sample from the entire population
or what is called saturated sampling.

The results of this study, 1) Local taxes have a significant effect on regional
independence, thus hypothesis 1 in this study is accepted. 2) Regional levies have
a significant negative effect on regional independence, thus, hypothesis 2 in this
study is rejected, because the sign is different from the one hypothesized, which is
positive. 3) Regional independence (y) has a significant effect on regional
financial independence, thus hypothesis 3 in this study is accepted.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN v

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 6
C. TUJUAN MASALAH 6
D. MANFAAT PENELITIAN 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

A. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) 8


B. SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH 9
C. DANA BAGI HASIL 19
D. DANA ALOKASI UMUM 20

x
E. DANA ALOKASI KHUSUS 21
F. KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 22
G. TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 23
H. POLA HUBUNGAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 23
I. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH 25
J. HUBUNGAN PENINGKATAN PAD DENGAN KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH 30
K. PENELITIAN TERDAHULU 31
L. KERANGKA KONSEPTUAL 33
M. KETERKAITAN ANTAR VARIABEL 34
N. HIPOTESIS 34

BAB III METODE PENELITIAN 36

A. RANCANGAN PENELITIAN 36
B. LOKASI DAN WAKTU 36
C. POPULASI DAN SAMPLE 36
D. PENGUMPULAN DATA 36
E. ANALISIS DATA 37
F. DEFINISI OPERASIONAL 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 45

A. LETAK GEOGRAFIS 45
B. POTENSI DAERAH 46
C. JENIS PAJAK DAERAH 47
D. JENIS RETRIBUSI DAERAH 47
E. HASIL PENELITIAN 47
F. PEMBAHASAN 55

BAB V PENUTUP 57

A. KESIMPULAN 57

xi
B. SARAN 57

DAFTAR PUSTAKA 59

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 75

xii
DAFTAR TABEL

NO Halaman

1.1 Tabel Realisasi Pendapatan Tahun (Dalam Rupiah) 2010-2014 5

2.1 Tabel Penelitian Terdahulu 31

3.1 Tabel Uji Multikolinearitas 49

3.2 Tabel Uji Antokorelasi 50

3.3 Tabel Analisis Regresi 51

3.4 Tabel Uji Adjusted Square 52

3.5 Tabel Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji-t) 53

3.6 Tabel Hasil Uji Hipotesis Uji Statistik F 54

xiii
DAFTAR GAMBAR

NO Halaman

1.1 Gambar Kerangka konseptual 33


1.2 Gambar Uji AsumsiKlasik 48
1.3 Gambar Uji Asumsi Klasik Normalitas 50

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

NO Halaman

1 Realisasi Pendapatan Pemerintah kab. Bantaeng 2015-2019 61

2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Per Triwulan 2015-2019 62

3 Hasil Olahan Data SPSS 63

4 Tabel Uji F 67

5 Tabel Uji T 70

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah adalah
perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat
menghendaki keterbukaan dan kemandirian. Tujuan program otonomi daerah
adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah,
mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun
karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini dapat ditempuh dengan
peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola
rumah tangganya sendiri.
Diterbitkannya undang-undang pasca Otonomi Daerah yaitu Undang-
undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan kepada pemerintah
Daerah untuk mengurus dapurnya sendiri, dalam hal ini mengelola potensi-
potensi yang ada di daerahnya sendiri yang kemudian menjadi sumber -
sumber pelayanan publik yang lebih baik. Dengan demikian, pemerintah
daerah diharapkan mampu lebih mandiri dan mengurangi ketergantungannya
kepada pemerintah pusat dalam hal membiayai pemerintahan yang
dikelolanya.
Kemandirian daerah dalam berotonomi daerah bisa dikenal lewat
seberapa besar keahlian sumber energi keuangan daerah tersebut supaya
sanggup membangun daerahnya. Pemasukan asli daerah yang antara lain
berbentuk pajak daerah serta retribusi daerah, diharapkan jadi salah satu
sumber penerimaan pemerintah daerah dalam kenaikan kemandirian keuangan
daerah. Sumber– sumber penerimaan daerah yang potensial wajib digali
secara optimal, tetapi pasti saja di dalam koridor peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tercantum antara lain merupakan pajak daerah serta

1
retribusi daerah yang memanglah sudah semenjak lama jadi faktor pemasukan
asli daerah yang utama. Kemandirian keuangan daerah menampilkan keahlian
Pemerintah daerah dalam membiayai sendiri aktivitas pemerintahan,
pembangunan serta pelayanan kepada warga yang sudah membayar pajak
serta retribusi bagaikan sumber pemasukan yang dibutuhkan daerah. Sunarto
serta Sunyoto (2016) Pajak daerah serta Retribusi daerah pengaruhi
Kemandirian daerah serta pula bisa pengaruhi Perkembangan ekonomi daerah.
Pajak serta Retribusi daerah yang besar berarti jumlah uang yang masuk ke
kas daerah terus menjadi banyak, sehingga pemerintah daerah berupaya buat
memajukan perekonomian daerahnya. Daerah dengan tingkatan kemandirian
yang besar berarti kabupaten/ kota tersebut sanggup penuhi kebutuhannya
tanpa mengaitkan pihak luar, dalam perihal ini merupakan pemerintah pusat.
Campur tangan pemerintah pusat lebih kecil bila kemandirian daerah tersebut
besar. Tetapi kebalikannya, bila kemandirian kecil campur tangan pemerintah
pusat terus menjadi besar. Daerah yang mandiri berarti laju perekonomian
bertambah, perihal ini menimbulkan perkembangan ekonomi daerah pula
hadapi kenaikan.
Gambaran citra kemandirian daerah dapat diketahui melalui seberapa
besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut mampu membangun
daerahnya. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak
dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Untuk mengurangi ketergantungan aliran dana yang diperoleh dari
pemerintah pusat maka daerah harus mampu menggali sumber-sumber
potensial yang berasal dari daerahnya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah.
PAD adalah sumber pembiayaan Pemerintah Daerah yang peranannya sangat
tergantung kepada kemauan dan kemampuan daerah dalam menggali potensi
yang ada di daerahnya. Sumber-sumber PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah,
Hasil Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain PAD yang sah seperti penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.

2
Disamping harus meningkatkan penerimaan, daerah juga harus
memacu produktivitas pemerintah daerah dengan membangun sarana dan
prasarana penunjang bagi tumbuh dan berkembangnya investasi yang
merupakan penggerak dalam proses pembangunan ekonomi di suatu daerah.
Sesuai asas money follows function penyerahan kewenangan daerah
juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang
sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat di era Orde Baru. Dengan
demikian daerah menjadi mampu untuk melaksanakan segala urusannya
sendiri sebab sumber-sumber pembiayaan juga sudah diserahkan. Jika
mekanisme tersebut sudah terwujud makacita-cita kemandirian daerah dapat
direalisasikan (Haryanto, 2014).
Nggilu, et al. (2016) menyatakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah
untuk menetapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Sumber – sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara
maksimal. Namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk di antaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah
yang memang telah sejak lama menjadi unsure pendapatan asli daerah yang
utama.
Haerunnisa (2018) menyatakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Pusat karena pada prinsipnya, semakin besar sumbangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada APBD akan menunjukkan semakin
kecil ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat yang bias menjadi tolak
ukur kemandirian keuangan daerahnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu
yang telah dilakukan oleh Saprudin (2018) di Kabupaten Gorontalo,
Kemampuan Keuangan Daerah dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Begitu pula penelitian Sunarto dan Sunyoto (2016) yang
mengemukakan bahwa Kemandirian Keuangan Daerah yang berdampak pada

3
Pertumbuhan Ekonomi Daerah dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Realitas adanya beberapa hal yang masih kekurangan dana, daerah
masih diberi bantuan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Perimbangan.
Namun tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas
Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah.
Pajak daerah dan Retribusi daerah merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah untuk menetapkan otonomi yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sumber-sumber penerimaan daerah yang
potensial harus digali secara maksimal namun tetap dalam koridor peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, pemerintah daerah juga
dapat melakukan penyertaan modal atau investasi pada badan-badan usaha
milik daerah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah. Peningkatan PAD tersebut diharapkan akan meningkatkan
kemandirian Daerah.
Untuk keperluan perencanaan, evaluasi dan penentuan kebijakan
pembangunan daerah, diperlukan berbagai data statistic, salah satu yang
diharapkan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam
rangka memenuhi kebutuhan data tersebut, BPS (Badan Pusat Stastik)
Kabupaten Bantaeng telah menghitung PDRB tahun 2019 dengan angka
konstannya menggunakan tahun dasar 2010. Diharapkan, publikasi ini akan
banyak membantu berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantaeng, dan lembaga lain selain kalangan swasta, untuk perencanaan dan
evaluasi pembangunan daerah Kabupaten Bantaeng.
Kota Bantaeng adalah salah satu daerah di provinsi sulawesi selatan
yang senantiasa berupaya meningkatkan perekonomian masyarakat. Tabel
berikut menunjukkan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bantaeng
Tahun 2010-2014.

4
Realisasi Pendapatan (Dalam Rupiah) Tahun 2010-2014
Tabel 1.1

No Tahun PAD Total Pendapatan Kontribusi PAD Thd TPD

1 2010 16,406,093,325 39,000,213,887,631 0.04%

2 2011 1,271,357,211 119,697,044,215 0.10%

3 2012 21,990,844,375 479,362,667,999 0.45%

4 2013 25,420,137,613 556,110,764,909 0.47%

5 2014 43,384,987,346 624,129,081,006 0.69%

Jika melihat pada tabel diatas, dimana kontribusi Pendapatan Asli


Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD) masih sangat rendah.
Sehingga kemandirian daerah yang diharapkan oleh pemerintah melalui
otonomi daerah masih sangat jauh dari harapan.
Pajak serta Retribusi Daerah yang besar berarti jumlah uang yang
masuk ke kas daerah terus menjadi banyak, sehingga pemerintah daerah
berupaya buat memajukan perekonomian daerahnya. Daerah dengan tingkatan
kemandirian yang besar berarti kabupaten/ kota tersebut sanggup penuhi
kebutuhannya tanpa mengaitkan pihak luar, dalam perihal ini merupakan
pemerintah pusat. Campur tangan pemerintah pusat lebih kecil bila
kemandirian daerah tersebut besar. Tetapi kebalikannya, bila kemandirian
kecil campur tangan pemerintah pusat terus menjadi besar. Daerah yang
mandiri berarti laju perekonomian bertambah, perihal ini menimbulkan
perkembangan ekonomi daerah pula hadapi kenaikan.

5
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah
Daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber yang diperlukan daerah. Sebagai pendapatan asli daerah, pajak
daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan yang sangat
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan beberapa uraian tersebu, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pajak dan Retribusi
Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Di Kabupaten Bantaeng 2015-
2019”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pajak Daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan di
kabupaten bantaeng tahun 2015-2019?
2. Apakah Reribusi Daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan
daerah dikabupaten bantaeng tahun 2015-2019?
3. Apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simutan berpengaruh
terhadap kemandirian keuangan daerah di kabupaten bantaeng tahun 2015-
2019?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengaruh Pajak Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan di Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019
2. Untuk Mengetahui Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan di Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-2019
3. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara
simultan terhadap Kemandirian keuangan di Kabupaten Bantaeng tahun
2015-2019

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui upaya-upaya dan
kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
pemungutan pajak untuk menambah jumlah pajak daerah dan retribusi
daerah di Kabupaten Bantaeng. Dengan bertambahnya penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah secara tidak langsung akan menambah PAD,
sehingga dapat digunakan untuk menunjang peningkatan perekonomian
daerah guna tercapainya kesejahteraan masyarakat.

2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
baik dari mahasiwa STIE Makassar Maju maupun mahasiswa dari kampus
lainnya yang ingin mengulas masalah mengenai pajak daerah dan retribusi
daerah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
kepustakaan di STIE Makassar Maju..
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan informasi
dan bermanfaat sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya,
terutama yang berminat untuk mengkaji tentang pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap kemandirian daerah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan penulis maupun yang membaca hasil penelitian ini.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33


Tahun 2004 pasal 1 adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-
sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli


digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam
membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil
ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Menurut Undang-Undang No. 33
Tahun 2004 pasal 6, Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan
sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk
modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-
usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

8
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1) pajak daerah, 2)
retribusi daerah, 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4)
lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Halim dan Kusufi, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Pendapatan
asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan
daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh
karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya
kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD.
Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah
terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah
terhadap bantuan Pemerintah pusat.

E. Sumber Pendapatan Asli Daerah


1. Pajak Daerah
Menurut para ahli yang mendefinisikan pengertian pajak yaitu seperti
dibawah ini:
Mardiasmo (2013) Menyatakan bahwa pajak daerah adalah iuran
yang dilakukan oleh orang pribadi ataupun badan tanpa imbalan langsung
yang balance, yang bisa dipaksakan bersumber pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang digunakan buat membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah. Pajak daerah ialah pajak yang diresmikan oleh
pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang
pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam melakukan
penyelenggaraan pemerintah serta pembangunan daerah.
Menurut Halim dan Kusufi (2012) yang diartikan Pajak daerah
merupakan kontribusi harus kepada daerah yang terutang oleh pribadi
ataupun badan yang bersifat memaksa dan bersumber pada undang-undang
dengan tidak memperoleh imbalan secara langsung serta digunakan buat
keperluan daerah untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

9
Andriani dalam Waluyo (2013), Pajak adalah iuran kepada Negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintah.
Soemitro dalam Resmi (2014), pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak menurut bukunya resmi (2014) yaitu sebagai
berikut:
a.Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi Budgetair artinya pajak adalah salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeuaran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negar, pemerintah
berupaya memasukan uang sebanyak mungkin untuk kas negara. Upaya
tersebut ditempuh dengan cara eksentensifikasi mauapun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak
seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan lain-lain.
b. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk


mengatur atau melakukan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
3. Jenis Pajak

10
Menurut resmi (2014), terdapat berbagai jenis pajjak yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut goongan,
menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya yaitu dijabarkan
seperti dibawah ini:
a. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a) Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan
atau dibebankan kepada orang ain atau pihak lain. Pajjak harus
menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan, misalnya pajak
pengahasian (PPh).

b) Pajak Tidak Langsung


Pajak yang akkhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi
jikda dapat suatu kegatan, misalya terjadi penyerahan barang dan
jasa, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b. Menurut Sifat

Paak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya
memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan
pajak yang memperhatiksn keadaan subjeknya, misalkan Pajak
Penghasilan (PPh).
b) pajakObjektif
Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya
memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan,

11
atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan
pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal,
misalnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan PajakPenjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
c.Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara pada umumnya, misalnya PPh, PPN, dan PPnBM.
b) Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik daerah tingkat 1 (pajak provinsi) maupun daerah tinggkat II) Pajak
Kabupaten/Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing, misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, paak
restoran, pajak air tanah, dan Bea perolehan atas tanah dan bangunan.
4. Retribusi Daerah
Halim dan Kusufi (2012) Retribusi Daerah merupakan pendapatan
daerah yangberasal dari retribusi. Sedangkan menurut Darwin (2010)
“Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah untuk
kepentingan orang atau badan”.
Sedangkan menurut Siahaan pada tahun 2013 mengungkapkan
bahwa Retribusi Daerah adalah pembayaran wajib pajak penduduk kepada
negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakn bersifat
langsung yaitu hanya membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari
negara. Retribusi Daerah nantinya akan menjadi penerimaan Pendapatan

12
Asli Daerah (PAD) yang termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Menurut Munawir dalam Adisasmita (2011) Retribusi merupakan
iuran kepada pemerintah yang dapat paksaan dan jasa balik secara
langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siapa
saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan
dikenakan iuran.
Zunaida (2012) tingkat penggunaan jasa merupakan jumlah
penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul
Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan.
Apabila tngkat penggunaan jasa sulit diukur maka penggunaan jasa dapat
ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Rumus
tersebut harus mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah
dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Nilai rupiah atau presentase
tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang
terutang. Tarif reetribusi ditentukan seragam atau bervariasi menurut
golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi.
Menurut Zunaida (2012) prinsip penetapan dan tarif retribusi
ditetapkan dengan memperthatikan:
a. Biaya penyediaan jasa yang bersangkutan
b. Kemampuan masyarakat
c. Aspek keadilan
d. Efektifatas pengendalian atas pelayanan tersebut selanjutnya,
prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa
usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
layak.

Keuntungan yang layak merupaan keuntungan yang diperoleh apabila


pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efsien.

1. Ciri-Ciri Retribusi

13
Adapun ciri-ciri retribusi menurut Haritz dalam buku Adisasmita
(2011) yaitu sebagai berikut :

a. Pelaksanaan bersifat ekonomis


b. Ada imbalan langsung kepada yang membayar retribusi
c. Iurannya memenuhi persyaratan yaitu perysratan formal dan
material.
d. Retribusi Daerah merupakan pungutan yang umumnya budget
airya tidak menonjol
e. Dalam hal-hal tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari
pengembaliannya.
f. Dalam hal-hal tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari
pengembalian biaya yang telah dibukakan oleh pemerintah daerah
untuk memenuhi permintaan masyarakat.

Menurut Siahaan pada tahun 2013, terdapat beberapa ciri yang melekat pada
retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Retribusi merupakan pungitan yang dipungut berdasarkan


undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi
(balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas
pembayaran yang dilakukannya.
d. Retirubusi tentang apabila ada jasa yang diselenggrakan oleh
pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara
ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan
memproleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah

Upaya untuk meningkatkan PAD perlu dikaji pengelolahannya untuk mengetahui


berapa besar potensi yang riil atau wajat, tingkat keefektifan dan efisiensinya.

14
Peningkatan retribusi daerah yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan
pula PAD.

2. Jenis Retribusi Daerah


Kaitannya dengan usaha menata Kembali beberapa sumber PAD agar
lebih memberikan bobot otonomi yang lebih besar kepada pemerintah
daerha, beberapa jenis retibusi yang hakekatnya bersifat pajak diubah
statusnya menjadi pajak daerah dengan Undang-undang no 28 tahun
2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jenis retribusi daerah menurut Mardiasmo (2002) terdiri dari 3 macam


yaitu :
a) Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum ditetapkan dengan peraturan pemerintah


dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat


bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi
atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk
melayani kepentingan dan kemanfaatan umum:
d. Jasa tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional
mengenai penyelenggaraannya
e. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisiensi, serta
meruapakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensiall
dan pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa

15
tertentu dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih
baik

Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah :

a. Retirbusi pelayanan Kesehatan


b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
c. Retribusi pelayanan biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte
d. Catatan Sipil
e. Retribusi pelayanan pemakaman
f. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
h. Retribusi penggantian biaya cetak peta
i. Retribusi pengujian kapal perikanan

Adapun ciri-ciri retribusi menurut Haritz dalam buku Adisasmita


(2011) yaitu sebagai berikut:

a) Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan


kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan


Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan
b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang
seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai
atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum
dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

16
b. Retribusi Pasar Grosir da/atau Pertokoan;
c. Retribusi Tempat Pelelangan;
d. Retribusi Terminal;
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f. Retribusi Tempat Penginapan;
g. Retribusi Penyedotan Kakus;
h. Retribusi Rumah Potong Hewan;
i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
k. Retribusi Penyebrangan di Atas Air;
l. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair;
m. Retribusi Penjualan Produksi Daerah.
b) Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah


dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang


diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi;

b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi


kepentingan umum; dan

c. Biaya yang menjadi bebena daerah dalam penyelenggaraan izin


tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari
perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi
perizinan.

Jenis Retribusi PerizinanTertentu adalah:

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

b. Retribusi Tempat Penjuaalan Minuman Berakohol

17
c. Retribusi Izin Gangguan

d. Retribusi Izin Trayek

Penetapan jenis retribusi ke dalam retribusi jasa umum dan jasa usaha
dibuat dengan peraturan pemerintah agar tercipta ketertiban dalam
penerapannya sehingga dapat memberikan kepastian pada masyarakat serta
dapat disesuaikan dengan kebutuhan nyata di daerah yang bersangkuatan.

c) Objek Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah menurut Yani (2008) merupakan berbagai jenis


jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang
diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya
jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak
dijadikan sebagai objek retribusi.

Menurut Mardiasmo (2002) terdapat 3 Objek Retribusi daerah:

a. Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan


pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah
daerah dengan menganut prinsip komersial
c. Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber dayaalam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
d) Subjek Retribusi Daerah

Subjek Retribusi Daerah yaitu sebagai berikut:

18
a. Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
b. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu.

e) Besarnya Retribusi Yang Terutang Dan Tarif Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalihkan
tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum


didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek
keadilan. Dengan demikian, daerah mempunyai kewenangan untuk
menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif
retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat
kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.

f) Dampak Pungutan Retribusi

Retribusi dapat dipungut dengan sistem yang sifatnya progresif atau


regresif berdasarkan potensi kemampuan membayar retribusi. Retribusi hanya
akan berpengaruh pada kesediaan menggunakan atau permintaan terhadap jasa
atau pelayanan maupun produk yang dihasilkan oleh pemerintah, karena itu
retribusi tidak seperti halnya dengan pajak, retribusi hanya akan mengurangi
konsumsi, akan tetapi tidak mengurangi kemampuan atau kemauan untuk
bekerja, menabung dan berinvestasi, tetapi tidak akan signifikan sifatnya,
sehingga tidak akan mempunyai dampak yang terlalu besar dalam

19
perekonomian daerah. Retribusi dapat berpengaruh dalam hal distribusi
pendapatan, karena retribusi dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk

Melindungi yang lemah dalam perekonomian dan membagikan beban


masyarakat itu kepada kelompok berpenghasilan tinggi di daerah yang sama.
Sistem retribusi yang progresifdapat bermanfaat untuk retribusi pendapatan
dalam masyarakat di daerah.

g) Pemanfaatan Retribusi

Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi


diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi
pemanfaatan penerimaan retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah.
F. Dana Bagi Hasil
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1, dana bagi hasil
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan
sumber daya alam.
Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:

a) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan

c) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:

1) kehutanan;

2) pertambanganumum;

20
3) perikanan;

4) pertambangan minyakbumi

5) pertambangan gas bumi; dan

6) pertambangan panasbumi.
Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki
peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya
didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup
potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan
berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi
khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil
yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak
dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga
kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat
meningkat.
G. Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, Dana Alokasi
Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sebagian daerah di
Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap
pemerintah pusat. Dimana dana perimbangan dari pemerintah pusat masih
mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi
tiga bagian utama, yaitu; 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana Alokasi Umum, dan 3)
Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil merupakan jenis dana perimbangan yang
dapat dikendalikan daerah yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah
dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan untuk Dana
alokasi Umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil dapat

21
dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah sedangkan untuk Dana Alokasi
Khusus pemerintah Daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat
mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya
tergantung pusat (Mahmudi, 2010).
Kuncoro (2004) mengemukakan dana alokasi umum (DAU) dapat
diartikan sebagai berikut:
a. Komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya
didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (Fiscal Gap),
yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.
b.Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana
penggunaanya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
c. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan
kemampuan keuangann dengan adanya pendapatan asli daerah (PAD)
dan dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam yang diperolehdaerah.
Dana Alokasi Umum mempunyai bagian-bagian. Bagian-bagian tersebut
akan dijelaskan pada bagian berikut.

1. Dana Alokasi Umum untuk DaerahProvinsi.

2. Dana Alokasi Umum untuk daerahKabupaten/Kota.


DAU ditetapkan minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri
(PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. 10% untuk DAU daerah
provinsi, 90% untuk daerah kabupaten/kota.
H. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu
(Halim 2004). Menurut Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Alokasi
Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus

22
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang
dapat dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus antara lain kebutuhan yang tidak
dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus Dana Alokasi
Umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi
Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh
Pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan
atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan
umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang.
Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak
semua daerah mendapatkan alokasi DAK. Adapun persyaratan untuk memperoleh
Dana Alokasi Khusus adalah sebagai berikut:

1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh


pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil
Pajak dan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Pinjaman Daerah, dan
Lain-lain Penerimaan yang Sah;

2. Daerah menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari


kegiatan yang diajukan (dikecualikan untuk Dana Reboisasi);

3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor/kegiatan yang ditetapkan


oleh Menteri Teknis/Instansi terkait.
I. Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) merupakan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri urusan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah.

23
Menurut Halim dan Kusufi (2013) Kemandirian Keuangan Daerah
adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri dalam
kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah.
Rasio yang digunakan dalam mengukur kemandirian keuangan daerah
menurut Widodo (2001) dalam Halim (2004) digunakan rasio kemandirian
yang ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan
dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut dari Laporan
realisasi APBD, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

PAD
Rasio Kemandirian=
Total Pendapatan Daerah

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap


sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti
bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal
(terutama Pemerintah pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula
sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian,
semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi
daerah yang merupakan komponen PAD.
J. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Pemberian otonomi kepada daerah yang dimaksud ialah untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui kemandirian yang dilakukan
daerah dengan mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahannya
berdasarkan asas otonomi yang serta diharapkan dengan diselenggarakannya
otonomi daerah, semua daerah yang melakukan urusan daerah baik itu urusan
pemerintahan maupun urusan dalam pembangunan dapat mengadalkan keuangan
daerah masing-masing yaitu pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya bahwa indikator untuk mewujudkan kemandirian
daerah diukur melalui PAD.

24
Indikator kemandirian keuangan daerah ini diukur dengan menggunakan
rasio pendapatan asli daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Mengetahui
kemandirian keuangan daerah ini dapat menunjukkan seberapa besar local taxing
power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD dalam mendanai
belanja daerah yang dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat.
Rasio akan menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus
meningkat, akan tetapi perlu diperhatikan pula bila terjadi kenaikan secara
kontinyu atas pendapatan bunga, karena hal tersebut dapat diartikan terdapat
peningkatan dana pemda yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan
(DJPK, 2011). Rasio kemandirain keuangan daerah ini apabila hasil semakin
tinggi maka akan semakin kecil angka ketergantungan daerah terhadap pihak lain
(pemerintah pusat khususnya) dan berlakusebaliknya.
Rasio kemandirian dapat pula untuk menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Apabila semakin tingggi rasio
kemandirian, maka semakin tinggi pula partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah sehingga akan menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang tinggi.
K. Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Halim 2007) mengemukakan
hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah dalam melaksanakan
kebijakan otonomi daerah, yang paling utama yaitu mengenai hubungan
pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan atara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah yaitu:

1. Pola Hubungan Instruktif, merupakan perenan pemerintah pusat lebih


dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial).

2. Pola Hubungan Konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang


sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini

25
dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi
daerah.

3. Pola Hubungan Partisipatif, merupakan pola dimana peranan pemerintah


pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah
otonom bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan
otonomi. Peran pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi
pemerintah pusat.

4. Pola Hubungan Delegatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang


sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam
melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah Pusat akan selalu siap
dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada
pemerintah daaerah.

5. Pola Hubungan Instruktif, merupakan peranan pemerintah pusat lebih


dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial).

6. Pola Hubungan Konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang


sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini
dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi
daerah.

7. Pola Hubungan Partisipatif, merupakan pola dimana peranan pemerintah pusat


semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom
bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan otonomi.
Peran pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi pemerintah
pusat.

8. Pola Hubungan Delegatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang


sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam
melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah Pusat akan selalu siap

26
dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada
pemerintah daaerah.

9. Relatif rendahnya basis pajak/retribusidaerah,

10. Perannya tergolong kecil dalam total penerimaandaerah,

11. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah

12. Kemampuan perencanaan dan pengawasan yang masih rendah.


L. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau yang lebih dikenal dengan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan kondisi
ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah nilai tambah yang terbentuk dari keseluruhan kegiatan
ekonomi dalam suatu wilayah dengan rentang waktu tertentu. PDRB
adalah jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan
dari semua kegiatan perekonomian di seluruh wilayah dalam periode tahun
tertentu yang pada umumnya dalam waktu satu tahun. Laju pertumbuhan
PDRB disumbang oleh sembilan faktor, yaitu sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air
bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan, serta jasajasa. Pada
dasarnya, PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit produksi dalam suatu wilayah tertentu, atau 23 merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi.
PDRB disajikan menurut harga konstan dan harga berlaku.
Berdasarkan data PDRB atas dasar harga konstan dapat dihitung
pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan pertambahan riil
kemampuan ekonomi suatu wilayah. Adapun dengan PDRB atas dasar

27
harga berlaku dapat dilihat struktur ekonomi yang menggambarkan andil
masing-masing sektor ekonomi. (BPS, 2015)
Perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku dilakukan dengan dua
metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Pada metode
langsung dikenal ada tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi,
pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Metode tak langsung
biasa digunakan jika data yang diperlukan untuk menghitung PDRB tidak
tersedia.
Perhitungan PDRB atas dasar harga konstan bertujuan untuk
melihat perkembangan PDRB secara riil (tidak ada pengaruh harga). Ada
empat cara yang dikenal untuk menghitung nilai tambah atas dasar harga
konstan, yaitu: revaluasi, ekstrapolasi, deflasi dan deflasi berganda.
Menurut BPS, kegunaan PDRB dan PDRB per kapita adalah:
1) PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara. Nilai PDRB
yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang
besar, begitu juga sebaliknya.
2) PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan
laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, setiap sektor atau
komponen penggunaan dari tahun ke tahun.
3) PDRB per kapita atas dasar harga yang berlaku menunjukkan nilai
PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.
4) PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk
mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk
suatu wilayah.
Tingkat PDRB yang tinggi mencerminkan tingkat
kesejahteraan masyarakat setempat yang juga tinggi. Putri (2014)
melakukan pengujian terkait pengaruh PDRB terhadap
kemandirian daerah. Apabila PDRB meningkat, maka hal ini
mengindikasikan terdorongnya peningkatan pendapatan asli

28
daerah. Tingginya PDRB yang dihasilkan oleh suatu daerah
mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat tinggi.

b. Jumlah Penduduk
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), penduduk adalah semua
orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan
tetapi bertujuan untuk menetap. Jumlah Penduduk dalam penelitian ini
adalah keseluruhan penduduk yang berada pada kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Darmanto (2012) menyatakan bahwa salah satu
indikator yang mencerminkan penyelenggaraan pemerintah daerah yang
baik, yaitu pemerintah daerah yang dapat memberikan pelayanan yang
baik kepada publik.
Jumlah populasi penduduk yang menempati daerah juga
berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Semakin besar Jumlah Penduduk suatu daerah, maka akan menuntut
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik.
Jumlah Penduduk mempengaruhi kemandirian keuangan pemerintah
daerah. Semakin banyak Jumlah Penduduk maka semakin banyak pula
tuntutan pada pemerintah daerah atas pelayanan publik yang baik.
c. Jumlah Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang digunakan
dalam melaksanakan proses produksi dan merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan ekonomi. Ketika tenaga kerja terlibat dalam proses produksi,
tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang
telah dilakukannya, yakni upah. Menurut Badan Pusat Statistik, bekerja
adalah mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan
pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam, seperti:
1) Pekerjaan tetap, pegawai pemerintah atau swasta yang sedang
tidak bekerja karena cuti, sakit, mogok, perusahaan menghentikan

29
kegiatannya sementara (misalnya kerusakan mesin) dan
sebagainya.
2) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian sedang tidak
bekerja karena sakit, menunggu panen atau menunggu hujan untuk
menggarap sawah dan sebagainya.
3) Orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter atau
tukang.
Modal pembangunan yang penting selain keuangan daerah
dan investasi adalah sumber daya manusia. Partisipasi aktif dari
seluruh masyarakat akan mempercepat pembangunan daerah
karena rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap daerah. Hasil
yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat dirasakan
untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat merangsang
kesadaran masyarakat membangun wilayah lokal masing-masing.
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan memerlukan
sumber daya manusia yang berkualitas di samping terpenuhinya
kuantitas permintaan tenaga kerja.
Menurut Winarna (2010) Jumlah Tenaga Kerja merupakan
sumber daya potensial sebagai penggerak, penggagas dan
pelaksana di suatu daerah, sehingga sumber daya ini dapat
menentukan maju atau mundurnya daerah yang bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Steven dan McGowen (1983)
meyatakan bahwa Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh terhadap
kemandirian keuangan pemerintah daerah. Semakin besar tingkat
Jumlah Tenaga Kerja yang dimiliki oleh suatu daerah, maka akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi sumber
pendapatan bagi pemerintah daerah itu sendiri. Pendapatan
pemerintah daerah yang tinggi inilah yang akan meningkatkan
Kemandirian Keuangan Daerah.

30
d. Sumber Daya Alam
Pemanfaatan Sumber Daya Alam berpotensi memberikan
kontribusi besar pada pendapatan negara dan daerah. Pemanfaatan Sumber
Daya Alam daerah yang dapat dinilai secara ekonomi dapat dilihat dari
besaran pendapatan sektor alam terhadap PDRB, antara lain sektor
pertanian dan sektor penggalian dan pertambangan.
1) Sektor pertanian
Sektor pertanian mencakup pengusahaan dan pemanfaatan benda-
benda biologis (hidup) yang diperoleh dari alam dengan tujuan untuk
konsumsi sendiri atau dijual. Sektor pertanian mencakup subsektor
tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-
hasilnya, kehutanan dan perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan
meliputi seluruh kegiatan yang menghasilkan komoditas bahan
makanan. Subsektor tanaman perkebunan meliputi semua kegiatan
yang menghasilkan komoditas tanaman perkebunan baik yang
diusahakan oleh rakyat maupun perusahaan perkebunan. Subsektor
peternakan dan hasil-hasilnya meliputi semua kegiatan pembibitan dan
budidaya segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk
dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasil-hasilnya,
baik yang dilakukan oleh rakyat maupun oleh usaha peternakan.
Subsektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu
serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan dan akar-akaran,
termasuk disini kegiatan perburuan. Subsektor perikanan 28 mencakup
kegiatan penangkapan, pembenihan, budidaya segala jenis ikan dan
biota ikan lainnya, baik yang berada di air tawar maupun air asin.
2) Sektor pertambangan dan penggalian
Kegiatan pertambangan dan penggalian adalah kegiatan yang
mencakup penggalian, pengeboran, penyaringan, pencucian, pemilihan
dan pengambilan segala macam barang tambang, mineral dan barang
galian yang tersedia di alam, baik berupa benda padat, cair maupun
gas. Sifat dan tujuan kegiatan tersebut yaitu menciptakan nilai guna

31
dari barang tambang dan galian sehingga memungkinkan untuk
dimanfaatkan, dijual, atau diproses lebih lanjut. Seluruh jenis
komoditas dalam sektor pertambangan dan penggalian dapat
dikelompokkan ke dalam tiga subsektor, yaitu pertambangan migas,
pertambangan non migas dan penggalian.
Output dari kegiatan penggalian diperoleh berdasarkan hasil
perkalian antara kuantum barang yang dihasilkan dengan harga per
unit barang tersebut. Biaya antara diperoleh dengan mengaliakan rasio
biaya antara dan output. Perhitungan output dan nilai tambah bruto
atas dasar harga konstan menggunakan metode revaluasi.

M. Hubungan Peningkatan PAD Dengan Kemandirian Keuangan Daerah

Hubungan antara peningkatan PAD dengan kemandirian keuangan


daerah dapat dijelaskan sebagai berikut, seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa Kemandirian Keuangan Daerah ditentukan oleh sejauhmana
pemerintah daerah mampu untuk mendanai sendiri pembangunan daerahnya,
tanpa sepenuhnya bergantung dari dana pemerintah pusat. Untuk itu, dengan
segala potensi dan kemampuan daerah yang ada maka pemerintah daerah
harus mewujudkan hal itu dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Hidayat (2007) mengemukakan bahwa apa yang dilakukan daerah dengan
berupaya optimal untuk meningkatkan PAD adalah salah satu upaya untuk
memperkuat kemandirian keuangan daerah.

Cerminan kemandirian keuangan daerah adalah jika dana yang


digunakan untuk penyelenggaraan pembangunan di daerah sebagian besar
diperoleh dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut/ modal sendiri
yang bersifat internal (Sidik, 2002).

Terkait dengan kemandirian daerah, seorang pakar dari world bank


berpendapat bahwa batas 20% perolehan PAD merupakan batas minimum
untuk menjalankan otonomi daerah. Riduansyah (2003) juga mengemukakan

32
hal yang sama bahwa apabila kurang dari 20% dari seluruh penerimaan
pemerintah daerah berasal dari pendapatan daerahnya maka keputusan-
keputusan di tingkat lokal akan didominasi oleh pemerintah pusat dan
mengurangi kredibilitas dari otonomi pemerintahan. Dari uraian tersebut maka
dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD mempunyai hubungan dengan
Kemandirian Keuangan Daerah.
N. Penelitian Terdahulu
Table 1.1
Penelitian Terdahulu

No Penelitian Judul Penulisan Hasil Penulisan

Terdahulu

1 R. Budi Pengaruh Hasil Penelitian:

Hendaris Penerimaan 1. Secara simultan pajak daerah dan retribusi

pajak daerah dan Daerah berpengaruh terhadap Peningkatan

Retribusi daerah pendapatan asli daerah di kabupaten dan

Terhada
p kotamadya di Jawa Barat, dengan besar

Peningkatan pengaruhnya sebesar 51,51%.

pendapatan asli 2. Secara Parsial pajak daerah Berpengaruh

Daerah pada terhadap peningkatan pendapatana asli daerah di

kota/kabupaten kabupaten dan kotamadya di Jawa Barat

Di wilayah 3. Secara Parsial retribusi Daerah Tidak

Provinsi Jawa berpengaruh terhadap peningkatan Pendapatan

Barat asli daerah di kabupaten dan kotamadya di Jawa

33
Barat.

2 Dori Saputra Analisis Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Rasio

Kemandirian dan kemandirian daerah secara rata-rata berada pada

Efektivitas 6,5% dengan katagori rendah sekali dari tahun

keuangan daerah 2004-2011. Rasio efektivitas PAD secara rata-rata

Pada kabupaten berada pada kecendrungan sebesar 109,8% dengan

Dan Kota di kategori sangat efektif dari tahun 2004-2011.

Provinsi kemandirian keuangan daerah secara rata-rata

Sumatera Barat berada pada kecendrungan 95,3 % dari tahun

2005-2011. Trend efektivitas keuangan daerah

secara rata-rata berada pada kecendrungan 116,2%

dari tahun 2005-2011.

3. Agung Pengaruh dana Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Dana

Swandewi perimbangan dan perimbangan dan kemandirian daerah berpengaruh

(2014) kemandirian positif terhadap keserasian anggaran, namun dana

keuangan daerah perimbangan tidak berpengaruh signifikan pada

Terhadap tingkat signifikansi lima persen. Kemandirian

keserasian keuangan daerah, dana perimbangan dan

Anggaran dan keserasian keuangan daerah berpengaruh positif

Kesejahteraan terhadap kesejahteraan Masyarakat Dana

34
masyarakat pada perimbangan tidak berpengaruh

kabupaten/kota signifikan secara tidak langsung terhadap

di provinsi Bali kesejahteraan masyarakat melalui Keserasian

anggaran,

Sedangkan kemandiriaan Keuangan Daerah

berpengaruh signifikan secara tidak langsung

terhadap

kesejahteraan masyarakat melalui Keserasian

anggaran.

35
O. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep menurut (Sugiyono, 2014) adalah suatu hubungan yang akan
menghubungankan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu, antara variabel
independen dengan variabel dependen yang akan di amati atau di ukur melalui penelitian
yang akan di laksanakan.

Gambar 1.1
Kerangka Konseptual

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung Antar Variabel


Kerangka konseptual yang digambarkan diatas menjadi pola penelitian ini
dalam melihat adanya pengaruh pajak daerah, retribusi daerah terhadap
kemandirian daerah sebagai salah satu tujuan dari otonomi daerah. Jika jumlah

36
PAD cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan atau bahkan menutupi
jumlah dana yang diperoleh dari pemerintah pusat. Jika hal tersebut tercapai,
maka daerah dapat dikatakan mandiri. Pertumbuhan perekonomian daerah akan
berdampak positif terhadap peningkatan PAD. Kelompok PAD yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu Pajak daerah, Retribusi daerah. Hubungan pengaruh yang akan
dilihat baik secara parsial maupun simultan dengan menggunakan tekhnik analisis
statistik metode regresi linier berganda.
P. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pajak Daerah terhadap Kemandirian Daerah

Pajak daerah yang merupakan salah satu sumber penting PAD ini
akan sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Dari hasil penelitian Alfarisi 2015 pajak daerah berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Kinerja ini dapat dilihat
melalui sasaran yang telah tercapai dalam pelayanan pada masyarakat, yang
artinya daerah tersebut semakin mandiri. Karakteristik pajak daerah terdiri
dari berbagai jenis pajak yang menjadikan pajak daerah sebagai salah satu
sumber kekuatsan utama daerah dalam menggali PAD nya sehingga dapat
dijelaskan semakin tinggi pajak daerah maka kemandirian daerah semakin
baik.

2. Retribusi Daerah terhadap Kemandirian Daerah

Retribusi daerah juga merupakan salah satu sumber PAD ini juga
menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui kinerja keuangan
pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali
sumber-sumber kekayaan asli daerah untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan pemerintahan daerahnya yang tentunya akan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan daerah tersebut. Sama halnya dengan pajak
daerah, retribusi daerah juga menjadi salah satu sumberpendanaan PAD,

37
meskipun tidak sedominan pajak daerah. Semakin tinggi retribusi daerah
maka semakin baik kemandirian keuangan daerah.
Q. Hipotesis Penelitian
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti
bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
(terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian
pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan
Asli Daerah, Cherrya (2012).
Kemandirian keuangan daerah ditentukan oleh sejauhmana
pemerintah daerah mampu mendanai sendiri pembangunan daerahnya,
tanpa sepenuhnya bergantung dari dana pusat. Upaya optimal yang
dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD adalah salah satu
upaya untuk memperkuat kemandirian keuangan daerah, Hidayat (2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah (2013) dengan judul pengaruh
pajak dan retribusi daerah terhadap kemandirian keuangan daerah di
provinsi Sumatera Utara menyimpulkan bahwa pajak dan retribusi daerah
baik secara parsial maupun simultan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah. Penelitian lainnya dilakukan oleh
Fitria yang menyimpulkan bahwa komponen PAD yang terdiri dari pajak,
retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
penerimaan lain-lain yang sah secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah sedangkan secara parsial, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan teori, dan beberapa
penelitian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

38
1. (H1) Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
keuangan daerah
2. (H2) Retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
keuangan daerah
3. (Y) Pajak daerah dan Retribusi daerah secara simultan berpengaruh
terhadap kemandirian keuangan daerah.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah menganalisis tentang pengaruh pajak
daerah dan retribusi daerah terhadap kemandirian daerah kabupaten Bantaeng
yang nantinya akan melihat kontribusi variabel independent mempengaruhi
variabel dependent baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara
sendiri-sendiri (parsial). Penelitian ini dilakukan untuk periode 5 tahun yaitu
dari tahun 2015- 2019 dengan mengambil laporan keuangan triwulan pada
website resmi pemkab Bantaeng.

B. Lokasi Dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantaeng dengan mengambil data
Laporan Realisasi Anggaran kabupaten Bantaeng, waktu penelitian
dilaksanakan Juni hingga Juli 2020.

C. Populasi Dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD 5 tahun
terakhir Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini menggunakan sampel dari seluruh
populasi tersebut. Atau yang disebut sampling jenuh. Menurut Sugiono
(2018), Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasinya relatif kecil.

39
D. Pengumpulan Data.
Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi
Dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dan melakukan analisis atas laporan
keuangan pemerintah daerah pada objek penelitian. Dokumen Laporan
keuangan menjadi sumber utama dalam penelitian ini.

E. Analisis Data
Menurut Sugiyono (2014) yang dimaksud dengan analisis data adalah
sebagai berikut: “Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh
responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan
data berdasarkan variabel dan jenis responden, mantabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari setiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”. Dalam
menentukan analisis data, diperlukan data yang akurat dan dapat dipercaya
yang nantinya dapat dipergunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasikan. Analisis data yang
dilakukan dengan bantuan dari program SPSS sebagi alat untuk meregresikan
model yang telah dirumuskan.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis
regresi linear berganda adalah sebagai berikut:
1. Uji Asumsi Klasik
Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian
asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat
bermakna dan bermanfaat. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi
uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji
heteroskedastisitas.
a) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang


digunakan mempunyai distribusi normal atau tidak. Dalam model regresi

40
linier, asumsi ini ditunjukkan oleh nilai error yang berdistribusi normal.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang dimiliki distribusi
normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian
secara statistik. Pengujian normalitas data menggunakan Test of
Normality Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS. Menurut Singgih
Santoso (2012) dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan
probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:

1) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah
normal.
2) Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah
tidak normal.
b) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan ada atau tidaknya korelasi antara variabel
bebas. Jika terjadi 85 kolerasi, maka dinamakan terdapat problem
multikolinierita. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
kolerasi diantara variabel independen. Jika terbukti ada
multikolinieritas, sebaiknya salah satu independen yang ada
dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi diuang kembali
(Singgih Santoso, 2010). Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinieritas dapat dilihat dari besaran Variance Inflation Factor
(VIF) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas
multikolinieritas adalah mempunyai angka tolerance mendekati 1.
Batas VIF adalah 10, jika nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi
gejala multikolinieritas (Gujarati, 2012). Menurut Singgih Santoso
(2012) rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

1 1
VIF = atau
Tolerance VIF
a. Uji Autokorelasi

41
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan
kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka
terdapat masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah
ini muncul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
suatu observasi ke observasi lainnya.

Hal ini sering terjadi pada data runtut waktu (time series)
karena residual pada seorang individu/kelompok yang sama pada
periode berikutnya. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian
Durbin Witson (DW). Jika nilai Durbin Witson terletak antara -2
sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi (Ghozali, 2010).

b. Uji Heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah


dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan lain. Menurut Kuncoro (2011)
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model
yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi
ke observasi lainnya. Artinya setiap observasi mempunyai realibilitas
yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang melatarbelakangi
tidak terangkum dalam spesifikasi model. Jika varians dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homokedastisitas.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu
dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada
atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X

42
adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-
studentized. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:

1) Ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola


tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2) Tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
2. Model Regresi
Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier
berganda. Menurut Sugiyono (2014) bahwa: “Analisis regresi linier
berganda bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya)
variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen
sebagai faktor prediator dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi
analisis regresi berganda akan dilakukan bila jumlah variabel
independennya minimal 2”. 88 Menurut Sugiyono (2014) persamaan
regresi linier berganda yang ditetapkan adalah sebagai berikut adalah:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + ɛ
Dimana:
Y : Kemandirian Keuangan Daerah
X1 : Pajak Daerah
X2 : Retribusi Daerah
β0 :intercept / konstanta
β1, β2, :Koefisien Regresi
ɛ : Error / residual

3. Pengujian Hipotesis update terbaru tahunnya.


a. Uji Parsial (Uji t)

43
Uji t (t-test) melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara
parsial, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran
secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen
dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap
konstan. 91 Menurut Sugiyono (2014), menggunakan rumus:

n−¿ 2
t=r √ ¿
√ 1−r 2
Keterangan:

t = Distribusi t

r = Koefisien korelasi parsial

r 2 = Koefisien determinasi

n = jumlah data

(t-test) hasil perhitungan ini selanjutnya dibandingkan dengan t


tabel dengan menggunakan tingkat kesalahan 0,05. Kriteria yang
digunakan adalah sebagai berikut:

- diterima jika nilai ≤ atau nilai sig > α

- ditolak jika nilai ≥ atau nilai sig < α

Bila terjadi penerimaan Ho maka dapat disimpulkan bahwa tidak


terdapat pengaruh signifikan, sedangkan bila Ho ditolak artinya terdapat
pengaruh yang signifikan. Rancangan pengujian hipotesis statistik ini
untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara variabel independent (X)
yaitu Good Corporate Governance (X1), Earning Power (X2), terhadap
Manajemen Laba (Y), adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian
ini adalah:

44
-Ho: β = 0: tidak terdapat pengaruh yang signifikan

-Ha: β ≠ 0: terdapat pengaruh yang signifikan.

b. Uji Simultan (Uji F)


Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara
simultan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua
variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama
(simultan) terhadap variabel dependen. Uji F dalam penelitian ini
digunakan untuk menguji signifikasi pengaruh Good Corporate
Governance dan Earning Power Terhadap Manajemen Laba secara
simultan dan parsial. Menurut Sugiyono (2014) dirumuskan sebagai
berikut:

R 2 /K
F=
(1−R 2)/( n−k−1)

Keterangan:

R 2 = Koefisien determinasi

K = Jumlah variabel independen

N = Jumlah anggota data atau kasus

F hasil perhitungan ini dibandingkan dengan Ftabel yang


diperoleh dengan menggunakan tingkat resiko atau signifikan level 5%

45
atau dengan degree freedom = k (n-k-1) dengan kriterian sebagai
berikut:

- H 0ditolak jika F hitung > F tabel atau nilai sig < α

- H 0 diterima jika F hitung < F hitungatau nilai sig > α

Jika terjadi penerimaan H 0 , maka dapat diartikan tidak


berpengaruh signifikan model regresi berganda yang diperoleh sehingga
mengakibatkan tidak signifikan pula pengaruh dari variabel-variabel
bebas bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

Adapun yang menjadi hipotesis nol H 0dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut:

- H0: β1 = β2 = β3 = 0: tidak berpengaruh signifikan

- Ha: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0: terdapat pengaruh yang signifikan

1. Penetapan tingkat signifikansi

Pegujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan tingkat


signifikansi sebesar 0,05 (α=0) atau tingkat keyakinan sebesar 0,95.
Dalam ilmu-ilmu sosial tingkat signifikansi 0,05 sudah lazim digunakan
karena dianggap cukup tepat untuk mewakili hubungan antar-variabel
yang diteliti.

2. Penetapan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis

Hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya diuji dengan


menggunakan metode pengujian statistik uji t dan uji F dengan
kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebgai berikut:

Uji t:

46
- H 0 diterima jika nilai – t tabel< t hitung < t tabel

- H 0 ditolak jika nilai – t hitung < t tabel atau t hitung< - t tabel

Uji F:

- H 0 ditolak jika F hitung > F tabel

- Ho diterima jika F hitung ≤ F tabel

c. Analisis Determinasi
Koefisien determinasi ini berfungsi untuk mengetahui besarnya
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam
penggunaannya, koefisien determinasi ini dinyatakan dalam persentase
(%) dengan rumus sebagai berikut:

Kd = R2 x 100%

Keterangan:

Kd = Koefisien Determinasi

R = Koefisien Korelasi yang Dikuadratkan

R. Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan agar tidak menimbulkan penafsiran
ganda yaitu dengan memberikan batasan terhadap variabel – variabel yang
digunakan dalam penelitian ini :

1. Kemandirian keuangan daerah (Y) adalah tingkat kemampuan daerah


dalam membiayai pengeluaran daerahnya, kemandirian keuangan daerah
diukur menggunakan rasio kemandirian keuangan menurut Halim (2004)
yaitu:

47
PAD
Rasio Kemandirian daerah =
Total Penerimaan Daerah

2. Pajak Daerah (X1) adalah realisasi Penerimaan Pajak Daerah. Pajak


daerah dalam penelitian ini diukur menggunakan rasio, yaitu mengukur
persentase pajak daerah terhadap PAD (Florida:2006 dalam Fitria:2012)
Pajak sebagai berikut:

Realisasi Pajak Daerah


Rasio Pajak Daerah =
Realisasi Pendapatan Asli Daerah

3. Retribusi daerah (X2) adalah realisasi penerimaan Retribusi Daerah.


Retribusi Daerah dalam penelitian ini diukur dengan skala rasio, yaitu
mengukur persentase retribusi daerah terhadap PAD (Florida:2006 dalam
Fitria:2012) sebagai berikut:

Realisasi Retribusi
Rasio Retribusi Daerah =
Realisasi Pendapatan Daerah

48
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Letak Geografis

Kabupaten Bantaeng secara geografis terletak ± 120 km arah selatan


Makassar, Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dengan posisi 5°21’13’’
5°35’26’’ Lintang Selatan dan 119°51’42’’-120°05’27’’ Bujur Timur. Berada
di kaki Gunung Lompobattang, Kabupaten Bantaeng memiliki Topografi yang
terdiri dari daerah pantai, daratan, dan pegunungan. Luas wilayah daratan
mencapai 395.83 km2 dan luas wilayah perairan mecapai 144 km2. 59,33 km2
atau sekitar 14,99% dari wilayahnya merupakan daerah pesisir dengan
kemiringan 0-2 meter, 168,75 km2 atau sekitar 42,64% dari luas wilayahnya
merupakan daratan yang landai dengan kemiringan 2-15 meter, 81,86 km2
atau sekitar 20,68% dari luas wilayahnya merupakan daratan dengan
kemiringan 15-40 meter sedangkan 83,80 km2 atau sekitar 21,17% sisanya
merupakan daerah daratan dengan kemiringan lebih dari 40 meter. Letak
geografi Kabupaten Bantaeng yang strategis memiliki alam tiga dimensi,
yakni bukit pegunungan, lembah dataran dan pesisir pantai, dengan dua

49
musim. Iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan
tahunan rata-rata setiap bulan 14 mm. Dengan adanya kedua musim tersebut
sangat menguntungkan bagi sektor pertanian. Kabupaten Bantaeng terletak di
bagian selatan propinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan: Sebelah
Utara: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bulukumba Sebelah Timur:
Kabupaten Bulukumba Sebelah Selatan: Laut Flores Sebelah Barat :
Kabupaten Jeneponto.
Bantaeng adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang
memiliki sejarah sejak abad ke-13. Ada banyak sisa-sisa budaya yang
ditemukan di daerah ini terutama dari periode prasejarah dan Islam. Bantaeng
masih merupakan kerajaan kecil di semenanjung Sulawesi selatan.

B. Potensi Daerah

Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada


bagian barat dan timur sepanjang 21,5 kilometer yang cukup potensial
untuk perkembangan perikanan dan rumput laut. Kekayaan alam yang
dimiliki Kabupaten Bantaeng menghasilkan keragaman hayati dan hewani
yang dapat bernilai ekonomis. Dengan kondisi alam yang sangat cocok
dengan berbagai jenis hewan dan tanaman, memberikan peluang daerah
Bantaeng untuk dikembangkan menjadi sentra produksi beberapa
komoditas unggulan, sehingga Bantaeng bisa menjadi sentra penghasil
benih dan bibit unggul. Beberapa komoditi yang sudah berhasil
dikembangkan adalah tanaman pangan yaitu padi, jagung, talas, ubi kayu,
kacang hijau dan kacang tanah. Khusus untuk tanaman talas, daerah ini
akan menjadi penghasil bibit tananaman talas dan akan disuplai ke daerah
lain yang membutuhkan. Sedangkan untuk tanaman sayuran yang telah
dikembangkan seperti kol, kentang, wortel, labu siam, bawang merah dan
petai, menjadikan Kabupaten Bantaeng menjadi penyuplai komoditi ini di
kawasan Selatan Sulawesi Selatan.

50
Tanaman buah-buahan yang sudah berhasil dikembangkan seperti
mangga, strawberi dan apel. Pengembangan budidaya tanaman apel dan
strawberi di daerah ini menjadi pemicu banyaknya wisatawan lokal yang
berkunjung ke Bantaeng. Di bidang perternakan, selain ayam di daerah ini
cocok dikembangkan ternak sapi, kuda dan kambing.
Di bidang perkebunan iklim sebagian besar wilayah kabupaten
Bantaeng cocok untuk tanaman kakao, kapuk, kopi, cengkeh dan kelapa.
Di bidang perikanan khususnya budidaya rumput laut daerah ini berhasil
merubah perekonomian masyarakat pesisir yang identik dengan
masyarakat berpenghasilan rendah menjadi masyarakat yang
berpenghasilan memadai. Selain itu, telah dikembangkan budidaya ikan air
tawar yang kedepannya Kabupaten Bantaeng akan menjadi Kabupaten
produsen bibit ikan air tawar.

C. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Jenis-jenis pajak kabupaten Bantaeng terdapat beberapa yaitu:

a) Pajak Bumi dan Banguna (PBB)


b) Pajak Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM)
c) Pajak Kendaraan bermotor
d) Pajak hotel
e) Pajak restoran
f) Pajak air tanah

D. Jenis-jenis retribusi daerah:

Jenis-jenis retribusi kabupaten Bantaeng terdapat beberapa yaitu:

a) Retribusi terminal
b) Retribusi tempat khusus pasar
c) Retribusi tempat penginapan

51
d) Retribusi rekreasi dan olahraga
e) Retribusi penjualan pruduksi daerah

E. Hasil Penelitian

Hasil Penelitian Uji Asumsi Klasikini digunakan untuk mendapatkan


hasil regresi linier yang baik. Dalam penelitian ini uji asumsi klasik
menggunakan Software SPSS 22 for windows dan menghasilkan output
sebagai berikut:

1. Uji Asumsi Klasik

Gambar 1.2

Sumber: Output Statistik SPSS 22 yang diolah 2020

52
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas.

Table 2.1 Uji Multikolinearitas


Tabel hasil Uji
Multikolinearitas
Coefficientsa

Unstanda Standar
rdized dized
Coefficie Coefficie Collinearity
nts nts Correlations Statistics

Pa
Std. Zero- rtia Pa Toler
Model B Error Beta T Sig. order l rt ance VIF

1 (Consta -
nt) 7
1.
6 -
0 20.7 3.4 .
8 13   57 003          

Pajak 2.
Daerah 5 . .
3 4.1 . 70 68
8 .618 .688 06 001 .683 6 8 .999 1.001

Retribu 1. .748 .239 1.4 . .223 . . .999 1.001


si 0 25 172 32 23
Daerah 6 7 9

53
5

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

Sumber: Output Statistik SPSS 22 yang diolah 2020

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat dilihat pada output coefficient


model, dikatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas jika nilai VIF < 10. Hasil
perhitungan menghasilkan nilai VIF untuk Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah
(X2) berada pada angka di bawah 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
gejala multikolinearitas dalam model regresi tersebut dan data ini dapat digunakan
untuk dijadikan estimasi.

Hasil Uji AsumsiKlasik Normalitas

Gambar 2 Uji Asumsi Klasik Normalitas

Gambar 1.3

54
Sumber: Output Statistik SPSS 22, diolah tahun 2020

Gambar diatas grafik Scatterplot yang ditampilkan untuk uji


heteroskedastisitas menampakkan titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak
ada pola yang jelas terbentuk serta dalam penyebaran titik-titik tersebut menyebar
dibawah dan diatas angka nol (0) pada sumbu Y. Hal tersebut mengidentifikasikan
tidak terjadinya heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi
layak dipakai untuk memperdiksi variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y).

Hasil Uji AsumsiKlasik Autokorelasi

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of Durbin-


Model R R Square Square the Estimate Watson

1 .723a .523 .467 2.39689 .520

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah

b. Dependent Variable: Kemandirian Daerah


Table 3.2 Uji Antokorelasi

Sumber: Output Statistik SPSS 22, diolah tahun 2020

55
Uji Autokorelasi menggunakan nilai Durbin-watson (DW). Secara umum
dengan cepat diambil patokan dari:

Jika d < dL maka, terdapat autokorelasi positif

Jika d > dU maka, tidak terdapat autokorelasi

Jika dL < d < dU maka, pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat
disimpulkan.

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson


(DW) sebesar 0.520. Nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan
menggunakan nilai signifikansi 0,05 (5%), jumlah amatan 20 (n) dan jumlah
variabel independen (k = 2). Dari tabel Durbin Watson didapat nilai batas atas
(du) 1.1004, nilai batas bawah (dl) 1.5367. Oleh karena itu, nilai DW 0.520 lebih
besar dari du sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasidalam
penelitian ini.

Analisis Linier Berganda


Tabel 3.3 Analisis Regresi
Coefficientsa

Unstand Standar
ardized dized
Coefficie Coeffici Collinearity
nts ents Correlations Statistics

Std. Pa
Erro Sig Zero- rtia Pa Toler
Model B r Beta t . order l rt ance VIF

1 (Consta - 20.7   - .          
nt) 7 13 3.4 003
1. 57
6
0
8

56
Pajak 2.
Daerah 5 . .
3 4.1 . 70 68
8 .618 .688 06 001 .683 6 8 .999 1.001

Retribu 1.
si 0 . .
Daerah 6 1.4 . 32 23
5 .748 .239 25 172 .223 7 9 .999 1.001

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

Sumber: Output Statistik SPSS 22 yang diolah 2020

Berdasarkan tabel di atas hasil análisis regresi berganda mengenai


Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berpengaruh terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah, maka dapat disajikan persamaan regresi
yakni sebagai berikut:
Ŷ = -71.608+2.538X1 + 1.065X2
Ket:
Ŷ = Kemandirian Keuangan Daerah
X1 = Pajak Daerah
X2 = Retribusi Daerah
a =-71.608 merupakan nilai konstant, dengan kata lain jika Pajak Daerah
(X1) dan Retribusi Daerah (X2) tidak berubah maka nilai
KemandirianKeuangan Daerah (Y) sebesar -71.608
b1X1 = 2.358 yang artinya apabila Pajak Daerah (X1) naik sebesar .1,
maka pengaruhnya atas Kemandirian Keuangan Daerah (Y) akan
naik sebesar 2.358 apabila Retribusi Daerah (X2) dalam keadaan
konstan.
b2X2 = 1.065 yang artinya apabila Retribusi Daerah (X2) naik sebesar 1,
maka pengaruhnya atas Kemandirian Keuangan Daerah (Y) akan
naik sebesar 1.065 apabila Pajak Daerah (X2) dalam keadaan

57
konstan.

Table 3.4 Uji Adjusted Square

Model Summaryb

Std. Error
Mode R Adjusted R of the Durbin-
l R Square Square Estimate Watson

1 .723a .523 .467 2.39689 .520

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah

b. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

Sumber: Output Statistik SPSS 22, diolah tahun 2020

Dari tabel hasil uji Adjusted R Square dengan SPSS yang


dipaparkan di atas kita dapat mengetahui bahwa hasil nilai R Square
=0,523. itu artinya bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
mempengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar 52,3%.
Sedangkan sisanya yang 48,7% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang
lainya.

Pengujian Hipotesis

Hasil Uji Secara Parsial (Uji – t)

Table 3.5 Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji-t)

Coefficientsa
Unstandar Standardi
dized zed
Coefficient Coefficien
s ts Correlations Collinearity Statistics

Std. Zero- Part Par Tolera


Model B Error Beta T Sig. order ial t nce VIF

1 (Constan - 20.71   - .003          


t) 71 3 3.45
.6 7
08

58
Pajak 2.
Daerah 53 4.10 . .
8 .618 .688 6 .001 .683 706 688 .999 1.001

Retribusi 1.
Daerah 06 1.42 . .
5 .748 .239 5 .172 .223 327 239 .999 1.001

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

Sumber: Output Statistik SPSS 22 yang diolah 2020

Menurut Imam Ghozali (2011) jika nilai Sig.<0.05 maka artinya variable
independent (X) secara persial berpengaruh terhadap variabel dependent (Y).

Pada penelitian ini maka t tabel atau df = n – k dimana n = 20 dan k = 3.


Pada penelitian ini df =20 – 3 = 17 menggunakan α 5% atau 0,05 didapatkan t
tabel adalah 4.106.

Berdasarkan Tabel 4 maka Uji T (Secara parsial) yang di dapat dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:

1. Pajak Daerah (X1) mempunyai nilai signifikansi 0,001 yang berarti nilai
ini lebih kecil dari 0,05. Disini dijelaskanbahwa variabel Pajak Daerah
(X1) secara parsial berpengaruh secara signifikan positif terhadap
Kemandirian (Y).

2. Retribusi Daerah (X2) mempunyai nilai signifikansi 0,172 yang berarti


nilai ini lebih besar dari 0,05. Disini di jelaskan bahwa variabel Retribusi
Daerah (X2) secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan positif
terhadap Kemandirian (Y).

Uji F (Secara Simultan)

59
Table 3.6 Hasil Uji Hipotesis Uji Statistik F

ANOVAa

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.

1Regression 107.079 2 53.540 9.319 .002b

Residual 97.666 17 5.745

Total 204.745 19

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah

Sumber: Output Statistik SPSS 22 yang diolah 2020

Untuk melihat F tabel dalam pengujian hipotesis pada model regresi, perlu
menentukan derajat bebas atau degree of freedom (df) atau dikenal dengan df2
dan juga dalam F tabel disimbolkan dengan N2. Hal ini ditentukan dengan rumus:

df1 = k -1 = 3 – 1 = 2

df2 = n – k = 20 – 3 = 17

Maka F Tabel untuk α 5% adalah 9.319

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai F hitung sebesar 9.319 dengan


tingkat signifikansi0,002, lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu maka model
regresi bisa dipakai untuk memprediksi tingkat kemandirian keuangan daerah
yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara simultan berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen, yang artinya, Pajak Daerah dan

60
Retribusi Daerah secara simultan berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah.

F. Pembahasan

1. Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


pada Pemerintahan Kabupaten Bantaeng

Berdasarkan Hasil Uji T pada tabel 3.5, maka variabel Pajak Daerah (X1)
mempunyai nilai signifikansi 0,001 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05,
sedangkan nilai t hitung 4.106 > t tabel 1,724. Berdasarkan kedua nilai tersebut
disimpulkan bahwa Ha diterima (H0 ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel Pajak
Daerah (X1) secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah (Y).

Dalam penelitian ini Pajak daerah searah atau positif artinya semakin
tinggi Pajak daerah, maka semakin besar Peningkatan kemandirian Daerah pada
kabupaten bantaeng. Penelitian ini sejalan dengan penelitian R. Budi Hendaris
yang berjudul “Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
peningkatan pendapat asli daerah pada kota/kabupaten di wilayah provinsi jawa
barat”.

2. Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan


Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Bantaeng

61
Berdasarkan Hasil Uji T pada tabel 3.5, maka variabel Retribusi Daerah
(X2) mempunyai nilai signifikansi 0,172 yang berarti nilai ini lebih besar dari
0,05, sedangkan nilai t hitung 1.425 > t tabel 1,724. Berdasarkan kedua nilai
tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (H0 ditolak) atau dijelaskan bahwa
variabel Retribusi Daerah (X2) secara parsial secara tidak terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah (Y).

Dalam penelitian ini Retribusi daerah tidak signifikan artinya retribusi


kabupaten lebih baik ditingkatkan lagi untuk menunjang kemandirian daerah,
maka dengan itu semakin besar pula kemandirian Daerah pada kabupaten
bantaeng. Penelitian ini sejalan dalam penelitian Sunarto dan Y Sunyoto dengan
judul “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Kemadirian
Daerah Yang Berdampak Pada Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Empiris
Pada Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah).

3. Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap


Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Bantaeng

Berdasarkan oleh Uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 9.319 dengan


tingkat signifikansi 0,002, jauh lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu maka model
regresi bisa dipakai untuk memprediksi tingkat kemandirian keuangan daerah.
Juga dapat dinyatakan bahwa F hitung > F tabel dimana 9.319 > 3.493. Dengan
kata lain Ha diterima (Ho ditolak), yang menyatakan bahwa semua variabel
independen secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen, yang artinya, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan
berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian R. Budi Hendaris “Pengaruh


Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap peningkatan pendapat
asli daerah pada kota/kabupaten di wilayah provinsi jawa barat”.

62
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

63
Berdasarkan Pembahasan pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
kemandirian daerah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pajak Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Kemandirian


Daerah, dengan demikian hipotesis 1 dalam penelitian ini diterima.
2. Retribusi Daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap Kemandirian
Daerah, dengan demikian, hipotesis 2 dalam penelitian ini ditolak,
karena tanda berbeda dengan yang dihipotesiskan yaitu positif.
3. Kemandirian Daerah (Y) berpengaruh signifikan terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah, dengan demikian hipotesis 3 dalam
penelitian ini diterima.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan simpilan tersebut diatas disarankan sebagai
berikut:
1. Mengingat pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah pada pemerintahan Kabupaten Bantaeng maka untuk
pemanfaatan anggaran agar bisa dimaksimalkan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.
2. Untuk pemerintahan Kabupaten Bantaeng agar mempertahankan tingkat
Pendapatan Daerah jika perlu ditingkatkan terutama di bidang Retribusi
Daerah.
3. Untuk penelitian selanjutnya agar bisa menjadi acuan untuk dijadikan
referensi juga disarankan agar mengambil sampel diatas 10 Tahun.
4. Potensi pajak daerah dan retribusi daerah sebagai salah satu sumber dari PAD,
perlu ada peningkatan lagi, dengan cara mencari sumber-sumber pajak yang
baru.
5. Upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam peningkatan Pajak
dan Restribusi daerah adalah pengembangan kawasan strategis dan
memperhatikan keseimbangan daya dukung alam antara potensi sumber daya
alam dengan rencana pengembangan wilayah.

64
DAFTAR PUSTAKA

Adriani . 2014. Teori Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat

65
Adisasmita, Rahardjo. (2011). Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu

Ghozali, Imam. 2011, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Haryanto. 2014. “Kemandirian Daerah Sebuah Perspektif dengan metode Path


Analysis”. Jurnal ekonomi dan Kewirausahaan. Vol 9.

Haerunnisa. (2018) “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap


Kemandirian Keuangan Daerah di Kota Makassar”. Jurnal Akuntansi.

Halim dan Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik : teori, konsep dan aplikasi.
Edisi ke 4. Salemba Empat. Jakarta.

Halim dan Kusufi. 2013. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.
Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta.

https://bantaengkab.bps.go.id/

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi,


Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Airlangga

Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. ANDI. Yogyakarta.

Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Jakarta. STIE YKPN

Kuncoro, Mudrajat. 2011. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu


Manajemen: YKPN.

Nggilu, F., Sabijono, H., & Tiyaroh, V. (2016). “Pengaruh Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo”. Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi. 16 (4).

Sunarto & Sunyoto, T. (2016) “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
terhadap Kemandirian Daerah yang berdampak pada Pertumbuhan
Ekonomi Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten Dan kota di Jawa
Tengah)”. Dharma Ekonomi. 13 (43) hlm 13-22.

Saprudin. (2018) “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah terhadap


Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Gorontalo”. Jurnal Akuntansi.
1 (1).

Soemitro dalam Resmi 2014. pajak dan pembangunan. Bandung:PT Eresco.

66
Siahaan, Marihot P. (2013). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Sidik, Machfud. 2002. “Optimalisasi Pajak daerah dan Retribusi Daerah dalam
Rangka Meningkatkan Kemempuan Keuangan Daerah.”. Makalah dalam
acara orasi ilmiah dengan tema “Strategi Meningkatkan Kemampuan
Keuangan Daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah dalam Rangka
Otonomi Daerah” yang diselenggarakan oleh STIA LAN Bandung.

Santoso, Singgih. Seri Solusi bisnis Berbasis TI: Menggunakan SPSS untuk
Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 adalah penerimaan daerah

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah


dan Undang-undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Wan Vidi Rukmana 2013 tentang “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan
Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau

Widodo, Joko. 2001. (DJPK, 2011). Insan Cedekia. Surabaya

www.djpk.depkeu.go.id
Zuraida, Ida (2012). Teknik Penyusunan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Jakarta: Sinar Grafika

67
REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015-2019

KODE 2015
REKENING JENIS PENDAPATAN 2016 2017 2018 2019
1 PENDAPATAN
1 1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 43,800,069,886.00 Rp 34,493,477,725.00 Rp 55,464,716,357.00 Rp 94,776,587,126.00 Rp 11,973,238,412.50
1 1 1 Pajak Daerah Rp 7,405,930,730.00 Rp 7,977,370,224.00 Rp 10,214,439,850.00 Rp 11,610,612,835.00 Rp 8,148,612,723.50
1 1 2 Retribusi Daerah Rp 22,298,434,589.00 Rp 5,061,304,479.00 Rp 5,835,997,299.00 Rp 5,263,186,045.00 Rp 2,449,314,612.00
Hasil Ppengeolahan Daerah yang
1 1 3 dipisahkan Rp 5,090,901,349.00 Rp 5,653,277,495.00 Rp 7,946,250,856.00 Rp 4,790,269,590.00 Rp -
1 1 4 Lain-lain PAD yang Sah Rp 9,004,803,217.00 Rp 24,701,525,527.00 Rp 31,468,028,352.00 Rp 73,112,518,656.00 Rp 1,375,311,077.00
Rp
1 2 DANA PERIMBANGAN Rp 622,234,570,284.00 Rp 874,281,617,111.00 7,177,244,690,662.00 Rp 727,886,651,869.00 Rp 367,445,621,105.00
Dana bagi hasil pajak/ bagi bukan
1 2 1 hasil pajak Rp 13,189,984,050.00 Rp 14,460,806,017.00 - Rp 6,625,948,500.00
Rp
1 2 2 Dana Alokasi Umum Rp 1,840,245,234.00 Rp 20,902,546,687.00 Rp 493,079,256,000.00 - 307,842,584,000.00
Rp
1 2 3 Dana Alokasi Khusus Rp 444,919,431,000.00 Rp 497,448,542,000.00 Rp 20,468,991,440.00 Rp 494,749,832,000.00 52,977,088,605.00
Lain-lain pendapatan daerah
1 3 yang sah Rp 162,284,910,000.00 Rp 341,469,722,407.00 Rp 83,426,609,135.00 Rp 218,520,019,670.00 Rp 45,778,475,786.00
1 3 1 Hibah Rp 136,795,249,108.00 Rp 99,362,772,318.00 Rp 2,303,150,770.00 Rp 1,112,115,000.00 Rp -
1 3 2 Dana Darurat Rp 6,634,581,900.00 - - Rp 23,966,815,000.00 Rp -
Dana bagi hasil pajak dari provinsi
1 3 3 dan pemda lainnya - - Rp 3,779,682,965.00 - Rp 8,698,236,441.00
Dana penyusaian khusus dan
1 3 4 otonomi khusus Rp 35,576,579,336.00 Rp 29,331,520,704.00 Rp 46,332,355,000.00 Rp 30,233,425,360.00 Rp 36,746,136,000.00
Bantuan Keuangan dari privinsi
1 3 5 daerah lainnya Rp 90,060,742,000.00 Rp 64,584,362,000.00 - Rp 47,832,248,000.00 Rp -
1 3 6 Lain-lain Rp 4,523,345,872.00 Rp 5,446,889,614.00 Rp 1,011,420,400.00 - Rp 334,103,345.00
1 3 7 Jumlah Pendapatan Daerah Rp 802,829,889,278.00 Rp 1,017,037,867,154.00 Rp 856,136,016,154.00 Rp 933,874,748,479.00 Rp 850,394,670,607.00
LAMPIRAN

68
Pajak Daerah (X1) Retribusi Daerah (X2) Kemandirian Daerah (Y)

21.34 22.44 5.58


Realisasi Pendapatan Asli Daerah Per Triwulan 2015-
2019 21.34 22.44 5.58

21.34 22.44 5.58

21.34 22.44 5.58

21.41 20.96 2.72

21.41 20.96 2.72

21.41 20.96 2.72

21.41 20.96 2.72

19.36 21.10 0.76

19.36 21.10 0.76

19.36 21.10 0.76

19.36 21.10 0.76

21.79 21.00 10.01

21.79 21.00 10.01

21.79 21.00 10.01

21.79 21.00 10.01

21.43 20.23 2.90

21.43 20.23 2.90


69
21.43 20.23 2.90

21.43 20.23 2.90


HASIL OLAHAN DATA SPSS

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Kemandirian Daerah 4.3940 3.28269 20

70
Pajak Daerah 21.0660 .88977 20
Retribusi Daerah 21.1460 .73578 20

Correlations

Kemandirian
Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah

Pearson Correlation Kemandirian Daerah 1.000 .683 .223

Pajak Daerah .683 1.000 -.023

Retribusi Daerah .223 -.023 1.000


Sig. (1-tailed) Kemandirian Daerah . .000 .172
Pajak Daerah .000 . .462
Retribusi Daerah .172 .462 .
N Kemandirian Daerah 20 20 20
Pajak Daerah 20 20 20

Retribusi Daerah 20 20 20

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 107.079 2 53.540 9.319 .002b

Residual 97.666 17 5.745

71
Total 204.745 19

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah


b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah

Variables Entered/Removeda

Variables Variables
Model Entered Removed Method

1 Retribusi
Daerah, . Enter
b
PajakDaerah

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

72
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .723 .523 .467 2.39689 .520

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah


b. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

Coefficientsa

Unstandardi Standardize
zed d
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics

Std. Zero- Parti Toleran


Model B Error Beta t Sig. order al Part ce VIF

1 (Constant) -
71.
60 -
8 20.713   3.457 .003          

Pajak 2.5
Daerah 38 .618 .688 4.106 .001 .683 .706 .688 .999 1.001

Retribusi 1.0
Daerah 65 .748 .239 1.425 .172 .223 .327 .239 .999 1.001

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

73
CollinearityDiagnosticsa

Variance Proportions

Model Dimension Eigenvalue Condition Index (Constant) Pajak Daerah Retribusi Daerah

1 1 2.998 1.000 .00 .00 .00

2 .001 45.067 .01 .66 .31

3 .000 82.641 .99 .34 .68

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value .0146 6.4681 4.3940 2.37397 20


Std. Predicted Value -1.845 .874 .000 1.000 20
Standard Error of Predicted
.592 1.184 .900 .235 20
Value
Adjusted Predicted Value -.2261 6.7174 4.3983 2.47838 20
Residual -2.34903 3.93378 .00000 2.26723 20
Std. Residual -.980 1.641 .000 .946 20

74
Stud. Residual -1.011 1.717 -.001 .994 20
Deleted Residual -2.50164 4.30653 -.00433 2.50797 20
Stud. Deleted Residual -1.012 1.832 .025 1.033 20
Mahal. Distance .209 3.687 1.900 1.397 20
Cook's Distance .014 .093 .034 .031 20
Centered Leverage Value .011 .194 .100 .074 20

a. Dependent Variable: Kemandirian Daerah

75
76
77
78
Table Uji T

79
80
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Herna


Tempat/tgl. Lahir : Bantaeng, 10 Maret 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Parigi, Desa Bonto Cinde, Kecamatan Bissapu, Bantaeng.
Agama : Islam
Pendidikan :
SD INPRES PARIGI Tahun :2001-2007
SMPN 3 BISSAPPU Tahun :2007-2010
SMAN 1 BISSAPPU Tahun :2010-2013
Politeknik Informatika Nasional Tahun : 2013-2016
STIE Makassar Maju Tahun :2018-sekarang
Orang Tua :
Ayah

81
Nama : H. Ramli
Alamat : Desa Parigi, Desa Bonto Cinde, Kecamatan Bissapu, Bantaeng
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Ibu
Nama : Hj. Hasna
Alamat : Desa Parigi, Desa Bonto Cinde, Kecamatan Bissapu, Bantaeng
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam

82

Anda mungkin juga menyukai