Anda di halaman 1dari 63

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian Hipertensi

American Societyof Hypertension (2015),

menyatakan bahwa hipertensi adalah suatu sindrom

kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi

lain yang kompleks dan saling berhubungan. Hipertensi

merupakan penyakit multifakttorial akibat interaksi dari

faktor genetik dan faktor lingkungan.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arteri

sistemik yang menetap dimana tekanan sistol >130 mmhg

atau tekanan darah diastolik >80 mmhg ( AHA,2017 ).

Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan

hipertensi adalah dimana kondisi dimana tekanan darah

lebih tinggi dari 130/80 mmhg. Angka 130 mmhg merujuk

pada bacaan sistolik, ketika jantung memompa darah dari

seluruh tubuh, Sementara itu, Angka 80 mmhg mengacu

diastolik, ketika jantung dalam keadaan rileks sembari

mengisi ulang bilik- biliknya dengan darah..

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

1
1. Klasifikasi berdasarkan etiologi

a. Hipertensi esensial ( Primer )

Hipertensi primer atau essensial adalah hipertensi

yang penyebabnya secara pasti belum diketahui.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi esensial, yaitu faktor genetik, stress dan

psikologis, faktor lingkungan, dan diet ( peningkatan

penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium

atau kalsium ).seseorang yang pola makannya tidak

terontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan

bahkan sampai obesitas merupakan pencetus awal

terjadinya tekanan darah tinggi (Syam, N. 2016)

Peningkatan Tekanan Darah tidak jarang

merupakan satu-satunya tanda hipertensi

primer.Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti ginjal,mata,otak dan

jantung.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui

dengan jelas sehingga lebih mudah dikendalikan dengan

penggunaan obat- obatan. Penyebab hipertensi sekunder

di antarnya adalah berupa kelainan ginjal, seperti

obesitas, retensi insulin, hipertiroidisme, dan


pemakaian obat
–obatan, seperti kontrasepsi oral dan

kartikosteroid ( Wijaya& Putri, 2015 ).

2. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

a. Klasifikasi derajat hipertensi berdasarkan JNC-8

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi

Derajat Sistolik Diastolik

( mmHg ) ( mmHg )

Normotensi < 130 < 80

Pre- hipertensi 130 – 140 80 – 90

Hipertensi tahap 140 – 160 90 – 100


1I

Hipertensi tahap ≥ 160 ≥ 100


II

Sumber:Pengantar Askep Klien Dengan Gangguan


kardiovaskuler,2014

a. Klasifikasi menurut ESH dan ESC

Tabel 2.2
Klasifikasi
Hipertensi
Diastolik
Kategori Sistolik
( mmHg
( mmHg )
)
Optimal < 120 Dan / atau < 80

Normal 120 -129 Dan / atau 80 -84

Normal tinggi 130 -139 Dan/ atau 85 – 89

Hipertensi 140 – Dan / atau 90 -99


159
derajat I

Hipertensi 160 -179 Dan /atau 100 – 109


derajat II

Hipertensi ≥ 180 Dan /atau ≥ 110


derajat
III
Hipertensi ≥ 140 Dan / atau < 90
Sistolik
terisolasi

( Sumber : ESC,2007 )

2.1.3 Etiologi

Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum

diketahui. Namun, Sejumlah interaksi beberapa

energi homeostatik saling terkait.Efek awal diperkirakan

pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh

ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana

ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium

normal. Kelebihan
intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume

cairan dan surah jantung. Pembuluh darah memberikan

reaksi atas peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau

peningkatan tahan perifer. Tekanan darah tinggi adalah

hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian

dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu

timbal balik peningkatan tahanan perifer ( Wajan, 2010 ).

Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui

dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan

dengan obat- obatan. Penyebab hipertensi sekunder

diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,

diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan

endrokin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin,

hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti

kontrasepsi oral dan kortikosteroid ( Wijaya & Putri, 2013 ).

Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab


terjadinya hipertensi sekunder:

a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)

Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat

menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-

aldosteron-mediated volume expansion. Dengan

penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah

normal
kembali setelah beberapa bulan.

b. Penyakit parenkin dan vaskular ginjal

Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder.

Hipertensi renovaskular berhubungan dengan

penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara

langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi

arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan

oleh aterosklerosis atau fibrous dysplasia

(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit

parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan

perubahan struktur, serta fungsi ginjal.

c. Gangguan endokrin

Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal

dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal –

mediated hypertension disebabkan kelebihan primer

aldosterone, kortisol, dan katekolamin.

Pada aldosteronisme primer, Kelebihan aldosterone

menyebabkan hipertensi dan hypokalemia.

Adlosteronisme primer biasanya timbul dari benign

adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada

medulla adrenal yang paling umum dan meningkatkan

sekresi katekolamin yang berlebihan. Pada sindrom


cushing, kelebihan glukokortikoid yang diekskresi

dari korteks adrenal. Sindrom Cushing’s mungkin

disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau

adenoma adrenakortikal.

d. Coarctation aorta

Merupakan penyempitan aorta kongenital yang

mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik

atau aorta abdominal. Penyempitan menghambat aliran

darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan

peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.

e. Neurogenic : Tumor otak encephalitis, dan gangguan

psikiatrik.

f. Kehamilan

g. Luka bakar

h. Peningkatan volume intravascular

i. Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan

katekolamin. Peningkatan katekolamin menyebabkan

iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung,

dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada

akhirnya
meningkatkan tekanan darah.

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi belum diketahui.Sejumlah

kecil klien antara 2- 5 % memiliki penyakit dasar ginjal

atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal

yang dapat diidentifikasi. Kondisi inilah yang

disebut sebagai “ Hipertensi Esensial “. Sejumlah

mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan

darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam

terjadinya hipertensi esensial.

Penyebab hipertensi primer tidak diketahui,

meskipun telah banyak penyebab yang dapat diidentifikasi.

Penyakit ini memungkinkan banyak faktor, termasuk,

Arterosklerosis Meningkatnya pemasukan sodium

baroreseptor,renin secretion, Faktor genetik dan lingkungan.

Peningkatan cairan dan peningkatan resistensi peripheral

merupakan dua dasar mekanisme penyebab

hipertensi.Banyak yang menduga bahwa hipertensi

membertaan pembentukan plaque. Pihak lain menemukan

bahwa plaque berisi arteri yang menyebabkan tekanan

darah meningkat. Peranan ahli gizi dalam pemasukan

sodium dan
hipertensi juga kontropersial. Studi empiris menyatakan

terdapat hubungan antara tingginya sodium pada individu

yang berdampak pada tingginya tekanan darah. Sebaliknya

turunnya tekanan darah diikuti dengan pengurangan

sodium dalam diet.

Baroreseptor ( proses reseptor ) mengontrol

peregangan dinding arteri dengan menghalangi pusat

vasokontriksi medulla. Ketidakcocokan sekresi renin juga

meningkatkan perlawanan periferal.Iskemia arteri ginjal

menyebabkan pembebasan dari renin, precusor dari

angiostensen II. Precusor ini menyebabkan kontriksi arteri

dan meningkatnya tekanan darah, kelanjutan dari kontriksi

pembuluh – pembuluh darah menyokong terjadinya

vascular sclerosis dan merugikan pembuluh darah. Di sini,

terdapat penebalan intra-arteriolar dan penempatan

kembali dari kelembutan otot dan garis jaringan elastic

dengan jaringan fibriotik. Peredaran dan nekrosis

( kematian jaringan ), selanjutnya merusak pembuluh

darah dan menggagalkan meningkatnya parlawanan

vaskular ( Majid, 2017 )


2.1.5 Web Of Caution (WOC)

r predisposisi: usia,jenis kelamin,


) merokok, stress,kurang olahraga, Beban
genetic, alcohol,
kerja ↑
konsentrasi
jantung
Gangguan sirkulasi Aliran darah makin cepat keseluruhan
tubuh sedangkan nutrisi dalam sel sudah mencukupi

Tekanan sistemik
HIPERTENSI

Perubahan Krisis situasional Metode koping tidak

Informasi yang minim Defisit


Ketidakefektifan
pengetahua
koping

Resitensi pembuluh
Nyeri kepala

Suplai O2 ke otak Resiko Perfusi


Perifer Tidak Efektif

Pembuluh darah

Sistemik Koroner

Vasikontriks Iskemia miokard

Aflerload
Nyeri

Fatigue
Skema 2.1 WOC Hipertensi

Intoleransi
11
Sumber:Nurarif&Kusuma,(2015)

2.1.6 Manifestasi klinis

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi

dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat ( kumpulan cairan ), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil,

( edema pada diskus optikus ).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak

menampakan gejala sampai bertahun- tahun. Gejala bila

ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler,

dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang

divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi

sebagai nokturia ( peningkatan urinasi pada malam hari )

dan azetoma ( peningkatan nitrogen urea darah ( BUN )

dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi

gangguan tajam penglihatan ( Wijaya & Putri, 2013 ).

Corwin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala

klinis timbul :

12
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai

mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan

darah intracranial.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat

hipertensi.

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena

kerusakan susunan saraf pusat.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal

dan filtrasi glomerulus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat

peningkatan tekanan kapiler.

2.1.7 Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan di

tanggulangi, maka dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai

organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.

Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ

sebagai berikut:

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya

gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada


penderita hipertensi, bebab kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang

elastisitasnya, yang disebut dekompensasi.

Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa

sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun

jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak

napas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan

resiko stroke, apabila tidak diobati risiko stroke 7

kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan

ginjal, tekanan darah tinggi bukan kerusakan system

penyaringan didalam ginjal akibatnya lambat laun

ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak

dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan

terjadi penumpukan di dalam tubuh.

d. Mata

Pada mata hipertensin dapat mengakibatkan

terjadinya retinopati hipertensi dan dapat

menimbulkan
kebutaan (Andra 2013)

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik

1. Hitung darah lengkap ( Complete Blood Cells Count )

Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk

menilai viskositas dan indicator faktor risiko seperti

hiperkoagulabilitas, anemia.

1. Kimia darah

a. BUN, kreatinin : Peningkatan kadar

menandakan penurunan perfusi atau faal renal.

b. Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes mellitus

adalah presipitator hipertensi) akibat dari

peninngkatan kadar katekolamin.

c. Kadar kolesterol atau trigliserida: peningkatan

kadar mengindikasikan predisposisi pembentukan

plaque atheromatus.

d. Kadar serum aldosteron: menilai adanya

aldesteronisme primer. Studi tiroid (T3 dan T4),

menilai adanya hipertiroidisme yang

berkontribusi terhadap vasokontriksi dan

hipertensi.

e. Asam urat Hiperuricemia merupakan implikasi


faktor risiko hipertensi.

2. Elektrolit

a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia

mengindikasikan adanya aldoseronisme atau efek

samping terapi diuretic ).

b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi

terhadap hipertensi.

3. Urine

a. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa

daalam urine mengindikasikan disfungsi renal

atau diabetes.

b. Urine VMA (catecholamine metabolite)

peningkatan kadar mengindikasikan adanya

pheochromacytoma.

c. Steroid urine: peningkatan kadar

mengindikasikan hiperadrenalisme,

pheochromacytoma, disfungsi pituitary,

Sindrom Cushing’s kadar renin juga

meningkat.

4. Radiologi

a. Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi


penyebab hipertensi seperti renal pharen chymal

disease, urolithiasis, benign prostate

hyperplasia (BPH).

b. Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi

obstruktif katup jantung, deposit kalsium pada

aorta, dan pembesaran jantung.

5. EKG : Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain,

gangguan konduksi atau disritmia.

2.1.9 Penatalakasanaan medis

1. Penatalaksanaan nonfarmakologis

Penatalaksanaan nonfarmaologis dengan modifikasi

gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan

darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi.

Penatalaksanaan nonfarmakologis hipertensi teridiri

dari berbagai macam modfikasi gaya hidup untuk

menurunkan tekanan darah yaitu :

a. Mempertahankan berat badan ideal


Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body

Mass Index ( BM ) dengan rentang 18,5 – 24,9

kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi berat

badan anda dengan tinggi badan anda yang telah

dikuadratkan dalam satuan meter.

Mengatasi obesitas ( kegemukan ) juga dapat

dilakukan dengan melakukan diet rendah kolestrol

namun kaya dengan serat dan protein dan jika

berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5kg maka

tekanan darah distolik dapat diturunkan sebanyak 5

mmHg.

b. Kurangi aspuan natrium ( sodium )

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan

cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100

mmol / hari (kira- kira 6 gr Nacl atau 2,4 gr/ hari).

Jumlah yang lain dengan mengurangi garam sampai

kurang dari 2300 mg ( 1 sendok the ) setiap hari.

Pengurangan konsumsi garam menjadi 1/2 sendok

the perhari, dapat menurunkan tekanan sistolik

sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 2,5

mmHg.

c. Batasi konsumsi alkohol

Para peminum erat mempunyai resiko mengalami


hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka

yang tidak minum minuman beralkohol.

d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium ( > 90 mmol

( 3500 mg/ hari) ) dengan cara konsumsi diet tinggi

buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara

mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total (

Kaplan,2006 ). Kalium dapat menurunkan tekanan

darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang

terbuang bersama airkencing.Dengan setidaknya

mengonsumsi buah- buahan sebanyak 3- 5 kali dalam

sehari, seseorang bisa mencapai asupan

potassium yang cukup.

e. Menghindari merokok

Merokok memamg tidak berhubungan secara lansung

dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat

meningkatkan resiko komplikasi pada pasien

hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka

perlu dihindari mengkonsumsi tembakau ( rokok )

karena dapat memperberat hipertensi.

f. Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang

menetap namun jika episode stress sering terjadi

dapat menyebabkan kenaikan sementara yang

sangat tinggi. Menghindari stress dengan

menciptakan suasana yang menyenangkan bagi

penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai

metode relaksasi seperti yoga atau meditasi yang

dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat

menurunkan tekanan darah.

G. Terapi Musik Klasik

Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan

musik melalui energi yang dihasilkan dari musik itu

sendiri ( Natalia,2013 ). Jenis musik yang

seringkali menerima acuan adalah musik klasik

karena memiliki rentang nada yang luas dan tempo

yang dinamis. Tidak hanya musik klasik, semua

jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai

terapi musik seperti lagu lagu relaksasi ataupun

lagu popular. Namun yang perlu diperhatikan adalah

memilih lagu tempo sekitar 60 ketukan/menit yang

bersifat rileks, karena apabila terlalu cepat stimulus

yang masuk akan membuat kita mengikuti irama

tersebut sehingga kedaan istirahat yang optimal


tidak tercapai.
Dengan mendengarkan musik sistem limbik

teraktivasi dan individu dapat rileks sehingga

tekanan darah menurun. Alunan musik dapat

menstimulasi tubuh memproduksi molekul Nitrat

Oksida ( NO ), Molekul ini bekerja pada tonus

pembuluh darah dan mengurangi tekanan darah (

Nurrahmani,2012 ).

2. Pengobatan Farmakologi

a. Diuretic ( Hidrokolorotiazid )

Mengeluarkan cairan tubuh sehngga volume cairan

ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa

jantung menjadi lebih ringan.

b. Penghambat simpatik ( metildopa, klonidin, dan

reserpine )

Menghambat aktivitas saraf simpatik.

c. Betabloker ( metoprolol, Propanolol, dan antenolol

1. Menurunkan daya pompa jantung

2. Tidak dianjurkan pada penderita yang telah

diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti

asma bronkal.

3. Pada penderita diabetes mellitus : dapat menutupi


gejala hipoglikemia

d. Vasolidator ( Prasosin Hidralasin )

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos pembuluh darah.

e. ACE inhibitor ( captopril )

1. Menghambat pembentukan zat angiotensin II.

2. Efek samping : batuk kering, pusing, sakit kepala

dan lemas

f. Penghambat reseptor angiotensin II ( Valsartan )

Menghalangi penempelan zat angiotensin II pada

reseptor sehingga memperingan daya pompa

jantung.

g. Antagonis kalsium ( Diltiasem dan Verapamil )

Menghambat kontraksi jantung ( kontraktilitas

) ( Wijaya & Putri, 2013 ).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

2.2.1 Konsep Keluarga

Keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri


dari individu-individu yang memiliki hubungan erat satu sama

lain,
saling tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal

dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak

atau suami istri, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan

tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan

saling ketergantungan (Padila, 2012).

2.2.2 Struktur Keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat. Berikut

beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri

dari bermacam-macam, diantaranya :

a. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu

disusun melalui jalur ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu

disusun melalui jalur ibu.


c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ibu.

d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ayah.

e. Keluarga kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluargakarena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.3 Fungsi Keluarga

Padila (2012) mengindentifikasikan lima fungsi dasar keluarga,

yaitu:

a. Fungsi efektif

Fungsi efektif berhubungan dengan fungsi internal

keluarga yang merupakan basis kekuatan dari

keluarga.Fungsi efektif berguna untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial.

a. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan


yang dialami individu yang menghasilkan interaksi sosial

dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.

b. Fungsi reproduksi

Berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

meningkatkan sumber daya manusia.Dengan adanya

program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit dapat

terkontrol.

c. Fungsi ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti

makanan, pakaian dan rumah, maka keluarga memerluka

sumber keuangan.Fungsi ini sulit dipenuhi oleh keluarga

dibawah garis kemiskinan.

d. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi lain keluarga adalah melakukan asuhan kesehatan

terhadap anggotanya baik untuk mencegah terjadinya

gangguan maupun merawat anggota yang sakit.

2.2.4 Tipe Keluarga

Padila (2012) menjelaskan tipe-tipe keluarga sebagai berikut :

a. Keluarga tradisional

1. Keluarga inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak.


Biasanya keluarga yang melakukan perkawinan

pertama atau keluarga dengan orangtua campuran

atau orangtua tiri.

2. Pasangan istri, terdiri dari suami dan istri saja

tanpa anak, atau tidak ada anak yang tinggal bersama

mereka. Biasanya keluarga dengan karier tunggal atau

karier keduanya.

3. Keluarga dengan orangtua tunggal, biasanya

sebagai konsekuensi dari perceraian.

4. Bujangan dewasa sendirian.

5. Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-

orang yang berhubungan.

6. Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri

sudah tua anak-anaknya sudah berpisah.

b. Keluarga non tradisional

1. Keluarga dengan orangtua beranak tanpa menikah,

biasanya ibu dan anak.

2. Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah,

didasarkan pada hokum tertentu.

3. Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa


menikah.

4. Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis

kelamin yang sama hidup bersama sebagai pasangan

yang menikah.

5. Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari

satu pasangan monogomy dengan anak-anak secara

bersama

6. Menggunakan fasilitas, sumber yang sama.

2.2.5 Stress dan Koping Keluarga

Stress adalah keadaan tegang akibat stressor atau oleh

tuntutan yang belum tertangani. Stress dalam keluarga sulit

diukur. Adaptasi adalah proses penyesuaian terhadap

perubahan, adaptasi bisa positif bisa negative yang dapat

meningkatkan atau menurunkan keadaan kesehatan keluarga.

Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok keluarga

(analisa interaksi). Koping keluarga didefinisikan sebagai

respon positif yang digunakan keluarga untuk memecahkan

masalah (mengendali stress). Berkembang dan berubahsesuai


tuntutan/stressor yang dialami.Sumber koping keluarga bisa

internal yaitu dari anggota keluarga sendiri dan eksternal

yaitu dari luar keluarga.

2.2.6Pengkajian Keluarga

a. Pengumpulan Data Umum

1. Identitas kepala keluarga

Nama atau inisial kepala keluarga, umur, alamat,

dan telpon jika ada, pekerjaan dan pendidikan kepala

keluarga, komposisi keluarga yang terdiri atas nama

atau inisial, jenis kelamin, umur, hubungan dengan

kepala keluarga, agama, pendidikan, status imunisasi

dan genogram.

2. Tipe keluarga

Menjelaskan jenis tipe keluarga (tipe keluarga

tradisional atau tipe keluarga non tradisional).

3. Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa atau kebiasaan-

kebiasaan terkait dengan kesehatan.

4. Agama
Mengkaji agama dan kepercayaan yang dianut oleh
keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan.

5. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh

pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari kepala

keluarga maupun anggota keluarga lainnya.Selain itu

status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh

kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga

serta barang-barang yang dimilki oleh keluarga.

6. Aktivitas rekreasi

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan keluarga

pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat

rekreasi, tetapi juga penggunaan waktu luang atau

senggang keluarga.

b. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga

1. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Data ini ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap

perkembangan keluarga saat ini yang belum

terpenuhi dan mengapa belum terpenuhi.


3. Riwayat keluarga inti

Data ini menjelaskan mengenai penyakit

keturunan, riwayat kesehatan masing-masing

anggota keluarga, status imunisasi, sumber

kesehatan biasa digunakan serta pengalamannya

menggunakan pelayanan kesehatan.

4. Riwayat keluarga sebelumnya

Data ini menjelaskan riawayat kesehatan dari pihak

suami dan istri.

c. Data Lingkungan

1. Karakteristik dan denah rumah

Menjelaskan gambaran tipe rumah, luas

bangunan, pembagian dan pemanfaatan ruang,

ventilasi, kondisi rumah, tata perabotan, kebersihan

dan sanitasi lingkungan, ada atau tidak sarana air

bersih dan sistem pembuangan limbah.

2. Karakteristik tetangga dan komunitasnya

Menjelaskan tipe dan kondisi lingkungan tempat

tinggal, nilai dan norma atau aturan

penduduk setempat serta budaya setempat yang


memepengaruhi kesehatan.

3. Mobilitas keluarga

Ditentukan dengan apakah keluarga hidup menetap

dalam satu tempat atau memepunyai kebiasaan

berpindah-pindah tempat tinggal.

4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan

masyarakat

Menjelaskan waktu yang digunakan keluarga untuk

berkumpul atau berinteraksi dengan masyarakat

lingkungan tempat tinggal.

5. Sistem pendukung keluarga

Sumber dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas

sosial atau dukungan masyarakat setempat serta

jaminan pemeliharaan kesehatan yang dimiliki

keluarga untuk meningkatkan upaya

kesehatan.Struktur Keluarga.

d. Struktur Keluarga

1. Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota

keluarga menggunakan sistem tertutup atau

terbuka,
kualitas dan frekuensi komunikasi yang berlangsung

serta isi pesan yang disampaikan.

2. Struktur kekuatan keluarga

Mengkaji model kekuatan atau kekuasaan yang

digunakan keluarga dalam membuat keputusan.

3. Struktur dan peran keluarga

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota

keluarga baik secara formal maupun informal.

4. Nilai dan norma keluarga

Menjelaskan nilai norma yang dianut keluarga

dengan kelompok atau komunitas serta bagaimana

nilai dan norma tersebut mempengaruhi status

kesehatan keluarga.

e. Fungsi keluarga

1. Fungsi afektif

Mengkaji gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dan

bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling

menghargai.

2. Fungsi sosial
Menjelaskan tentang hubungan anggota

keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar

disiplin, nilai, norma dan budaya serta perilaku yang

berlaku dikeluarga dan masyarakat.

3. Fungsi pemenuhan (perawatan / pemeliharaan)

kesehatan

Sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, dan perlindungan terhadap anggota

keluarga yang sakit.Pengetahuan keluarga mengenai

sehat sakit, kesanggupan keluarga melakukan

pemenuhan tugas perawatan keluarga.

4. Mengenal masalah kesehatan keluarga dengan

Hipertensi

Sejauh mana keluarga mengenal fakta-fakta dari

masalah kesehatan meliputi pengertian, tanda dan

gejala, penyebab dan yang mempengaruhi

serta persepsi keluarga terhadap masalah.

5. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan

luasnya masalah, apakah masalah yang dialami,

takut akan akibat dari tindakan penyakit,

mempunyai sifat
negatif terhadap masalah kesehatan,

dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada,

kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan

mendapat informasi yang salah terhadap tindakan

dalam mengatasi masalah.

6. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang

sakitt

Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan

penyakitnya, mengetahui tentang sifat dan

perkembangan perawatan yang dibutuhkan,

mengetahui sumber yang ada dalam keluarga,

mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan

untuk perawatan dan sikap keluarga terhadap yang

sakit.

1. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk

menjamin kesehatan keluarga.

2. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

disekitarnya bagi keluarga.

3.

e. Fungsi reproduksi

Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah


anggota keluarga, metode apa yang digunakan keluarga

dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga.

f. Stress dan Koping Keluarga

1. Stresor jangka pendek dan panjang

- Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami

keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam

waktu kurang dari 6 bulan.

- Stresor jangka panjang yaitu stresor yang saat ini

dialami yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6

bulan.

2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi stresor

Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap

situasi stresor yang ada.

3. Strategi koping yang digunakan

Strategi koping apa yang digunakan keluarga

bila menghadapi permasalahan.

4. Strategi adaptasi disfungsional

Menjelaskan adaptasi disfungsional (perilaku keluarga

yang tidak adaktif) ketika keluarga menghadapi

masalah.
g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga

tidak berbeda jauh dengan pemeriksaan fisik pada klien di

klinik atau rumah sakit yang meliputi pemeriksaan fisik head

totoedan pemeriksaan penunjang.

h. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan

keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.2.7 Analisa data

Pada analisa data, kegiatan yang dilakukan yaitu

menetapkan masalah kesehatan yang ada pada keluarga sesuai

dengan data yang didapatkan pada saat pengkajian,

lalu menetapkan penyebab masalah tersebut yang diangkat dari

lima tugas keluarga, yaitu :

a. Mengenai masalah kesehatan keluarga

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat

e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.


2.2.8Diagnosa keperawatan

a. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik

tentang respon individu, keluarga atau komunitasterhadap

masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan

potensial (Gusti, 2013).

Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan

berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian.

Komponen diagnosa keperawatan meliputi :

1. Problem atau masalah

Adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh

keluarga atau anggota keluarga.

2. Etiologi atau penyebab

Adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan

masalah dengan mengacu kepada lima (5) tugas

keluarga, yaitu :

a) Mengenal masalah kesehatan keluarga

b) Membuat keputusan tindakan kesehatan

yang tepat
c) Memberi perawatan pada anggota

keluarga yang sakit

d) Mempertahankan suasana rumah yang sehat

e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang

ada dimasyarakat.

Secara umum faktor-faktor yang berhubungan

atau etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga

adalah adanya :

a) Ketidaktahuan (kurang

pengetahuan, pemahaman, kesalah persepsi).

b) Ketidakmauan (sikap dan motivasi).

c) Ketidakmampuan (kurangnya ketrampilan

terhadap suatu prosedur atau tindakan,

kurangnya sumber daya keluarga baik

fisansial, fasilitas, sistem pendukung,

lingkungan fisik dan psikologis).

3. Tanda (sign) dan Gejala (Symtom)

Adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang

diperoleh perawat dari keluarga secara langsung

atau tidak langsung. Tipologi diagnosa keperawatan


meliputi :

a. Diagnosa actual

Adalah masalah keperawatan yang sedang

dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan

dari perawat dengan cepat.

b. Diagnosa resiko / resiko tinggi

Adalah masalah keperawatan yang belum

terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah

keperawatan aktual dapat terjadi cepat apabila

tidak segera mendapat bantuan perawat.

c. Diagnosa potensial

Adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga

ketika keluarga telah mampu memenuhi

kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber

penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat

ditingkatkan

b. Penilaian (Skoring) Diagnosa keperawatan

Menurut Bailon Maglaya (Padila, 2012)

Tabel 2.1
Skoring Diagnosa Keperawatan Keluarga
KRITERIA SKOR BOBOT

1. Sifat Masalah

a. Tidak / kurang 3
sehat
1
b. Ancaman
2
kesehatan

c. Keadaan
sejahtera 1

2. Kemungkinan
masalah
dapat diubah
2
a. Mudah
2
b. Sebagian
1
c. Tidak dapat
2

3. Potensial
masalah
untuk
dicegah

a. Tinggi 1
b. Cukup 3
c.Rendah 2

4. Menonjolnya
masalah
a. Masalah berat
2
harus segera
ditangani 1
b. Ada masalah,
tetapi tidak 1
perlu ditangani

c. Masalah
tidak
dirasakan
0

Proses skoring dilakukan bila perawat merumuskan

diagnosa keperawatan lebih dari satu.

Proses skoring dilakukan untuk tiap diagnosis keperawatan :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang dibuat.

2. Selanjutnya skor dibagi dengan angka skor tertinggi

dan dikalikan dengan nilai bobot.

3. Jumlah skor untuk semua kriteria (skor tertinggi

sama dengan jumlah bobot, yaitu 5).

skor yang diperoleh X Bobot


skor yang tinggi

c. Diagnosa Keperawatan

Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga dengan

Hipertensi:

1. Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d

ketidakmampuan keluarga memberi perawatan pada


anggota keluarga
yang sakit

2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakmampuan keluarga

memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

3. Koping individu tidak efektif b.d ketidakmampuan

keluarga memberi perawatan pada anggota keluarga

yang sakit

4. Defisit pengetahuanb.d ketidakmampuan keluarga

memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

2.2.8 Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan

berbagai tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk

dilakukan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah

kesehatan yang telah diidentifikasi (Harmoko, 2012).

Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup lima

tugas kesehatan keluarga menurut Friedman, yaitu:

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga

mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara

memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan

harapan tentang kesehatan dan mendorong sikap emosi

yang sehat terhadap masalah.


b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan

yang tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensi tidak

melakukan tindakan,mengidentifikasi sumber-sumber

yang dimiliki keluarga,mendiskusikan tentang

konsekwensi tiap tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota

keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara

perawatan, menggunakanalat dan fasilitas yang ada di

rumah, mengawasi keluarga melakukanperawatan.

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana

membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara

menemukan sumber-sumberyang dapat digunakan

keluarga.

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas

kesehatan yang ada dengan cara memperkenalkan fasilitas

kesehatan yang ada di lingkungan keluarga dan membantu

keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

1. Tujuan

a) Tujuan umum:

Setelah dilakukan pertemuan kunjungan rumah ,

keluarga diharapkan Tekanan darah


menurun dan mampu
meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan diri

pada keluarga klien dengan Hipertensi.

b) Tujuan khusus: Setelah dilakukan pertemuan sebanyak

kali beberapa menit keluarga mampu: keluarga mampu

merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.

c) Intervensi:

1. Kaji Pengetahuan keluarga tentang masalah yang di

hadapi

2. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah

kesehatan yang dihadapi oleh keluarga.

3. Ajarkan keluarga cara perawatan bagi penderita

hipertensi khususnya yang mempunyai Tekanan darah

tinggi

4. Gunakan teknik dan peralatan yang diketahui atau

yang ada dirumah untuk membantu perawatan

hipertensi untuk menurunkan tekanan darah.

5. Ajarkan terapi musik klasik bagi keluarga yang

menderita hipertensi. Pantau keluarga dalam

melakukan terapi musik klasik.


2.2.9Implementasi keperawatan

Implementasi adalah proses keperawatan keluarga

dimana perawat mampu membangkitkan minat keluarga untuk

melakukan perilaku hidup sehat, adapun kesulitan,

kebingungan, serta ketidakmampuan yang dihadapi keluarga

dijadikan perhatian. Oleh karena itu perawat diharapkan

dapat memberikan bantuan sehingga keluarga mempunyai

kepercayaan diri dan menyelesai masalah secara mandiri.

Tujuan pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping Harmoko

(2012).

2.2.10 Evaluasi

Evaluasi adalah membandingkan kegiatan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah

ditetapkan untuk melihat keberhasilan bila hasil dan evaluasi

tidak berhasil sebagian perlu disusun rencana keperawatan

yang baru (Gusti, 2013).

Faktor yang perlu di evaluasi dalam keperawatan

keluarga bisa meliputi beberapa ranah, meliputi :


a. Ranah Kognitif Pengetahuan

Lingkup evaluasi pada ranah kognitif ini menitik

tekankan pada pengetahuan dan pemahaman keluarga

tentang masalahnya, misalnya : pengetahuan

keluraga tentang penyakit, tanda dan gejala yang

menyertainya, pengobatan , perilaku pencegahan, upaya

meminimalkan komplikasi, dsb.

b. Ranah Afektif ( emosional )

Hal ini bisa dilihat ketika perawat melakukan

wawancara dengan klien.Dalam hal ini perawat bisa

mengamati ekspresi wajah, nada suara, isi pesan yang

disampaikan, dsb.

c. Ranah Psikomotor

Dapat dilakukan dengan melihat bagaimana keluarga

melakukan tindakan yang sudah direncanakan,

apakah sesuai atau sebaliknya tidak sesuai dengan

harapan.

Terdapat 3 (tiga) kemungkinan keputusan pada tahap

evaluasi ini, yaitu :

1) Keluarga telah mencapai hasil yang ditentukan

dalam tujuan sehingga rencana mungkin dihentikan.


2) Keluarga masih dalam proses mencapai hasil yang

ditentukan sehingga diperlukan penambahan waktu,

resources, dari intervensi sebelum tujuan berhasil.

3) Keluarga tidak dapat mencapai hasil yang telah

ditentukan sehingga perlu ( Andarmoyo, 2012 ) :

1. Mengkaji ulang masalah atau respon yang

lebih akurat

2. Membuat outcome yang baru, mungkin

outcomeyang pertama tidak realistis

3. Evaluasi intervensi keperawatan dalam hal

ketetapan untuk mencapai tujuan.

2.3 Konsep Tekanan Darah

2.3.1Pengertian Tekanan darah

Tekanan darah normal adalah 120/80 mmhg. Tekanan

darah antara 120/80 mmhg dan 139/89 disebut pra-

Hipertensi ( pre-hypertension ) dan tekanan darah lebih

dari 140/90 mmhg sudah dianggap tinggi dan disebut

hipertensi. Angka yang diawal merupakan tekanan darah

sistolik yang berhubungan dengan tekanan didalam

pembuluh darah ketika jantung berkontarksi dan memompa

darah maju jedalam pembuluh darah yang ada sedangkan

angka selanjutnya
adalah tekanan diastolik yang mewakii tekanan didalam

pembuluh darah ketika jantung dalam kondisi ( relax )

setelah kontraksi . Tekanan diastolik mencerminkan tekanan

paling rendah yang ada pada pembuluh darah (

Susilo,dkk,2011 ).

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

a. Usia

Tekanan dewasa cenderung meningkat seiring dengan

pertambahan usia. Standar normal untuk remaja yang tinggi dan

usia baya adalah 120/80 mmhg. Namun, National High Blood

Pressure Education Program mendaftarkan

<130/<85 merupakan nilai normal yang diterima.

b. Stress

Ansietas, takut, stress emosi, mengakibatkan

stimulasi simpatik,yang meningkatkan, frekuensi darah. curah

jantung, dan tahanan vaskuler perifer. Efek stimulasi

menigkatkan tekanan darah

c. Jenis kelamin

Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari

tekanan darah pada laki-laki dan perempuan. Secara

pubertas, Pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang

lebih tinggi, Setelah menopause, Wanita cenderung memiliki


tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia tersebut (

Potter & Perry,2005 ).


2.3.3 Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan memasang

manset dilengan atas, tepat diatas lipatan siku.

Sambil Mendengarkan denyut nadi, tekanan didalam manset

dinaikkan dengan cara memompa karet sampai denyut nadi tidak

terdengar lagi, kemudian tekanan perlahan diturunkan, Pada saat

denyut nadi mulai terdengar lagi, bacalah tekanan pada batas

atau permukaan raksa terdapat pada alat yang disebut

sphygmomanometer. Inilah yang disebut tekanan darah sistolik.

Biarkan tekanan darah dalam manset tetap turun. Suara denyut

nadi akan terdengar melemah lalu menghilang. Saat denyut

terdengar melemah, kembali kita lihat tekanan darah

manometer. Inilah kemudian yang disebut diastolik, Satuan untuk

keduannya adalah milimeter air raksa ( mmhg ) ( Kowalski,2010).

Tekanan darah dapat dipeng


32 aruhi oleh beberapa faktor. Oleh

karena itu, sangat penting untuk menstandarisasikan

lingkungannya ketika mengukur tekanan darah. Paling sedikit satu

jam sebelum tekanan darah diukur hindari makanan, latihan

berat (Yang dapat menurunkan tekanan darah), Merokok, dan

Minum kopi, Stress yang lain juga dapat mengubah tekanan darah

dan perlu dipertimbangkan ketika tekanan darah diukur (

Susilo,dkk,2011).

2.4 Konsep Terapi Musik Klasik


2.4.1Pengertian

Terapi musik adalah sebagai sebuah aktivitas terapeutik

yang menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki.

memelihara, mengembangkan mental, fisik,dan kesehatan

emosi ( Djohan,2016 ).

Teknik distraksi yang efektif adalah musik karena terbukti

dapat menunjukan efek yaitu mengurangi kecemasan dan

depresi,menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah

dan menurunkan frekuensi denyut jantung ( Erfandi,2009 ).

1. Pengertian musik

Menurut Djohan ( 2016 ) Musik adalah pemanfaatan kemampuan

musik dan elemen musik oleh terapi untuk meningkatkan dan

merawat kesehatan fisik, memperbaiki mental, emosional dan

kesehatan spiritual klien. Terapi musik terdiri dari dua elemen

utama yaitu elemen terapi dan elemen musik.

a. Terapi elemen

Yang meliputi keterampilan musik bagi terapi alat yang

digunakan musik, memebangun hubungan terapis dan klien

aktivita yang struktur dan dianjurkan oleh tim yang merawat

klien untuk mencapai tujuan yang spesifik dan objektif bagi

klien.

b. Elemen musik
Elemen musik sebagai alat dengan beberapa cara utama yang

meliputi irama, Melodi, dan Harmoni. Terapi musik dilakukan

dengan beberapa cara yaitu menyanyi, mencipta lagu, memainkan

alat musik improfisasi. Mendiskusikan lirik dan mendengarkan

musik.

2. Manfaat terapi musik

Berikut ini adalah manfaat terapi musik menurut ainur (2011),yaitu :

a. Efek Mozart adalah salah satu untuk meningkatakan efek yang

bisa dihasilkan dari sebuah musik yang dapat meningkatkan

intelegensi seeorang.

b.Refreshing pada saat pikiran seseorang sedang kacau atau

jenuh dengan mendengarkan musik klasik walaupun sejenak,

terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran.

c.Perkembangan kepribadian, kepribadian seseorang diketahui


mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang
didengarkannya selama masa perkembangan.

3. Fungsi terapi musik

Musik klasik mempunyai fungsi menekan pikiran dan

katarisis emosi serta sapat mengoptimalkan tempo,ritme,melodi

dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang

alfaserta gelombang beta sehingga memberikan ketegangan yang

dapat membuat otak siap menerima masukan baru efek rileks


( Djohan,2016 ).

Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan musik

melalui energi yang dihasilkan dari musik itu sendiri ( Natalia,2013

). Jenis musik yang seringkali menerima acuan adalah musik klasik

karena memiliki rentang nada yang luas dan tempo yang dinamis.

Tidak hanya musik klasik, semua jenis musik sebenarnya

dapat digunakan sebagai terapi musik seperti lagu lagu relaksasi

ataupun lagu popular. Namun yang perlu diperhatikan adalah

memilih lagu tempo sekitar 60 ketukan/menit yang bersifat rileks,

karena apabila terlalu cepat stimulus yang masuk akan membuat

kita mengikuti irama tersebut sehingga kedaan istirahat yang

optimal tidak tercapai. Dengan mendengarkan musik sistem

limbik teraktivasi dan individu dapat rileks sehingga tekanan

darah menurun. Alunan musik dapat menstimulasi tubuh

memproduksi molekul Nitrat Oksida ( NO ), Molekul ini bekerja

pada tonus pembuluh darah dan mengurangi tekanan darah (

Nurrahmani,2012 ).

4. Jenis terapi musik

Menurut Djohan ( 2016 ) Macam- macam terapi musik ada 2

yaitu:

a. Musik Barok

Musik barok dianggap sebagai shootig musik atau musik yang


membelai menimbulkan rasa tenang dan nyaman, musik berok
dapat membangkitkan suasana positif dalam bermain musik ini
dapat cenderung bereksporasi.

b. Nature Sound Musik

Musik nature sound musik merupakan bagian musik klasik

merupkan bentuk integratif musik klasik dengan suara suar alam.

Ringan musik nature sound dapat membangitkan asosiasi

stimulasi sebagai sarana memperkuat imajinasi dan khayalan.

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan ketergantungan antar

variabel atau visualisasi hubungan yang berkaitan atau yang

dianggap perlu antara satu konsep dengan konsep lainnya atau


variabel satu dengan variabel lainya untuk melengkapi

dinamika situasi atau hal yang sedang atau yang akan diteliti

(Notoadmojo, 2012).

Diagnosis Keperawatan
\
Hipertensi Pengkajian

Intervensi penerapan
Terapi Musik Klasik

Evaluasi

Bagan 2.1

Kerangka

Konsep

Anda mungkin juga menyukai