Oleh:
Dosen Peneliti : Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS
Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr
Dr. Kaswanto, SP, M.Si
Data Collector : Vivandra Prima Budiman, SSi
Ulya Zulfa, SP
Pendahuluan
Metode
Peraturan Daerah No.8 tahun 2011 tentang RTRW Kota Bogor Pasal 13 menetapkan
Kelurahan Situ Gede sebagai Wilayah Pengembangan Zona B (WP B). Penetapan tersebut
berdasarkan atas batasan fisik, batasan administrasi, kesesuaian karakteristik alam,
pemanfaatan lahan, kesamaan tipologi penanganan, kesatuan cakupan pelayanan, dan
posisinya dalam struktur kota. Kelurahan Situ Gede merupakan salah satu wilayah di
perkotaan Bogor yang sangat mendapat perhatian dari pemerintah karena mempunyai
beberapa bentang alam yang masih lestari, seperti hutan CIFOR dan danau Situ Gede, serta
kawasan hijau pertanian. Berikut ini adalah beberapa pasal Peraturan Daerah No.8 tahun
2011 mengenai kawasan Kelurahan Situ Gede antara lain:
Tabel 1. Peraturan Daerah No.8 tahun 2011 tentang kelurahan Situ Gede
Rujukan Isi
Perlindungan kawasan lindung Situ Gede dan hutan kota CIFOR
Pasal 14 (2) c dari gangguan kegiatan yang dapat mengurangi fungsi lindung
kawasan ini
Kawasan pelestarian alam meliputi Hutan Kota CIFOR di
Pasal 44 (1)
Kelurahan Situ Gede
Rencana kawasan pelestarian alam dilakukan dengan
Pasal 44 (2) mempertahankan kawasan dan mengendalikan pemanfaatan di
kawasan CIFOR
Mengembangkan wisata agro, pariwisata Meeting-Incentive-
Pasal 59 e Convention-Exhibition (MICE), dan rekreasi alam di Wilayah
Pengembangan B (Kawasan Situ Gede)
Kawasan Situ Gede dan hutan CIFOR ditetapkan sebagai
Pasal 66 (1) b
kawasan strategis lingkungan
Walaupun pemerintah banyak mengeluarkan aturan penataan fungsi kawasan Situ
Gede (Tabel 1), namun saat ini terdapat masalah yang berpotensi menghambat konsep
penataan fungsi tersebut. Berikut ini adalah masalah yang terjadi di lahan hijau Situ Gede
dilihat dari aspek lanskap perdesaan dan pertanian, antara lain:
1. Konversi atau Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Data Kelurahan Situ Gede (2011) menyebutkan bahwa luas areal persawahan
berkurang 5 Ha menjadi 60 Ha. Peraturan Daerah No.8 tahun 2011 tentang RTRW Kota
Bogor Pasal 14, 44, 59, dan 66 (Tabel 1) mengenai perlindungan kawasan CIFOR dan Situ
Gede dari gangguan alih fungsi lahan telah ditetapkan, akan tetapi konversi lahan menjadi
lahan non pertanian masih terus terjadi dalam kurun 5 tahun terakhir. Konversi lahan ini
dapat mengurangi luasan lahan pertanian di wilayah perkotaan jika tidak segera diatasi.
Faktor penyebab konversi lahan di Kelurahan Situ Gede dipengaruhi pertumbuhan
pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan faktor pada aras mikro yang
meliputi pola pendapatan, struktur ekonomi, kesejahteraan, orientasi nilai ekonomi, dan
strategi bertahan hidup masyarakat (Tabel 2).
Tabel 2. Faktor pendorong masalah konversi lahan
Faktor
Analisis masalah
penyebab
Kondisi di Kelurahan Situ Gede
Lahan sawah beralih fungsi menjadi rumah penduduk, pesantren, dan
perumahan minimalis Situ Gede
Peraturan Daerah No.8 tahun 2011
Ketentuan umum kawasan pertanian ditetapkan sebagai berikut :
Pasal 73 g 1:
Ketentuan pelarangan konversi lahan sawah beririgasi teknis yang telah
ditetapkan sebagai lahan sawah berkelanjutan
Pasal 73 g 2:
Pertumbuhan Ketentuan pengendalian secara ketat konversi lahan sawah beririgasi non
pemukiman dan teknis, untuk kegiatan budidaya dan keperluan infrastruktur strategis
penduduk Pasal 14 (2) d:
Mempertahankan luasan lahan pertanian kota
Pasal 49 (1) b:
Perumahan kepadatan rendah ditetapkan di WP B yaitu di Kelurahan
Situgede
Pasal 14 (2) e:
Mengarahkan dan mengendalikan perkembangan perumahan agar tetap
berkepadatan sedang dan rendah
Pasal 73 a 8 :
Koefisien dasar bangunan untuk kawasan perumahan kepadatan rendah
ditetapkan maksimum 30 % (tiga puluh persen)
Kondisi di Kelurahan Situ Gede
Lahan pertanian dan ruang terbuka hijau berubah menjadi balai
penelitian, kantor kelurahan, kantor International Center Biodiversity and
Biotechnology (ICBB)
Intervensi Peraturan Daerah No.8 tahun 2011
pemerintah Ketentuan umum kawasan pemerintahan ditetapkan sebagai berikut :
Pasal 73 f 1:
Koefisien dasar hijau minimum 20% (dua puluh persen)
Pasal 73 f 5:
Koefisien dasar bangunan untuk kawasan fasilitas pemerintahan ditetapkan
untuk maksimum 50% (lima puluh persen)
Kondisi di Kelurahan Situ Gede
Pola Beberapa kelompok tani di Kelurahan Situ Gede kurang berjalan
pendapatan, dengan baik sehingga para petani yang mengolah lahan sawahnya secara
individu dengan mudah menjual hasil panennya ke tengkulak. Petani
kesejahteraan, seringkali tidak mendapatkan keuntungan yang cukup untuk mengolah lahan
nilai ekonomi sawahnya kembali. Selain itu, kebutuhan mendesak yang tidak terduga
menyebabkan petani dengan mudah menjual lahan sawahnya. Sebagian kecil
dan strategi
lahan sawah yang terdapat di Kelurahan Situ Gede juga bukan merupakan
bertahan hidup lahan milik warga Situ Gede. Penduduk asli Kelurahan Situ Gede hanya
masyarakat sebagai buruh tani yang menyewa lahan sawah. Pada akhirnya lahan
pertanian sangat rentan untuk dijual sehingga terjadi konversi lahan. Tidak
ada Peraturan Daerah mengenai hal ini.
2. Sanitasi Lingkungan
Sebagai kawasan yang dicanangkan untuk wisata, Situ Gede mempunyai kelemahan
dalam hal pengelolaan sanitasi lingkungan. Sampah di Kelurahan Situ Gede berasal dari
penduduk maupun dari aliran sungai hulu sebelumnya, serta pengunjung kawasan wisata
kelurahan Situ Gede. Sampah banyak ditemukan di sungai Cisadane, sungai Sindang Barang,
serta aliran parit anakannya, badan air danau Situ Gede, dan pinggir jalan. Sumber air yang
tercemar oleh sampah tersebut terpaksa dimanfaatkan untuk perikanan, hewan ternak, dan
pengairan lahan pertanian. Tumpukan sampah yang berada di sekitar badan air danau Situ
Gede menyebabkan kondisi air menjadi keruh. Tingkat kekeruhan diperairan Situ Gede dapat
menjadi penghambat kehidupan biota di sekitar perairan. Budaya membuang sampah
sembarangan sebaiknya ditinggalkan karena selain mencemari lingkungan juga dapat dapat
menimbulkan bencana yang dapat merugikan masyarakat. Selain mencemari lingkungan,
sampah juga dapat menyebabkan tersumbatnya saluran air sehingga saat intensitas hujan
sangat lebat dapat menyebabkan banjir. Peraturan daerah tentang larangan membuang
sampah di Kelurahan Situ Gede sebaiknya ditegaskan kembali. Ketersediaan tempat sampah
yang memadai memang diperlukan untuk mendukung program pariwisata yang sudah ada
maupun yang berpotensi dikembangkan, seperti agrowisata.
Kelurahan Situ Gede memiliki luas 232.47 Ha dengan luas pemukiman 68 Ha, luas
perkantoran 50 Ha, luas kawasan pertanian dan kehutanan 117 Ha, dan luas sarana umum
lainnya 13.47 Ha. Pemanfaatan luas lahan pertanian adalah 60 Ha tanah sawah, 5 Ha
pekarangan, 2 Ha tegalan, sedangkan kawasan kehutanannya adalah 50 Ha (Data Kelurahan
Situ Gede 2011). Besarnya luasan tanah sawah di Kelurahan Situ Gede menggambarkan
sebagian besar besar penduduk Kelurahan Situ Gede bekerja sebagai petani atau pun buruh
tani. Oleh sebab itu, Situ Gede merupakan kelurahan yang masih mempunyai kegiatan
pertanian di dalam kawasannya.
Menurut data luasan tersebut potensi kegiatan pertanian dan kehutanan Kelurahan Situ
Gede mencapai 47.08% dari total luasan seluruh kawasan kelurahan. Komoditas utama
pertanian yang diusahakan menurut Data Kelurahan Situ Gede (2011), antara lain: padi 40 ha
dan palawija (ubi jalar 6 Ha, talas 5 Ha, ubi kayu 4 Ha, jagung 2 Ha, kacang tanah 1 Ha.
Selain itu, terdapat berbagai macam komoditas sayuran, buah musiman, buah tahunan,
tanaman obat, serta tanaman hias yang ditanam di pekarangan dan tegalan.
Selain komoditas tanaman, terdapat juga beberapa komoditas peternakan yang
dikembangkan, antara lain: kambing, ayam kampung/hias, bebek/angsa, dan burung
peliharaan. Potensi perikanan juga sangat besar dengan adanya danau Situ Gede seluas 4.5
Ha dengan 65.8 m3/detik yang berfungsi sebagai irigasi dan retensi (Bogor Dalam Angka
2012). Selain itu, luasan total kolam perikanan yang didata pada 2011 adalah seluas 2 Ha,
dengan komoditas berupa lele, ikan mas, gurame, belut sidat, dsb.
Informasi yang didapat melalui survei penelusuran tapak di lapangan menghasilkan peta
eksisting pengembangan wilayah Kelurahan Situ Gede saat ini (Gambar 1) didukung oleh
data hasil wawancara terhadap beberapa responden (pegawai kelurahan, petani, ketua
kelompok tani) disajikan dalam Tabel 3.
Gambar 1. Peta eksisiting pengembangan wilayah kelurahan Situ Gede
Keterangan : Jenis kegiatan Simbol Wilayah
RW 01, RW 02, RW 04, RW
Pertanian
06, RW 08, RW 09, RW 10
Peternakan RW 02, RW08
Hutan
RW 03, RW 05, RW 07
pendidikan
Bisnis pertanian RW 02, RW 05, RW 08
Sungai Cisadane, Sungai
Ruang terbuka
Sindang Barang, Danau Situ
biru
Gede
Tabel 3 Potensi Kawasan Kelurahan Situ Gede
Potensi Lokasi Unsur pendukung pengembangan potensi
Ada Kelompok Tani Dewasa Saluyu dan organisasi Lumbung
Pangan
RW 01 Komoditas padi sehat semiorganik
& Ada tempat pembuatan pupuk Bokashi dan penggilingan padi
RW 02 Sumber air dari sungai Sindang Barang
Biodiversitas : padi, palawija, talas, bengkoang, timun, kacang
panjang, burung gereja, ikan, bebek, bangau, soang, dsb
Ada ICBB (International Center Biodiversity and Biotechnology)
RW 04
sebagai pusat penelitian bioteknologi pertanian
Ada Kelompok Tani Dewasa Harapan Mekar dan organisasi
Pertanian Lumbung Tani
Komoditas padi sehat semiorganik (beras hitam Situ Gede)
Ada tempat pembuatan pupuk Bokashi dan penggilingan padi
RW 08 Ada Balai Penelitian Klimatologi
Ada tempat agrowisata Resto Saung Sawah
Sumber air dari danau Situ Gede
Biodiversitas : padi, palawija, cabe, ubi jalar, capung, katak,
kadal, dsb
RW 06 Hamparan lahan pertanian kering dan pekarangan yang luas
& Sumber air dari danau Situ Gede
RW 09 Biodiversitas : singkong, ubi jalar, jeruk, nangka, pepaya, dsb
Ada ternak kambing skala kecil Kelompok Tani Dewasa Harapan
RW 08 Mekar
Sumber pakan ternak (rumput) melimpah
Peternakan
Peternakan kambing, mampu menjual 100 ekor kambing per 3
RW 02 bulan
Sumber pakan ternak (rumput) melimpah
Ada 80 kolam ikan (lele, gurame, patin merah, ikan mas)
Badan air berupa kolam tanpa beton dan kolam berbeton (mandiri
RW 01 dan bantuan Dinas Perikanan)
Sumber air dari Sungai Sindang Barang
Perikanan Sumber pakan ikan (daun talas) melimpah
RW 02 Kolam ikan menghasilkan 15 ton lele dalam 3 bulan perbesaran
Ada danau Situ Gede (4.5 Ha, debit air 6.58 m 3/detik) dan tepian
RW 05 danau yang berpotensi untuk perikanan
Ada kegiatan budaya “Ngubek Setu”
Lahan hutan CIFOR (Center for International Forestry) seluas 60
Ha berstatus Hutan Penelitian Dramaga (HTD) milik Pusat
RW 03, Konservasi dan Rehabilitasi, Penelitian dan Pengembangan
Hutan
RW 05, Kehutanan, Departemen Kehutanan
Pendidika
& Ada danau Situ Gede sebagai penyangga kawasan hutan
n
RW 07 Pengangkaran rusa, serta berbagai biodiversitas : tokek, burung,
ikan, kerang air tawar, kadal, serangga hutan, dsb
Pemanfaatan hutan wisata CIFOR dan danau Situ Gede
Ada Kelompok Wanita Tani Sawargi sebagai produsen dodol dan
kerupuk talas (oleh-oleh khas Situ Gede)
Bisnis RW 05
Bahan baku pembuatan dodol dan kerupuk talas tersedia dari
Pertanian
luasan tanam talas 5 ha
RW 08 Ada tempat agrowisata Resto Saung Sawah
Potensi yang dikemukakan pada Tabel 3 merupakan indikator bahwa kawasan
Kelurahan Situ Gede masih sangat layak untuk dikembangkan dan dipertahankan kegiatan
pertanian, perikanan, peternakan, kehutanannya, serta potensi pengembangan bisnis
pertaniannya. Sebagai kawasan yang masih berbasis pertanian, Kelurahan Situ Gede juga
mempunyai kelompok tani yang masih aktif mengikuti kegiatan pelatihan yang diadakan oleh
Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan. Kelompok tani tersebut terdiri dari 7 Kelompok Tani
Dewasa (KTD), 7 Kelompok Tani Wanita (KTW), dan 7 Gabungan Kelompok Tani Ha
(GKT) (Data Kelurahan Situ Gede 2011). Kelompok tani tersebut aktif dalam kegiatan
penyuluhan pertanian rutinan setiap setiap 10 hari sekali di Saung Sawah (RW 08) yang
diadakan oleh Dinas Pertanian Kecamatan Bogor Barat, serta Dinas Perikanan Kecamatan
Bogor Barat. Saat ini program yang disampaikan kepada petani adalah Sekolah Iklim. Selain
itu, terdapat organisasi berupa Lumbung Tani (di RW 08) dan Lumbung Pangan (di RW 02)
sebagai pusat penggilingan dan penyimpanan padi. Praktikum ini mengambil sampel
beberapa kelompok tani untuk diwawancarai (Tabel 4), antara lain:
Kawasan Kelurahan Situ Gede masih termasuk wilayah yang mempunyai sumber
daya air yang baik dan bersih, namun tetap harus dilakukan sanitasi lingkungan yang baik.
Bioindikator hewan capung ditemukan pada kawasan Situ Gede mampu hidup dan
berkembangbiak di perairan yang belum tercemar. Selain itu, kekayaan dan keragaman
burung merupakan indikator penting dalam menentukan daerah-daerah prioritas pelestarian
alam. Keanekaragaman fauna dan flora lokal yang terdapat di Kelurahan Situ Gede dapat
dilihat di Tabel 5 dan Tabel 6.
Salah satu alternatif pengendalian alih fungsi lahan lainnya adalah upaya menekankan
tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi masyarakat (collective action) dalam
menciptakan pola dan struktur pemanfaatan ruang sesuai dengan tujuan bersama. Kegiatan
pariwisata mampu memberikan manfaat kolektif di bidang ekonomi, budaya, dan ekologi
secara berkelanjutan. Potensi pengembangan pariwisata di kawasan Kelurahan Situ Gede
adalah agrowisata. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan
usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas
pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Pengembangan
agrowisata dapat meningkatkan pendapatan petani dan melestarikan sumber daya lahan, serta
memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge). Jika lahan pertanian
Situ Gede berhasil dipertahankan maka kawasan ini dapat dikembangkan sebagai kawasan
agrowisata.
Hasil survei lapang dan wawancara menunjukkan potensi dan karaktersitik wilayah
dalam kawasan Kelurahan Situ Gede berupa kegiatan pertanian, perikanan, peternakan,
kehutanan, serta potensi pengembangan agribisnis meliputi aspek ekologis, aspek potensi
wisata, dan aspek sosial masyarakatnya. Berdasarkan pemanfaatan ruang eksisting maka
kawasan Kelurahan Situ Gede dapat dikelompokan menjadi beberapa zona potensi
pengembangan kawasan agrowisata, antara lain :
Tabel 6 Zonasi potensi pengembangan kawasan agrowisata
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Sihaloho M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria di Kelurahan
Mulyoharjo Kecamatan Bogor Selatan. Tesis Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Utomo S. 1992. Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Universitas Lampung.
Lampung.
http://web.ipb.ac.id/~lppm/lppmipb/penelitian/hasilcari.php?
status=buka&id_haslit=PSA/030.10/NUR/p
http://www.maps7.com/id/Situ%20Gede,%20Bogor
%2016115,%20Indonesia.html#.VKAiecAKcl
http://www.beritalingkungan.com/2011/08/burung-indikator-kelestarian-ekosistem.html
http://lkbh.uny.ac.id/sites/lkbh.uny.ac.id/files/PP%20no%208%20tahun%201953.pdf
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KOTA_BOGOR_1C_2007.pdf
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KOTA_BOGOR_6_2012.pdf
http://possore.com/2014/06/14/bogor-barat-akan-dijadikan-model/
http://profilwilayah.kotabogor.go.id/index.php/bogor-barat
Data Kelurahan Situ Gede 2011
http://bogorkota.bps.go.id/
http://dri.ipb.ac.id/?p=476
Bogor Dalam Angka 2012