Anda di halaman 1dari 12

IDENTITAS KARYA

1. Judul:Gundala
2. Distributor:Bumi langit
3. Rilis:29 Agustus 2019
4. Penulis:Joko anwar
5. Durasi:123 menit
6. Bahasa:Indonesia dan Jawa kawi

PEMERAN

Aktor/Aktris Peran

Abimana Aryasatya Sancaka / Gundala

Bront Palarae Pengkor

Muzakki Ramdhan Sancaka Kecil

Tara Basro Wulan / Merpati

Lukman Sardi Ridwan Bahri

Ario Bayu Ghani Zulham / Ghazul


Pritt Timothy Pak Agung

Bimasena Susilo Teddy

Rio Dewanto Ayah Sancaka

Marissa Anita Ibu Sancaka

Faris Fadjar Awang

Donny Alamsyah Fadli Aziz

Tanta Ginting Ito Marbun

Kiki Narendra Nemo

Ramadhan Al Rasyid Gunadi

Arswendi Bening Swara Ferry Dani

Aqi Singgih Ganda Hamdan

Zidni Hakim Dirga Utama


Putri Ayudya Indira Rahayu

Cecep Arif Rahman Swara Batin (Penari)

Hannah Al Rasyid Cantika (Dokter Bedah)

Asmara Abigail Desti Nikita (Mahasiswa)

Andrew Sulaiman Jack Mandagi (Chef)

Daniel Adnan Tanto Ginanjar (Pandai Besi)

Kelly Tandiono Mutiara Cempaka (Model)

Rendra Bagus
Adi Sulaiman (Pemain Biola)
Pamungkas

Ari Tulang Kamal Atmaja (Hypnotist)

Aming Sugandhi Sam Buadi (Pemahat)

Cornelio Sunny Pelukis

Pevita Pearce Sri Asih


Sudjiwo Tedjo Ki Wilawuk

Dimas Danang Hasbi

Indra Brasco Rudi Santosa

Willem Bevers Prakoso

ORIENTASI
Gundala merupakan film yang terkenal akan film aksi ini merupakan
film yang di ambil dari komik gundala putra petir karangan dari hasmi
pada tahun 1969.Film ini di tayangkan di bioskop pada tanggal 29
Agustus 2019.

PENAFSIRAN
Pada akhir film ini gundala bertemu ridwan di atap dan mengucapkan
terimakasih atas kostum pemberiannya yang telah di upgrade dan lebih
canggih.Ridwan mengatakan bahwa kostum baru itu berasal dari
rakyat.Dari kejauhan,nampak wanita misterius yang sebelumnya
menghentikan mobil pembawa obat penawar racun tengah mengamati
mereka.Ia disebut oleh rekannya sebagai pahlawan super Sri asih.
SIPNOSIS
Sancaka (Muzakki Ramdhan) adalah putra seorang pekerja pabrik
miskin yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sancaka yang
masih muda itu menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan dalam
mengutak-atik produk listrik, tetapi takut dengan petir dan badai. Ayah
Sancaka (Rio Dewanto) memimpin rekan-rekan buruh pabriknya dalam
sebuah protes terhadap pemilik pabrik, menuntut kenaikan gaji.
Kelompok itu bertemu dengan penjaga bersenjata yang disewa oleh
pemilik dan berubah menjadi kekerasan. Pada protes kedua, ayah
Sancaka dikhianati dan ditikam oleh rekan-rekannya yang telah disuap
oleh pemilik pabrik dan meninggal di lengan Sancaka. Setahun
kemudian, ibu Sancaka (Marissa Anita) pergi ke kota lain untuk mencari
pekerjaan. Dia berjanji untuk kembali keesokan harinya, tetapi tidak
pernah kembali.
Peristiwa ini membuat Sancaka berkeliaran sendirian di jalan-jalan
Jakarta, hidup dari mengamen dan menghindari para preman jalanan
sampai ia diselamatkan oleh Awang (Faris Fadjar Munggaran), seorang
anak jalanan yang lebih tua darinya. Sancaka tinggal bersama Awang
selama beberapa waktu, dan Awang melatihnya agar menguasai ilmu
bela diri. Awang juga memberi pesan kepada Sancaka untuk tidak ikut
campur dengan urusan orang lain jika dia ingin tetap hidup aman di
jalanan. Suatu malam, Sancaka dan Awang berencana untuk berangkat
ke Tenggara dengan menaiki kereta yang lewat. Ketika akhirnya ada
kereta lewat, Awang melompat ke atasnya, tetapi Sancaka tidak dapat
mengejar kereta, dan berakhir ditinggal sendirian lagi.
Tahun demi tahun berlalu, dan Sancaka (Abimana Aryasatya) yang
sekarang sudah dewasa bekerja sebagai penjaga keamanan dan
mekanik paruh waktu di sebuah pabrik percetakan. Mayoritas anggota
legislatif negara yang korup dikendalikan oleh seorang mafia kejam
dengan cacat fisik yang dikenal sebagai Pengkor (Bront Palarae).
Pengkor memimpin pasukan anak yatim yang dibesarkan sebagai
pembunuh dan memanggilnya sebagai "Bapak". Pengkor mendapat
perlawanan dari anggota legislatif Ridwan Bahri (Lukman Sardi).
Pengkor dan anak buahnya melakukan rencana jahat dengan cara
meracuni persediaan beras nasional dengan serum yang menargetkan
wanita hamil, dan dikabarkan bisa mempengaruhi otak janin, membuat
anak yang lahir tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, serta mengacaukan moral mereka. Pengkor mengatur agar
tindakan memberi racun tersebut terekam oleh kamera video dan dirilis
melalui media. Hal ini menyebabkan histeria massal di masyarakat,
yang kemudian menuntut anggota legislatif untuk melepaskan penawar
racun yang sebenarnya belum teruji dan diformulasikan oleh
perusahaan farmasi kepada publik. Perdebatan ini membagi dewan
legislatif menjadi dua kubu: satu dipimpin oleh Ridwan dan rekan-rekan
'Rumah Perdamaian' yang ingin mengeluarkan undang-undang untuk
mendistribusikan secara massal penawar racun tersebut, sedangkan
kubu lain yang dikendalikan oleh Pengkor menentang pendistribusian
penawar racun.
Suatu hari, Sancaka membantu tetangganya, Wulan (Tara Basro)
melawan beberapa preman yang mengganggunya. Para preman
membalas dengan menyerangnya di malam hari saat ia tengah bekerja
di pabrik dan berusaha untuk membunuhnya dengan cara
melemparkan Sancaka dari atap pabrik. Setelah tubuh Sancaka jatuh ke
tanah, sambaran petir menyambar tubuhnya dan menghidupkannya
kembali, serta memberinya kekuatan manusia super.
Wulan memimpin sekelompok pedagang pasar untuk memberontak
melawan para preman yang mengganggu mereka. Suatu saat, Sancaka
kebetulan berada di sekitar pasar tersebut dan akhirnya bertarung dan
mengalahkan 30 orang preman dengan kekuatannya. Wulan meminta
Sancaka untuk bergabung dengan kelompoknya agar bisa
mempertahankan pasar. Tetapi Sancaka menolak, dengan alasan
bahwa ia belum yakin bahwa dia adalah pahlawan yang mereka
butuhkan.
Para preman membalas dengan cara membakar pasar. Kesengsaraan
dan keputusasaan para pedagang pasar meyakinkan Sancaka untuk
bangkit membela mereka. Dengan bantuan Wulan, Tedy —adik lelaki
Wulan—, dan Pak Agung (Pritt Timothy) —teman Sancaka sesama
penjaga keamanan—, Sancaka belajar mengendalikan kekuatannya dan
menciptakan kostum darurat untuk memanfaatkan kekuatan petir di
dalam dirinya. Dengan itu, Sancaka mulai bertarung dan mengalahkan
para penjahat, menginspirasi orang-orang sebagai simbol harapan
untuk bangkit dan berdiri bersama untuk mempertahankan diri dari
serangan para penjahat.
Salah satu preman membelot dan memberi tahu Sancaka dan Wulan
bahwa mereka menyaksikan seorang pemain biola terkenal, Adi
Sulaiman (Rendra Bagus Pamungkas), di pasar pada malam
pembakaran. Ia mencurigai Adi sebagai orang yang menyalakan api.
Sancaka menemui Adi untuk meminta alasan mengapa ia membakar
pasar, tetapi Adi yang tampaknya lemah ternyata adalah seorang yang
beringas dan menyerang Sancaka dengan busur biolanya. Adi
mengungkapkan bahwa dirinya adalah salah satu "anak" yatim piatu
Pengkor yang berjuluk Sang Penggubah. Saat menghindari serangan
Sancaka, Adi tertabrak oleh bus yang kebetulan lewat.
Kepahlawanan Sancaka dan kematian Adi membuat Pengkor dan
rekannya (Ario Bayu) marah. Pengkor melepaskan para "anak" yatim
piatunya yang ternyata menjadi agen mata-mata di banyak posisi di
seluruh negara, termasuk Sang Pelajar, Desti Nikita (Asmara
Abigail); Sang Peraga, Mutiara Jenar (Kelly Tandiono); Sang Perawat,
Cantika (Hannah Al Rashid); Sang Penempa, Tanto Ginanjar (Daniel
Adnan); Sang Peracik, Jack Mandagi (Andrew Suleiman); Sang Pembisik,
Kamal Atmaja (Ari Tulang); Sang Pemahat, Sam Buadi (Aming); Sang
Pelukis, Kanigara (Cornelio Sunny); dan Sang Penari, Swarabatin (Cecep
Arif Rahman). Para "anak" Pengkor tersebut berhasil membunuh
sejumlah anggota Rumah Perdamaian. Namun saat Swarabatin hendak
membunuh Ridwan, Sancaka muncul dan mengalahkannya.
Dewan legislatif akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang
(RUU) penawar racun beras itu yang membuat masyarakat gembira.
Namun, ketika hasil tes dari laboratorium Rumah Perdamaian sampai di
tangan Ridwan, baru diketahui bahwa Pengkor telah menipunya selama
ini. Beras yang telah terkena racun sebenarnya tidak mematikan, tetapi
penawar racunnya justru mematikan. Hal ini diperkuat dengan bukti
bahwa perusahaan farmasi yang memproduksi penawar racun tersebut
ternyata dimiliki oleh Pengkor. Ridwan mencoba menghubungi Sancaka
untuk memintanya menghentikan distribusi penawar racun, tetapi
Pengkor dan "anak-anak"nya telah terlebih dahulu menyerang Sancaka
di pabrik sebelum Ridwan berhasil menghubungi Sancaka.
Pertempuran Sencaka dengan para "anak" Pengkor berlanjut hingga di
atap pabrik, tempat Pengkor menahan Pak Agung, Wulan, dan Tedy
dengan tujuan membunuh mereka di depan Sancaka. Kamal sempat
menghipnotis Sancaka, namun teriakan Wulan menyadarkannya.
Sancaka akhirnya berhasil melepaskan kekuatan petirnya dari dalam
dirinya, dan mengalahkan sebagian besar "anak-anak" Pengkor. Ia
berhasil menyelamatkan Wulan dan Tedy, tetapi Pak Agung terbunuh
oleh salah satu "anak" Pengkor. Ketika Pengkor hendak menyerang
Sancaka dari belakang, Ridwan datang dan menembak Pengkor dengan
pistol. Ketika tengah sekarat, Pengkor menyatakan bahwa dialah satu-
satunya yang berhasil menyatukan rakyat dan dewan legislatif.
Sancaka bergegas menghentikan distribusi obat penawar itu. Sancaka
menyusul sebuah mobil distribusi dan mencoba menghentikannya.
Namun, ia justru ditembak oleh sang pengemudi. Untungnya, mobil
tersebut secara supernatural dihentikan oleh seorang wanita misterius
(Pevita Pearce). Sancaka pun memegang sebuah botol obat penawar,
dan menggunakan kekuatan petirnya untuk memecahkan semua botol
obat penawar racun yang ada di kota.
Sementara itu, rekan Pengkor membongkar sebuah makam kuno yang
terkubur di dalam dinding museum kota sambil membawa sebuah
wadah tersegel berisi kepala orang tua yang telah terpenggal dari
tubuhnya. Menggunakan darah Sancaka yang ia ambil sebelumnya dari
salah satu perkelahian, ia menggabungkan tubuh dan kepala tersebut
dalam wadah tersegel itu. Proses tersebut membangkitkan Ki Wilawuk
(Sujiwo Tejo), iblis yang kuat dari zaman kuno. Rekan Pengkor tersebut
mengungkapkan dirinya sebagai Ghazul dan mengatakan kepada Ki
Wilawuk bahwa musuh telah datang. Ghazul memanggil sang musuh
tersebut sebagai "Gundala" ('Guntur' dalam bahasa Jawa kuno). Ki
Wilawuk memerintahkan Ghazul untuk mengumpulkan tentaranya,
karena perang besar akan datang.
Dalam adegan mid-credit, Gundala bertemu Ridwan di atap dan
mengucapkan terima kasih atas kostum pemberiannya yang telah di-
upgrade dan lebih canggih. Ridwan mengatakan bahwa kostum baru itu
berasal "dari rakyat". Dari kejauhan, wanita misterius yang sebelumnya
menghentikan mobil pembawa obat penawar racun tengah mengamati
mereka. Ia disebut oleh rekannya sebagai pahlawan super Sri Asih.

EVALUASI
Kekurangan:

1. Plot dari film gundala terlalu terburu buru


2. Ceritanya terlihat terburu buru
3. Beberapa lubang plot dalam film ini

kelebihan:

1. Koreografi menawan dengan efek special yang halus


2. Banyaknya karakter yang muncul
RANGKUMAN
Kita harus hidup mandiri dan saling tolong menonlong dan harus adil
dan tidak semena mena karena dapat memecah belah negeri ini.

KESIMPULAN
Kesimpulanya adalah bahwa gundala merupakan film aksi yang bagus
karena banyak pengajaran dari film ini,meskipun film ini bagus masih
ada kekurangan yang harus di perbaiki.
TUGAS BASAHA INDONESIA
TEKS ULASAN KARYA
DRAMA”NEGERI INI BUTUH PATRIOT”

MUNINGGAR DWI WICAKSONO/8F/25


UPT SMP NEGERI 17 GRESIK
TAHUN 2019-2020
JL.Kalimantan GKB Manyar,Gresik Telp. 031-3954476

Anda mungkin juga menyukai