Anda di halaman 1dari 13

Learning Objective

Skenario 2 Blok 7

DISUSUN OLEH

NAMA : Novita Wiratasia Parimpun

NIM : N 101 18 114

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

Agustus 2020
1. Perbedaan kwarshiorkor dan marasmus, kwashiorkor-marasmus
Jawab:
Kwashiorkor adalah keadaan yang diakibatkan oleh kekurangan makanan sumber
protein. Tipe ini banyak dijumpai pada anak usia 1 sampai 3 tahun. Gejala utama
kwashiorkor adalah pertumbuhan terhalang dan badan bengkak, tangan, kaki, serta ajah
tambak sembab dan ototnya kendur. Wajah tampak bengong dan pandangan kosong,
tidak aktif dan sering menangis. Rambut menjadi berwarna lebih terang atau coklat
tembaga. Perut buncit, serta kaki kurus dan bengkok. Karena adanya pembengkakan,
maka tidak terjadi penurunan berat badan, tetapi pertambahan tinggi terhambat. Lingkar
kepala mengalami penurunan. Serum albumin selalu rendah, bila turun sampai 2,5 ml
atau lebih rendah, mulai terjadi pembengkakan,Gejala klinis kwashiorkor adalah
penampilan anak seperti anak gemuk (sugar baby), tetapi pada bagian tubuh lain terutama
pantat terlihat atrofi.
Pertumbuhan tubuh mengalami gangguan yang ditunjukkan dengan nilai z- skor
indeks BB/U berada di bawah -2 SD, pada tinggi badan anak juga mengalami
keterlambatan. Mental anak mengalami perubahan mencakup banyak menangis dan pada
stadium yang lanjut anak sangat apatis. Penderita kwashiorkor diikuti dengan munculnya
edema dan terkadang menjadi asites. Selain itu juga terjadi atrofi otot sehingga penderita
terlihat lemah.Pada penderita kwashiorkor mengalami gangguan sistem gastrointestinal,
seperti penderita menolak semua makanan sehingga kadang makanan harus melalui
sonde lambung. Penderita kwashiorkor mudah mengalami kelainan kulit yang khas
(crazy pavement dermatosis), yaitu munculnya kelainan dimulai dari bintik-bintik merah
bercampur bercak, lama-kelamaan menghitam kemudian mengelupas. Kejadian ini
umumnya terjadi di punggung, pantat, dan sekitar vulva yang selalu membasah karena
keringat atau urin. Pada hati terjadi pembesaran, terkadang batas pembesaran sampai ke
pusar, hal ini disebabkan karena sel-sel hati terisi lemak.
Penderita kwashiorkor juga menderita anemia. Albumin dan globulin serum
sedikit menurun di bawah 2, terkadag sampai 0. Kadar kolesterol serum rendah, hal ini
mungkin disebabkan karena asupan gizi yang rendah atau terganggunya pembetukan
kolesterol tubuh .Marasmus adalah gejala kelaparan yang hebat karena makanan yang
dikonsumsi tidak menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan hidupnya
sehingga badan menjadi sangat kecil dan tinggal kulit pembalut tulang. Marasmus
biasanya terjadi pada bayi berusia setahun pertama. Hal ini terjadi apabila ibu tidak dapat
menyusui karena produksi ASI sangat rendah atau ibu memutuskan untuk tidak menyusui
bayinya.
Tanda-tanda marasmus yaitu,Berat badan sangat rendah, Kemunduran
pertumbuhan otot (atrophi), Wajah anak seperti orang tua (old face), Ukuran kepala tidak
sebanding dengan ukuran tubuh, Cengeng dan apatis (kesadaran menurun), Mudah
terkena penyakit infeksi, Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak
di bawah kulit, Sering diare, Rambut tipis dan mudah rontok. .Marasmik-kwashiorkor
disebabkan karena makanan sehari-hari kekurangan energi dan juga protein. Berat badan
anak sampai di bawah -3 SD sehingga telihat kurus, tetapi ada gejala edema, kelainan
rambut, kulit mengering dan kusam, otot menjadi lemah, menurunnya kadar protein
(albumin) dalam darah.

Sumber :
Suantara,I,M,R,S.,Suiraoka,I,P.2018.EPIDEMIOLOGI GIZI.Denpasar: Forikes

Walson.J.L. Berkley.J.A. 2018. The impact of malnutrition on childhood infections.


Current Opinion in Infectious Disease. Vol 31 (3). Viewed on 27 August 2020. From :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6037284/

2. Nutrisi pada anak


Jawab:

Kebutuhan gizi makro dan mikronutrient untuk bayi per kilogram berat badan
bayi perhari lebih besar dibanding usia yang lain. Hal tersebut dibutuhkan untuk
mempercepat pembelahan sel dan sintesa DNA selama masa pertumbuhan terutama
energi dan protein. Bayi usia 0 – 6 bulan dapat mencukupi kebutuhan gizinya hanya
dengan ASI saja, yaitu dengan mengkonsumsi 6 – 8 kali sehari atau lebih pada masa awal
dan 6 bulan selanjutnta dapat mulai dikenalkan dengan makanan tambahan berupa
Makanan Pendamping ASI (MPASI) untuk mencukupi kebutuhan gizinya.
Kebutuhan energy pada tahun pertama adalah 100-110 Kkal/kgBB/hr.
Penggunaan energy tersebut adalah sebesar 50% untuk metabolism basal, 5-10% untuk
SDA, 12% untuk pertumbuhan 25% untuk aktifitas dan 10% terbuang melalui feses.
Adapun anjuran pemenuhan energy sehari diperoleh dari 50-60% Karbo hidrat, 25-35%
lemak dan 10-15% dari protein. Untuk mencapai tumbuh
a. Usia 6 bulan
Pada awal pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya diberikan dalam porsi
kecil, bahkan tekstur makanan pendamping ASI dalam hari hari pertama harus cair
menyerupai ASI. Hal ini untuk membantu bayi dalam menyesuaikan diri dengan
makanan barunya sehingga tidak merasa asing dengan makanan baru. Salah satu
kondisi yang memungkinkan adalah bayi menolak pemberian makanan pada tahap 
Gizi dalam Daur Kehidupan  75 awal pemberian makanan pendamping asi, berikan
secara pelan-pelan jangan menunda bayi anda lapar atau juga masih kenyang. Hal ini
dikarenakan ketika bayi anda sedang marah atau menangis akan membuatnya
menolak karena rasa lapar.
b. Usia 7-8 bulan
Pada usia ini bayi anda sudah dapat diperkenalkan dengan makanan saring, tentunya
dengan tekstur yang lebih kasar namun masih dapat disesuaikan dengan pencernaan
bayi anda. Berikan pada porsi yang kecil, anda tidak perlu was-was bayi kelaparan
karena masih diberikan asi meskipun dalam jumlah yang terbatas. (Artikel menarik
lainnya: Perlengkapan Bayi)
c. Usia 9 bulan
Kini, memasuki usia 9 bulan bayi dapat diperkenalkan pada tekstur makanan yang
lebih kasar dari sebelumnya. Sebagai tahap awal, anda dapat memberikan campuran
tim saring dengan tim biasa sehingga tidak membuat pencernaannya terkejut. Apabila
pada hari hari terakhir bayi anda menerima maka dapat diberikan nasi tim dengan
campuran lauk dan sayuran. Dengan begitu anak anda akan terbiasa dengan makanan
sehat keluarga.
d. Bayi usia 12 bulan
Pada usia 12 bulan, anak sudah dapat diberikan menu makanan seperti menu keluarga
anda, hal ini berhubuangan dengan pertumbuhan gigi bayi pada usia ini. Meskipun
demikian perhatikan pula bumbu yang digunakan dalam menu makanan, hindari
menggunakan bumbu dengan bau yang tajam dan juga tekstur yang terlalu
keras.Ajaklah untuk makan bersama dengan keluarga di meja makan sehingga
terbiasa dengan pola makan keluarga, siapkan pula piring dan sendok dengan bahan
khusus bayi. Pemberian makanan pendamping asi, sebaiknya dilakukan pada usia 6
bulan dikarenakan pada usia ini bayi anda sudah mulai mengalami perkembangan
pencernaan yang sempurna. Pemberian yang lebih awal akan meningkatkan resiko
kuman mudah masuk ke dalam tubuh bayi anda. Apalagi jika jenis makanan atau alat
makan bayi belum terjaga kebersihan. Banyak penelitian yang menemukan bahwa
pemberian makanan pendamping asi dibawah usia 6 bulan akan meningkatkan resiko
diare, sembelit, demam,dan juga batuk-pilek. Salah satu makanan dan minuman yang
baik dan aman sebelum usia 6 bulan hanya asi eksklusif yang mengandung
kecukupan nutrisi yang dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi.

Anjuran makan untukbalita


UMUR 1 – 2 TAHUN
Anjuran pemberian makan :
a. Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.
b. Beri nasi lunak 3 kali sehari.
c. Tambahkan:telur/ayam/ikan/tempe/tahu/dagingsapi/wortel/bayam/kacanghijau/sant
an/minyak pada nasi lunak.
d. Beri makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, seperti: bubur kacang
hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb.
e. Beri buah-buahan atau sari buah.
f. Bantu anak untuk makan sendiri.

UMUR 2 – 5 TAHUN Anjuran pemberian makan:


a. Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi,
lauk pauk, sayur dan buah.
b. Beri makanan selingn 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur kacang
hijau, biscuit, nagasari.
c. Jangan berikan makanan yang manis dan padat kalori diantara waktu makan.
Sumber:
Pritasari.,Damayanti,D.,Lestari,N,T.2017.Gizi dalam Daur Kehidupan.Jakarta:
Kemenkes RI

3. Etiologi, patofisiologi gejala klinis prinsip diagnosis dan manajemen terapi pada gizi
buruk
Jawab:
Gizi buruk merupakan kelainan gizi yang dapat berakibat fatal pada kesehatan balita.
Kejadian gizi buruk ini apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak yang buruk bagi
balita. Gizi buruk akan menimbulkan dampak hambatan bagi pertumbuhan anak. Faktor
yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk diantaranya adalah status sosial ekonomi,
ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnansyah (2006) melalui
uji korelasi, menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara pekerjaan
ibu dengan status gizi balita. Sumber lain mengatakan bahwa rendahnya pendidikan dapat
mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi
kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari
kekurangan gizi pada anak balita
Factor resiko gizi buruk
1. Asupan makanan
Kurangnya asupan makanan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain yaitu
pola makan yang salah, tidak tersedianya makanan secara cukup, dan anak
tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang.
2. Status sosial ekonomi
Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang
bergizi. Hal ini dapat disebabkan oleh karena rendahnya ekonomi keluarga
sehingga pada akhirnya akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada
keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi
pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.
Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan
yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut.
3. ASI
Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai
umur dua tahun.Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat
bermanfaat antara lain oleh karena praktis, mudah, murah, sedikit
kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis
yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi
anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau
natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar
dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan
komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi.
4. Pendidikan ibu
Salah satu faktor penyebab timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah sehingga menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat
mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.
5. Pengetahuan ibu
Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan
khususnya pada anak balita. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih
banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain
itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu
menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
6. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit – penyakit seperti tuberculosis (TBC), diare persisten (berlanjutnya
episode diare selama 14 hari atau lebih dan dimulai dari suatu diare cair akut atau
berdarah/disentri) dan HIV/AIDS. Penyakit tersebut dapat memperjelek keadaan
gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat
gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan
gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk
akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi
lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.
7. Berat badan lahir rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR
adalah kelahiran prematur. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang
belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin
muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan
prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan
komplikasi akibat kurang matangnya organ karena premature. Gizi buruk dapat
terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan
yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi
buruk.
8. Kelengkapan imunisasi
Infeksi pada balita dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila
balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk
menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Kelompok yang paling
penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang
paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum
sebaik dengan orang dewasa. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka
kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini
mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak
cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan. secara bertahap dan lengkap
terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap
melindungi terhadap paparan bibit penyakit.

Tatalaksana Gizi buruk


1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemi terjadi apabila kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai lemah,
kejang, suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, keluar keringat dingin
dan pucat. Dapat diterapi dengan memberikan segera cairan gula 50 ml
dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan,
penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar dapat
diberikan lewat sonde. Kemudian dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika
masih dijumpai tandatanda hipoglikemi maka pemberian cairan gula tersebut
diulangi.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi
Dikatakan hipotermi jika suhu tubuh anak < 35oC. Dapat ditatalaksana
dengan ruang anak harus hangat, tidak ada lubang angin, sering diberi makan,
anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak
dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat diganti jika
popok basah. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu >
36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala dan kaos kaki.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB
setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB
untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak
mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam
4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring
tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi
jika kecepatan pernafasan dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis
meningkat, atau jika anak dengan oedem maka oedemnya bertambah.
4. Koreksi gangguan elektrolit
Berikan ekstra Kalium 150- 300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6
mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal).
5. Mencegah dan mengatasi infeksi
Jika tidak ada komplikasi maka dapat diberikan kotrimoksazol selama 5 hari,
namun bila ada komplikasi dapat diberikan amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8
jam selama 5 hari. Dan hendaknya dilakukan monitoring terhadap komplikasi
infeksi seperti hipoglikemia atau hipotermi.
6. Mulai pemberian makan
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan
mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase
stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energy 100
kkal/kgBB/hari, protein 1- 1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk
penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem
derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan gizi mikro
Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat
(5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3
mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan,
vitamin A hari 1 (1 tahun 200.000 IU).
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100
kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan
protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan
protein.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan
perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang
tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan
pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.

Sumber:
Liansyah.T.M.2015. malnutrisi pada anak balita. Vol 2(1). Dilihat pada tanggal 26
agustus 2020. Dari< https://buahhati.stkipgetsempena.ac.id/?
journal=home&page=article&op=view&path%5B%5D=12>

Wahyudi,B.F., Sriyono., Indarwati,R. 2015. Analisis Faktor Yang Berkaitan Dengan


Kasus Gizi Buruk Pada Balita. Jurnal Pediomaternal. Vol 3(1). Viewed on 26 agustus
2020. From https://e-journal.unair.ac.id

4. Etiologi, patofisiologi gejala klinis prinsip diagnosis dan manajemen terapi pada stunting
Jawab:
Etiologi :
Secara garis besar pemerintah menetapkan empat penyebab utama stunting di Indonesia
yaitu: praktek pengasuhan yang tidak baik; terbatasnya layanan kesehatan termasuk
layanan ANC (ante natal care), post natal, dan pembelajaran dini yang berkualitas;
kurangnya akses ke makanan bergizi; serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Factor resiko:
 Pemberian ASI tidak Eksklusif, bahwa dengan pemberian ASI Eksklusif
sangat erat dengan penurunan kejadian stunting pada anak. penelitian di
Ethiopia anak yang diberikan ASI < 2 tahun berisiko 3,2 kali mengalami
stunting 12 Penelitian di Indonesia Bayi yang tidak mendapatkan ASI
berisiko stunting20–22 23,24, Penelitian di Mozambique bahwa durasi
pemberian ASI berhubungan dengan stunting.
 Status Sosial Ekonomi Keluarga, hasil pendapatan keluarga merupakan
salah satu indikator sosial ekonomi keluarga lebih baik sehingga keluarga
dapat mencukupi dan memenuhi kebutuhan konsumsi gizi dalam keluarga,
didukung hasil penelitian yang menyatakan bahwa pekerjaan dan
pendapatan orang tua sebagai petani berisiko anak mengalami stunting26
pendapatan keluarga yang rendah berisiko terhadap stunting.
 Kelahiran bayi yang mengalami Berat Bayi Lahir Rendah ,dan bayi yang
lahir secara premature memiliki risiko secara konsisten mengalami
stunting di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang lahir
dengan BBLR memiliki risiko 1,74 kali mengalami hambatan
pertumbuhan TB/U38 berdasarkan hasil riset yang lain bahwa bayi yang
dilahirkan kondisi BBLR adalah faktor risiko yang paling paling
menentukan kejadian stunting pada anak. Hasil penelitian di Hulu Sungai
Utara bayi dengan BBLR berisiko 5,87 kali mengalami stunting pada anak
baduta.
 Pendidikan ibu, bahwa pendidikan ibu sangat menentukan kesehatan anak,
karena dengan pendidikan yang memadai ibu akan lebih selektif dan
kreatif dalam memberikan makanan yang baik dan bergizi pada anaknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu yang rendah berisiko
1,6 kali berisiko mengalami stunting penelitian yang dilakukan di
Indonesia secara konsisten bahwa pendidikan ibu berpengaruh terhadap
stunting.
 Penyakit infeksi, berdasarkan kerangka konsep WHO penyakit infeksi
yang sering terjadi pada anak yang mengalami stunting adalah seperti
diare, kecacingan, peradangan, malaria, dan gangguan saluran pernafasan.
Ditemukan yang paling berisiko mengalami stunting adalah penyakit
diare, hal ini terjadi kemungkinan anak belum mendapatkan imunisasi
lengkap.
Diagnosis:
Diagnosis klinis stunting dinilai dari hasil pengukuran antropometri berupa BB
dan PB/TB setiap bulan di Posyandu. Penilaian status gizi dipantau secara rutin
melalui Standar Deviasi (SD) atau disebut juga Z-Score. Z-score merupakan
nilai simpangan hasil pemeriksaan antropometri dari standar normal kelompok
balita berdasarkan usianya menurut baku pertumbuhan yang ditetapkan WHO.
Tatalaksana:
Dalam upaya penatalaksaan penyakit gizi buruk dan stunting, peranan keluarga
pasien sangat penting untuk mencapai tujuan terapi yang maksimal. Oleh sebab
itu, dalam rangka penatalaksanaan kedokteran yang berbasis keluarga
ditambahkan intervensi berupa kegiatan home visite sebanyak 4 kali dirumah
pasien dengan melakukan komunikasi antar pribadi dengan ibu kandung pasien.
Beberapa studi global tentang perilaku kesehatan menunjukkan bahwa
komunikasi antar pribadi tetap menjadi metode yang sangat efektif dalam
perubahan perilaku. Komunikasi antar pribadi juga dapat meyakinkan sasaran
untuk mengunjungi fasilitas kesehatan. Komunikasi tatap muka yang sesuai
dengan budaya, didesain secara strategis untuk sasaran dan fasilitator yang baik
dapat mempercepat peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku yang
sesungguhnya.
Sumber:
hardani,M.zuraidan,R. 2019. Penatalaksaan gizi buruk dan stunting pada
balita usia 14 bulan dengan pendekatan kedokteran keluarga.vol 9 (3). Dilihat
pada tanggal 27 agustus 2020. Dari<
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/2562>
budiastutik, I., rahfiludin,M.Z.,.2019. factor resiko stunting pada anak di
negara berkembang. Dilihat pada tanggal 27 agustus 2020. Dari< https://e-
journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/14301>

5. Bagaimana pelayanan primer dalam menangani pasien dengan penyakit stunting dan gizi
buruk.
Jawab:
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya
tidak dapat dilaksanakan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja,
sehingga memerlukan dukungan lintas sector. Mengingat penyebabnya. sangat kompleks,
pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga,
pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Upaya mengatasi prevalensi balita
gizi buruk dilakukan antara lain melalui:
(1) Penanggulangan kurang energy protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan
akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya;
(2) pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi;
(3) pemberian subsidi pangan bagi penduduk miskin;
(4) peningkatan partisipasi masyarakat melalui revitalisasi pelayanan Posyandu;
(5) pelayanan gizi bagi ibu hamil (berupa tablet besi) dan balita (berupa makanan
pendamping ASI) dari keluarga miskin. Untuk mendeteksi lebih awal malnutrisi pada
bayi fasilitas kesehatan tingkat primer seperti puskesmas Setiap bulannya melakukan
kegiatan penimbangan berat badan balita dan hasilnya dicatat dalam buku Kartu Menuju
Sehat (KMS). Pencatatan di KMS bertujuan untuk mengetahui hasil penimbangan apakah
grafik pertumbuhan anak naik, turun, tetap dan berada garis hijau tua, garis hijau muda,
digaris kuning atau dibawah garis merah. Penimbangan anak setiap bulan dapat diketahui
kecenderungan perubahan status gizi anak. Penimbangan balita secara berkala tiap bulan
dapat mendeteksi sedini mungkin penyimpangan pada pertumbuhan dan perkembangan
balita tersebut, seperti kejadian gizi buruk pada anak balita.
Sumber:
Diagama, W., Amir, Y., & Hasneli, Y. 2019. Hubungan Jumlah Kunjungan Posyandu
dengan Status Gizi Balita (1-5 tahun). Jurnal Ners Indonesia. Vol 9(2). Viewed on 26
agustus 2020. From https://jni.ejournal.unri.ac.id

Anda mungkin juga menyukai