Anda di halaman 1dari 12

Tugas Tutorial Palu, 15 Oktober 2020

BLOK 8

LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 2


SEXOLOGI MANUSIA DAN INFERTILITAS
“Akibat Jarang Kontrol Kehamilan”

NAMA : Novita Wiratasia Parimpun


NIM : N10118114
KELOMPOK :4

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
1. Bagaimana mendeteksi kegawatdaruratan dan gangguan pada kehamilan serta
penanganannya.

Jawab :

Kehamilan yang beresiko tinggi seperti umur ibu 34 tahun, jarak kelahiran kurang
dari 2 tahun, dan jumlah anak yang terlalu banyak >3 (BKKBN, 2017). Penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya pada bulan Maret-Juni 2015 di Kabupaten
Mojokerto menyatakan bahwa 75% responden berusia 20-35 tahun, 35 tahun sebesar
25%. Kejadian komplikasi kehamilan pada ibu dengan usia beresiko mempunyai
proporsi yang sama yaitu 20% dan 31,4%. Usia ibu yang tidak beresiko mengalami
komplikasi kehamilan sebesar 80% dan 68,6%. Ibu 4 dengan kehamilan < 20 dan >
35 tahun beresiko tinggi akan mengalami komplikasi kehamilan. Hal ini dikarenakan
kehamilan diusia < 20 tahun kondisi ibu fisik ibu yang belum siap dalam menghadapi
kehamilan. Namun kehamilan ini lebih aman ketika ibu berusia diatas 20-35 tahun,
resiko akan mengalami peningkatan kembali saat usia ibu lebih dari 35 tahun .
(Menurut Data Program Kasga Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 menjelaskan
bahwa, AKI menggambarkan resiko yang dialami ibu dari kehamilan sampai pasca
bersalin yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, status gizi ibu saat
kehamilan, kondisi sosial ekonomi juga dapat menunjang tidaknya kesehatan ibu
dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, keadaan kesehatan, adanya komplikasi
selama kehamilan dan persalinan (perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi,
gangguan sistem peredaran darah, gangguan metabolisme, dan lainnya) serta
ketersediaan fasilitas kesehatan. Biasanya angka kematian ibu yang tinggi
dikarenakan kurangnya fasilitas pelayanan yang memadai termasuk pelayanan
prenatal dan postnatal serta keadaan sosial ekonomi ibu yang rendah.

Faktor – faktor risiko ada yang berhubungan dengan kehamilan saat ini dan juga
faktor diluar kehamilan. Faktor – faktor yang harus diwaspadai dan berhubungan
dengan kehamilan saat ini diantaranya :

 Perdarahan pervaginam

 Hipertensi dimana terjadi kenaikan systole 30 mmHg, diastole 15 mmHg


 Kenaikan berat badan ( BB ) > 13 kg atau < 9 kg selama kehamilan atau kenaikan berat
badan < 1/2 kg / minggu pada triwulan akhir kehamilan

 Odema ( terutama bengkak pada wajah dan kelopak mata )

 Pusing dan penglihatan berkunang – kunang

 Kehamilan ganda

 Kematian janin dalam kandungan

 Usia kehamilan < 37 minggu atau > 42 minggu

 Ibu hamil dengan penyakit menahun

 Primigravida dengan kepala belum turun / masuk pintu atas panggul pada akhir
kehamilan

 Proteinuria : protein dalam urin positif 2 ( ++ )

 Muntah berlebihan

 Riwayat kehamilan

 Persalinan dan nifas yang lalu banyak penyulit

Faktor – faktor diluar kehamilan yang harus diwaspadai antara lain;

 Usia ibu < 20 tahun atau 35 tahun

 Pendidikan ibu rendah khususnya pengetahuan tentang kesehatan kurang

 Tinggi badan ibu < 145 cm d. Sosial ekonomi keluarga rendah e. Paritas > 5

 Ibu mengidap penyakit infeksi menahun

 Jarak antara 2 kehamilan kuang dari 2 tahun

 Riwayat kematian janin / bayi / anak lebih dari satu

 Persalinan preterm
Deteksi dini tersebut dapat dilakukan dengan melakukan skrining dengan melakukan
antenatal care ( ANC ) secara teratur ke tempat yang memiliki kemampuan dan secara
aspek legal boleh melakukan praktek antara lain : dokter ahli kandungan, bidan desa,
bidan praktik swasta, puskesmas, dan rumah sakit.

Keuntungan skrining ANC untuk menilai faktor risiko kehamilan adalah


sebagai berikut:

 Memungkinkan untuk mengidentifiksi masalah potensial selama kehamilan

 Evaluasi kebutuhan konseling untuk kehamilan

 Mengurangi ketakutan terhadap masalah dan prosedur yang mungkin dibutuhkan

 Membantu untuk membangun komunikasi dan rasa percaya terhadap pelayanan yang
dilakukan di awal kunjungan

 Memungkinkan mengubah diagnose melalui proses monitoring kehamilan yaitu


kesejahteraan fisik, psikologi dan emosional ibu dan janin

 Melakukan rujukan ke tenaga professional sesuai masalah dan komplikasi

 Memungkinkan rujukan pasangan untuk konsleing genetika

Untuk tatalaksana kegawatdaruratan dalam eklamsi, preeklamsi dan superimplos eklamsi


adalah Beta-blockers, thiazide,dan calsium canal blockers (CCBs). CCBs menghambat
masuknya ion kalsium ke otot polos pembuluh darah, menghasilkan vasodilatasi arteri;
nifedipine bekerja terutama pada pembuluh darah. Penggunaan nifedipine &gt; 60 mg
meningkatkan risiko kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan peningkatan
kesakitan seperti tachycardia dan hipotensi. Methyldopa adalah agonis reseptor α2-
adrenergik yang bekerja sentral. Ini menghambat vasokonstriksi melalui mekanisme
sentral dengan mengurangi pelepasan katekolamin. Ini mengurangi aliran simpatis
sentral, mengurangi resistensi vaskular sistemik tanpa mengurangi curah jantung ada
pasien diberikan tatalaksana berupa ekspektatif, obervasi tanda- anda vital dan
monitoring hasil laboratorium. Tatalaksana farmakologis yang iberikan berupa injeksi 4
gram MgSO4 40% 10 mL dilarutkan menjadi 20mL dengan aquadest dimasukkan secara
IV selama 5-8 menit (kecepatan0,51gram/menit), dilanjutkan dengan drip 6 gram MgSO4
40% dalam RL 500 c selama 6 jam (1 gram/jam) yaitu 28 tpm, diberikan juga
dexametason 2x10mg, nifedipine 4x10mg, metildopa 3x500mg. konsultasi dengan
penyakitdalam dan diberikan terapi yaitu diet rendah garam (2gr/hari), dopamet 3x500

mg, adalat 2x30 mg, NAC 3x1amp.

Manajemen ekspektatif yang direkomendasikan pada pasien denganpreeklampsia berat


dengan usia kehamilan &lt;34 minggu, asalkan kondisi ibudan janin stabil mengingat
prognosis yang buruk dan kematian perinatalterkait dengan bayi premature.Pemberian
tatalasana injeksi 4 gram MgSO4 40% 10 mL dilarutkanmenjadi 20 mL dengan aquadest
dimasukkan secara IV selama 5-8 menit(kecepatan 0,51gram/menit), dilanjutkan dengan
drip 6 gram MgSO4 40%dalam RL 500 cc selama 6 jam (1 gram/jam) yaitu 28 tpm.
Pemberian MgSO4berfungsi sebagai antikejang pada pasien dengan preeklampsia.
PenggunaanMgSO diindikasikan untuk perlindungan otak pada wanita dengan PE berat

Sumber :

Aulia, D., Islamy, N., Yonata, A. 2020. Hipertensi Kronis SuperimposedPreeklampsia


dengan Impending Eklampsia dan Partial HELLPSyndrome. Medulla. Vol 10 (2).
Viewed on 15 Oktober 2020. Diakses dari https://juke.kedokteran.unila.ac.id

2. Patofisiologi pada eklampsi dan preeklampsi.

Jawab:

Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang eklamptik dapat
disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan fokus perdarahan di
korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah
lobus frontalis. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang adalah
sebagai berikut :

a) Edema serebral
b) Perdarahan serebral

c) Infark serebral

d) Vasospasme serebral

e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler

f) Koagulopati intravaskuler serebral

g) Ensefalopati hipertensi

Patofisiologi Koma Koma yang dijumpai pada kasus eklampsia dapat disebabkan
oleh kerusakan dua organ vital :

1) Kerusakan hepar yang berat : gangguan metabolisme-asidosis, tidak mampu


mendetoksikasi toksis material.

2) Kerusakan serebral : edema serebri, perdarahan dan nekrosis disekitar perdarahan,


hernia batang otak.

Patogenesis preeklampsia adalah 2-stage process, stadium awal adalah kegagalan


dari arteri spiralis maternal pada proses remodelling, untuk penyesuaian terhadap
kebutuhan janin. Pada kehamilan normal, sinsitiotrofoblast dari plasenta mengadakan
invasi pada dinding lumen vaskuler arteri spiralis sehingga arteri tersebut kehilangan
lapisan elastis tunica intima dan otot polosvaskuler. Diameter arteri meningkat
sampai 4 kali lipat sebagai kompensasi aliran darah yang berkapasitas tinggi,
resistensi rendah dan yang tidak berespon terhadap rangsangan vasoaktif. Perubahan
ini terus berlangsung sampai pada sepertiga lapisan miometrium. Namun pada
preeklampsia, proses remodelling ini terbatas pada desidua superfisial, dan segmen
miometrium menjadi menyempit dan diameter arteri pun sempit. Hal inilah menjadi
salah satu factor yang menyebabkan bahwa pada preeklampsia terjadi poor
plasentation.

Pada proses stadium ke 2, kebutuhan janin melebihi penyediaan uteroplasenta,


sehingga terjadilah uteroplacental missmatch. Jika hal ini terjadi, maka banyak
produk akan di keluarkan ke dalam sirkulasi maternal yang menyebabkan disfungsi
endotelial, vasospasme, aktivasi dari jalur kaskade koagulasi, yang pada akhirnya
menyebabkan komplikasi pada multifungsi organ.

Sumber:

Ermawati. 2015. PERBEDAAN KADAR ZINC SERUM PENDERIT


PREEKLAMPSIA BERAT DENGAN KEHAMILAN NORMAL. Vol 1 no 18 .Diakses
pada 15 oktober 2020. Diakses dari From<http://google.schoolar.ac.id>

3. Pemeriksaan Penunjang untuk membedakan eklamsi dan preeklamsi.

Jawab:

Pada kasus preeklamsia

a)Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mm
Hgpada dua keadaan dengan jangka waktu paling sedikit 6 jam dengan patian dalam
posisi bedrest

b) Proteinuria lebih dari 5 gr/dl pada sampel urin tampung 24 jam atau ≥ 3+ dengan
carik celup pada dua sampel urin acak yang diambil dengan jarak waktu 4 jam atau
lebih

c) Oliguria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam

d) Gangguan visus dan serebral berupa penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
pandangan kabur

e) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen akibat regangan
pada kapsula Glisson

f) Edema paru atau sianosis g) Hemolisis mikroangiopatik

h) Gangguan fungsi hepar ditandai adanya peningkatan serum transaminase i)


Kenaikan kadar kreatinin plasma
j) Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)

k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

l) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis; Elevated liver enzymes; Low platelet)


Sindrom HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau duadari ketigaparameter
sindrom HELLP. Lebih jauh lagisindrom HELLP Parsial dapat dibagi beberapasub
grup lagi yaitu Hemolysis (H), LowTrombosit counts (LP), Hemolysis + lowtrombosit
counts (H+LP), hemolysis + elevatedliver enzymes (H+EL).Berdasarkan
jumlahtrombosit penderita sindrom HELLP dibagidalam 3 kelas, yaitu:kelas I jumlah
trombosit=50.000/mm3,kelas II jumlah trombosit>50.000-100.000/mm3, kelas III
jumlah trombosit >100.000- 150.000/mm3.

Sumber:

Andalas,M.,RamadanaA,K.,Rudiyanto.2017.Eklampsisa Postpartum:Sebuah
Tinjauan kasus.Jurnak Kedokteran Syiah Kuala.Volume 17(1).Diakses pada 15
Oktober 2020.Diakses dari
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/8605/6940

4. Skor Puji Rohyati,Kriteria resiko kehamilan.

Jawab:

Fungsi Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR)sebagai alat skrining antenatal/deteksi dini
factor resiko pada ibu hamil resiko tinggi, sebagai alat pemantauan dan pengendalian
ibu hamil selama kehamilan, sebagai media pencatatan kondisi ibu selama kehamilan,
persalinan, nifas dan kondisi bayi/anak, sebagai pedoman untuk memberikan
penyuluhan dan sebagai alat untuk validasi data kehamilan, persalinan, nifas dan
perencanaan KB.

Pelaksana skreening Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan maupun non kesehatan seperti Tim Penggerak PKK, termasuk ibu
hamil, suami, dan keluarganya yang telah mendapat pelatihan cara penggunaan dan
pengisiannya. Adapaun cara pemberian skor adalah sebagai berikut skor 2 yaitu
Kehamilan Risiko Rendah (KRR) diberikan sebagai skor awal, untuk umur dan
paritas pada semua ibu hamil. Kehamilan resiko rendah adalah kehamilan tanpa
masalah/factor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar diikuti oleh persalinan
normal dengan ibu dan bayi hidup sehat. Tempat persalinan dapat dilakukan di rumah
maupun di polindes, tetapi penolong persalinan harus bidan, dukun membantu
perawatan nifas bagi ibu dan bayinya.

Skor 4 Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) diberikan untuk setiap factor risiko pada
klasifikasi KRT. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan dengan satu atau lebih
factor risiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya, memiliki risiko kegawatan tetapi
tidak darurat. Ibu TP PKK/kader memberi penyuluhan agar pertolongan persalinan
oleh bidan atau dokter di Puskesmas, di Polindes atau di Puskesmas, atau langsung
dirujuk ke Rumah Sakit, misalnya pada letak lintang dan ibu hamil pertama (primi)
dengan tinggi badan rendah.

Skor 8 Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) diberikan pada ibu hamil dengan
bekas operasi sesar, letak sungsang, letak lintang, perdarahan antepartum dan
preeklamsia berat/eklamsia. Kehamilan resiko sangat tinggi adalah kehamilan dengan
factor risiko :

Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat bagi jiwa ibu dan
atau bayinya, membutuhkan rujukan tepat waktu dan tindakan segera untuk
penanganan adequate dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya. Ibu
dengan factor risiko dua atau lebih, tingkat resiko kegawatannya meningkat, yang
membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit oleh dokter Spesialis. Ibu diberi
penyuluhan untuk kemudian dirujuk guna melahirkan di Rumah Sakit dengan alat
lengkap dan dibawah pengawasan dokter spesialis.

Perencanaan persalinan pada ibu hamil dengan skor 6 atau lebih : dianjurkan
bersalin dengan tenaga kesehatan. Ibu hamil dengan skor 12 atau lebih : dianjurkan
bersalin di rumah sakit atau dengan spesialis kandungan (Sp.OG)
Sumber:

Hastuti,P.,Suparmi.,Sumiyati .2018.Kartu Skor Poedji Rochjati untuk Skrining


Antenatal.Journal LINK.Vol.14(2).Diakses pada 15 Oktober 2020.Diakses dari
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/link

5. Bagaimana Proses rujukan gangguan pada kehamilan.

Jawab:

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan


medis, yaitu :
A. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
B. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
C. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
D. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Ketentuan pelayanan rujukan
berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi :
A. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang berlaku
B. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
C. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
D. pertimbangan geografis; dan
E. pertimbangan ketersediaan fasilitas

Kriteria Rujukan kasus Kegawatdaruratan maternal antara lain:


partus macet, ketuban pecah dini, presentasi bokong, letak lintang, pendarahan dan
hipertensi. Hal ini sejalan dengan Kemenkes R.I.) bahwa kondisi kehamilan yang
perlu dirujuk yaitu perdarahan, preeklampsi, eklampsi, ketuban pecah dini, gawat
janin, malpresentasi, partus macet atau kondisi kegawatdaruratan lain yang
mengancam nyawa ibu dan bayi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Laili bahwa
sebagian besar ibu dirujuk ke rumah sakit memiliki beberapa faktor resiko meliputi
usia =35 tahun, presentasi bokong dan komplikasi preeklampsi/eklampsi .

LANGKAH-LANGKAH RUJUKAN
1. Menentukan kegawatdaruratan penderita
• Pada tingkat kader/dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat
ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
• Pada tingkat bidan desa/puskesmas pembantu/puskesmas, tenaga kesehatan harus
dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang
boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
• Fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat
• Tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi pada pasien & keluarga
4. • Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan
dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian
(termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
• Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya.
• Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.
5. Mengirimkan informasi ke tempat rujukan
• Akan ada penderita yang dirujuk.
• Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan.
• Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak
mungkin dikirim.
6. Persiapan pesien
7. Pengiriman Pasien
8. . Tindak lanjut pesien
• Rawat jalan pasca penanganan
• Kunjungan rumah bila diperlukan

Sumber :
BPJS. 2014. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Jakarta ; BPJS

Anda mungkin juga menyukai