Anda di halaman 1dari 29

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 4

Gangguan Pada Masa Persalinan Dan Nifas

Novita Wiratasia Parimpun


N101 18 114

2020
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadukako
LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 4 : Gangguan Pada Masa Persalinan Dan Nifas

“Keluhan Saat Melahirkan”

1. Manajemen persalinan normal? (Kala 1-4 dan pembahasan uterotonika).

Jawab:

Fisiologi Persalinan :
Perlu diketahui bahwa selama kehamilan, dalam tubuh wanita terdapat dua hormon yang
dominan
a) Estrogen
Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim serta memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin : prostaglandin dan
mekanis
b) Progesterone
berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim : menghambat rangsangan
dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin dan mekanis, serta
menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi. Estrogen dan progesteron harus
dalam komposisi keseimbangan, sehingga kehamilan dapat dipertahankan.
Perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesteron memicu oksitosin
dikeluarkan oleh hipofisis posterior, hal tersebut menyebabkan kontraksi yang
disebut dengan Braxton Hicks. Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan
dominan saat mulainya proses persalinan sesungguhnya, oleh karena itu makin
matang usia kehamilan maka frekuensi ini akan semakin sering. Oksitosin diduga
bekerjasama dengan prostaglandin, yang kadarnya makin meningkat mulai dari
usia kehamilan minggu ke 15. Di samping itu, faktor status gizi wanita hamil dan
keregangan otot Rahim juga secara penting mempengaruhi dimulainya kontraksi
otot rahim.
I. Teori penurunan hormone
saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi penurunan kadar
estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos
rahim, jika kadar progesterone turun akan menyebabkan tegangnya pembuluh
darah dan menimbulkan his
II. Teori plasenta menjadi tua
seiring matangnya usia kehamilan, villi chorialis dalam plasenta mengalami
beberapa perubahan, hal ini menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga akan
menimbulkan kontraksi uterus.
III. Teori distensi Rahim
otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu setelah
melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai
IV. Teori iritasi mekanis dibelakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus
frankenhauser), bila ganglion ini digeser dan ditekan (misalnya oleh kepala janin),
maka akan timbul kontraksi uterus
V. Teori oksitosin
oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior, perubahan keseimbangan
estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering
terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron karena
matangnya usia kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan aktivitasnya
dalam merangsang otot rahim untuk berkontraksi, dan akhirnya persalinan
dimulai.
VI. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis
glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan teori ini
menunjukan, pada kehamilan dengan bayi anensefalus sering terjadi kelambatan
persalinan karena tidak terbentuknya hipotalamus.
VII. Teori prostaglandin prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua disangka sebagai
salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukan bahwa
prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intravena menimbulkan kontraksi
miometrium pada setiap usia kehamilan. ini juga disokong dengan adanya kadar
prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu
hamil sebelum melahirkan atau selama proses persalinan.
(Diana,2019)

Tahapan persalinan :
KALA I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan servix hingga
mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I berlangsung 18 – 24 jam dan
terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif.
a. Fase laten persalinan
 Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan servix secara bertahap
 Pembukaan servix kurang dari 4 cm
 Biasanya berlangsung di bawah hingga 8 jam
b. Fase aktif persalinan
Fase ini terbagi menjadi 3 fase yaitu akselerasi, dilatasi maximal, dan deselerasi
 Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10
menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih
 Servix membuka dari 4 ke 10 cm biasanya dengan kecepatan 1 cm atau
lebih perjam hingga permbukaan lengkap (10 cm)
 Terjadi penurunan bagian terendah janin

KALA II

Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan berakhir dengan
lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

Tanda-tanda bahwa kala II persalinan sudah dekat adalah:

a. Ibu ingin meneran


b. Perineum menonjol
c. Vulva vagina dan sphincter anus membuka
d. Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
e. His lebih kuat dan lebih cepat 2-3 menit sekali.
f. Pembukaan lengkap (10 cm )
g. Pada Primigravida berlangsung rata-rata 1.5 jam dan multipara rata-rata 0.5 jam
h. Pemantauan
i. Tenaga atau usaha mengedan dan kontraksi uterus
ii. Janin yaitu penurunan presentasi janin dan kembali normalnya detak
jantung bayi setelah kontraksi
iii. Kondisi ibu sebagai berikut:

KALA III

 Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban.
 Berlangsung tidak lebih dari 30 menit
 Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta
 Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian oksitosin untuk
kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan
 Tanda-tanda pelepasan plasenta :
i. Perubahan ukuran dan bentuk uterus
ii. Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta sudah
terlepas dari Segmen Bawah Rahim
iii. Tali pusat memanjang
iv. Semburan darah tiba tiba

 Pemantauan kala III :


i. Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua. Jika ada
maka tunggu sampai bayi kedua lahir
ii. Menilai apakah bayi beru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak rawat bayi
segera
KALA IV

 Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu
 Paling kritis karena proses perdarahan yang berlangsung
 Masa 1 jam setelah plasenta lahir
 Pemantauan 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30 menit pada
jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil, perlu dipantau lebih
sering
 Observasi intensif karena perdarahan yang terjadi pada masa ini
 Observasi yang dilakukan :
i. Tingkat kesadaran penderita.
ii. Pemeriksaan tanda vital.
iii. Kontraksi uterus.
iv. Perdarahan, dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi
400500cc.

Uterotonika adalah  zat yang meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik


banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta
penanganan perdarahan post partum, pengendapan perdarahan akibat abortus
inkompletikus dan penanganan aktif pada Kala persalinan.Pemberian obat
uterotonik adalah salah satu upaya  untuk mengatasi pendarahan pasca persalinan
atau setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak
dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah
untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.
Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau
bila ada indikasi tertentu.  Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai
akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. riwayat persalinan yang kurang
baik, misalnya:
1.         Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2.         Grande multipara (lebih dari empat anak).
3.         Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4.         Bekas operasi Caesar.
5.         Pernah abortus sebelumnya.
Uterotonika adalah obat yang dapat meningkatkan kontraksi otot polos
uterus. Banyak obat memeperlihatkan efek oksitosik, tetapi hanya beberapa saja
yang kerjanya cukup selektif dan dapat berguna dalam praktek keperawatan. Obat
yang bermanfaat itu ialah oxytocin(oksitosin) dan derivatnya, alkaloid ergot dan
derivatnya, dan beberapa prostaglandin semisintetik. Obat- obat tersebut
memperlihatkan respons bertingkat (graded respons) pada kehamilan, mulai dari
kontraksi uterus spontan, ritmis sampai kontraksi tetani. Meskipun obat ini
mempunyai efek farmakodinamik lain, tetapi manfaat dan bahayanya terutama
terhadap uterus. Derivat prostaglandin merupakan obat yang baru dikembangkan
tahun tujuh puluhan. Efek Prostaglandin E dan F terhadap uterus serta
penggunaannya sebagai abortivum, dan oksitosin untuk induksi
partus(Legawati,2018)

Sumber:

Diana, S., Mail, E., Rufaida, Z. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Persalinan, Dan
Bayi Baru Lahir. Surakarta : CV Oase Group

Kurniarum, A. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :
KEMENKES RI

Legawati. 2018. Asuhan persalinan dan bayi baru lahir. Malang : Wineka Media
2. Klasifikasi pendarahan post partum, tanda dan gejala, pemfis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, dan komplikasi dari KPD?

Jawab:

Pendarahan post-partum didefinisikan sebagai kehilangan darah >500 ml melalui


persalinan normal, sedangkan >1000 ml untuk seksio- caesarean. Sekitar 529.000 wanita
meninggal saat hamil setiap tahunnya dan hampir semuanya (99%) terjadi pada negara
berkembang

Klasifikasi pendarahan post partum:

 Perdarahan post partum dini (early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan


yang terjadi setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan.

 Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) adalah


perdarahan yang terjadi setelah 24 jam persalinan, kurang dari 6 minggu
pasca persalinan.

Faktor resiko untuk terjadinya pendarahan post-partum umumnya karena atonia uteri,
plasentasi yang abnormal, trauma maupun koagulopati. Keadaan tersebut biasa disebut
dengan “Four Ts” (Tabel 1). Faktor resiko lainnya berupa kala 3 yang memanjang, multi-
gravida, episiotomy, makrosomia fetus dan riwayat pendarahan post-partum. Melahirkan
bayi kembar dengan persalinan normal juga merupakan faktor resiko.
Atonia uteri didefinisikan sebagai berkurang/tidak adanya kontraksi uterus yang
efisiensetelah lepasnya plasenta, merupakan penyebab umum pendarahan post-partum
dan komplikasi pada setiap 20 proses melahirkan. Atonia uteri bisa disebabkan karena
uterus yang over-distensi (polihydramnions, bayi kembar, makrosomia), kelelahan
(proses melahirkan yang lama), atau tidak bisa kontraksi karena tokolitik atau anastesia
general.

Trauma berupa laserasi dan hematum karena melahirkan dapat menyebabkan


kehilangan darah yang signifikan, yang berkurang seiring waktu dan
hemostasis.Kebanyakan kasusnya minor, tetapi beberapa kasus disertai dengan
pendarahan yang signifikan, segera maupun tertunda. Tempat terjadinya trauma
umumnya pada perineum, vagina dan serviks. Penyebabnya dapat karena nul-paritas,
episiotomy, ibu yang lanjut usia, melahirkan dengan operasi, bayi kembar, dan
makrosomia. Abnormal plasentasi diartikan sebagai penempelan abnormal plasenta pada
dinding uterus. Penempelan yang abnormal dapat menyebabkan pendarahan masif dan
bersama dengan atonia uteri merupakan penyebab umum dilakukannya
histerektomi.Abnormal plasentasi bisa disebabkan karena umur ibu yang lanjut, paritas
yang tinggi, adanya riwayat invasive plasenta atau melahirkan secara seksio, dan plasenta
previa (terutama kombinasi dengan riwayat seksio-cesarean, meningkat 67% dengan 4
atau lebih).

Umumnya pendarahan post-partum didiagnosa apabila jumlah pendarahan dianggap


melebihi batas normal. Tanda dan gejala klinis dari kehilangan darah meliputi
kelemahan, berkeringat, dan takikardi yang biasanya timbul setelah kehilangan 15-25%
kehilangan darah dari volume total. Penurunan hemodinamik hanya terjadi pada
kehilangan darah 35% dan 45% (Tabel 2).
Pada pemeriksaan fisik pendarahan post-partum yang disebabkan oleh atonia uteri
biasanya ditemukan uterus yang lembut dan pendarahan pervagina. Hematum bisa
timbul sebagai nyeri atau perubahan tanda vital yang tidak sesuai dengan kehilangan
darah. Kebanyakan retroperitoneal hematum timbul 24 jam dari melahirkan dan bisa
disertai dengan demam, ileus, nyeri paha, dan udem ekstremitas bawah. Tanda klasik
pada plasenta yang terpisah adalah adanya semburan kecil darah saat penarikan tali pusar
dan uterus yang sedikit muncul di pelvis. Gangguan koagulasi harus dicurigai pada
pasien yang tidak merespon terhadap penanganan yang biasa, dan pada pasien yang tidak
terbentuk pembekuan darah atau darah yang mengalir pada daerah tusukan. Evaluasi
koagulasi harus meliputi penghitungan platelet dan pengukuran waktu protrombin, waktu
parsial tromboplastin, level fibrinogen, dan fibrin split product.

Penentuan sumber pendarahan merupakan hal sangat penting, sehingga hasil


imaging merupakan hal yang sangat diperlukan. Angiografi telah digunakan sejak lama
untuk melihat pendarahan aktif pada berbagai organ. Namun, angiografi memakan waktu
dan invasive, resolusi kontrasnya buruk, dan pergerakan peristaltik membuat
intepretasinya sulit. Pemeriksaan penunjang bahwa MDCT (multi-detector computed
tomography) lebih sensitif dari angiografi untuk mendeteksi pendarahan aktif .Terlebih
lagi CT bisa melihat daerah pendarahan lain karena menjangkau seluruh abdomen.
Kelebihan lainnya, CT memiliki keunggulan di ketersediaan, kecepatan,
reproduksibilitas dan tidak invasif. Pemeriksaan ultrasonografi yang sederhana juga
dapat membantu menemukan penyebab pendarahan post-partum, misalnya pada kasus
plasenta yang tertinggal. Pada gambaran ultrasonografi ditemukan penebalan
endometrium karena heterogenus echogenic material dan area fokal dari
hyperechogenicity yang bisa menunjukkan hasil konsepsi yang tertinggal.

Pada tahun 2011, WHO mengeluarkan “Priority Medicines for Maternal and Child
Health” yang termasuk didalamnya obat uterotonik untuk penanganan pendarahan post-
partum karena atonia uteri .Jumlah akan keberadaan oxytocin disarankan lebih banyak
dari misoprostol.

Penanganan dari pendararahan post-partum dimulai dengan pemberian uterotonik,


pemijatan uteri, kompresi bimanual, transfusi darah/cairan kristaloid, pemberian faktor
pembekuan darah, dan/atau mengambil sisa plasenta secara manual serta menejemen
trauma. Penanganan invasif berupa ballon tamponade, jahitan kompresi uteri,
angiographic arterial embolization, ligasi arteri, dan histerektomi. Beberapa teknik
modifikasi juga sangat disarankan agar dapat dilakukan di daerah dengan fasilitas
terbatas.

Pencegahan dari pendarahan post-partum adalah dengan melakukan menejemen


aktif kala 3, mengetahui faktor resiko, dan selalu berkonsultasi dengan tenaga medis yang
berkompeten demi persiapan persalinan yang tepat dan aman.

Komplikasi ketuban pecah dini yang paling sering terjadi pada ibu bersalin yaitu
infeksi dalam persalinan, infeksi masa nifas, partus lama, perdarahan post partum,
meningkatkan kasus bedah caesar, dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Sedangkan komplikasi yang paling sering terjadi pada janin yaitu prematuritas,
penurunan tali pusat, hipoksia dan asfi ksia, sindrom deformitas janin, dan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal (Rahayu,2017).

Sumber:

Rahayu, B., Sari, A.N. 2017. Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah Dini
(KPD) pada Ibu Bersalin. JNKI, Vol. 5, No. 2. Viewed on 29 october 2020. Viewed
from http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI

Sanjaya,D,G,W.2015.Tanda Bahaya Serta Penatalaksanaan perdarahan Post-


Partum.Journal Intisari sains medis.Vol 3(1). Viewed on 29 october 2020. Viewed
from https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/viewFile/59/60

3. Cari partograf setiap orang dan kapan mulai mengisi partograf?

Jawab:

A. Informasi tentang ibu


o Nama ibu, umur
o Gravida, para, abortus ( keguguran )
o No catatan medis / nomor puskesmas
o Tanggal & waktu mulai dirawat ( jika dirumah, tanggal & waktu penolong
persalinan mulai merawat ibu )
o Waktu pencahnya selaput ketuban
B. Kesehatan & Kenyamanan Janin
o DJJ
Nilai &catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda gawat janin).
Catat DJJ dengan memberikan tanda titik pada garis yang sesuai dengan
angka yang menunjukkan DJJ, kemudian hubungkan setiap titik dg faris yang
tidak putus. Kisaran normal DJJ diantara garis tebal angka 180 dan 100x/
menit. Tetapi penolong harus waspada jika DJJ< 120 atau > 160 x/ menit.
o Warna & adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali VT & nilai warna air ketuban jika selaput ketuban
pecah. Gunakan lambang :
U : ketuban utuh ( belum pecah )
J : ketuban sudah pecah & warna jernih
M: ketuban sudah pecah & air ketuban bercampur mekonium
D : ketuban sudah pecah & bercampur darah
K : ketuban sudah pecah & tidak ada air ketuban ( kering )
Mekonium dalam air ketuban tidak selalu menunjukkan gawat janin jika ada
mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda- tanda gawat
janin selama proses persalinan. Jika ada gawat janin, ibu segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi jika mekonium kental, segera rujuk.
o Penyusupan ( molase ) kepala janin
Penyusupan indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri dg bagian keras panggul ibu. Setiap kali melakukan VT
nilai penyusupan kepala. Gunakan lambang :
0 : tulang kepala janin terpisah, sutura dg mudah dapat dipalpasi
1 : tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang kepala janin saling bertumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan
3 : tulang kepala janin tumpang tindih & tidak dapat dipisahkan.
C. Kemajuan Persalinan
Kolom & lajur kedua untuk mencatat kemjuan persalinan. Masing-masing kolom
menunjukkan waktu 30 menit.
o Pembukaan serviks
 Nilai & catat pembukaan seviks tiap 4 jam ( lebih sering dilakukan bila
ada tanda penyulit )
 Angka 0- 10 yang tertera paling kiri adlh besarnya dilatasi serviks,
setiap angka/ kolom menunjukkan besarnyapembukaan serviks
 Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan ( pembukaan 4 cm ) catat
pembukaan serviks digaris waspada dng menulis tanda ”X”
 Selanjutnya catat setiap kali melakukan VT, kemudian hubungkan dg
garis utuh ( tidak putus )
o Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
Beri tanda ”O” untuk menunjukkan penurunan bagian bawah janin pada garis
waktu yang sesuai
 Contoh, jika kepala bisa palpasi 4/5 tuliskan tanda ”O” dinomor 4
kemudian hubungkan tanda ”O” dari setiappemeriksaan dg garis yang
tidak terputus.
o Garis waspada & Garis bertindak
 Garis waspada dimulai pada pembukaan 4cm & berakhir pada titik
dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jk laju pembukaan 1
cm perjam
 Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada,
maka harus dipertimbangkan adanyan penyulit ( misal fase
memanjang, macet, dll )
 Garis bertindak tertera dg garis waspada, dipisahkan 8 kotak atau 4
lajur kesisi kanan
 Jika pembukaan serviks berada disebelah kanan bertindak, maka
tindakan untuk menyelesaikan persalinan hrs dilakukan. Ibu harus tiba
ditempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
D. Jam dan waktu
 Waktu mulainya fase aktif persalinan
Dibagian bawah partograf ( pembukaan serviks & penurunan ) terdapat kotak
yang diberi angka 1-16 setiap kotak menyatakan waktu 1 jam sejak
dimulainya fase aktif persalinan
 Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Setiap kotak menyatakan 1 jam penuh & berkaitan dengam 2 kotak waktu 30
menit pada lajur kotak diatasnya atau lajur kontraksi dibawahnya. Saat ibu
masuk fase aktif catat pembukaan serviks digaris waspada, kemdian catat
waktu aktual pemeriksaan ini dikotak waktu yang sesuai
Contoh, jika VT 6 cm pada pukul 15.00 tuliskan ”X” digaris waspada yang
sesuai dg angka 6 dan catat waktu yang sesuai pada kotak waktu dibawahnya (
kotak ketiga dari kiri )
E. Kontraksi uterus
 Setiap 30 menit, raba & catat jumlah kontraksi dalam 10 menit & lamanya
kontraksi dalam satuan detik
 Nyatakan lamanya kontrakai dengan :
 Beri titik- titik dikotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya < 20 detik
 Beri gais- garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya 20- 40 detik
 Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya
> 40 detik
F. Obat- obatan & cairan yang diberikan
 Okaitosin
Jika tetesan ( drip ) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30
menit jumlah unit oksitosin yang diberikan pervolume cairan IV & dalam
tetesan permenit
 Obat- obatan lain & cairan IV
Catat semua pemberian obat- obatan tambahan dan atau cairan IV dalam
kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
G. Kesehatan & kenyamanan
 Nadi, TD dan suhu
 Nilai & catat nadi ibu tiap 30 menit, beri tanda titikpada kolom yang
sesuai
 Nilai dan catat TD tiap 4 jam, beri tanda panah pada kolom yang
sesuai (  )
 Nilai & catat suhu tiap 2 jam, catat pada kotak yang sesuai
 Volume urin, protein atau aseton
 Ukur & catat jumlah urin sedikitnya tiap 2 jam ( setiap kali ibu
berkemih ) jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan adanya aseton
atau protein dalam urin.
I. Fase aktif persalinan didefinisikan sbg pembukaan serviks dari 4-10 cm. Biasanya
selama fase aktif terjadi pembukaan serviks sedikitnya 1 cm
II. Saat persalinan maju dari fase laten ke fase aktif dimulailah pencatatan pada garis
waspada dipartograf
III. Jika ibu datang pada fase aktif persalinan, pencatatan kemajuan pembukaan
serviks dilakukan pada garis waspada
IV. Pada persalinan tanpa penyulit, catatan pembukaan seviks umumnya tidak akan
melewati garis waspada.
Pencatatan Pada Lembar Belakang Partograf
• Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat ha- hal yang terjadi
selama proses persalinan & keahiran serta tindakan yang dilakukan ( sejak persalinan
kala 1 – IV termasuk bayi baru lahir )
• Nilai & catat asuhan yang diberikan pada ibu nifas terutama selama kala IV untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit & membuat keputusan
Klinik ( mencegah terjdinya perdarahan post partum )
• Unsur- unsur yang harus dicatat:
 Data dasar
 Kala I
 Kala II
 Kala III
 Bayi baru lahir
 Kala IV
Sumber:

Suprapti.2018.Praktik Klinik Kebidanan II.KEMENKES RI

4. Pemeriksaan Leopold?

Jawab:

Teknik pelaksanaan palpasi menurut Leopold ada 4 tahap:

(1) Leopold I, bertujuan untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian yang
terletak di fundus uteri
Cara Pemeriksaan Leopold I:
(a) Kedua telapak tangan pemeriksa diletakan pada puncak fundus uteri.
(b) Tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia kehamilan.
(c) Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus (bokong atau kepala
atau kosong).
(2) Leopold II, menentukan letak punggung janin
Cara Pemeriksaan Leopold II:
(a) Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun ke bawah sampai di samping
kiri dan kanan umbilikus.
(b) Tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi auskultasi denyut
jantung janin nantinya.
(c) Tentukan bagian-bagian kecil janin.
(3) Leopold III, menentukan bagian yang terletak di bagian bawah uterus
Cara Pemeriksaan Leopold III:
(a) Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan.
(b) Tentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan tentukan apakah sudah
mengalami enggagement atau belum.
(4) Leopold IV, menentukan apakah janin sudah masuk PAP atau berapa jauh
masuknya bagian terbawah dalam PAP
Cara Pemeriksaan Leopold IV:
(a) Pemeriksa mengubah posisinya sehingga menghadap ke arah kiri pasien.
(b) Kedua telapak tangan ditempatkan di sisi kiri dan kanan bagian terendah
janin.

Sumber:

Diana, S., Mail, E., Rufaida, Z. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Persalinan, Dan
Bayi Baru Lahir. Surakarta : CV Oase Group

Kurniarum, A. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :
KEMENKES RI

5. Penilaian bayi baru lahir? (apgar skor dengan resusitasi neonatus)

Jawab:

Nilai Apgar digunakan secara rutin sebagai perangkat penentu kondisi bayi ketika lahir.
Pada perangkat ini menilai warna, upaya nafas, dan frekuensi denyut jantung, serta
aktivitas tonus dan refleks iritabilitas.Penilaian abgar pada umumnya dilakukan pada bayi
baru lahir pada satu menit dan lima menit pertama saat bayi dilahirkan, penilaian apgar
ini harus segera dilakukan setelah bayi lahir. Dengan hasil penilaian yang diperoleh
maka petugas kesehatan dapat dengan segera melakukan intervensi jika bayi mengalami
kelainan atau masalah sepertipada sistem pernafasannya. Apabila didapatkan nilai apgar
kurang dari 7 maka penilaian tambahan masih dapat dilakukan pada lima menit sampai
duapuluh menit setelah bayi dilahirkan sampai penilaian menunjukan nilai 8 tau lebih.

Bayi dengan nilai apgar 0-3 penangannya adalah menempatkan ditempat yang hangat
dengan lampu sebagai sumber penghangat, lakukan pemberian oksigen, resusitasi,
kemudian yang terpenting adalah stimulasi rujuk jika tidak mampu menanganinya tau
tidak tersedia alat-alat yang memadai untuk menjamin kelangsungan hidup bayi tersebut.
Untuk bayi dengan nilai apgar 4-6 penanganan yang perlu diberikan adalah menempatkan
bayi di tempat yang hangat, pemberian oksigen, stimulasi taktil. Dilakukan
penatalaksanaan sesuai dengan bayi normal lainnya untuk nilai apgar 7-10. Apabila nilai
APGAR kurang dari 7 maka penilaian tambahan masih diperlukan yaitu 5 menit sampai
20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukan nilai 8 atau lebih. Penilaian untuk
melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting yaitu pernafasan,
denyut jantung, dan warna. Resusitasi yang efektif bertujuan memberikan ventilasi yang
adekuat, pemberian oksigen, dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
ke otak, jantung dan alat vital lainnya.

Resusitasi pada bayi:

Langkah awal

1. Letakkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya.

2. Letakkan bayi dengan kepala sedikit tengadah/sedikit ekstensi.


3. Hisap mulut kemudian hidung

4. Keringkan tubuh dan kepala dari cairan amnion

5. Singkirkan kain basah.

6. Perbaiki posisi kepala bayi agar leher agak tengadah.

Buka jalan napas

1. Bersihkan mulut dan hidung bayi dengan penghisap.

2. Posisikan bayi terlentang, kepala posisi tengadah jangan melakukan ekstensi yang
berlebihan

3. Berikan ganjal punggung dengan kain setebal 2.5 cm bila kepala bayi besar atau
occiputnya menonjol.

4. Jika pernapasan dangkal atau tersengal-sengal segera hisap lendir mulai dari mulut
kemudian hidung. Pengisapan jangan terlalu lama (6 detik).

5. Evaluasi pernapasan, frekuensi jantung, dan warna kulit.

6. Jika ketuban keruh atau bercampur meconium kental bila bayi menunjukkan usaha
napas yang baik, tonus otot yang baik, dan frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit,
anda cukup membersihkan sekret dan mekonium dari mulut dan hidung dengan
menggunakan balon penghisap yang biasa digunakan atau kateter penghisap berukuran
12F atau 14F. Rangsangan taktil Cara rangsang taktil yang aman :

1. Menepuk / menyentil telapak kaki

2. Menggosok punggung/perut/dada/ekstremitas

Evaluasi kondisi bayi

1. Nilai pernapasan bayi dengan melihat pengembangan dada dan warna kulit. Dengaran
suara napas di seluruh lapangan paru dengan stetoskop.

2. Nilai denyut jantung dengan mendengar irama jantung dengan stetoskop. Hitung
frekwensi denyut jantung

3. Nilai warna kulit apakah kemerahan/sianosis perifer atau sianosis sentral. Pemberian
napas bantu

1. Jika pernapasan tetap tersengal atau apnu setelah rangsangan singkat, segera berikan
pernapasan buatan atau ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100 %.
2. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi atau ganjal bahu

3. Bersihkan sekret terlebih dahulu dan pastikan jalan napas bersih.

4. Pasang pipa orofaring

5. Letakkan sungkup di wajah bayi dengan rapat agar tidak bocor melalui sisi sungkup

6. Berikan tekanan positip melalui bag-valve-mask (ambubag) dengan lembut sambil


melihat pengembangan dada bayi.

7. Selanjutnya evaluasi lagi pernapasan dan denyut jantung secara simultan.

8. Bila ventilasi tekanan positip tidak efektif dapat dilakukan intubasi endotrakeal. Pijat
Jantung (penekanan dada)

1. Indikasi pijat jantung bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2 , FJ
tetap < 60 kali / menit

2. Diperlukan 2 orang : 1 orang yang melakukan pijat jantung dan 1 orang yang
terus melanjutkan ventilasi. Pelaksana kompresi : menilai dada & menempatkan
posisi tangan dengan benar Pelaksana ventilasi : menempatkan sungkup wajah
secara efektif & memantau gerakan dada.

3. Penekanan dada dilakukan pada sepertiga bagian tengah sternum, dibawah


garis imajiner yang menghubungkan papilla mammae.

4. Teknik ibu jari :

1.Kedua ibu jari menekan tulang dada

2.Kedua tangan melingkari dada dan jari-jari tangan menopang bagian belakang
bayi

Teknik dua jari :

1.Ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari manis dari satu tangan digunakan untuk
menekan tulang dada

2.Tangan yang lain digunakan untuk menopang bagian belakang bayi.

Lokasi untuk kompresi dada :

• Gerakkan jari sepanjang tepi bawah iga sampai mendapatkan sifoid

• Letakkan ibu jari atau jari-jari lain pada tulang dada, tepat diatas sifoid dan pada garis
yang menghubungkan kedua puting susu.
Tekanan saat kompresi dada :

• Kedalaman + 1/3 diameter antero-posterior dada

• Lama penekanan lebih singkat dari pada lama pelepasan

• Jangan mengangkat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada di antara penekanan.

Frekuensi : ”satu-dua-tiga-pompa-...” Satu siklus kegiatan terdiri atas tiga kompresi +


satu ventilasi. Rasio 3 :1 →1 siklus ( 2detik)  1½ detik : 3 kompresi dada  ½ detik : 1
ventilasi  90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit 9. Setelah 30 detik kompresi dada
dan ventilasi , periksa frekuensi jantung. Jika frekuensi jantung :

a. Lebih dari 60 kali/menit, hentikan kompresi dan lanjutkan ventilasi dengan kecepatan
40-60 kali pompa/menit.

b. lebih dari 100 kali/menit, hentikan kompresi dada dan hentikan ventilasi secara
bertahap jika bayi bernapas spontan.

c. kurang dari 60 kali/menit, lakukan intubasi pada bayi jika belum dilakukan, dan
berikan epinefrin, lebih disukai dengan cara intravena. Intubasi menyediakan cara yang
lebih terpercaya untuk melanjutkan ventilasi.

Sumber:

Harry dan william. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi


Persalinan.Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika

Arofah,S.2019. THE DIFFERENCE OF APGAR SCORE WEIGHT LOW BABY BORN


ENOUGH MONTH AND WEIGHT LOW BABY BORN NOT ENOUGH
MONTH.Scientia Journal. Vol 8(1). Viewed on 29 Oktober 2020.From
https://media.neliti.com/media/publications/286562-apgar-score-bayi-berat-lahir-re-
perbedaa-376aba62.pdf

6. Menjelaskan tatalaksana kegawatdaruratan dalam gangguan pada masa


persalinan? Apa saja gangguan kegawatdaruratan dalam masa persalinan?

Jawab:

Kegawatdaruratan maternal masa persalinan Kala I dan Kala II Yang dapat


menyebabkan keadaan gawatdarurat dalam hal ini adalah penyulit persalinan yaitu hal-
hal yang berhubungan langsung dengan persalinan yang menyebabkan hambatan bagi
persalinan yang lancar. Kategori dalam penyulit persalinan kala I dan II adalah sebagai
berikut :
a. Emboli air ketuban : Emboli air ketuban merupakan sindrom dimana cairan
ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan
yang akut dan shock. Sebanyak 25% wanita yang menderita keadaan ini
meninggal dalam waktu 1 jam. Kondisi ini amat jarang dengan perbandingan 1 :
8000 sampai 1 : 30.000. Sampai saat ini mortalitas maternal dalam waktu 30
menit mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan
pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini
masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di negara berkembang.

Tanda dan Gejala

 Pada umumnya emboli air ketuban terjadi secara mendadak dan diagnosa
emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang
tiba tiba mengalami kolaps.

 Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi,


namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah : Sesak
nafas,wajah kebiruan,terjadi gangguan sirkulasi jantung,tekanan darah
mendadak turun,nadi kecil/cepat

b. Distosia bahu : Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995) menggunakan
sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval
waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu
antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada
distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila
interval waktu tersebut lebih dari 60 detik. American College of Obstetrician and
Gynecologist (2002): angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.
Distosia bahu adalah kondisi darurat oleh karena bila tidak segera ditangani akan
menyebabkan kematian janin dan terdapat ancaman terjadinya cedera syaraf
daerah leher akibat regangan berlebihan/terjadinya robekan.
Tanda dan gejala :

-Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah -Adanya
kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh
penderita diabetes lebih dari 4500 gram

c. Persalinan dengan Kelainan letak (letak sungsang) : Persalinan letak sungsang


adalah persalinan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi
letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri,
sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah pintu atas panggul atau
simfisis.

Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu,
sedangkan pesalinan letak sungsang justru kepala yang merupakan bagian terbesar bayi
akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme
“Maulage” karena susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya
mempunyai waktu 8 menit, setelah badan bayi lahir. Keterbatasan waktu persalinan
kepala dan tidak mempunyai mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi
yang besar.

d. Partus lama : Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis
waspada persalinan aktif. Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih
dari 24jam pada primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva.

e. Preeklamsia : Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul


setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat
badan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai protein di dalam urin/proteinuria. Preeklamsia adalah suatu
sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan
pengaktifan endote. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasopastik, yang
melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi yang
terjadi setelah minggu ke 20 dan proteinuria.

Tanda dan gejala :

Kriteria minimal dari preeklamsia adalah sebagai berikut :

 Tekanan darah 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

 Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ pada dipstik

Peningkatan kepastian preeklamsia (berat) adalah :


 Tekanan darah 160/110 mmHg

 Proteinuria 2 g/24 jam atau 2+ pada dipstik

 Nyeri kepala menetap atau gangguan penglihatan

 Nyeri epigastrium menetap

Sumber :

Setyarini,D.I danSuprapti.2016.Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal


Neonatal.Jakarta:Pusdik SDM Kesmas

7. Konseling dalam masa persalinan?

Jawab:

Kehamilan yang sehat membutuhkan persiapan fisik dan mental, oleh karena itu
perencanaan kehamilan harus dilakukan sebelum masa kehamilan.Proses kehamilan yang
direncanakan dengan baik akan berdampak positif pada kondisi janin dan adaptasi fisik
dan psikologis ibu pada kehamilan menjadi lebih baik.Hal-hal yang perlu dipersiapkan
pada kehamilan misalnya pengaturan nutrisi ibu hamil. Nutrisi yang baik juga berperan
dalam proses pembentukan sperma dan sel telur yang sehat. Nutrisi yg baik berperan
dalam mencegah anemia saat kehamilan,perdarahan, pencegahan infeksi, dan pencegahan
komplikasi kehamilan seperti kelainan bawaan dan lain-lain.Dalam persiapan kehamilan
juga sebaiknya dilakukan skrining penyakit penyakit seperti penyakit infeksi yang
berisiko menular pada janinnya misalnya Hepatitis, HIV,Toxoplasma dan Rubella),
penyakit yang dapat diperberat dengan kondisi kehamilan misalnya diabetes Mellitus,
epilepsi,penyakit jantung, penyakit paru,hipertensi kronis.

Mempromosikan kesehatan keluarga prakonsepsi merupakan strategi yang


penting untuk meningkatkan kualitas anak yang akan dilahirkan sekaligus dapat
membantu pada upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi.Situasi ini
didapatkan bahwa faktor risiko yang diketahui yang merugikan ibu dan bayi yang
mungkin bisa terjadi sebelum kehamilan harus ditangani misalnya ibu mengalami
kekurangan hemoglobin (anemia), kekurangan asaam folat dan perilaku yang dapat
menganggu kesehatan ibu dan janin pada masa kehamilan. Konseling prakonsepsi adalah
komponen penting dalam pelayanan kesehatan pra konsepsi. Melalui konseling, pemberi
pelayanan mendidik dan merekomendasikan strategi-strategi untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan janin.

Sangatlah penting menyiapkan kehamilan terutama dalam hal menyiapkan


kesehatannya, khususnya terkait nutrisi, olahraga, kebiasaan yang dapat menganggu
kehamilan misal merokok, minum-minuman keras,polusi lingkungan dan mengurangi
stress. Kesiapan ibu dalam menghadapi kehamilan sangat bermanfaat untuk mencegah
malnutrisi, menyiapkan tubuh pada perubahan – perubahan pada saat hamil, mengurangi
stress dan mencegah obesitas, mengurangi risiko keguguran, persalinan premature, berat
bayi lahir rendah dan kematian janin mendadak, dan mencegah efek dari kondisi
kesehatan yang bermasalah pada saat kehamilan.

Program yang dikembangkan pemerintah saat ini sebagian besar dimulai setelah
pasangan tersebut menjalani kehamilan misalnya program nutrisi seribu hari pertama
kehidupan,program P4K (perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi) maupun
program keluarga berencana yang seluruhnya subjek sasarannya pada ibu yang telah
menjalani kehamilan dan program kesehatan ibu anak lainnya.

Sumber :

Oktalia,J dan Herizasyam.2016. KESIAPAN IBU MENGHADAPI KEHAMILAN DAN


FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan.Vol 3 (2).Viewed on 29 Oktober 2020.From
https://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id

8. Bagaimana proses rujukan dalam gangguan pada masa persalinan?

Jawaban:
Sumber:

Kelompok kerja Pelayanan Rujukan Ibu dan Anak Kabupaten Kulon


Progo.2012.MANUAL RUJUKAN KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN BAYI BARU
LAHIR Berdasarkan Petunjuk Teknis Jampersal. Tim Manual Rujukan KIA Kabupaten
Kulon Progo Tahun 2012

9. apa saja yang dipantau dalam masa nifas? (Lokia)

Jawaban:

Lokia

Lokia adalah cairan yang berasal dari cavum uteri dan vaginam selama masa nifas.
Pengeluaran lokia dapat di bagi menjadi lokia rubra, sanguinnolenta, serosa, dan alba.
Perbedaan masing – masing lokia dapat di lihat sebagi berikut:

a) Lokia rubra/ kruenta (Merah) Cairan bercampur darah dan sisa- sisa penebalan dinding
rahim (desi- dua) dan sisa- sisa penanaman plasenta (selaput ketuban), berbau amis.
Lokia rubra berwarna kemerahan - merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4.
b) Lokia serosa Lokia ini mengandung cairan darah dengan jumlah darah yang lebih
sedikit dan lebih banyak mengandung serum dan lekosit. Serta robekan / laserasi
plasenta. Lokia serosa berwarna kecoklatan atau kekuningan- kuningan dan keluar dari
hari ke-5 sampai ke -9.

c) Lokia sanguinolenta Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
Pengeluaran cairan ini berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.

d) Lokia alba (Putih) Lokia alba terdiri dari lekosit, lendir leher rahim (serviks), dan
jaringanjaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan. Lokia alba berwarna lebih
pucat, putih kekuning-kuningan dan keluar selama 2-3 minggu.

Tujuan asuhan masa nifas

1) Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas.

Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan/ mendeteksi adanya


kemungkinan perdarahan post partum, dan infeksi, dalam hal ini penolong persalinan
tetap waspada, sekurang-kurangnya satu jam post partum untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Umumnya wanita sangat lemah
setelah melahirkan, lebih-lebih bila partus berlangsung lama.

2) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya.

Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi, harus diberikan
oleh petugas/penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh
tubuh, mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di
sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang dan baru membersihkan daerah
sekitar anus. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air, sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau
laserasi sarankan ibu untuk menghindari/menyentuh daerah luka.

3) Melaksanakan skrining secara komprehensif.

Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan mendeteksi masalah, mengobati


dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Di sini seorang bidan
bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan placenta,
pengawasan tingginya fundus uteri, pengawasan perdarahan dari vagina, pengawasan
konsistensi rahim dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila ditemukan permasalahan
maka harus segera melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan pada
penatalaksanaan masa nifas.
Tanda –Tanda bahaya pada masa nifas Tanda- tanda bahaya yang perlu diperhatikan
pada masa nifas ini adalah:

a) demam tinggi melebihi 38 ̊C

b) pendarahan vagina yang luar biasa atau tiba- tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan haid biasa atau mengganti pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai
gumpalan darah dan bau yang tidak sedap.

c) nyeri perut hebat / rasa sakit bi bagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri
ulu hati.

d) sakit kepala parah / terus menerus dan padangan nanar / masalah penglihatan.

e) bengkak pada wajah, jari- jari atau tangan, rasa sakit, merah, atau bengkak
dibagian betis atau kaki.

f) payudara bengkak, kemerahan, lunak disertai demam.

g) puting payudara berdarah atau merekah, sehingga sulit untuk menyusui

h) tubuh lemas dan terasa seperti ingin pingsan, merasa sangat letih atau nafas
terengah- engah.

i) kehilangan nafus makan dalam waktu lama.

j) tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau rasa sakit waktu buang air kecil.

k) merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau diri sendiri. g.
Kebutuhan dasar ibu masa nifas

1) Gizi Nutrisi dan cairan, pada seorang Ibu menyusui. Mengkonsumsi tambahan 500
kalori tiap hari.

a) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin
yang cukup.

b) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui)

c) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari
pasca bersalin.

d) Mengkomsumsi makanan tambahan nutrisi 800 kalori/hari pada 6 bulan pertama, 6


bulan selanjutnya 500 kalori/hari dan tahun kedua 400 kalori. Jadi jumlah kalori
tersebut adalah tambahan dari kalori per harinya.
e) Mengkomsumsi Vitamin A 200.000 IU Pemberian Vitamin A dalam bentuk
suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan
meningkatkan kelangsungan hidup anak .

Standar pelayanan pada ibu nifas Kementerian Kesehatan. R.I (2010) menyebutkan
pelayanan nifas yang diberikan sebanyak tiga kali yaitu :

1) Kunjungan nifas pertama (KF I) Diberikan pada enam jam sampai tiga hari setelah
persalinan. Asuhan yang diberikan berupa pemeriksaan tanda- tanda vital,
pemantauan jumlah darah yang keluar, pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina,
pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif enam bulan, pemberian kapsul
vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, minum tablet tambah darah setiap hari, dan
pelayanan KB pasca persalinan

2) Kunjungan nifas kedua (KF 2) Diberikan pada hari ke-4 sampai hari ke-28 setelah
persalinan. Pelayanan yang diberikan adalah pemeriksaan tanda-tanda vital,
pemantauan jumlah darah yang keluar, pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina,
pemeriksaan payudara dan anjurkan ASI ekslusif enam bulan, minum tablet tambah
darah setiap hari, dan pelayanan KB pasca persalinan.

3) Kunjungan nifas lengkap (KF 3) Pelayanan yang dilakukan hari ke-29 sampai hari
ke 42 setelah persalinan. Asuhan yang diberikan sama dengan asuhan pada KF.

Sumber:

Kemenkes RI.2010.Presentasi Penyebab Kematian Ibu Melahirkan.Jakarta

Kemenkes RI.2014.Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2014 Tentang


Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,Masa Hamil,Persalinan,dan Masa
sesudah melahirkan,penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi,serta pelayanan
kesehata Seksual.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai