Anda di halaman 1dari 8

LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 5

“DISLIPDEMIA”

DISUSUN OLEH :

NAMA : Novita Wiratasia Parimpun


STAMBUK : N 101 18 114
KELOMPOK : 4

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
1. Jelaskan mengenai Sindrom Metabolik!

Jawab:

Sindroma Metabolik (SM) merupakan kelainan metabolik kompleks yang diakibatkan


oleh peningkatan obesitas. 1 Komponen utama SM adalah obesitas, resistensi insulin,
dislipidemia, dan hipertensi. Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari faktor–faktor
resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan
faktor risiko metabolik yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler
artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia aterogenik,
peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa plasma, keadaan prototrombik, dan
proinflamasi (Rini, 2015).
Kriteria untuk diagnosis klinik MetSdirekomendasikan oleh 3 organisasi yaitu
NCEP/ATP III, WHO dan The American College of Endocrinology/ American Association
of Clinical Endocrinologist(ACE/AACE). Kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut memiliki
kesamaan dalam banyak aspek tetapi disisi lain terdapat perbedaan yang mendasar pada
penyebab utama MetS (Rasjid, 2018).
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah kriteria NCEP-ATP III,
yaitu: apabila seseorang memenuhi tiga dari lima kriteria yang disepakati, antara lain
(Soleha, 2016) :
 lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm;
 hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida >150 mg/dL),
 kadar HDL-C <40 mg/dL untuk pria dan <50 mg/dL untuk wanita;
 tekanan darah >130/85 mmHg;
 dan kadar glukosa darah puasa >110 mg/dL.
Tanda dan Gejala
Peningkatan kadar trigliserida serum (>150 mg/dL) yang biasanya diikuti dengan
penurunan kadar kolesterol HDL (<40 mg/dL pada pria dan <50 mg/dL pada wanita). Kadar
glukosa darah puasa digunakan sebagai indikator resistensi insulin dengan nilai ≥ 100 mg/dL.
Penentuan obesitas sentral dilakukan dengan pengukuran lingkar perut. Kriteria obesitas
sentral adalah ≥ 90 cm padapria dan ≥ 80 pada wanita. Selain itu pada pasien dengan sindrom
metabolik didapat peningkatan tekanan darah, yaitu ≥ 130 mmHg sistolik dan ≥ 85 mmHg
diastolik.Salah satu manifestasi dari sindrom metabolik adalah Nonalcoholic Fatty Liver
Disease (NAFLD). American Association for the Study of Liver Diseasemen definisikan
NAFLD sebagai didapatkannya steatosis hepatic, baik secara imagingdengan alat USG
maupun secara histologis, tanpa adanya sebab akumulasi lemak hepatik sekunder seperti
konsumsi alkohol yang signifikan, penggunaan obat-obatan steatogenik, atau penyakit
turunan. Steatosis didefinisikan sebagai akumulasi trigliserida dalam bentuk makrovakuola di
dalam sitoplasma hepatosit.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan adalah
Total kolesterol (Level rekomendasi I C)
Kolesterol LDL (Level rekomendasi I C)
Trigliserida (Level rekomendasi I C)
Kolesterol HDL (Level rekomendasi I C)
Catatan: Pemeriksaan laboratorium untuk trigliserida membutuhkan puasa selama 12
jam. Penghitungan K-LDL yang menggunakan Friedewald formula membutuhkan data
trigliserida, sehingga harus puasa 12 jam. Sedangkan pemeriksaan total kolesterol, K-
HDL dapat dilakukan dalam keadaan tidak puasa.
Selain empat pemeriksaan diatas, ada beberapa pemeriksaan lain dibawah ini yang
dapat dipertimbangkan untuk dikerjakan sebagai marker alternatif. Namun pemeriksaan
ini tidak direkomendasikan sebagai suatu pemeriksaan rutin, oleh karena masih harus
dilakukan standarisasi pemeriksaan
•Non K-HDL : dapat dipertimbangkan pada individu yang didapatkan kombinasi
hiperlipidemia, diabetes, sindroma metabolik atau gagal ginjal kronis. (level rekomendasi
IIa/C)
•Lipoprotein(a) : dapat dipertimbangkan pada individu dengan riwayat keluarga yang
jelas untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang dini (level rekomendasi IIa/C)
•Apo B: dapat dipertimbangkan pada individu dengan kombinasi hiperlipidemia,
diabetes, sindroma metabolik atau gagal ginjal kronis (level rekomendasi IIa/C) •Rasio
apoB/apo A : menggabungkan resiko yang didapatkan dari apo B dan apo A I dan
dipertimbangkan sebagai analisis alternatif untuk penapisan faktor resiko (level
rekomendasi IIb/C)
•Rasio non HDL-C/HDL- C: analisis alternatif untuk penapisan faktor resiko. (level
rekomendasi IIb/C).
Catatan: Pemeriksaan laboratorium untuk panel diatas dapat dilakukan dalam keadaan
tidak puasa
Menurut WHO STEPS yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pengukuran lingkar perut diukur dengan menggunakan alat
pita ukur non elastis dalam cm. Responden pada posisi berdiri serta diminta untuk
membebaskan pakaian yang melekat pada perut kemudian pita ukur melingkar di perut.
Apabila perut membuncit maka pengukuran dilakukan pada perut yang paling buncit.
Pengukuran tekanan darah menggunakan tensi meter digital. Pengukuran dilakukan pada
lengan kanan 2 kali berturut-turut dengan interval 3 menit. Apabila hasil dari kedua
pengukuran tersebut terdapat selisih tekanan darah ≥ 10 mm/Hg, baik tekanan sistolik
maupun diastolik maka dilakukan pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit.
Selanjutnya dihitung nilai rata-rata tekanan sistolik dan diastolik. Sebelum dilakukan
pemeriksaan laboratorium, seluruh responden diharuskan untuk berpuasa selama minimal
12 jam dan maksimal 14 jam dan hanya diperbolehkan minum air putih tawar.
Pemeriksaan darah antara lain gula darah puasa, gula darah setelah pembebanan 75 gram
glukosa, kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL), dan trigliserida. Pemeriksaan
darah dilakukan oleh petugas Laboratorium Prodia Bogor. Umur responden dikategorikan
dalam 4 kelompok yaitu 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45- 54 tahun dan 55-65 tahun. Di
dalam analisis ini data responden perempuan yang sedang hamil tidak ikut dianalisis oleh
karena tidak dilakukan pemeriksaan dan pengukuran secara lengkap. Responden
dinyatakan diabetes apabila hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/ dL dan
atau kadar gula darah setelah pembebanan 75 gram glukosa ≥ 200 mg/dL.

penalatalaksanaan dari sindrom metabolic


1) Menurunkan faktor risiko yang bisa dikendalikan (tekanan darah, berat badan, dislipidemi)
2) Memperbaiki resistensi insulin yang merupakan target utama penanganan sindrom metabolik
3) Menghindari terjadinya komplikasi Meningkatkan kualitas hidup
4) Penatalaksanaan sindrom metabolik
5) Perubahan gaya hidup menuju gaya hidup sehat dengan melakukan:
- Mengatur diet menuju pencapaian berat badan ideal (mengatur jumlah kalori, komposisi
bahan makronutrisi)
- Latihan jasmani, teratur, terjadwal dengan intensitas yang direncanakan (setidaknya
melakukan latihan jasmani 30-45 menit/hari dengani intensitas sedang dengan jumlah
total 150 menit/minggu. Bagi yang ingin melakukan latihan jasmani yang lebih berat
dianjurkan untuk berkonsultasi dengan ahli)
- Target penurunan BB sebesar 7-10% BB semula dalam kurun 6-12 bulan. Diharapkan
penurunan berat badan dapat mencapai indeks masa tubuh < 23 kg/m2, lingkar perut < 90
cm untuk pria dan <80 untuk wanita.
Penatalaksanaan penyakit penyerta:
- Hipertensi:
• Membatasi asupan garam
• Menurunkan berat badan
• Obat golongan penghambat kanal kalsium (CCB), ACE-I, ARB, tiazid, penyekat-beta
(ditentukan sesuai keadaan dan kebutuhan pasien)
• Target terapi tekanan darah < 130/80 mmHg
- Dislipidemia:
• Pada sindrom metabolik, dislipidemi yang terjadi terutama adanya peningkatan
trigliserida dan penurunan HDL
• Penatalaksanaan dyslipidemia yang terjadi dapat menggunakan panduan ATP III 2001
atau ACC-AHA, 2013.
• Pada hipertrigliserid perlu mengurangi asupan karbohidrat dan bila perlu menggunakan
obat golongan fibrat
• Gangguan Toleransi Glukosa
• Perubahan gaya hidup (mengatur diet, latihan jasmani, penurunan berat badan).
• Dapat diberikan metformin namun hasilnya kurang efektif dibanding hasil perubahan
gaya hidup.
Apabila sindrom metabolik disertai dengan diabetes, untuk penatalaksanaan
diabetesnya dapat dilakukan dengan menurunkan berat badan, meningkatkan latihan
jasmani serta dapat diberikan TZD (tiazolidindion) atau metformin

Prognosis kasus
Dalam mengkontruksi model pengendalian prognosis, obesitas dipandang sebagai faktor
resiko terjadinya DM. Faktor tersebut diklasifikasikan berdasarkan indek masa tubuh (IMT).
Intervensi dini meningkatkan kemungkinan pengobatan yang berhasil. Orang dengan
sindrom metabolik juga beresiko mengalami kondisi yang terkait dengan diabetes, meskipun
mereka tidak menerima diagnosis diabetes. Misalnya individu dengan sindrom metabolik
dapat mengalami retinopati diabetik. Orang dengan sindrom metabolik terus meningkatkan
kondisi diabetes tipe 2 dan CVD, penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus hidup
berdampingan dan merupakan dua penyebab utama kematian pada sindrom metabolic ,
namun kondisi ini dapat diatasi melalui perubahan pola makan dan gaya hidup. Simulasi
solusi optimal model pemgendalian prognosis sindrom metabolik memperlihatkan bahwa
kendali yang dibangun adalah optimal dalam mengendalikan prognosis penyakit pada
kelompok populasi sindrom metabolik dengan pemberian biguanid dan sulfunilurea sebesar
500𝑚𝑔 dan 5𝑚𝑔.

Sumber :
Astari, N. A., Decroli, E., Yerizel, E. 2015. Gambaran NAFLD pada Pasien dengan Sindrom
Metabolik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. Vol. 4(2). Viewed on 17 September 2020. From http://jurnal.fk.unand
Nurannisa., Ratianingsih,R. 2019. Optimal Model Prognosis Sindrom Metabolik Dengan
Faktor Resiko Obesitas Dan Diabetes Melitus Tipe Ii Menggunakan Minimum
Pontryagin. Jurnal Ilmiah Matematika Dan Terapan. Vol 16 (2). Viewed on 17
September 2020. From File:///C:/Users/Win7~1/Appdata/Local
Rasjid, M. 2018. Asma dan Sindrom Metabolik. Jurnal Kesehatan Tadulako. Vol. 4(3).
Viewed on 16 September 2020. From http://jurnal.untad.ac.id
Rini, S. 2015. Sindrom Metabolik. J Majority. Vol. 4(4). Viewed on 16 September 2020.
From http://juke.kedokteran.unila.ac.id
Sihombing,M., Tuminah, S. 2015. Hubungan komponen sindrom metabolik dengan risiko
diabetes melitus tipe 2 di lima kelurahan kecamatan bogor tengah. Volume 25 No. 4.
Viewed on 17 september 2020. From https://media.neliti.com/media/publications/20745-
ID-hubungan-komponen-sindrom-metabolik-dengan-risiko-diabetes-melitus-tipe-2-di-
lim.pdf
Soleha T U., Bimandama M A. 2016. Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit
Kardiovaskular. Majority. Volume 5 No. 2. Viewed on 17 September 2020. From:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/1077/917

2. Fungsi atau Manfaat Lipid bagi Kehidupan!


Jawab:
 Fungsi Lemak dalam tubuh (Wahjuni,2015)
Tiap-tiap jenis lipida dapat mempunyai fungsi sendiri dalam tubuh
(1) Lipida penting bagi tubuh karena peranannya dalam berbagai fungsi
metabolisme. Sebagai sumber energi sejumlah besar energi dapat dihasilkan dan
oksidasi asam-asam lemak dalam tubuh. Penggunaan lipid yang berlebih harus
diimbangi dengan pemberian karbohidrat, kalau tidak akan terjadi perlemakan
hati, ketosis (secara patologis/ terjadi kelaian keadaan tubuh yang di dalam dan di
luar dengan cara pemeriksaan darah).
(2) Sebagai bahan cadangan penghasil energi, untuk disimpan dalam tubuh, sewaktu-
waktu dapat diubah-ubah menjadi energi pada saat tubuh kekurangan sumber
energi, untuk keperluan ini lipida disimpan tertama sebagai TG dan juga
phospolipid. Untuk menghasilkan energi TG terlebih dahulu harus dihidrolisis
(peristiwa lipolisis) untuk membebaskan asam-asam lemak selanjutnnya akan
dioksidasi. Sebagai bahan simpanan energitrigliserida adalah sangat sesuai
karena nilai kalorinya yang tinggi.
(3) Sebagai isolator panas: jaringan lemak di bawah kulit mengurangi panas tubuh.
(4) Sebagai pelindung organ-organ penting dari trauma mekanik: beberapa organ
penting diliputi semacam kapsul yang terdiri dari jaringan lemak, yang mampu
meredam sebagian energi yang terjadi benturan.
(5) Sebagai penentu ciri kelamin sekunder.
(6) Sebagai bahan penyusun membran sel.
Sumber:
Wahjuni,S. 2015. METABOLISME BIOKIMIA. Udayana press : Denpasar

Anda mungkin juga menyukai