SKENARIO 6
HORMON PARATIROID
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
2020
1. Hubungan gangguan kulit pasien dengan diagnosa pada kasus ?
Jawab:
Kelenjar paratiroid, yang terletak di bagian osterior kelenjar tiroid, bertanggung
jawab empertahankan konsentrasi kalsium serum dalam kadar normalnya. Kelenjar ini
menghasilkan hormon paratiroid (PTH) yang selanjutnya bekerja di tulang, ginjal dan
usus. PTH adalah pengendali utama keseimbangan kalsium Manifestasi kronis
hipokalsemia diantaranya adalah katarak lentis subkapsular, kulit kering, dermatitis
eksfoliatif, impetigo herpetiformis, psoriasis, alopesia (khususnya pada kasus paska
tindakan bedah), rambut kasar, kuku mudah patah, pruritus kronis, osifikasi ligamen
paravertebra serta poor dentition yang berisiko karies dan hipoplasia enamel gigi.
Perbaikan konsentrasi kalsium memperbaiki kelainan kulit yang
terjadi(Harjanto,2015)
Referensi:
Harjanto,D,D.,Saraswati,M,R.,Suastika,K.2015.Seorang Penderita Hipokalsemia
berat oleh karena Hipoparatiroidisme.Journal penyakit dalam.Vol.9(2).Diakses pada
24 maret 2020.Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3859
Referensi :
Maeda, S. S., et al. 2018. Diagnosis and treatment of hypoparathyroidism: a position
statement from the Brazilian Society of Endocrinology and Metabolism. Arch.
Endocrinol. Metab. vol.62 (1). Diakses pada 24 September 2020. Diakses dari
https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S2359-39972018000100106
6. Perbedaan gejala dan komplikasi hasil lab antara hiperparatiroid dan hipoparatiroid.,
Jawab:
Hiperparatiroid didefinisikan sebagai keadaan terdapatnya kadar kalsium serum yang
tinggi dengan kadar hormon paratiroid yang tidak tersupresi (tinggi atau
inappropriately normal). Prevalensi hiperparatiroid di Amerika Serikat adalah 23
kasus dalam 10.000 perempuan dan 8 kasus dalam 10.000 laki – laki, sedangkan
insidennya sebesar 66 kasus baru dalam 100.000 perempuan setiap tahun dan 25
kasus baru dalam 100.000 laki – laki setiap tahun. Di negara maju, 85% pasien
hiperparatiroid dalam keadaan tidak bergejala. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan
laboratorium skrining rutin dilaksanakan. Hanya 20% yang datang dengan gejala.
Gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan hiperparatiroid primer adalah
gejala akibat terdapat komplikasi baik pada ginjal (batu ginjal), maupun pada tulang
(fraktur, osteitis fibrosa cystica, nyeri tulang) atau gejala akibat hiperkalsemia.
Sedangkan di negara sedang berkembang, mayoritas pasien datang dalam keadaan
bergejala (Insogna, 2018).
Langkah untuk menegakkan diagnosis hiperparatiroid primer dapat menggunakan alur
diagnosis hiperkalsemia. Pada pasien dengan kadar serum kalsium yang tinggi (kadar
serum kalsium diatas 10,5 mg/dL) dapat dilakukan pemeriksaan hormon paratiroid
intak. Kadar hormon paratiroid yang rendah dapat ditemukan pada penyakit
keganasan, granulomatosa (tuberkulosis, sarkoidosis) dan keadaan dimana terdapat
lisis tulang yang berlebih (kanker metastasis, multiple mieloma), sedangkan kadar
hormon paratiroid yang tinggi dapat ditemukan pada familial hypocalciuric
hypercalcemia (FHH) dan hiperparatiroid baik primer dan tersier. Untuk membedakan
FHH dengan hiperparatiroid dapat melalui ekskresi kalsium urin selama 24 jam dan
rasio kalsium dibanding bersihan kreatinin. Pada FHH, ekskresi kalsium urin rendah.
Selain itu, rasio kalsium dibanding bersihan kreatinin pada FHH juga rendah, yaitu
kurang dari 0,02. Sebagian besar pasien FHH (80%), mempunyai rasio kurang dari
0,01. Pada FHH juga dapat ditemukan riwayat penyakit yang sama pada keluarga.
Berbeda dengan FHH, pada hiperparatiroid primer dan tersier ekskresi kalsium urin
dan rasio kalsium dibandingkan 28 bersihan kreatinin tinggi. Hiperparatiroid tersier
disebabkan karena kadar fosfat serum yang tinggi dan vitamin D yang rendah
berkepanjangan. Keadaan ini menyebabkan peningkatan sekresi hormon paratiroid
yang pada akhirnya menyebabkan hiperkalsemia. Hiperparatiroid tersier dapat
ditemukan pada penyakit ginjal kronik. Berbeda dengan hiperparatiroid tersier, pada
hiperparatiroid primer kadar fosfat serum normal (Reagan,2014).
Referensi:
Insogna, K. L. 2018. Primary Hyperparathyroidism. New England Journal of
Medicine, vol.379(11),Diakses pada 24 https://doi.org/0.1056/NEJMcp1714213
Maeda, S. S., et al. 2018. Diagnosis and treatment of hypoparathyroidism: a position
statement from the Brazilian Society of Endocrinology and Metabolism. Arch.
Endocrinol. Metab. vol.62 (1). Diakses pada 24 September 2020. Diakses dari
https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S2359-39972018000100106
Reagan, P., Pani, A., & Rosner, M. H. 2014. Approach to diagnosis and treatment of
hypercalcemia in a patient with malignancy. American Journal of Kidney Diseases,
63(1), 141–147. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2013.06.025
7. .Mekanisme kerja hormon kortisol dan target organ serta target selnya.
Jawab:
Kortisol adalah hormon steroid dari golongan glukokortikoid yang
umumnyadiproduksi oleh sel di dalam zona fasikulata pada kelenjar adrenal. Kortisol
dihasilkansebagai respon terhadap stimulasi hormon ACTH yang disekresi oleh
kelenjarhipofisis. Kerja fisiologis utama dari kortisol adalah sebagai berikut:
a) Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu
memacuglikogenolisis, ketogenesis, dan katabolisme protein.
b) Memiliki kerja anti insulin, dimana glukokortikoid menaikkan glukosa, asamlemak
dan asam amino dalam sirkulasi.
c) Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap katekolamin.
d) Terhadap jantung memacu kekuatan kontraksi (inotropik positif).
e) Terhadap saluran cerna meningkatkan sekresi asam lambung dan absorbsilemak,
menyebabkan erosi selaput lendir.
f) Terhadap tulang menyebabkan terjadinya osteoporosis, oleh karenamenghambat
aktifitas osteoblast dan absorbsi kalsium di usus.
g) Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu ekskresi air oleh ginjal
h) Pada konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi pertahanan selulerdan
khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam daerah trauma.
i) Glukokortikoid menambah pembentukan surfaktan dalam paru-paru dan
telahdigunakan untuk mencegah sindroma respiratory distress pada bayipremature.
Referensi:
Suastika, K.; Budhiarta, A.D.; Gotera, W.; Saraswati, M.R.; andDwipayana, P.M.
2017. Bali Endocrine Update “Improving ManagementOf Endocrine Disorder In
Clinical Practice”. Bali: Percetakan Bali.
8. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan vhovsek sign dan troseaue sign pada
individu yang mengalami gangguan hormonal ? & Apakah berlaku bagi semua
gangguan hormonal atau hanya untuk hipertiroid? Atau juga untuk hipotiroid?
Jawab:
Pemeriksaan klinis spasmofilia di antaranya dengan tanda Chvostek dan tanda
Trousseau. Dua cara untuk menimbulkan tanda Chvostek, versi yang paling sering
dikenal dengan fenomena Chvostek I dideskripsikan dengan twitching dan/atau
kontraktur otot fasial pada stimulasi langsung dengan mengetuk nervus fasialis di
sebuah titik spesifik di wajah (Gambar1).
Titik ini berlokasi 0,5 cm-1 cm di bawah prosesus zigomatikus, 2 cm anterior lobus
aurikularis, dan segaris dengan angulus mandibularis. Respons lain yang lebih jarang
diketahui ialah fenomena Chvostek II yang dapat dimunculkan dengan mengetuk
daerah wajah lain. Titik ini berlokasi pada garis antara prominensia zigomatikum dan
sudut mulut, sekitar sepertiga jarak melalui zigoma. Fitur utama berupa respons
twitching (kedutan) yang dapat melibatkan beberapa otot yang dipersarafi nervus
fasialis, termasuk M. Orbikularis oris dan M. Orbikularis okuli. Apabila tanda
Chvostek meragukan, dapat dilakukan hiperventilasi sebelumnya selama 3 menit.
Penilaian tanda Chvostek terdiri dari 3 tingkat, yaitu:
+1 = reaksi terjadi pada ujung bibir
+2 = reaksi menjalar ke ujung hidung
+3 = reaksi meliputi sesisi wajah
Patofisiologi tanda Chvostek belum jelas, beberapa teori melibatkan stimulasi
mekanis langsung serabut motorik nervus fasialis. Sebelumnya, tanda Chvostek
dianggap refleks fisiologis, namun hanya sekitar 10% populasi memiliki tanda
Chvostek fisiologis. Tanda Chvostek merupakan signifikansi klasik hipokalsemiaa
dan dapat dijumpai pada beberapa orang yang diketahui tidak memiliki kelainan
fisiologis spesifik, sehingga tanda ini hanya penanda kasar suatu iritabilitas
neuromuskuler dan tidak dapat dijadikan indikator tunggal hipokalsemia.
Tanda Trousseau dipercaya lebih konsisten dibandingkan tanda Chvostek. Tanda
Trousseau adalah fenomena spasme karpopedal setelah inflasi lengan atas selama
beberapa menit menggunakan sfigmomanometer dengan tekanan di atas sistolik.
Oklusi arteri brachialis akan menyebabkan fleksi pergelangan tangan dan sendi
metakarpofalangeal, hiperekstensi jari, dan fleksi ibu jari menuju telapak tangan,
sehingga menimbulkan postur karakteristik main d’accoucheur (hand of obstetrician).
Tanda Trousseau sensitif dan spesifik terhadap etani hipokalsemiak.
Tanda Trousseau positif uga dapat disertai parestesia jari - jari, fasikulasi, an
twitching diikuti sensasi kram dan kaku Gambar 2). Mekanisme patofisiologi
tandaTrousseau ialah peningkatan eksitabilitas saraflengan dan tangan disebabkan
hipokalsemiayang menurunkan ambang kontraktibilitassaraf tangan dan lengan yang
pada akhirnyamenyebabkan kontraksi otot.
Referensi:
Erwin,I.,Fithrie,A.2017.Spasmofilia.Laporan kasus CDK.Vol. 44(12).Diakses pada 24
September 2020.Diakses dari
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/692/456