Anda di halaman 1dari 8

LEARNING OBJECTIVE

BLOK 7

Benjolan di Leher

DISUSUN OLEH :

Nama : Novita Wiratasia Parimpun

Stambuk : N 101 18 114

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

September 2020
1. Epidemiologi, etiologi, patofisiologi,gejala klinis,pemeriksaan penunjang, tatalaksana,
komplikasi, dan prognosis pada kasus Krisis Tiroid!
Jawab :
Epidemiologi
Insiden krisis tiroid dari semua pasien tirotoksikosis yang dirawat di rumah sakit kurang
lebih 10%, namun angka mortalitas dari krisis tiroid ini mencapai 20-30%.Krisis tiroid
yang terjadi selama masa kehamilan merupakan suatu kegawatan dengan insidensi 10%
dari wanita hamil yang menderita hipertiroid. Kondisi ini umumnya terjadi pada
penderita dengan penyakit hipertiroid yang tidak terkontrol dan disertai factor pemicu
seperti tindakan pembedahan , proses melahirkan, infeksi ataupun preeklamsia
(Tjokroprowiro, 2015).

Etiologi :
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid adalah tindakan bedah, infeksi, trauma, kehamilan
dan persalinan. Kehamilan trimester pertama biasanya mencetuskan terjadinya krisis
tiroid dimana terjadinya kadar hCG yang paling tinggi pada usia kehamilan tersebut.
Namun, beberapa kasus krisis tiroid pada kehamilan disebabkan oleh preeklamsi,
persalinan dan seksio cesarean. Krisis tiroid dilaporkan disebabkan juga oleh penghentian
terapi hipertiroid . Krisis tiroid dapat juga disebabkan oleh tiroidektomi, radioiodine
terapi, kelebihan konsumsi hormon tiroid, atau mengkonsumsi obat-obatan seperti
amiodarone, sorafenib, dan ipilimumab (Decroli, 2019).

Patofisiologi:
Krisis tiroid adalah suatu keadaan emergensi dan status hipermetabolik ekstrim yang
terjadi akibat komplikasi dari hipertiroid. Walaupun kejadian krisis tiroid jarang terjadi
pada wanita hamil tapi efek dari krisis tiroid sangatberbahaya seperti meningkatkan
resikoterjadinya gagal jantung (Setiawan,2015)

Gejala Klinis:
Kecurigaan terhadap krisis tiroid diperlihatkan dengan adanya kondisi hipermetabolik
seperti demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut,
pasien bisa jatuh dalam keadaan stupor atau koma disertai dengan hipotensi.terdapat

2
triad, 1) menghebatnya gejala tirotoksikosis, 2) kesadaran menurun, 3) hipertermia.
Apabila terdapat triad maka dapat diteruskan menggunakan skor indeks krisis tiroid dari
Burch-Wartofsky(Sitalaksmi,2019)
Diagnosis pasien krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis yang ada pada pasien,
yaitu menggunakan skor kriteria Burc dan Wartofsky, Skor 45 atau lebih merupakan
kecurigaan tinggi krisis tiroid, skor 25 – 44 mendukung diagnosis dan skor dibawah 25
bukanlah krisis tiroid(Soetjipto,2017)

(Soetjipto,2017)

3
: Pemeriksaan Penunjang:
Pengukuran serum TSH memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas paling tinggi,
pada hipertiroidisme, serum TSH < 0,01 mU/L atau bahkan tidak terdeteksi. Untuk
meningkatkan ketepatan diagnosis dilakukan juga pemeriksaan serum hormon tiroid,
akan didapatkan peningkatan kadar hormon tiroid pada penderita hipertiroidisme.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan ialah RAIU (Radioactive Iodine Uptake) dan
thyroid scanning untuk mengetahui penyebab tirotoksikosis apabila tidak ditemukan
manifestasi grave disease, pada pasien dengan kontraindikasi dilakukan RAIU maka
dapat dilakukan pemeriksaan TRAb (Thyroid StimulatingmHormone Receptor
Antibodies). USG dapat membedakan massa apakah nodul atau kista, dan memperkirakan
ukuran tiroid, aliran vaskuler, pemandu untuk dilakukan FNAB (Fine Needle Aspiration
Biopsy)(Permana,2018)
Pemeriksaan yang selanjutnya dilakukan pada pasien ini ialah pemeriksaan
biokimia dengan hasil peningkatan fT4 dengan nilai 7,67 dan penurunan TSHs <0,01,
dari nilai ini sudah dapat ditentukan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme.
Selanjutnya pada pasien dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan kesimpulan
gambaran multi nodular goiter thyroid. Hipertiroidisme pada kasus ini diduga merupakan
suatu struma multi nodular toksik. Hal ini didukung dengan data bahwa pada kasus
terjadi pada usia dewasa, dan didapatkan nodul multipel serta dari hasil laboratorium
mengarah kepada tanda-tanda hipertiroid. Untuk memastikannya dapat dilakukan RAIU,
namun pada pasien ini tidak dilakukan oleh karena fasilitas yang tidak
memadai(Permana,2018)
Pada kondisi krisis tiroid dapat ditemukan beberapa gambaran dari laboratorium
yang berhubungan dengan tirotoksikosis, hiperglikemia, hiperkalsemia, leukositosis,
abnormalitas enzim hati, peningkatan enzim alkali phospatase. Pada tempat yang tidak
memadai adanya laboratorium di sebuah rumah sakit tersebut dapat menggunakan skor
Burch Wartofsky(Sitalaksmi,2019)

Tatalaksana:
Pada kasus krisis tiroid, terapi multi modalitas harus diberikan dengan obat anti tiroid,
iodide inorganik, kortikosteroid, beta bloker dan antipiretik untuk mengatasi gejala

4
tirotoksikosis dan efeknya pada sistem multi organ.Obat anti tiroid seperti methimazole
(MMI) atau propiltiourasil (PTU) harus segera diberikan, mekanisme kerja utama dari
obat anti tiroid adalah secara langsung menghambat tiroid peroksidase melalui
penggabungan iodotirosin dan molekul tiroglobulin sehingga terjadi penurunan sintesa
hormon tiroid.Perbedaan fungsional antara MMI dan PTU ialah, pada dosis besar, kurang
lebih 400mg/hari, PTU akan menurunkan doiodinase tipe 1 pada kalenjar tiroid dan organ
perifer sehingga dapat lebih cepat menurunkan triiodotironin (T3) lebih cepat daripada
MMI.Methimazole memiliki waktu durasi yang lebih lama dibandingkan PTU sehingga
lebih efektif. Inorganic iodide dapat diberikan secara simultan, kurang lebih 1 jam setelah
pemberian obat anti tiroid pada pasien dengan krisis tiroid yang disebabkan oleh
tirotoksikosis yang berhubungan dengan hipertiroidisme. Inorganic iodide akan
menghambat oksidasi dan organifikasi dari iodide dan juga dengan cepat menghambat
pelepasan hormon tiroid dari lumen folikular kalenjar tiroid. Pemberian glukokortikoid
juga menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan memiliki efek langsung dalam proses
autoimun jika krisis tiroid berasal dari penyakit Graves(Permana,2018).
Dosis yang digunakan adalah 100 mg/ 6-8jamatau dexamethasone 8mg/hari
secara intravena pada kasus krisis tiroid. Dalam penanganan hyperpyrexia, pemberian
obat jenis asetaminofen lebih dipilih dibandingkan aspirin yang dapat meningkatkan
kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam serum. Pemberian beta-bloker merupakan
terapi yang penting dalam penanganan pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan
obat pilihan pertama yang digunakan sebagai inisial yang bisa diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan adalah 1mg/menit sampai beberapa mg hingga efek yang
diinginkan tercapai atau 2-4 mg/ 4jam secara intravena atau 60-80 mg/ 4jam secara oral
atau melalui nasogastric tube (NGT). Untuk gejala takikardia, beta selektif seperti
landiolol,esmolol, bisoprolol merupakan pilihan pertama(Permana,2018)
Sedangkan pengobatan pada masa kehamilan Berdasarkan The American Thyroid
Association Guidelines, salah satu terapi untuk krisis tiroid selamakehamilan adalah obat
antitiroid. Pilihan pertamaadalah propylthiouracil (PTU). Obat anti tiroid
dapatmenembus sawar darah plasenta. Oleh karena itu,untuk menghindari terjadinya
kelainan pada janin,kadar FT4 dijaga pada batas teratas dari kadar normal, kemudian
disarankan untuk memeriksa kadar FT4 tiap 2 – 6 minggu(Decroli,2019)

5
Iodin, glukokortikoid, dan propranolol juga diberikan pada pasien dengan krisis
tiroid. Iodin dengan konsentrasi tinggi pada cairan Lugol diberikan untuk mengahambat
pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dari kelenjar tiroid. Glukokortikoid mencegah
perubahan T4 menjadi T3 di perifer dan mungkin dapat memberikan dampak pada
penyebab dari penyakit autoimun. Propanolol sebagai beta bloker digunakan untuk
menghambat pengaruh adrenergik pada hormon tiroid yang berlebihan. Namun, beta
bloker seperti propranolol dapat menyebabkan intrauterine growth restriction dan
bradikardi janin jika dikonsumsi jangka panjang. Oleh karena itu, dalam 2 – 6 minggu
setelah krisis tiroid, penggunaan propranolol harus dihentikan. Propanolol digunakan
sebagai terapi awal dan dapat diberikan melalui intravena dan oral. Propanolol dapat
juga diberikan melalui pipa nosagastrik(Decroli,2019).
Keadaan janin harus dievaluasi secara periodik. Resiko bagi janin pada wanita
hamil dengan Graves disease yang aktif adalah hipertiroid dan hipotiroid. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh pengendalian hipertiroid yang buruk selama kehamilan dan oleh
terjadinya overdosis obat antitioid. Dalam kasus ini, penting untuk memantau denyut
jantung janin, fetal growth, volume cairan amnion dan kelenjar tiroid janin(Decroli,2019)
Edukasi untuk pasien ini adalah cara untuk mengetahui terjadinya krisis tiroid.
Ibu pada awal kehamilan yang melewati fase krisis tiroid memiliki 84% resiko berulang
pada periode postpartum. Oleh karena itu, sangat direkomendasikan untuk melakukan
persalinan di pelayanan kesehatan yang memiliki tim untuk terjadinya krisis tiroid
berulang. Selain itu, pasien yang menjalani terapi Graves disease dapat tetap menyusui
anaknya seperti biasa(Decroli,2019)

Komplikasi
- Koma
- Gagal jantung
- Atrial fibrilasi
- Osteoporosis
Kematian (Tjokoprawiro, 2015).

6
Prognosis
Krisistiroid merupakan kegawatdaruratan tingkat pertama dalam bidang endokrin
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Insiden ini dikatakan jarang
terjadi, namun saat seseorang dinyatakan menderita penyakit ini maka angka
kematiannya akan tinggi. Oleh karena itu perlu penegakkan diagnosis dini dan
pengelolaan pasien harus agresif, karena hal ini akan memberikan prognosis yang lebih
baik pada pasien (Sitalaksmi, 2019).

Decroli,G.P ., Decroli,E . 2019 . Krisis Tiroid pada Wanita Multipara Usia 42 Tahun .
Jurnal Kesehatan Andalas . Vol 08 (01) . Viewed on 2 Sept 2020 . From
http://Googlescholar.com
Permana,I.G.K.A . 2018 . Impending Krisis Tiroid pada Struma Multinodusa Toksik
dengan Pneumonia Komunitas . Jurnal Penyakit Dalam Udayana . Vol 02 (01) .
Viewed on 2 Sept 2020 . From http://googlescholar.com
Sitalaksmi, R., Sinardja, I. K., Wiryana, M. 2019. Penanganan Pasien Krisis Tiroid
Menurut Kriteria Burch Wartofsky di Intensive Care Unit. MEDICINA. Vol 50
(02). Viewed on 2 Sept 2020. From https://medicinaudayana.org
Setiawan,B . 2015 . Primigravida dengan Riwayat Hipertiroid Terkontrol dan Hipertensi
Gestasional . Jurnal Medula . Vol 04 (02) . Viewed on 2 Sept 2020 . From
http://googlescholar.com
Soetjipto,S.,Sinardja,K.,Wirayana,M.2017.Penatalaksanaan pasien krisis tiroid intensive
care Unit. . MEDICINA. Vol 48 (01). Viewed on 2 Sept 2020. From
https://medicinaudayana.org
Tjokroprowiro,A . 2015 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr.Soetomo Surabaya . Ed 2 .
Surabaya : Airlangga University Press

7
8

Anda mungkin juga menyukai