Anda di halaman 1dari 37

MODUL

OTITIS MEDIA AKUT


TAHUN 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Komunitas Dasar Profesi
Program Profesi Ners STIKes Kuningan
Dosen pengampu : TIM

Disusun Oleh:
REVITA AYU SELVIANA
JNR0200117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia serta hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas
laporan yang berjudul “Modul Otitis Media Akut Tahun 2021”
Adapun maksud dan tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan Tugas Laporan Asuhan Keperawatan Profesi ners ini dapat
terselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
dengan setulus hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pembimbing dan pihak yang sudah berperan dalam penyusunan tugas laporan Asuhan
Keperawatan yang berjudul “ ModulOtitis Media Akut Tahun 2021” ini.
Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam menyusun

tugas laporan Asuhan Keperawatan profesi ners ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk

kesempurnaan tugas ini.

Cirebon, 23 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
MODUL OTITIS MEDIA AKUT.................................................................... 1
1. Tujuan Umum....................................................................................... 1
2. Tujuan Khusus...................................................................................... 1
3. Sistem Pendengaran.............................................................................. 1
1. Anatomi.......................................................................................... 1
a. Anatomi system pendengaran................................................... 1
b. Anatomi Telinga Luar............................................................... 2
c. Anatomi Telinga Tengah.......................................................... 3
d. Anatomi Telinga Dalam........................................................... 3
e. Fisiologi Pendengaran.............................................................. 6
4. Otitis Media Akut................................................................................. 7
a. Definisi Otitis Media Akut............................................................. 7
b. Etiolgi............................................................................................. 8
c. Tanda dan Gejala............................................................................ 9
d. Klasifikasi....................................................................................... 9
e. Patofisiologi.................................................................................... 11
f. Pathway........................................................................................... 12
g. Pencegahan..................................................................................... 14
h. Komplikasi...................................................................................... 15
i. Penatalaksanaan.............................................................................. 16
j. Asuhan Keperawatan...................................................................... 18
k. Intervensi........................................................................................ 21
STUDI KASUS.................................................................................... 29
Daftar Pustaka....................................................................................... 31
Daftar Tilik........................................................................................... 33
MODUL

OTITIS MEDIA AKUT

PROGRAM PROFESI NERS STIKKU

1. Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah Otitis Media Akut.

2. Tujuan Khusus

1. Menguraikan anatomi dan fisiologi sistem pendengaran

2. Menjelaskan patofisiologi otitis media akut

3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan otitis media akut

4. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan otitis media akut

5. Menyusun rencana asuhan keperawatan

6. Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan

7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan

8. Mendemonstrasikan pengkajian fisik pada klien otitis media akut

3. Sisitem Pendengaran (Telinga)

1. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Sistem Pendengaran

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara

kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan

diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan


organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan

mentransmisikan gelombang bunyi ke otak di mana bunyi tersebut akan dianalisa

dan diintrepetasikan. Telinga dibagi menjadi 3 bagian seperti pada gambar 2.1

(Saladin, 2014).

Gambar 1. Anatomi sistem pendengaran

b. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus

acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga dibentuk

oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Kearah liang telinga lapisan

tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga

lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan

berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai

tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang

sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz.

Sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan yang banyak mengandung kelenjar

serumen dan rambut, sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang

dengan sedikit serumen (Pearce, 2016).


c. Anatomi Telingah Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrana timpani, cavum

timpani, tuba eustachius, dan tulang pendengaran. Bagian atas membran timpani

disebut pars flaksida (membran Shrapnell) yang terdiri dari dua lapisan, yaitu

lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan lapisan dalam dilapisi

oleh sel kubus bersilia. Bagian bawah membran timpani disebut pars tensa

(membran propria) yang memiliki satu lapisan di tengah, yaitu lapisan yang terdiri

dari serat kolagen dan sedikit serat elastin (Saladin, 2014).

Tulang pendengaran terdiri atas maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes

(sanggurdi) yang tersusun dari luar kedalam seperti rantai yang bersambung dari

membrana timpani menuju rongga telinga dalam. Prosesus longus maleus melekat

pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada

stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.

Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba

eustachius menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Saladin,

2014).

Prosessus mastoideus merupakan bagian tulang temporalis yang terletak di

belakang telinga. Ruang udara yang berada pada bagian atasnya disebut antrum

mastoideus yang berhubungan dengan rongga telinga tengah. Infeksi dapat

menjalar dari rongga telinga tengah sampai ke antrum mastoideus yang dapat

menyebabkan mastoiditis (Saladin, 2014).

d. Anatomi Telingan Dalam

Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin

membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis semi
sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus

koklearis, dan duktus semi sirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh lapisan

tipis periosteum internal atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula

(susunannya menyerupai spons) (Pearce, 2016).

Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak

koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala vestibuli (sebelah

atas) dan skala timpani (sebelah bawah). Diantara skala vestibuli dan skala timpani

terdapat skala media (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala timpani berisi

perilimfa dengan 139 mEq/l, sedangkan skala media berisi endolimfa dengan 144

mEq/l mEq/l. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut

membrana vestibularis (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar skala media

adalah membrana basilaris. Pada membran ini terletak organ corti yang

mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.

Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi 3.000 sel dan tiga

baris sel rambut luar yang berisi 12.000 sel. Ujung saraf aferen dan eferen

menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat

stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar,

dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh

suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus (Pearce, 2016).

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam


Koklea (Dhingra, 2013)
Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu: nervus

vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran). Serabut-serabut

saraf vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik

pertemuan antara pons dan medula oblongata, kemudian menuju cerebelum.

Sedangkan, serabut saraf nervus kokhlear mula-mula dipancarkan kepada sebuah

nukleus khusus yang berada tepat di belakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi

menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah

lobus temporalis (Paulsen dan Waschke, 2013).

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris

anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus

akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis

yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis

anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.

Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah

menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular

memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal

kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea,

limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N. Akustikus di kanalis

akustikus internus dan didalam kohlea mengitari modiolus. Vena dialirkan ke V.

Labirintin yang diteruskanke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-

vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus

superior dan inferior (Pearce, 2016).


Persarafan telinga dalam melalui N. Vestibulokohlearis (N. akustikus) yang

dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus

bersatu pada sisi lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan

medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis dengan ganglion

vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris

pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion spiralis corti terletak di

modiolus (Pearce, 2016).

e. Fisiologi Sistem Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini

akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa

pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner

yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik

yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal

ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan

ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Sherwood, 2014).


4. Otitis Media Akut

a. Definisi Otitis Media Akut

Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan peradangan

(kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan di belakang gendang

telinga. Otitis media akut biasanya merupakan komplikasi dari disfungsi tuba

eustachian yang terjadi selama infeksi saluran pernafasan atas virus. Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis adalah organisasi

yang paling umum diisolasi dari cairan telinga bagian tengah (Rudi haryono,2019).

Otitis media akut merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak, yang

disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus) cairan di telinga tengah. Peningkatan

kerentanan pada bayi dan anak yang masih kecil sebagian disebabkan oleh tuba

eustachius yang pendek dan terletak horizontal, keterbatasan respons terhadap

antigen, dan sebelumnya kurang terpajan patogen umum (Yoon et al., 2011).

Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media akut

merupakan peradangan pada telinga tengah yang onsetnya akut, ditandai dengan

adanya cairan dan atau inflamasi di telinga tengah. Otore yang terjadi melalui

perforasi membran timpani dengan gejala akut diklasifikasikan sebagai otitis media

akut. Disebut efusi telinga tengah bila cairan keluar dari telinga berlangssung selama

3 bulan. Otitis media akut yang dikatakan berulang apabila terdapat tiga episode

otitis media akut baru dalam waktu 6 bulan atau empat kali selama satu tahun (Umar,

2013).
b. Etiologi

ISPA adalah salah satu faktor penyebab otitis media akut. Pada penelitian Wald

mengatakan bahwa anak dengan infeksi saluran pernapasan atas dalam kurun waktu

10 – 15 hari dengan simptom yang jelas dapat berpotensi megalami otitis media.

Selain itu, infeksi saluran pernapasan yang terjadi lebih dari tiga kali dalam setahun

juga bisa menyebabkan peningkatan potensi terjadinya otitis media. Infeksi saluran

pernapasan khususnya pernapasan atas menyebabkan kerusakahan mukosilia pada

epitel nasofaing dan telinga tengah. Akibat infeksi tersebut, sel-sel mukosilia, sel-sel

goblet, dan kelenjar mucus mengalami kerusakan. Kerusakan dari mekanisme

pertahanan telinga tengah ini lah yang kemudian menyebabkan sistem drainase pada

telinga tengah terganggu, dan meyebabkan peningkatan tekanan udara di dalamnya

akibat produksi secret terus menerus, kemudian menyebabkan infeksi, dan terjadilah

otitis media akut (Wald, Nancy, Carol, 2011).

Usia merupakan salah satu faktor risiko yang sering berkaitan dngan kejadian

otitis media akut. Dimana umumnya kejadian OMA ini terjadi pada anak anak-anak

dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Faktor anatomi juga mempengaruhi

dimana pada saat anak-anak, saluran eusthacius posisinya lebih horizontal

dibandingkan dengan usia dewasa. Anak-anak pada usia 6-11 bulan lebih rentan

terkena otitis media akut. Kejadian otitis media ini menurun drastis setelah

munculnya gigi permanen, meski pada beberapa orang masih dapat terkena otitis

media akut bahkan hingga memasuki usia dewasa. Otitis media akut tidak hanya

menyebabkan sakit yang parah, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi yang

serius jika tidak mendapatkan penanganan (Shaikh N, Hoberman, 2011).


c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada anak dengan otitis media akut yaitu sebagai

berikut :

1. Sering menarik atau menggaruk telinga

2. Lebih rewel atau sering menangis daripada biasanya

3. Kehilangan selera makan

4. Respons terhadap suara berkurang

5. Susah tidur di malam hari

6. Kehilangan keseimbangan

7. Keluar cairan dari telinga

8. Demam yang berlangsung lebih dari 2 hari

9. Sakit kepala hebat

10. Sesak nafak

d. Klasifikasi

Otitis media akut menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah akibat infeksi

yang terdiri atas 5 stadium. Masing-masing stadium dapat dibedakan berdasarkan

gambaran membran timpani.

1. Stadium oklusi tuba eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif

di dalam telinga tengah. Membran timpani tampak normal atau keruh pucat.

2. Stadium Hiperemis

Pada stadium ini terjadi adanya pelebaran pembuluh darah, sehingga membran

timpani tampak hiperemis dan edem.


3. Stadium supurasi

Cavum timpani tampak menonjol (bulging) ke arah telinga luar karena terjadi

edem yang hebat di mukosa telinga tengah. Pada stadium ini umumnya rasa

sakit di telinga akan bertambah hebat dan pasien mengalami demam tinggi.

4. Stadium Perforasi

Karena terlambatnya pengobatan, dapat terjadi rupturnya membran timpani,

yang mengakibatkan sekret keluar dari telinga tengah ke telinga luar. Pada

stadium ini umumnya rasa sakit di telinga berkurang dan demam mulai turun.

5. Stadium resolusi

Bila membrane timpani tetap utuh, maka membrane timpani perlahan akan

normal kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya

kering dan membran timpani akan menutup kembali (Efiaty et al., 2014).

Gambar 3. Stadium Otitis Media Akut


A= normal, B=hiperemis, C= bulging
ukuran sedang, D= bulging ukuran
besar (Lieberthal et al., 2013)
e. Patofisiologi

Menurut Garna H, dkk (2012), Sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab

utama terjadinya OMA. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, sehingga terjadi

invasi kuman ke dalam telinga tengah. Kuman yang masuk kedalam telinga tengah

akan mengakibatkan peradangan. Selain itu pencetus terjadinya OMA adalah infeksi

saluran pernafasan atas. Pada anak-anak semakin sering terkena ISPA maka semakin

besar juga kemungkinan terjadi OMA pada anak-anak. Terjadi akibat terganggunya

faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesetrilan telinga tengah. Otitis

media akut sering diawali dengan infeksi pada saluran nafas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eutacgius.

Saat bakteri melalui saluran Eutachius, mereka dapat menyebabkaninfeksi disaluran

tersebut sehingga terjadi pembengkakan disekitar saluran, tersumbatnya saluran

menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.

Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka

sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telingah tengah. Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran eutachius menyebabkan lender yang

dihasilkan di sel-sel di telinga berkumpul dibelakang gendang telinga.

Jika lender dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena

gendang telinga dan tulang-tulang kecil pengubung gendang telinga dengan organ

pendengaran dditelinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran

yang dialami umurnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih

banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran


pembicaarn normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,

cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena

tekanannya.

f. Pathway
g. Pencegahan

Pencegahan dari otitis media akut sangat penting untuk mengurangi

komplikasi, biaya kesehatan, serta waktu yang dihabiskan di tempat kerja dan sekolah.

Edukasi orang tua, vaksinasi, chemophylaxis, dan terkadang operasi memiliki peran

untuk pencegahan kejadian otitis media akut (Cunningham dkk., 2012).

Dokter harus mampu mengedukasi orang tua pasien tentang cara mengurangi

eksposur untuk mencegah kejadian otitis media. Beberapa faktor risiko yang perlu

dibicarakan dengan pasien, yaitu:

1. ASI minimal tiga bulan dapat proteksi melawan otitis media akut untuk tahun

pertama kehidupan.

2. Day care adalah program, organisasi, atau tempat yang merawat anak – anak

atau manula pada siang hari, biasanya disaat anggota keluarga lain sedang

bekerja. Day care memiliki korelasi yang tinggi dengan kejadian infeksi saluran

pernafasan atas dan kambuhnya otitis media akut. Day care yang baik dan

selektif dapat mengurangi eksposur.

3. Keluarga harus diberi tahu akan bahaya merokok yang hubungannya dengan

pencegahan eksposur terjadinya otitis media.

4. Pemakaian dot setelah usia enam bulan meningkatkan risiko kekambuhan

(Cunningham dkk, 2012).

Pencegahan dari otitis media akut dapat dilakukan dengan pencegahan pada infeksi

saluran pernafasan atas, pencegahan atau eliminasi dari kolonisasi bakteri patogen

pada nasofaring, dan pengobatan awal untuk infeksi saluran pernafasan atas. Pada

saat ini, pencegahan efektif dan pengobatan untuk virus pernafasan yang tersedia
hanya untuk virus influenza. Menurut studi, Trivalent Inactived Influenza Vaccine

(TIV) dan Live Atttenuated Influenza Vaccine (LAIV) menunjukan efektif dalam

pencegahan melawan influenza dan influenza yg terkait morbiditas. LAIV sekarang

ditetapkan untuk anak-anak di atas dua tahun (Marom dkk., 2012).

Untuk mengurangi kolonisasi bakteri, sekarang sudah tersedia vaksin untuk S.

Pneumoniae. Seven-valent pneumonococcal conjugate vaccine (PCV-7) tersedia untuk

pemakaian rutin pada anak-anak di Amerika Serikat pada tahun 2000. Vaksin ini

ditujukan untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh tujuh yang paling umum

pada lebih dari 90 serotype dari S. Pneumoniae. PCV-7 secara dramatis mengurangi

insiden dari penyakit invasif dari pneumococcal (Marom dkk., 2012).

h. Komplikasi

Komplikasi dari otitis media akut bervariasi dari ringan sampai berat. Efusi pada

telinga tengah yang berhubungan dengan otitis media akut atau otitis media dengan

efusi bisa menyebabkan kehilangan pendengaran yang bersifat sementara atau

permanen. Kehilangan pendengaran lebih sering konduktif tapi bisa juga tipe

sensorineural pada kasus langka. Pada anak-anak degan efusi yang menetap memiliki

nilai pada tes kemampuan berbicara, Bahasa, dan kognotif yang lebih rendah

dibandingkan yang tidak terdapat efusi (Cunningham., 2012).

Perluasan infeksi dari telinga tengah pada otitis bisa mengenai struktur

disekitarnya yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti mastoiditis,

labyrinthitis, dan petrositis. Komplikasi intracranial seperti meningitis, epidural

abcess, brain abcess, lateral sinus thrombosis, cavenours sinus thrombosis, subdurula

empyema, dan carotid artery thrombosis (Cunningham dkk., 2012).


i. Penatalaksaan

1. Pemberian Antibiotik

Berdasarkan AAP dan AAFP Clinical practice guideline pada otitis media akut,

apakah pasien harus diobservasi atau diberi terapi antibakteri pada otitis media

akut dengan kriteria sebagai berikut :

1) Anak-anak kurang dari 6 bulan harus menerima terapi antibakteri, tanpa

mempperhatikan tingkat kepastian dari diagnosis otitis media akut.

2) Terapi antibakteriuntuk anak-anak umur 6 bulan sampai 2 tahun

direkomendasikan saat didiagnosis otitis media akut sudah pasti, atau saat

penyakitnya parah meski diagnosis belum pasti. Pemyakit parah jika terjadi

otalgia sedang sampai berat atau suhu tubuh ≥ 39°C dalam 24 jam terakhir.

Observasi adalah pilihan pada grup usia ini saat diagnosis belum pasti dan

penyakitnya tidak parah.

3) Terapi antibakteri untuk anak-anak lebih dari 2 tahun direkomendasikan saat

diagnosis dari otitis media akut sudah pasti dan penyakitnya parah. Observasi

adalah pilihan saat diagnosis pasti atau tidak pasti tapi tapi penyakitnya

ringan.

4) Observasi hanya diaanggap sebagai pilihan yang cocok saat pasien dapat

dimonitor perkembangannya dan terapi antibakteri dapat dimulai saat gejala

tetap atau semakin memburuk

Pemilihan antibiotic yang tepat untuk pengobatan otitis media akut sangat

penting untuk pemberantasan infeksi bakteri pada telinga tengah. Kegagalan dan
kesuksesan pemberantasan infeksi bakteri berhubungan dengan kegagalan

pengobatan dan otitis media akut yang menetap dan berulang (Cunningham dkk.,

2012). Beberapa antibiotic yang dapat diberikan seperti :

1. Amoksilin, pada dosis tinggi (80-90mg/kg/hr) efektif melawan kelompok dari

S.Pnemoniae yang rentan, setengah resisten, dan beberapa yang sangat

resisten. Harga yang murah dan efek samping yang rendah membuat

amkoksilin menjadi pilihan yang menarik sebagai terapi garis pertama pada

anak-anak dengan otitis media akut. Amoksilin sebaiknya tidak menjadi pilihan

terapi pada anak-anak yang baru saja mendapat beta lactam. Kegagalan

pengobatan dengan amoksilin dosis tinggi paling sering disebabkan oleh

organisme beta laktasame positif dan S.Pneumoniae yang tidak rentan

penisilin dengan mengganggu protein yang mengikat penisilin (Cunningham

dkk., 2012).

2. Makrolida (Azritomisin dan Klaritromisin) adalah pilihan untuk terapi awal

untuk pasien dengan penyakit ringan dan riwayat alergi penisilin. Obat ini

tidak direkomendasikan untuk pasien yang sensitive pada penisilin atau pasien

yang mengalami kegagalan terapi dengan amoksilin. Makrolida memiliki

aktivitas yang terbatas melawan nontipe H.Influenzae dan hanya efektif

melawan S.Pneumoniae yang rentan penisilin (Cunningham dkk., 2012).

3. Cephalosporin, Cefdinir,Cefpodoxime dan cefuxime direkomendasikan sebagai

pengobatan garis pertama pada pasien dengan alergi penisilin yang bukan tipe

satu dan penyakit yang ringan. Karena tingginya kemungkinan untuk resisten,

efektivitas yang rendah, rasa yang tidak enak. Cephalosporin yang diminum

secara oral sebaiknya tidak dijadikan garis pertama untuk otitis media akut,
kecuali pasien memiliki gejala yang ringan riwayat alergi penisilin yang bukan

tipe satu (Cunningham dkk., 2012).

4. Cefriaxone secara intramuscular dosis tunggal adalah pilihan terapi pada

pasien dengan gejala yang berat dengan alergi penisilin, dan pada pasien yang

menunjukan kegagalan terapi dengan antibiotic lain. Jika gejala tidak

membaik, dosis kedua dan ketiga dapat dilakukan (Cunningham dkk., 2012).

5. Clindamicyn direkomendasikan untuk pasien dengan kegagalan terapi otitis

media akut dengan alergi penisilin dan gejala ringan. Clindamicyn hanya

efektif melawa 60-80% dari S.Pneumoniae dan tidak memberi pertahanan

melawan bakteri gram negative seperti H.Influenzae dan M.catarrhalis

(Cunningham dkk., 2012).

j. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan otitis media akut adalah :

1. BIODATA

a. Keterangan lain mengenai identitas pasien.

Pada pasien dengan otitis media akut merupakan penyakit yang umum terjadi

pada anak biasanya sejak bayi. yang disebabkan oleh infeksi (bakteri atau

virus) cairan di telinga tengah. Sedangkan pasien An.A Terjadi pada usia 3

tahun.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien merasakan sakit telinga/ nyeri, penurunan/ tidak ada ketajaman
pendengaran pada satu atau kedua telinga, titinus, perasaan penuh pada telinga,
suara bergema dari suara sendiri, bunyi”letupan” sewaktu menguap atau
menelan, pasien merasa pusing serta gatal pada telinga, tanda-tanda vital ( suhu
bisa sampai 40o C ), dan cairan pada telinga yaitu hitam, kemerahan, jernih,
kuning
c. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya klien memiliki riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi


telinga, alergi

2. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Biasanya klien yang mengalami penyakit otitis media ini tidak
mempedulikan sebuah gejala kecil yang ditimbulkan, misalnya nyeri pada
telinga sehingga ini menyebabkan penanganan kesehatan tidak secepatnya
dilakukan. Klien akan segera berobat ke pelayanan kesehatan jika sudah
mencapai stadium lanjut seperti keluarnya cairan dari telinga dan nyeri
yang dirasakan secara terus-menerus.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Biasanya pada sebagian klien otitis media mengalami anoreksia, mual
dan muntah.
c. Pola Eliminasi
Biasanya klien dengan Otitis media tidak mengalami masalah
terhadap pola eliminasai Namun, pengeluaran secret atau cairan yang keluar
dari telinga harus diperhatikan banyaknya dan warna cairan.
d. Pola Aktivitas-Latihan
Biasanya klien dengan otitis media mengalami gangguan dalam
beraktifitas karena nyeri yang dirasakan.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya klien merasa istirahat dan tidurnya terganggu akibat nyeri
yang dirsakan.
f. Pola Kognitif-Perseptual
Biasanya klien mengalami penurunan pendengaran  karena masuknya
bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril dan
tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.
g. Pola Persepsi-Konsep Diri
Biasanya klien dengan otitis media akan menjauhi lingkungan
sekitarnya karena memikirkan penyakitnya, merasa cemas, malu, depresi
ataupun takut akan menularkan penyakitnya kepada orang lain.
h. Pola Hubungan-Peran
Biasanya klien akan merasa harga diri rendah, minder, dan menjauh
dari lingkungan karena malu akibat bau busuk pada cairan yang keluar dari
telinganya. Keluarga berperan membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhannya, memotivasi klien dan juga membantu aktivitas sosial antara
klien dengan keluarga dan lingkungan sekitar.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan dalam pola seksualitas karena
merasa malu dan rendah diri terhadap penyakitnya.
j. Pola Koping dan Toleransi Stress
Biasanya klien dengan otitis media mengalam cemas dan takut
terhadap penyakitnya.
h. Pola Nilai dan Keyakinan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam menjalani ibadahnya
dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan untuk kesembuhan penyakitnya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Kesadaran composmentis, GCS 4,5,6.
b. TTV
1. Suhu
Pada umumnya, suhu tubuh mengalami kenaikan Nyeri akut b.d
peradangan membran tympani ( suhu bisa sampai 40o C ).
2. Nadi
Nadi mengalami kenaikan akibat dari nyeri.
3. Tekanan Darah
Tekanan darah mengalami kenaikan akibat dari nyeri.
4. Pernafasan
Takipneu.

5. Head to too
a. Kepala
- Telinga
1. Inspeksi
Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau,
pembengkakan pada MAE, warna kulit telinga, apakah terdapat
benda asing, peradangan, tumor. Inspeksi dapat menggunakan alat
otoskopik (untuk melihat MAE sampai ke membran timpany).
Apakah suhu tubuh klien meningkat.
2. Palpasi
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi
respon nyeri dari klien, maka dapat dipastikan klien menderita
otitis eksterna sirkumskripta.
- Mulut
Terdapat halitosis
1. Inspeksi
a. Bibir                : Mukosa bibir kering.
b. Lidah               : Agak kotor, tidak ada pembengkakan.
- Kulit
1. Inspeksi
Warna kulit     : Kemerahan
2. Palpasi
a. Suhu : Teraba panas
b. Kelembaban    : Kering
c. Tekstur            : Kasar
d. Turgor             : Jelek atau tidak elastis

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan
otoskop. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran
timpani. Untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan
terhadap nanah atau cairan lainnya dari telinga.
d. Pemeriksaan diagnostik

- Tes audiometri : pendengaran menurun

- Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetam, kekaburan mastoid


e. Pemeriksaan pendengaran

Test suara bisikan, tes garputala (Test Rinne, Test Weber, dan Test Swabach).

4. PENGOBATAN

Pemberian antibiotic : Amoksili, Sefalosforin, Cefriaxone, Makrolida,

Clindamicyn.

Tetes Telinga : Akilen Ear Drop 2x3 tetes

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada Telinga

2. Gangguan komunikasi beruhubungan dengan efek kehilangan

pendengaran

3. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit.

4. Resiko Infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadaap

pajanan pathogen
K. Intervensi

No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)

Keperawatan
1. Nyeri SLKI: SIKI :
Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan
asuhan keperawatan Observasi
dengan proses selama 3 x 24 jam - Identifikasi lokasi,
diharapkan nyeri pada karakteristik, durasi,
pendengaran
pasien berkurang frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri
- Identifikasi respon
1. Nyeri berkurang
dengan skala 2 nyeri nonverbal

2. Pasien tidak - Identifikasi factor


mengeluh nyeri yang
3. Pasien tampak memperingan dan
tenang
memperberat nyeri
4. Pasien dapat tidur
- Identifikasi
dengan tenang
pengetahuan dan
Frekuensi nadi dalam
keyakinan
tentang nyeri
batas normal (60- 100
- Identifikasi budaya
x/menit) terhadap respon nyeri

6. Tekanan - Identifikasi

darah dalam pengaruh nyeri

batas normal terhadap kualitas

(90/60 hidup pasien

mmHg – - Monitor efek

120/80 samping

mmHg) penggunaan

7. RR dalam batas analgetik


normal (16-20 - Monitor
25
x/menit) keberhasilan
Kontrol Nyeri terapi
1. Melaporkan komplementer
bahwa nyeri yang sudah
berkurang dengan diberikan
menggunakan Terapeutik
manajemen nyeri - Fasilitasi istirahat tidur
2. Mampu - Kontrol lingkungan
mengenali yang memperberat
nyeri (skala, nyeri ( missal: suhu
intensitas, ruangan,
frekuensi dan pencahayaan dan
tanda nyeri) kebisingan).
Status Kenyamanan - Beri teknik non
1. Menyatakan rasa farmakologis

nyaman setelah nyeri untuk meredakan


nyeri
berkurang
(aromaterapi,
terapi pijat,
hypnosis,
biofeedback,
teknik imajinasi
terbimbimbing,
teknik tarik napas
dalam dan
kompres hangat/
dingin)
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode

dan pemicu nyeri


2. Gangguan SLKI: SIKI :

26
komunikasi Observasi
Setelah dilakukan
beruhubungan asuhan keperawatan - Periksa kemampuan
selama 3 x 24 jam
dengan efek pendengaran
diharapkan Gangguan
kehilangan komunikasi - Monitor akumulasi
berkurang/hilang:
pendengaran serumen berlebihan
- Kemampuan
- Identifikasi metode
berbicara meningkat
komunikasi yang disukai
- Kemampuan
pasien)
mendengar
Terapeutik
meningkat
- Gunakan Bahasa yang
- Kesesuaian ekspresi
sederhana
wajah/tubuh
- Gunakan Bahasa isyarat,
menigkat
jika perlu
- Respon perilaku
- Fasilitasi penggunaan alat
pemahaman
bantu
komunikasi
- Berhadapan dengan
membaik
pasien secara langsung
(SLKI, hal:49)
- Pertahankan kontak mata

selama berkomunikasi

- Hindari kebisingan saat

berkomunikasi

- Pertahankan kebersihan

27
telinga

(SIKI, hal:374).
3. Hipertermia SLKI SIKI

berhubungan Setelah dilakukan Observasi :

dengan proses asuhan keperawatan - Identifikasi penyebab

penyakit selama 3 x 24 jam hipertemia

diharapkan Suhu tubuh (mis.dehihdrasi, terpapar

membaik: lingkungan panas,

- Tidak menggigil penggunaan incubator).

- Suhu tubuh membaik - Monitor suhu tubuh

dalam rentang normal - Monitor kadar elektrolit

- Monitor haluaran urine

- Monitor komplikasi akibat

hipertermia

Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang

dingin

- Longgarkan atau lepaskan

pakaian

- Lakukan pendinginan

eksternal (mis.selimut

hipotermia atau kompres

dingin pada dahi, leher,

28
dada, abdomen, aksila).

Edukasi :

- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian

cairan eletrolit intravena,

jika perlu.
4. Resiko Infeksi SLKI : SIKI

berhubungan Setelah dilakukan Observasi :

dengan kurang asuhan keperawatan - Monitor tanda dan gejala

pengetahuan selama 3 x 24 jam infeksi local dan sistemik

terhadaap diharapkan resiko Terapeutik :

pajanan infeksi menurun : - Berikan perawatan kulit

pathogen - Tidak terdapat batuk, pada area edema

pilek dan demam - Cuci tangan sebelum dan

- Mebran timpani tidak sesudah kontak dengan

tampak kemerahan pasien dan lingkungan

- Tidak Nyeri pasien

- Tidak tampak - Pertahankan teknik

bengkak aseptic pada pasien

- Tidak ada kotoran beresiko tinggi

telinga yang Edukasi :

berlebihan - Jelaskan tanda dan gejala


29
infeksi

- Ajarkan cara mencuci

tangan yang benar

- Ajarkan cara memeriksa

luka atau luka operasi

- Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

- Anjurkan meningkatkan

asupan cairan

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian

imunisasi, bila perlu.

30
STUDI KASUS

OTITIS MEDIA AKUT

1. Berfikir Kritis

a. Studi Kasus

Seorang anak usia 3 tahun dengan keluhan nyeri pada telinga, demam tinggi

38.5°C, batuk dan pilek, sulit tidur, tidak nafsu makan sudah 3 hari, menurut ibu

An.A anaknya sudah 1 minggu Sering menarik atau menggaruk telinga, Lebih rewel

atau sering menangis daripada biasanya. Kadanf timbul cairan kuning dari

telinganya, tetapi tidak setiap hari. Data pengkajian :

TTV : 38.5°C R : 22x/mnt

Anak terlihat rewel dan menangis

b. Pertanyaan Terkait

1. Seorang anak usia 5 tahun saat ini merasakan sakit saat ditekan dibawah telinga

bagian kanan dan bengkak, disertai dengan batuk, pilek dan demam.

Penyakit apakah itu?

a. Otitis Media Akut

b. Otitis Media Kronik

c. Vertigo

d. Demam

e. Semua benar

2. Kegagalan dan kesuksesan pemberantasan infeksi bakteri berhubungan dengan

kegagalan pengobatan dan otitis media akut yang menetap dan berulang.

Antibiotik apakah yang tepat untuk otitis media akut?


31
a. Amoksilin

b. Antasida doen

c. Allopurinol

d. Antangin

e. Bisacodyl

3. Komplikasi OMA pada anak sering terjadi karena?

a. Tuba eusthacius anak lebih horizontal

b. Terdapat folike limfoid pada lubang pembukaan tonus tubarius

c. Adenoid pada anak dapat mengisi nasofaring

d. Tuba eusthacius berperan sebagai focus infeksi

e. Semua benar

4. Gejala Klinis OMA adalah:

a. Gejala infeksi saluran pernafasan

b. Nyeri telinga

c. Demam

d. Gangguan pendengaran

e. Semua benar

5. Parasintesis harus dilakukan segaera pada OMA anak bila:

a. Pemberian antibiotic tidak responsive

b. Membrane timpani sangat cembung

c. Nyeri telinga berat

d. Anak tampak sangat gelisah

e. Semua benar

Jawaban : 1.A 2.A 3.A. 4.E


32
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham., dkk. 2012. Obstetri Williams. Jakarta:Buku Kedokteran ECG.

Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi Ketujuh. hlm. 212 - 5; 217 - 8.

Garna H., Sjahrodji, M., Alam, A. 2012. Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis.
Jakarta: sagung seto.

Indonesia, P. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: PPNI.

Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Kepala Leher dan


Neuroanatomi Jilid 3. Edisi 23. ECG:Jakarta:2013.Hal.129-33.

Saladin, K. 2014. Anatomy and Physiology: The Unity of Form and Function 7 th
ed. New York:McGraw-Hill Education.

Shaikh, N. And Hoberman. A Update Acute Otitis Media. Pediatric Annal.


2011:39:1. (Diakses pada 23 Januari 2021).

Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-8,


(diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm.
360-70.

Toy EC., Girardt, r., Yetman, R. 2011. Case Files Pediatri. Alih Bahasa
gandaputra EP. Tangerang: Karisma.

Utami, R. H. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta: Pustaka Baru


Press.

Umar S. 2013. Prevalensi dan Faktor Risiko Otitis Media Akut Pada Anak-Anak
di Kotamadya Jakarta Timur [tesis]. Universitas Indonesia : Fakultas Kedokteran
Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher.

Wald ER, Nancy G, Carol B. 2011. Upper Respiratory Tract Infections In Young
Children : Duration of and Frequency of Complications. Pediatric 82(2):129 – 32.
(Diakses pada 22 Januari 2021).

33
William J., Parkes, IV., MD.2017. Middle Ear Infections (Otitis Media).
http:kidshealth.org/en/parents/otitis –media.html. (Di akses pada 21 januari 2021)

34
DAFTAR TILIK
TES PENDENGARAN
Program Pofesi Ners STIKes Kuningan

Nama Mahasiswa/i :
NIM :
Program :
N Aspek Penilaian Pe K
o nil e
ai t
an .

1 Program terapi medik dan


. menyiapkan peralatan
2 Megucapkan salam terapeutik
.
3 Melakukan validasi/evaluasi
.
4 Mengingkatkan kontrak :
. a. Waktu
5 b. Topik
.
6 c. Tempat
.
7 Mengatur posisi klien
.

8 Mengecek kembali persiapan


. peralatan
9 Menjelaskan langkah-langkah
. tindakan
1 Mencuci tangan
0
.
1 Membaca basmallah
1
.
1 Melakukan tes berbisik (lakukan dari
2 samping klien) :
. - Tutup telinga pasien yang belum
diperiksa dengan jari
1 - Gunakan angka atau kata yang
3 terdiri dari dua suku kata yang
. beraksen sama seperti : tiga-lima,
35
bola bata, dll
1 - Minta pasien untuk mengulangi
4 kata tersebut
.
1 - Lakukan pemeriksaan pada telinga
5 yang lain
.
1 Melakukan Test Rinne :
6 - Getarkan garputala lalu tempelkan
. tangkai garputala pada processus
mastoideus salah satu telinga
sampai klien mengatakan bahwa
getaran garputala tidak lagi
terdengar (dengan mengangkat
tangan)
1 - Dengan cepat, dekatkan bagian
7 percabangan garputala yang masih
. berbunyi ke depan lubang tulang
telinga
1 - Tanyakan apakah klien masih
8 mendengar bunyi garpu tala
.
1 Melakukan Test Weber :
9 - Getarkan garpu tala dengan cara
. mengetukannya secara perlahan ke
punggung tangan anda disekitar
buku-buku jari atau dengan
menggosok diantara ibu jari dan jari
telunjuk
2 - Letakan tangkai garpu tala yang
0 masih berdenging diatas kepala
. klien dan tanyakan dimana klien
dapat mendengar bunyi garpu tala,
atau dibagian telinga mana
terdengar bunyi lebih keras
2 Melakukan Test Swabech :
1 - Getarkan garpu tala lalu dasarnya
. ditempelkan pada tulang dibelakang
telinga klien
2 - Setelah pasien mengatakan tidak
2 mendengar lagi, maka dasar
. garputala diletakan ke tulang
belakang telinga pemeriksa
2 Mengucapkan Hamdallah
3
.
36
2 Merapikan peralatan
4
.
2 Mencuci tangan
5
.
2 Mengevaluasi respon klien
6
.
2 Merencanakan tindak lanjut :
7 a. Waktu
.
2 b. Topik
8
.
2 c. Tempat
9
.
3 Mengucapkan penutup salam
0
.
3 Melakukan dokumentasi tindakan dan
1 hasil
.
=
Jumlah Penilaian = x 100
=
64
Nilai Lulus = 68 (B)

37

Anda mungkin juga menyukai