Anda di halaman 1dari 4

KAJIAN PENGEMBANGAN SILVOFISHERY DI LAHAN MANGROVE

DESA BUDENG, KABUPATEN JEMBRANA, BALI

Ajeng Nurul Fitriawati1, Joko Triwanto1, Amir Syarifuddin1


1
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian-Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang
Email : newfii@ymail.com

RANGKUMAN
Alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi lahan tambak sistem silvofishery menjadi salah satu solusi
dalam meanggulangi dampak lingkungan. Banyak daerah yang telah berhasil mengembangkan dan sangat
relevan diterapkan di wilayah lain seperti halnya areal tambak-tambak yang terdapat di Desa Budeng,
Kabupaten Jembrana, Bali yang mulai ditinggalkan mengancam menurunnya kualitas lingkungannya. Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji pengembangan system silvofishery di kawasan mangrove Desa Budeng.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Januari- Februari 2017. Metode penempatan petak ukur dengan
kombinasi jalur berpetak digunakan untuk memperoleh lingkungan biotic dan abiotik mangrove. Analisis data
dengan metode deskriptif kualitatif sesuai kriteria lahan untuk pengembangan silvofishery.
Parameter lingkungan mangrove biotic dan abiotik yang diperoleh lokasi tambak di Desa Budeng
dicocokan dengan table pengembangan untuk system silvofishery disarankan untuk kawasan silvofishery.
Namun, perlu dilakukan tahap penambahan tegakan vegetasi mangrove sebelum diterapkan system silvofishery
karena hanya faktor kerapatan vegetasi saja yang kurang.
Kata kunci: mangrove, silvofishery, kajian pengembangan, Jembran

ABSTRAK
The transfer of mangrove forest land into ponds of the silvofishery system becomes one of the
solutions in managing the environmental impact. Many areas that have succeeded in developing and highly
relevant are applied in other areas such as the area of ponds located in Budeng Village, Jembrana regency, Bali
which began to be abandoned threatening to decrease the quality of the environment. The purpose of this
research is to study the development of silvofishery system in Budeng village mangrove area.
The study was conducted during January - February 2017. The method of plotting plot with
combination of stripping path was used to obtain the biotic and abiotic environment of mangrove. Data analysis
with qualitative descriptive method according to land criteria for silvofishery development.
Biotic and abiotic mangrove environment parameters obtained by pond location in Budeng Village
were matched with development table for silvofishery system recommended for silvofishery area. However, it is
necessary to stage the addition of mangrove vegetation stand before the silvofishery system is applied because
only the vegetation density factor is lacking.

Keywords: mangrove, silvofishery, development study, Jembrana

LATAR BELAKANG pengkajian vegetasi mangrove di areal bekas


tambak kemudian pendeskripsiaan kesesuaian
Sebagai kawasan dengan area pesisir lahan mangrove untuk silvofishery, sehingga
yang luas, Desa Budeng sebagai salah satu dapat memberikan masukan kepada Pemerintah
daerah di Bali memiliki potensi yang sangat Daerah Jembrana sebagai bahan pertimbangan
besar dalam mangrove dengan penerapan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan
silvofishery. Hutan mangrove berperan penting hutan mangrove bersama masyarakat. Tujuan
dalam menyeimbangkan ekosistem pesisir yang dari penelitian ini untuk mengkaji
merupakan wilayah transisi antara laut dengan pengembangan system silvofishery di kawasan
daratan. Secara fisik, hutan mangrove menjadi mangrove Desa Budeng.
filter terhadap intrusi air laut yang masuk ke
daratan. Tegakan mangrove juga dapat METODE PENELITIAN
mengurangi kecepatan hembusan angin serta Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
sistem perakaran mangrove mempertahankan Januari 2017 sampai Februari 2017 di Desa
sedimen dari kemungkinan abrasi Budeng, Kabupaten Jembrana, Bali.
(Hidayatullah, 2011). Pengambilan data mangrove dilakukan dengan
Meski dengan segala kelebihan yang metode jalur berpetak untuk memperoleh data
dimiliki oleh mangrove, namun degradasi biotic berupa kerapatan vegetasi dan fauna
mangrove tidak terhindarkan. dengan mengambil sampel air. Kondisi abiotik
Salah satu upaya untuk mengatasi untuk mengetahui pH air, salinitas, suhu air dan
permasalahan tersebut perlu dilakukan dengan
Journal of Forest Science Avicennia | Vol. 01 No. 01 | 2018 13
kandungan unsur hara makro tanah dengan PEMBAHASAN
mengambil sampel lumpur. Mangrove merupakan jenis vegetasi
yang khas tumbuh di daerah berlumpur
sehingga mengakibatkan kurangnya aerasi
tanah, salinitas tanah tinggi, serta mengalami
daur genangan oleh air pasang surut
(Ramadhan, 2009).
Seiring dengan bertambahnya
penduduk dan kebutuhan akan peningkatan
ekonomi yang didapat dari hutan mangrove.
Kerusakan dan ketidaktahuan akan fungsi hutan
mangrove oleh manusia, telah menyebabkan
kerusakan hutan mangrove hampir di seluruh
Gambar 1. Peta lokasi penelitian tambak di dunia, termasuk di Indonesia (Subhan, 2014).
Desa Budeng, Kabupaten Jembrana, Bali Silvofishery merupakan pola pendekatan teknis
Sampel tanah dan air lahan mangrove yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu
Desa Budeng tersebut diuji secara ex-situ dan antara kegiatan budidaya ikan, udang atau
in-situ untuk memperoleh lebih akurat. Uji ex- usaha kepiting, dengan kegiatan penanaman,
situ kandungan NPK tanah dilakukan di pemeliharaan, pengelolaan dan upaya
laboratorium tanah BPTP Jawa Timur. Uji ex- pelestarian hutan mangrove“ (Sualia dkk,
situ kelimpahan plankton dilakukan di 2010). Berdasarkan hasil pengukuran lapangan
laboratorium hidrobiologi Universitas faktor abiotik dan biotic tambak di Desa
Brawijaya. Hasil yang diperoleh berupa data Budeng, Jembrana Bali:
kuantitatif dan kualitatif dicocokkan dengan
kriteria lahan untuk pengembangan silvofishery
dalam penelitian.

Tabel 1. Parameter Lingkungan Mangrove di Desa Budeng, Jembrana Bali


Ditingkatkan,
Hasil Disarankan untuk sehingga dapat Tidak disarankan
Parameter
Penelitian silvofishery digunakan untuk untuk silvofishery
silvofishery
Kerapatan 511 > 2.500 1.500-2.500 < 1.500
Vegetasi
(pohon/ha )
Plankton 16.796 > 10.000 6.000-10.000 < 6.000
(idv/L)
Suhu (°C) 25 < 30 31-32 > 32
Salinitas (ppt) 20,3 12-20 10-12 < 10
pH 7,5 6-7,5 5-6 atau 7,6-8 < 5 atau > 8
Ketebalan 58,3 > 50 30-50 < 30
Lumpur (cm)
Sumber: Poedjirahajoe (2011) dalam Sulistyorini dkk. (2017)
Melihat Tabel 1 di atas menunjukkan atau substrat menunjukkan hasil yang sangat
bahwa lahan bekas tambak tersebut cukup sesuai untuk silvofishery.
sesuai untuk digunakan sebagai lahan Pada pengukuran kualitas lahan dengan
silvofishery. Meskipun demikian, lahan tersebut peubah pengamatan yaitu suhu, salinitas,
masih memerlukan beberapa perlakuan, ketebalan lumpur, tingkat keasaman, dan
misalnya kegiatan penanaman vegetasi kandungan NPK tanah menunjukkan bahwa
mangrove yang masih tertunda di beberapa lahan bekas tambak tersebut cukup sesuai
petak, sehingga jumlah kerapatan vegetasi untuk digunakan sebagai lahan silvofishery.
belum terpenuhi untuk silvofishery ini. Pada nilai kerapatan vegetasi menunjukkan
Kerapatan vegetasi per ha diketahui hanya 511 ketidaksesuaian untuk mengembangkan lahan
pohon. Parameter keragaman plankton, suhu air tersebut. Akan tetapi, nilai kerapatan vegetasi
permukaan, salinitas, pH air, ketebalan lumpur pada lahan tersebut masih dapat diperbaiki dan

Journal of Forest Science Avicennia | Vol. 01 No. 01 | 2018 14


ditingkatkan dengan memberikan perlakuan, mangrove terhadap salinitas berbeda-beda.
misalnya kegiatan penanaman vegetasi Batas ambang toleransi tumbuhan mangrove
mangrove yang masih tertunda di beberapa diperkirakan 36 ppm. Jenis Avicennia spp.
petak. memiliki toleransi yang tinggi terhadap garam
Kegiatan sensus vegetasi mangrove dan Bruguiera gymnorhiza ditemukan pada
yang telah dilakukan dengan menghitung daerah dengan salinitas 10-20 ppm. Di
kerapatan vegetasi per ha, frekuensi, dominansi Australia, Avicennia marina dapat tumbuh
dan indeks nilai penting (INP) pada lahan dengan tingkat salinitas maksimum 85 ppm,
seluas 2 ha. Secara keseluruhan, nilai kerapatan sedangkan Bruguiera spp. dapat tumbuh
vegetasi per ha, frekuensi, dominansi dan dengan salinitas tidak lebih dari 37 ppm
indeks nilai penting (INP) pada lahan tesebut (Aksorkoae, 1993).
sangat rendah. Hal ini dipengaruhi berbagai Tingkat keasaman air lahan bekas
faktor, antara lain liat tanah di lahan bekas tambak Desa Budeng yaitu 7,5, sedangkan
tambak, pasang surut perairan sekitar lahan, tingkat keasaman tanah mencapai nilai 7. Nilai
kompetisi unsur hara antar vegetasi, dan pH air dan tanah tersebut menunjukkan kondisi
ketersediaan hara makro dalam tanah lahan lahan tersebut cukup baik bagi pertumbuhan
tersebut, serta kecocokan lahan untuk mangrove maupun kehidupan biota. Nilai
pertumbuhan masing-masing vegetasi. Tingkat tersebut sudah sesuai dengan Surat Keputusan
persebaran benih mangrove dapat Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 51
mempengaruhi nilai kerapatan, frekuensi, tahun 2004.
dominansi dan INP (Dahuri dkk, 2001). Hasil uji kandungan NPK tanah
Suhu air pada lahan bekas tambak digolongkan sesuai dengan kriteria sifat tanah
stabil yaitu 25°C, ini dikarenakan lahan tidak menurut Hardjowigeno (1995). Rerata
terdapat vegetasi, sehingga sinar matahari kandungan unsur N menunjukkan nilai sedang.
langsung menyentuh permukaan air. Pada Hal ini terjadi karena lokasi saat ini tidak
kisaran suhu 25-32 °C berbagai ikan tropis terdapat vegetasi di dalamnya, sehingga tidak
berkembang dengan baik. Saat suhu turun terjadi perombakan bahan organik yang
sampai 18-24 °C, ikan masih dapat bertahan maksimal, sedangkan beberapa unsur hara pada
hidup tetapi dengan nafsu makan yang umumnya tersimpan pada bagian-bagian
menurun. Suhu yang tanaman seperti daun, buah, tangkai, dan akar.
membahayakan bagi ikan yaitu < 12 °C, Rerata unsur P pada contoh uji tergolong
keadaan yang dapat mengakibatkan kematian tinggi, ditunjukkan dengan kisaran angka 36-
pada ikan tersebut. Untuk budidaya udang, 54.
suhu optimum berada pada kisaran 25-32 °C. Hal ini disebabkan oleh adanya
Ikan bandeng baik berkembang pada suhu genangan air maupun kondisi pasang surut di
kisaran 18-31 °C (Padu, 2014). sekitar estuari. Ketersediaan P tanah umumnya
Hasil pengukuran ketebalan lumpur lebih tinggi pada tanah yang tergenang (lahan
yaitu 58,3 cm, dimana nilai ketebalan lumpur basah) dibanding dengan tanah kering
menunjukkan ketersediaan bahan organik di (Yamani, 2013). Rerata unsur K dalam contoh
dalamnya. Tekstur tanah yang terbentuk uji tanah juga tergolong cukup tinggi yaitu
dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi 3,19. Dalam kesuburan tanah, keseimbangan K
mangrove. Pada daerah dengan tingkat dengan unsur lain penting untuk diperhatikan
ketebalan mangrove yang tinggi cenderung karena sifat fisiologis tanaman yang sering
mempunyai kelas tekstur lempung liat berdebu, memerlukan K yang berimbang dengan unsur
hal ini disebabkan adanya dekomposisi serasah lain. Keberadaan unsur K sangat baik untuk
yang ikut menentukan kelas tekstur tanah dan pertumbuhan vegetasi, khususnya diameter dan
adanya pengikatan partikel debu dan liat oleh tinggi batang vegetasi. Kalium berperan
akar vegetasi mangrove, sehingga partikel meningkatkan resistensi terhadap penyakit
tersebut akan mengendap dan membentuk tertentu dan meningkatkan pertumbuhan
lumpur (Setiawan, 2013). perakaran. Kalium cenderung menghalangi
Hasil pengukuran nilai salinitas air kerebahan tanaman, melawan efek buruk akibat
lahan menunjukkan nilai yang tergolong pemberian nitrogen yang berlebihan, dan
rendah, yaitu 20,33. Nilai salinitas air lahan ini berpengaruh mencegah kematangan yang
mempengaruhi beberapa faktor antara lain, dipercepat oleh hara phospat. Secara umum
pertumbuhan, daya tahan dan zonasi mangrove, kalium berfungsi menjaga keseimbangan baik
serta kehidupan biota maupun mikroorganisme pada nitrogen maupun pada phospat (Damanik
lainnya. Toleransi setiap jenis tumbuhan dkk, 2011).
Journal of Forest Science Avicennia | Vol. 01 No. 01 | 2018 15
Hasil pengamatan terhadap fauna Perancak, Jembrana, Bali. [Tesis].
akuatik di lahan bekas tambak Desa Budeng Departemen Manajemen
diketahui terdapat jenis yang sama pada tiga Sumberdaya Perairan Fakultas
titik lokasi yang berbeda yaitu, kepiting bakau Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
(Scylla serrata Forskal), ikan gelodok Pertanian Bogor. Jawa Barat
(Periophthalmus sp.), dan kerang bakau
(Muhaerin, 2008). Peubah pengamatan untuk Padu, S.R. 2014. Kualitas Fisis Kemis dan
faktor biologi lainnya yaitu kelimpahan Biologis Habitat Mangrove di
palankton. Keberadaan plankton sangat Kelurahan Watumbaka, Kabupaten
diperhitungan dalam pengukuran kualitas suatu Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
lahan perairan. Plankton mengandung protein Skripsi. Fakultas Kehutanan
yang dapat diserap ikan sebesar 80%. Hasil uji Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
kelimpahan plankton yang telah dilakukan Ramadhan, R.R. 2009. Buku Informasi
menunjukkan nilai yang tergolong tinggi, Mangrove di Taman Nasional Bali
dikarenakan kecerahan perairan mempengaruhi Barat. Balai Taman Nasional Bali
aktivitas plankton. Barat. Bali

Setiawan, H. 2013. Status Ekologi Hutan


KESIMPULAN Mangrove pada Berbagai Tingkat
Lahan tambak di kawasan mangrove Ketebalan (Ecological Status of
Desa Budeng, Kabupaten Jembrana Mangrove Forest at Various
dikategorikan sesuai untuk pengembangan Thickness Levels) Jurnal Penelitian
lahan silvofishery, tetapi perlu adanya Kehutanan Wallacea Vol. 2 No. 2,
perlakuan terhadap kondisi lahan saat ini. Juni 2013 : 104 - 120 104

DAFTAR PUSTAKA Sualia, I, Eko B.P., dan I N.N. Suryadiputra.


2010. Panduan Pengelolaan Budidaya
Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Tambak Ramah Lingkungan di
Management of Mangrove. IUCN. Daerah Mangrove. Wetlands
Bangkok; Thailand International Indonesia Programme.
Dahuri, R., Jacob R., Sapta PG., M.J Sitepu. Bogor
2001. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Subhan, M. 2014. Analisis Tingkat Kerusakan
Terpadu. Penerbit Pradaya Paramita. dan Strategi Pengelolaan Mangrove
Jakarta di Kawasan Suaka Perikanan Gili
Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Ranggo Teluk Seriwe Kabupaten
Sarifuddin, dan H, Hanum. 2011. Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Tesis. Program Magister, Program
USU-Press, Medan Damanik, Studi Ilmu Lingkungan Program
M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Pascasarjana Universitas Udayana
Sarifuddin, dan H, Hanum. 2011.
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Sulistyorini, I.S., Poedjirahajoe, E., Edwin, M.,
USU-Press, Medan Imanuddin. 2017. Potensi Ekosistem
Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu Tanah. Mangrove untuk Pengembangan
Akademika Pressindo, Jakarta Silvofishery di Taman Nasional Kutai
Hidayatulah, M. dan Aziz U. 2011. Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor,
Pertumbuhan Mangrove pada Vol. XVI, No 3. 209-218
Tambak Silvofishery di Desa Bipolo
Kecamatan Sulamu Kabupaten Yamani, A. 2013. Studi Kandungan Karbon
Kupang. Jurnal Penelitian Hutan dan pada Hutan Alam Sekunder di Hutan
Konservasi Alam, Vol. 10, No.3, 2013 Pendidikan Mandiangin Fakultas
Kehutanan Universitas Lambung
Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Mangkurat. Jurnal Hutan Tropis. 1
Ekosistem Mangrove untuk (1): 6-7
Pengelolaan Ekowisata di Estuari

Journal of Forest Science Avicennia | Vol. 01 No. 01 | 2018 16

Anda mungkin juga menyukai