PENDAHULUAN
1
darah. Di luar tubuh manusia HIV cepat mati oleh air panas, sabun, dan bahan
pencuci hama. Jangka waktu antara kontak awal sampai munculnya infekksi
bervariasi. Umumnya berkisar antara 3-6 bulan setelah terpapar. Orang-orang
yang terinfeksi HIV biasanya menunjukkan limfadenopati menyeluruh dan
menetap yang kemudian diikuti oleh AIDSrelated complex (ARC). Hal tersebut
ditandai oleh limfadenopati, kelelahan , penurunan berat badan, demam, diare,
alergi kulit, kandidiasis oral, hairy leukoplakia, dan virus herpes rekuren. Melihat
jumlah penderita HIV/AIDS yang makin meningkat, dokter gigi memiliki
kemungkinan besar untuk menjumpai penderita HIV/AIDS yang belum
terdiagnosis selama memberikan pelayanan kesehatan gigi. Manifestasi oral pada
penderita HIV/AIDS ini sangat penting untuk diketahui karena seringkali
merupakan indikasi klinis pertama bahwa seseorang terinfeksi HIV atau anggota
keluarga lainnya telah terinfeksi HIV (Kahabuka, 2007).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
2.2 Terminologi
Viral load
Pneumocistis jerocevii
Limfopenia.
Lesi putih
Lesi putih adalah suatu bentuk yang beruwujud seperti pucar berwarna
putih (KBBI)
3
Diare
CD4
Dorsum :
2.3 Pembahasan
Virus merupakan obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA atau RNA
yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respon imun terhadap
protein virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen virus yang menginduksi
antibodi dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik merupakan
imunitas paling efisien pada imunitas proteksi terhadap virus.
4
Virus merupakan obligat intraselular yang berkembang biak di dalam sel,
sering menggunkana mesin sintesis asam nukleat dan protein penjamu. Dengan
reseptor permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan menimbulkan kerusakan
dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan oleh replikasi
virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi sel normal serta efek sitopatik
virus. Virus nonsitopatik dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA virus
menetap dalam sel penjamu dan memproduksi protein ang dapat atau tidak
mengganggu fungsi sel. Mekanisme infeksi sel penjamu oleh virus adalah virus
memasuki sel penjamu setelah menempel pada sel tersebut melalui berbagai cara :
5
Gambar 2: Mekanisme Infeksi Sel Penjamu Oleh Virus
Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan
merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum
respon imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak
mengekresikan MHC-I. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan
bantuan molekul MHC-I.
b) Imunitas Spesifik
1) Imunitas Spesifik Humoral
Respon imun terhadap virus tergantung dari lokasi virus dalam
penjamu. Antibodi merupakan efektor dalam imunitas spesifik
humoralterhadap infeksi virus. Antibodi diproduksi dan hanya efektif
terhadap virus dalam fase ekstraselular. Virus dapat ditemukan
ekstraseluler pada saat awal infeksi sebelum virus masuk kedalam sel atau
bila dilepas oleh sel terinfeksi yang dihancurkan (khusus untuk virus
sitopatik). Antibodi dapat menetralkan virus, mencegah virus menempel
pada sel dan masuk kedalam sel penjamu.
Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan
eliminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivitas komplemen juga ikut
berperan dalam meningkatkan fagositosis dan menghancurkan virus
dengan envelop lipid secara langsung. IgA yang disekresi di mukosa
berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran napas
6
dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio bekerja untuk menginduksi
imunitas mukosa tersebut.
7
Jenis
Molekul atau sel
Respon Aktivitas
efektor
s
Humora penjamu
8
menjdaikan virus dapat menjadi resisten terhadap respon imun yang ditimbulkan
oleh infeksi terdahulu, misalnya pandemi influenza. Juga ditemukan sejumlah
besar epitop virus rino sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan vaksinasi
spesifik terhadap virus tersebut. HIV-I yang merupakan penyebab AIDS juga
menunjukkan sejumlah variasi antigen.
Perjalanan infeksi HIV yang khas menghabiskan waktu sekitar satu dasawarsa.
Stadium-stadium yang terjadi antara lain infeksi primer,penyebaran virus ke
organ-organ limfoid, masa laten klinik, timbulnya ekspresi HIV, penyalit klinik
dan kematian. Lama waktu antara infeksi promer dan perkembangan penyakit
klinik rata-rata sekitar 10 tahun .kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah
mula timbul gejala klinik (Meurman, 2007).
9
B.Penurunan limfosit T CD4.
Struktur virus terdiri atas kapsid yang melindungi bahan genetic. Bahan
genetik dan kapsid disebut nukleokapsel. Peran kapsid adalah melindungi bahan
genetic virus terhadap nuclease asal pejamu. Kapsid terdiri dari protein yang
dijadikan bentuk sederhana dan has berbentuk heliks, isometric atau berbentuk
kerucut dengan kekecualian kapsid virus yang memiliki struktur yang lebih
kompleks.
10
terinfeksi oleh sel Tc atau sel NK. Akhirnya, protein envelop virus diekspresikan
pada membrane sel yang terinfeksi sehingga menjadi sasaran ADCC atau
dihancurkan melalui bantuan komplemen.
11
Infeksi Candida albicans hadir dalam empat bentuk: kandidiasis
pseudomembran,kandidiasis hiperplastik, kandidiasis eritematosa dan angular
cheilitis. Pasien mungkin menunjukkan salah satu atau kombinasi dari berbagai
presentasi ini (Meurman,2007).
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik umum di populasi. C.
albicans masih dianggap sebagai agen etiologi utama dalam infeksi ini dan
menyumbang 70% sampai 80% dari organisme yang terisolasi dari lesi mukosa
mulut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, C. Glabrata telah muncul sebagai
agen patogen penting pada mukosa mulut, baik sebagai agen co-menginfeksi
dengan C. albicans atau sebagai spesies terdeteksi tunggal dari lesi oral
(Meurman,2007)
12
ketahanan terhadap flukonazol. Cross resisten terhadap azoles baru telah
ditemukan .Perlawanan dapat menjadi baik bawaan dan diperoleh. Infeksi C.
glabrata sulit untuk diobati dan yang terkait dengan infeksi sistemik memiliki
tingkat kematian yang tinggi. C. glabrata kapasitas keratinocyteadherence mulut
lebih rendah dibandingkan dengan C. albicans. Faktor-faktor virulensi dan host-
parasit interaksi C. glabrata tidak diketahui (Sufiawati, 1987).
13
C. dubliniensis pertama kali dijelaskan pada tahun 1995. Ini adalah spesies
yang berhubungan dengan lesi oral individu yang terinfeksi HIV dan itu adalah
fenotipik dan genotypically terkait erat dengan C. albicans. Penelitian in vitro
fenotipik telah menunjukkan bahwa C.dubliniensis memiliki beberapa
karakteristik yang membedakannya dari C. albicans. Keduanya memproduksi
tabung sel dan chlamydospores. Tidak seperti C. Albicans, isolat C.
dubliniensis.tumbuh buruk pada 42 ° C. Meskipun kesamaan dengan C. albicans,
C. dubliniensis bukan konstituen umum dari mikroflora oral dan hanya sekitar
3,5% dari orang sehat membawa C.dubliniensis di rongga mulut. Sebuah
prevalensi 15-30% dari C. dubliniensis dalam rongga mulut yang terinfeksi HIV
dan AIDS telah dilaporkan. Ini bukan penyebab umum dari infeksi aliran darah
dan kejadian infeksi sistemik rendah. Alasan ini tampaknya menjadi virulensi
rendah dari C. dubliniensis dibandingkan dengan virulensi C. albicans. Ia telah
mengemukakan bahwa alasan untuk virulensi relatif rendah adalah
kemampuannya lebih rendah untuk membentuk hifa compred ke C. albicans.
Namun C.dubliniensis, hanya spesies Candida selain C. albicans yang
membentuk hifa benar. Penurunan kerentanan atau ketahanan telah dilaporkan
pada isolat pulih dari HIV-pasien menerima terapi flukonazol. C. dubliniensis
telah diisolasi dari berbagai geografis (Raju, 2011)
14
2.3.5 Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus Infeksi Virus.
15
Pencegahan
Mengingat cara transmisi virus AIDS berlangsung melalui hubungan seksual,
menggunakan jarum suntik bersama dan sebagian kecil melalui transfusi darah
maupun komponen darah. Oleh karena itu ada beberapa cara yang dapat di
tempuh untuk mengurangi penularan penyakit (Samaranayake,2008) :
1. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui menderita AIDS
dan orang yang sering menggunakan obat bius secara intravena.
2. Mitra seksual multipel atau hubungan seksual dengan orang yang mempunyai
banyak teman kencan seksual, memberikan kemungkinan besar tertular AIDS.
3. Cara hubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rektal, dapat
memperbesar kemungkinan mendapat AIDS.
4. Dianjurkan untuk menggunakan kondom.
5. Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius intravena dapat
dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk tersebut dan melarang
penggunaan jarum suntik bersama.
6. Semua orang yang tergolong beresiko tinggi AIDS seharusnya tidak menjadi
donor. Di Amerika masalah ini dapat dipecahkan dengan adanya penentuan zat
anti-AIDS dalam darah melalui cara Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
(ELISA).
7. Para dokter harus ketat mengenai indikasi medis transfusi darah autolog yang
dianjurkan untuk dipakai.
BAB III
PENUTUP
16
Kesimpulan
Berbagai manifestasi oral di atas yang sering ditemukan pada pasien yang
terinfeksi HIV berhubungan langsung dengan tingkat imunosupresinya, yang
dapat menjadi indikator infeksi HIV dan prediksi perkembangan infeksinya
menjadi AIDS. Penatalaksanaannya meliputi pengobatan anti jamur, anti virus,
dan antibiotik, serta perawatan terhadap gigi dan jaringan pendukungnya, dengan
mempertimbangkan status imunologi. Pencegahan dan pemeriksaan gigi dan
mulut secara rutin juga diperlukan, untuk mempertahankan kesehatan dan
mencapai kualitas hidup pasien yang terinfeksi yang lebih baik. Dokter gigi
hendaknya mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai manifestasi oral dari
infeksi HIV sehingga dapat mendeteksi secara dini dan melakukan
penatalaksanaannya dengan tepat.
Saran
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari pembaca, karena
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang dengan itu
semua kami harapkan makalah ini akan menjadi lebih baik lagi.
17