PENDAHULUAN
1
3. Uji apa saja yang dapat digunakan pada statistik parametrik dan
nonparametrik?
2
BAB II
ISI
3
Menginterpretasi tema-tema/ deskripsi
-deskripsi
Menghubungkan tema-tema/deskripsi-
deskripsi (seperti, grounded theory,
studi kasus)
Tema-tema Deskripsi
4
5. Menggunakan statistik atau program komputer untuk menguji rumusan
masalah atau hipotesis inferensial.
6. Menyajikan hasil survey dalam bentuk tabel atau gambar, kemudian
menginterpretasikan hasil tes statistik.
Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah menginterpretasi hasil
analisis. Langkah-langkah interpretasi data sebagai berikut:
1. Melaporkan apakah hasil-hasil tes statistik yang diperoleh signifikan atau
tidak secara statistik.
2. Melaporkan bagaimana hasil-hasil ini menjawab rumusan masalah atau
hipotesis penelitian.
3. Menunjukkan kemungkinan penjelasan mengapa hasil-hasil tersebut bias
muncul seperti itu.
4. Menjelaskan kemungkinan hasil tersebut dipraktikan di lapangan atau
untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
5
deskriptif ada uji signifikansi dan tidak ada taraf kesalahan karena peneliti tidak
bermaksud membuat generalisasi, sehingga tidak ada kesalahan generalisasi.
6
Data Kuantitatif (Quantitative Data)
Data kuantitatif diperoleh ketika variabel yang diteliti diukur menggunakan
skala yang menggambarkan berapa banyak variabel itu hadir (Fraenkel, etc.
2012: 188). Data kuantitatif dilaporkan dalam bentuk skor. Skor yang lebih
tinggi menunjukkan bahwa lebih banyak variabel yang hadir dibandingkan
skor yang lebih rendah. Beberapa contoh data kuantitatif sebagai berikut :
Jumlah uang yang dihabiskan untuk peralatan laboratorium oleh beberapa
sekolah di daerah tertentu dalam satu semester. (variabelnya adalah jumlah
uang yang dihabiskan untuk peralatan laboratorium)
Temperatur yang dicatat setiap hari sepanjang bulan September sampai
Desember di Bandung tahun 2013 (variabelnya adalah temperature)
Skor kecemasan seluruh mahasiswa tahun pertama di UPI pada tahun 2013
(variabelnya adalah kecemasan).
Data Kategori (Categorical Data)
Data kategori secara sederhana menunjukkan jumlah total objek, individu,
atau kejadian yang ditemukan pada kategori tertentu (Fraenkel, etc. 2012 :
188). Perlu dicatat bahwa yang dilihat peneliti adalah frekuensi dari
karakteristik tertentu, objek, individu, atau kejadian. Seringkali frekuensi
tersebut sangat berguna, untuk mengubah frekuensi menjadi persentase.
Beberapa contoh data kategori sebagai berikut :
Representasi dari masing-masing kelompok budaya dalam suatu sekolah
(variabelnya adalah budaya); sebagai contoh, Jawa 875 (36%), Sunda 1250
(51%), Batak 200 (8%), Dayak 115 (5%)
Jumlah mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelas IPA
(variabelnya adalah gender)
Jumlah masing-masing jenis alat yang ditemukan dalam ruangan kerja
(variabelnya adalah jenis alat).
Skala ordinal, interval, dan rasio tergolong dalam data kuantitatif, sedangkan
skala nominal tergolong dalam data kategori.
Data kuantitatif dapat dikelompokkan berdasarkan cara mendapatkannya yaitu
data diskrit dan data kontinu. Berdasarkan sifatnya, data kuantitatif terdiri atas
data nominal, data ordinal, data interval dan data rasio.
7
2.2.1.2 Jenis Skor
Data kuantitatif biasanya disajikan dalam bentuk skor. Skor dapat disajikan
dengan banyak cara, tetapi perbedaan yang penting untuk dipahami adalah
perbedaan antara skor mentah (raw scores) dan skor yang diambil (derived
scores).
Skor Mentah (raw scores)
Hampir semua pengukuran dimulai dengan skor mentah, yang mana
merupakan skor asli yang diperoleh. Skor mentah dapat berbentuk jumlah
total item benar atau jawaban yang pasti yang diperoleh individu pada suatu
tes, rating yang diberikan oleh guru, dan sebagainya. Karena skor mentah
masih sulit untuk dapat diinterpretasikan, maka skor mentah sering diubah
menjadi skor yang diambil (derived scores).
Skor yang diambil (derived scores)
Skor yang diambil diperoleh dengan mengambil skor mentah dan
mengubahnya menjadi skor yang lebih bermakna. Derived skor menunjukkan
dimana skor mentah individu itu berada dihubungkan dengan semua skor
mentah dalam distribusi yang sama. Derived skor memungkinkan peneliti
untuk mengatakan seberapa baik hasil individu dibandingkan yang lainnya
pada tes yang sama. Contoh derived skor adalah age- and grade-level
equivalents, percentile ranks, dan skor baku.
Skor yang sering digunakan dalam penelitian adalah skor baku, yang biasanya
disediakan dalam pedoman instrument, dan jika tidak, dapat dengan mudah
dihitung. Jika skor baku tidak digunakan, maka lebih baik untuk
menggunakan skor mentah, diubah menjadi derived skor, dan jika perlu
kembali ke skor mentah dibandingkan menggunakan percentile ranks or age-
grade equivalents. Skor baku menunjukkan bagaimana seorang individu
dibandingkan dengan individu lain dalam suatu kelompok. Skor baku
menunjukkan seberapa jauh skor mentah yang diberikan dari titik acuan. Skor
baku yang sering digunakan dan disajikan dalam penelitian pendidikan adalah
z-scores dan T scores.
8
2.2.2 Penyajian Data
Data adalah segala informasi yang diperoleh baik dalam bentuk angka,
bukan angka, atau lambang dari suatu pengamatan yang dilakukan pada suatu
populasi atau sampel. Prinsip dasar penyajian data adalah komunikatif dan
lengkap, dalam arti data yang disajikan dapat menarik perhatian pihak lain untuk
membacanya dan mudah memahami isinya (Sugiyono, 2013). Penyajian data yang
komunikatif dapat dilakukan dengan penyajian data dibuat berwarna, dan bila data
yang disajikan cukup banyak maka perlu bervariasi penyajiannya (tidak hanya
dengan tabel saja). Pada statistik deskriptif ini akan dikemukakan cara-cara
penyajian data dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram.
2.2.2.1 Tabel
Penyajian data menggunakan tabel merupakan penyajian yang banyak
digunakan karena lebih efisien dan cukup komunikarif. Tabel dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu: tabel biasa, tabel distribusi frekuensi, dan tabel
tabulasi silang.
a. Tabel Biasa
Tabel biasa dapat digunakan untuk menyajikan data nominal, data ordinal, dan
data rasio. Contoh penyajian dengan tabel biasa untuk data nominal sebagai
berikut :
KOMPOSISI PENDIDIKAN PEGAWAI DI UPI
Tingkat pendidikan
No Bagian Jml
S3 S2 S1 SM SMA SMP SD
1 Keuangan 1 5 15 2 1 24
2 Akademik 3 15 10 4 32
3 Litbang 1 4 14 5 2 26
4 Sarpras 1 5 7 15 3 2 33
Jumlah 5 18 51 18 18 3 2 115
Tabel 2.1
b. Tabel Frekuensi
Tabel frekuensi digunakan untuk menyajikan data kategori. Dengan data
kategori, peneliti sering menekankan pada perbandingan, karena peneliti
berharap untuk membuat sebuah penilaian (jika sampelnya acak) tentang
perbandingan ukuran sampel yang dipilih dengan total populasi. Jumlah total
dalam masing-masing kategori sering diubah menjadi presentase.
9
Contoh : peneliti menggunakan kuisioner untuk mengambil data dari 50 guru
sampel yang dipilih secara acak dalam suatu daerah yang luas. Kuisioner
tersebut meliputi banyak variabel yang berkaitan dengan aktifitas dan
ketertarikan guru. Peneliti menyusun data yang diperoleh dalam tabel
frekuensi sebagai berikut:
Jawaban Frekuensi Persentase (%)
Ceramah 15 30
Diskusi Kelas 10 20
Demonstrasi 8 16
Presentasi 6 12
Seatwork 5 10
Oral Reports 4 8
Penelitian Perpustakaan 2 4
Total n = 50 100
Tabel 2.2 Frekuensi dan Persentase dari Total Jawaban Kuisioner
c. Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel distribusi frekuensi disusun apabila jumlah data yang akan disajikan
cukup banyak, sehingga jika disajikan dalam tabel biasa menjadi tidak efisien
dan kurang komunikatif. Berikut ini langkah-langkah dalam membuat tabel
distribusi frekuensi.
1. Menghitung jumlah kelas interval
2. Menghitung rentang data
3. Menghitung panjang kelas
4. Menyusun interval kelas
5. Memasukkan frekuensi data
Kelas interval Frekuensi
60-64 5
55-59 4
50-54 3
45-49 0
40-44 0
35-39 7
30-34 10
25-29 11
20-24 4
15-19 3
10-14 0
5-9 2
0-4 1
n = 50
Tabel 2.3 Contoh Tabel Distribusi Frekuensi
10
Ada beberapa bentuk tabel distribusi frekuensi, antara lain :
1. Tabel distribusi frekuensi kumulatif
Tabel ini menunjukkan jumlah observasi yang menyatakan kurang dari
atau lebih dari nilai tertentu.
Kurang dari Frekuensi
10 3
20 3
30 15
40 17
50 0
60 7
70 5
n = 50
Tabel 2.4 Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif
2. Tabel distribusi frekuensi relative
Penyajian data yang merubah frekuensi menjadi persen dinamakan tabel
distribusi frekuensi relative.
11
d. Tabel Tabulasi Silang
Ketika hubungan antara dua variabel kategori diteliti, biasanya dilaporkan
dalam bentuk tabulasi silang (disebut juga tabel kontingensi). Contoh tabel
tabulasi sialng sebagai berikut.
Laki-laki Perempuan Total
Guru SMP 40 60 100
Guru SMA 60 40 100
Total 100 100 200
Tabel 2.7 Tingkat Sekolah dan Jenis Kelamin Guru
20% 16%
12%
10%
8%
10% 4%
0%
Aktivitas
12
b. Grafik Garis
Grafik garis sering disebut dengan peta garis (line chart) atau kurva (curve).
Grafik garis biasanya digunakan untuk menggambarkan data tentang keadaan
yang berkesinambungan (sekumpulan data kontinu). Misalnya, jumlah
penduduk setiap tahun, perkembangan berat badan bayi setiap bulan, dan suhu
badan pasien setiap jam. Seperti halnya diagram batang, diagram garis pun
memerlukan sistem sumbu datar (horizontal) dan sumbu tegak (vertikal) yang
saling berpotongan tegak lurus. Sumbu mendatar biasanya menyatakan jenis
data, misalnya waktu dan berat. Adapun sumbu tegaknya menyatakan
frekuensi data. Grafik garis sedemikian itu merupakan bentuk penyajian grafis
yang paling banyak terdapat dalam bermacam-macam laporan perusahaan
maupun karya ilmiah.
16 15
14
12 10
8
Frekuensi
10
8 6
5
6 4
4 2
2
0
ceramah
diskusi kelas
demonstrasi
oral reports
seatwork
presentasi
penelitian perpustakaan
Aktifitas
13
2. Bagilah lingkaran tersebut menjadi beberapa juring lingkaran untuk
menggambarkan kategori yang datanya telah diubah ke dalam derajat.
Aktivitas Pembelajaran yang Sering Digunakan oleh 50 Guru
2
4 ceramah
15 diskusi kelas
5
demonstrasi
presentasi
6 seatwork
oral reports
10 penelitian perpustakaan
8
8% 4%
ceramah
10%
30% diskusi kelas
demonstrasi
12%
presentasi
16% 20% seatwork
oral reports
penelitian perpustakaan
14
12
10
8
Frekuensi
6
4
2
0
0
0-4
.5-9
.10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
Skor
12
10
Frekuensi
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
skor
15
14
12
10
Frekuensi
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Skor
10
9
8
7
frekuensi
6
5
4
3
2
1
0
Skor
16
Skor Kuis IPA
Batang Daun
2 9
3 27
4 556
5 14555
6 0
Gambar 2.10 Contoh Diagram Batang Daun
i. Diagram Pencar (Scatterplot)
Diagram pencar digunakan untuk menyajikan hubungan antara variabel satu
dengan variabel lainnya (korelasi antar variabel). Diagram pencar merupakan
sebuah gambar yang merepresentasikan hubungan antara dua variabel
kuantitatif.
40
35
30
25
20
Y
15
10
5
0
0 10 20 30 40
X
17
frekuensi dan membuat histogram yang terkait. Dibutuhkan langkah-langkah yang
lebih efisien dan menggambarkan distribusi secara lengkap.
Pada dasarnya, ada tiga syarat untuk menggambarkan distribusi skor atau
hasil pengamatan.
1. Sesuatu yang harus diketahui adalah dimana distribusi berapa pada skala
pengukuran.
2. Kedua, harus ada informasi tentang bagaimana distribusi tersebar,
3. Ketiga, mengidentifikasi bentuknya.
Menggambarkan distribusi adalah untuk memberikan informasi tentang letaknya,
penyebarannya, dan bentuknya. Statistik yang disebut ukuran pemusatan
menunjukkan letak dari distribusi. Secara sesuai, statistik dapat dihitung untuk
menunjukkan sebaran distribusi, hal ini disebut ukuran keragaman. Histogram
dapat dihasilkan untuk menentukan bentuk distribusi, tetapi lebih umum untuk
menyimpulkan sebuah bentuk dari segala sesuatu yang diketahui tentang variabel
yang diteliti. Banyak variabel pendidikan, contohnya skor prestasi dalam bidang
akademik, yang cenderung mempunyai bentuk simetris, distribusi berbentuk
lonceng, yang mana mendekati apa yang diketahui sebagai distribusi normal.
Distribusi mungkin memiliki bentuk yang beragam. Distribusi yang sering
muncul dalam penelitian pendidikan (setidaknya secara teoritis) adalah distribusi
normal. Distribusi normal bukan merupakan distribusi tunggal dengan mean dan
standar deviasi tertentu, sebaliknya, distribusi normal merupakan distribusi yang
secara simetris mengikuti bentuk umum distribusi. Distribusi normal secara khas
tergantung pada ciri-ciri seperti variabilitasnya.
18
a. Modus
Modus adalah gejala atau data yang sering muncul. Jika data disusun secara
berkelompok, maka untuk menentukan modus digunakan rumus berikut:
d1
Mo Tb p
d1 d 2
Dimana :
Tb : tepi bawah kelas yang mengandung modus (kelas dengan frekuensi
terbanyak)
p : panjang kelas
d1 : selisih frekuensi kelas yang mengandung modus dengan frekuensi
kelas sebelumnya
d2 : selisih frekuensi yang mengandung modus dengan frekuensi
sesudahnya
b. Mean
Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai
rata-rata kelompok tersebut. Rata-rata atau mean merupakan salah satu
ukuran untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan singkat tentang
sekumpulan data. mean merupakan wakil dari sekumpulan data atau
dianggap suatu nilai yang paling dekat dengan hasil pengukuran yang
sebenarnya. Rata-rata (mean) ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh
individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumlah individu
yang ada pada kelompok tersebut. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
xi
Me
n
Dimana :
Me : mean (rata-rata)
= epsilon (jumlah)
xi = nilai x ke I sampai ke n
n = jumlah individu
Untuk memudahkan perhitungan mean data berkelompok, maka terlebih
dahulu data tersebut disusun ke dalam tabel. Perhitungan mean data
berkelompok dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
19
Me
fx i i
f i
Dimana :
Me : mean untuk data berkelompok
fi : jumlah data/sampel
fi xi : produk perkalian antara fi pada tiap interval data dengan tanda kelas
(xi).
xi : tanda kelas, adalah rata-rata dari nilai terendah dan tertinggi setiap
interval data.
c. Median
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas
nilai tengah dari kelompok data yang disusun urutannya dari yang terkecil
sampai yang terbesar, atau sebaliknya. Dengan demikian, median membagi
data menjadi dua bagian yang sama besar. Apabila dalam kelompok tersebut
datanya genap, maka nilai tengahnya adalah dua angka yang di tengah
dibagi dua, atau rata-rata dari dua angka yang tengah. Untuk menghitung
median data berkelompok digunakan rumus:
1nF
Md Tb p 2
f Me
Dimana :
Md : median
Tb : tepi bawah kelas dimana median akan terletak
n : banyak data/ jumlah sampel
p : panjang kelas
F : frekuensi kumulatif sebelum kelas yang mengandung median
fMe : frekuensi kelas yang memuat median
20
banyak. Artinya terdapat tiga nilai yang akan menjadikan sekumpulan data
menjadi empat bagian yang sama banyak. Nilai-nilai tersebut adalah kuartil
pertama (Q1), kuartil kedua (Q2), dan kuartil ketiga (Q3).
n1 n2 n3 n4
Q1 Q2 Q3
21
c. Persentil
Seperti halnya pada pengertian quartil dan desil, persentil adalah nilai-nilai
yang membagi susunan data menjadi 100 bagian yang sama banyaknya.
Dengan demikian, nilai-nilai dari persentil ke-1 (P1), persentil ke-2 (P2),
persentil ke-3 (P3) dan seterusnya sampai persentil ke-99 (P99 ).
i
nF
Pi Tb p 100
f Pi
i : 1, 2, 3, . . . 99
Tb : tepi bawah kelas yang mengandung Pi
p : panjang kelas
n : cacah data
F : frekuensi kumulatif sebelum kelas yang mengandung Pi
fPi : frekuensi kelas yang mengandung Pi
22
namun ukuran keragaman tidak memberikan informasi tentang pola variasi
antara skor tersebut.
b. Varians
Salah satu teknis statistic yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas
kelompok adalah dengan varians. Varians adalah jumlah kuadrat semua
deviasi nilai individual terhadap rata-rata kelompok (Sugiyono, 2013).
Varians populasi diberi symbol 2 , sedangkan varians untuk sampel
diberi symbol s2. Persamaan untuk menghitung varians sebagai berikut:
(x x) 2
2 (x
i
x) 2
dan s 2
i
n
(n 1)
Dimana:
2 = varians populasi
s2 = varians sampel
n = jumlah sampel
c. Standar Deviasi
Standar deviasi didefinisikan sebagai akar kuadrat positif dari varians.
Standar deviasi populasi diberi symbol 2 , sedangkan standar deviasi
untuk sampel diberi symbol s2. Persamaan untuk menghitung standar
deviasi sebagai berikut:
(x x) 2
(x
i
n x) 2
dan s
i
(n 1)
Dimana:
= standar deviasi populasi
s = standar deviasi sampel
n = jumlah sampel
Standar deviasi dari data yang telah disusun dalam tabel distribusi
frekuensi, dapat dihitung menggunakan persamaan :
S
f (x
i i x) 2
(n 1)
23
2.2.7 Standar Score
Skor Baku dan Kurva Normal
Skor baku (standard score) menggunakan skala umum untuk
menunjukkan bagaimana suatu individu dibandingkan dengan individu
lainnya dalam sebuah kelompok. Skor ini sangat membantu dalam
membandingkan posisi relative individu pada instrument yang berbeda.
Dua skor baku yang paling banyak digunakan dalam penelitian pendidikan
adalah z-scores dan T scores.
z Scores
bentuk paling sederhana dari skor baku adalah z scores. Skor ini
menggambarkan seberapa jauh skor mentah dari rata-rata dalam satuan
standar deviasi. Skor mentah yang tepat berada pada mean dapat
disamakan dengan 0 z score. Skor mentah yang tepat berada satu standar
deviasi sesudah mean dapat disamakan dengan +1 z score, apabila skor
mentah berada satu standar deviasi sebelum mean berarti – 1 z score, dan
seterusnya.
Keuntungan besar dari z scores adalah memungkinkan skor mentah pada
dua test berbeda untuk dibandingkan. Contoh perbandingan skor mentah
dan z scores pada dua tes disajikan pada tabel berikut.
Tes Skor Mean SD Z score Percentil
mentah e rank
Biologi 60 50 5 +2 98
Kimia 80 90 10 -1 16
Tabel 2.8 Contoh Perbandingan Skor Mentah dan z score pada Dua Tes
24
waktu, kejadian ini dapat dikatakan mempunyai probabilitas 0,25. Semua
persentase berhubungan dengan daerah di bawah kurva normal, yang dapat
ditunjukkan dalam bentuk decimal dan memperlihatkan pernyataan
probabilitas.
T scores
Skor mentah yang berada sebelum mean dari suatu distribusi diubah
menjadi z score negative. Salah satu cara untuk menghilangkan z score
negative adalah dengan mengubahnya ke dalam T scores. T scores adalah
bentuk sederhana dari z scores yang ditampilkan dalam bentuk yang
berbeda. Untuk mengubah z score ke T score dapat dengan mudah
menggunakan persamaan.
( )
Berdasarkan persamaan tersebut, dapat kita lihat bahwa nilai 50 pada T
score sama dengan persentil ke-50.
2.2.8 Korelasi
2.2.8.1 Koefisien Korelasi
Hubungan antara dua distribusi (distribusi mewakili variabel) didasarkan
pada bagaimana pasangan skor tersebut berubah bersama, artinya, bagaimana
perubahan pada satu variabel dibandingkan dengan perubahan variabel lainnya
(Wiersma & Jurs, 2009). Derajat hubungan antara dua variabel selanjutnya
25
disebut korelasi. Ukuran korelasi dinamakan koefisien korelasi (correlation
coefficient or coefficient of correlation).
Koefisien korelasi adalah angka yang menggambarkan kuatnya hubungan
antara dua variabel yang dapat bernilai dari – 1.00 melalui 0 sampai + 1.00.
Angka koefisien yang lebih besar menunjukkan hubungan yang lebih kuat. Titik
akhir pada interval koefisien korelasi menunjukkan korelasi sempurna antara dua
variabel, sedangkan korelasi 0 mengindikasikan tidak adanya hubungan antara
dua variabel, dalam hal mana itu dikatakan bahwa variabel tersebut independen.
Tanda pada koefisien korelasi (+ atau – ) mengindikasikan arah korelasi. Jika
tandanya +, skor tinggi pada satu variabel mengikuti skor tinggi pada variabel
lainnya. Begitu pula untuk skor rendah pada kedua variabel. Jika tandanya –
hubungannya membalik. Artinya, skor rendah pada satu variabel naik bersama
skor tinggi pada variabel lainnya, begitu pula sebaliknya.
Ada beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien
korelasi. Persamaan yang paling sederhana sebagai berikut :
r
z .z
x y
n
Dimana pasangan skor diubah kedalam skor baku (z-scores), cross products-
nya dijumlahkan, dan totalnya dibagi dengan n (jumlah pasangan skor).
Koefisien korelasi tidak menunjukkan penyebab dan pengaruh hubungan
antara dua variabel. Artinya, koefisien korelasi tidak ikut menunjukkan bahwa
satu variabel menyebabkan skor pada variabel lainnya.
26
titik skor dari dua variabel pada diagram pencar (scattergram). Persamaan
tersebut juga disebut dengan persamaan garis regresi dari Y pada X. nilai b dan a
adalah konstan untuk set data yang diberikan. Persamaan sederhana untuk
menghitung b (slope/kemiringan) dan a (titik potong) sebagai berikut:
sy
b r. dan a Y b X
sx
Dimana
b = kemiringan (slope)
a = titik potong (intercept)
sy dan sx = standar deviasi Y dan X
Y dan X = rata-rata Y dan X
Korelasi antara X dan Y berpengaruh pada prediksi. Angka koefisien
korelasi yang lebih besar akan membuat prediksi lebih akurat. Untuk masing-
masing skor Y berpasangan dengan skor X, yang dapat digunakan dalam
persamaan prediksi untuk menghasilkan skor prediksi ( Yˆ ). Kemudian
perbedaannya dilambangkan dengan (Y – Yˆ ), perbedaan ini disebut kesalahan
dalam prediksi. Jika semua kesalahan prediksi dihitung, akan menjadi distribusi
error scores. Distribusi ini mempunyai standar deviasi, yang disebut dengan
standard error of estimate. Semakin kecil standar deviasi tersebut, maka prediksi
akan semakin lebih tepat. Dengan selalu berhubungan, korelasi yang lebih besar
antara variabel kriteria dan variabel predictor, menjadikan standar deviasi pada
distribusi error scores lebih kecil. Ketepatan prediksi meningkat apabila korelasi
antara variabel kriteria dan variabel predictor meningkat.
Prediksi dalam pendidikan digunakan dalam berbagai cara, contohnya,
memprediksi prestasi (kriteria) dari skor tes IQ (predictor). Koefisien korelasi juga
dapat digunakan dalam statistic inferensial yang akan dibahas pada sub-bahasan
selanjutnya.
27
skala pengukuran interval karena rata-rata distribusi harus dihitung. Hal paling
penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah koefisien adalah
tingkat pengukuran variabel. Berikut ini adalah koefisien korelasi yang sering
digunakan dan syarat minimum skala pengukuran variabel yang akan
dikorelasikan.
Pengukuran variabel
Koefisien korelasi
Variabel 1 Variabel 2
1
Pearson product moment Skala interval Skala interval
.
2
Spearman rank order Skala ordinal Skala ordinal
.
3 Dikotomi murni, skala
Point biserial Skala interval
. nominal/ordinal
4 Dikotomi buatan*,
Biserial Skala interval
. skala ordinal
5
Coefficient of contingency Skala nominal Skala nominal
.
*dibuat dikotomi karena di bawah distribusi kontinu
28
a. Microsoft Excel, tersedia di www.Microsoft.com/office/Excel.
b. SPSS (Statistical Package for the Social Sciences), tersedia di
www.SPSS.com.
c. SAS (Statistical Analysis System), tersedia di www.SAS.com.
d. Program R, tersedia di www.r-project.org.
e. MINITAB
f. Microstat, tersedia di www.microstat-analytics.com.
g. STATA
h. S-Plus
i. LISREL (Linear Structural Relationship), dan sebagainya.
Selain software untuk penelitian kuantitatif, saat ini juga telah
dikembangkan software untuk analisis data pada penelitian kualitatif. Software
yang dapat digunakan untuk analisis data penelitian kualitatif antara lain
MAXQDA, ATLAS.ti, QSL, NUD*IST, dan Nvivo.
29
2.3.3 Confidence Intervals
Confidence intervals adalah sebuah interval yang berdasarkan observasi sampel
dan terdapat probabilitas yang ditentukan.Interval mengandung nilai parameter
sebenarnya yang tidak diketahui.confidence level adalah tingkat keyakinan
(confidence) dihubungkan dengan confidence interval. probabilitas interval
mengandung nilai sebenarnya. Dalam penelitian pendidikan nilai yang di ambil 95
dan 99.pada umumnya menghitung confidence interval dengan kemungkinan 95
persen nilai sebenarnya. Seabagai contoh, misalnyan penelitian ingin mengukur
skala interval dengan memasukkan 95 persent ke daerah distribusi
sampling.Karena distibusi sampling normal. Dengan standar defisiasi 1.96,
distribusi sampling 0.80. Dengan menentukan dua point:
77 ± 1.96 (0.80)
Atau
Statistik ± (C.V) ( standar devisiasi dari statistik)
C.V adalah nilai kritis dari distribusi sampling dalam standar skor. Dengan
memasukkan nilai confidence level pada daerah yang sama. Ketika nilai kritis
ganda oleh standar defisiasi dari distribusi sampling maka nilai statistik
dimasukkan dari standar distribusi dengan mengukur skala untuk variabel..
30
Uji satu arah Uji dua arah
Ho : µ ≤ 75 Ho : µ = 75
Ha : µ > 75 Ha : µ ≠ 75
.
Gambar 2.13 Kurva uji pihak kanan
31
Gambar 2.15 Kurva uji 2 arah
2. Menentukan statistik sampel
Pada bagian mean dari distribusi sample digunakan teorema limit pusat.
Teorema ini dikembangkan pada matematika statistik dan kita bisa
menggunakan itu tanpa harus mempelajari matematika dasar. Dengan bentuk
distribusi dari rata-rata sampel akan mendekati distrbusi normal meskipun
distribusi populasi tidak normal. Rata-rata sampel sama dengan rata-rata
populasi (μ). Ini menjelaskan Standar deviasi dari rata-rata sampel sama
dengan standar deviasi populasi (σ) dibagi dengan akar jumlah sampel.
Dikenal dengan istilah standar error.
SE =σ √
Contoh di sebuah kelas menunjukkan σ = 12 dan sampel yang diambil 225.
Ini dapat menggambarkan distrusi sampling yang terdistribusi normal karena
adanya µ,σ dan n. nilai mean distribusi sample adalah 75 di ambil dari
hipotesis nol. Standar devisiasi dari distribusi sampling mean standar error
adalah σ /√ = 12 /√ atau 0,80.
3. Menunjukkan statistik sample dalam distribusi sampling
Pada bagian ini kita mengumpulkan random sample, dimana nilai mean
random sample pada kelas 4 adalah 225, turun menjadi 77.
4. Mengambil statistik sample dari distibusi sampling
Kita bisa mengambil mean sample dalam distribusi sampling dengan
menentukan banyaknya jauhnya nilai standar error dari hipotesis mean
populasi yang merupakan mean sample. Karena kurva normal telah ditetapkan
pada matematika statistik, kita dapat menggunakan informasi ini untuk
menggambarkan kemungkinan yang diperoleh bahwa mean sample tidak
32
sesuai dengan mean populasi. Lanjutan contoh diatas nilai mean sample
adalah 2 dari 77 −75 standar error dari populasi mean adalah 0.80
= 2.50
5. Membuat kesimpulan.
Sebelum menentukan hipotesis kita terlebih dahulu menentukan level
signifikan. Level signifikan digunakan untuk mengambil keputusan apakah
hipotesis nol di tolak atau diterima, nilai yang di pakai biasanya pada
penelitian pendidikan biasanya mengambil nilai 0,5 dan 0,1.
33
inferensial adalah berfungsi untuk menemukan ciri-ciri statistik tertentu untuk
pengujian dari suatu sampel yang dipilih secara random. Statistik inferensial
bertujuan untuk mengambil kesimpulan–kesimpulan (to infer) tentang parameter
populasi dengan berdasarkan pada ukuran–ukuran yang diperoleh dari data
sampel. Statistik inferensial juga berfungsi untuk meramalkan dan mengontrol
keadaan atau kejadian. Secara umum terdapat dua kegiatan yang dilakukan dalam
statistik inferensial yaitu:
1. Menaksir (to estimate), yaitu menaksir parameter populasi berdasarkan
ukuran-ukuran sampel.
2. Menguji (to test), yaitu menaksir suatu hipotesis.
Dengan statistik inferensial kita dapat menaksir (mengestimasi) dan
menguji hipotesis tentang berbagai ukuran (parameter). Parameter adalah ukuran
kuantitatif dalam populasi (karakteristik populasi), sedangkan ukuran kuantitatif
yang serupa di dalam sampel disebut statistik. Penarikan kesimpulan pada statistik
inferensial ini merupakan generalisasi dari suatu populasi berdasarkan data
(sampel) yang ada. Didasarkan atas ruang lingkup bahasannya, maka statistik
inferensial mencakup:
a. Probabilitas atau teori kemungkinan
b. Distribusi teoritis
c. Sampling dan distribusi sampling
d. Pendugaan populasi atau teori populasi
e. Uji hipotesis
f. Analisis korelasi dan uji signifikansi
g. Analisis regresi untuk peramalan
34
statistik parametrik: Uji T, Anava, Anacova. Asumsi parameter dalam statistik
parametrik adalah sebagai berikut;
a. Pengukuran variabel bebas atau variabel yang datanya akan dianalisis
setidaknya merupakan data dengan skala interval.
b. Skor/data independen, dimana skor individu yang satu tidak mempengaruhi
skor individu lainnya.
c. Skor (variabel bebas) dipilih dari populasi yang terdistribusi normal.
d. Bila digunakan lebih dari dua populasi maka populasi harusmemiliki varians
yang homogen. Hal ini berarti populasi memiliki distribusi yang sebarannya
sama.
Statistik Nonparametrik atau metode statistik bebas distribusi (distribution
free) merupakan metode statistik yang tidak memerlukan suatu asumsi/anggapan
tertentu mengenai bentuk distribusi dari suatu variabel random. Statistik
Nonparametrik digunakan bila; 1) bentuk distribusi populasi dari mana sampel
diambil tidak mengikuti distribusi normal atau tidak diketahui distribusinya. 2)
variabel random yang akan dianalisis adalah dalam bentuk skala nominal, ordinal,
dikhotomi atau dikhotomikan. 3) ukuran sampel atau sampel-sampel penelitiannya
kecil dan sifat distribusi populasinya tidak diketahui secara pasti. Contoh uji
statistik nonparametrik; Chi Square test distribution (2), Uji Mann-Whitney, Uji
Kruskall-Wallis, Uji tanda, Uji Median, Uji Friedman, Uji Wilcoxon.
Kelebihan dari statistik nonparametrik dibandingkan dengan statistik
parametrik antara lain adalah sebagai berikut.
1. Metode nonparametrik tidak mengharuskan data berdistribusi normal,
karena metode ini dinamakan uji distribusi bebas distribusi, dengan
demikian metode ini bisa dipakai untuk segala distribusi data dan lebih luas
penggunaannya.
2. Nilai probabilitas dari sebagian besar uji statistik nonparametrik diperoleh
dalam bentuk yang lebih pasti, tidak peduli bagaimanapun bentuk distribusi
populasinya (kecuali untuk kasus sampel besar).
3. Apabila sampel-sampelnya kecil, hanya statistik nonparametrik yang dapat
digunakan kecuali sifat distribusi populasinya dapat diketahui secara pasti.
35
4. Uji-uji statistik nonparametrik digunakan untuk menganalisis data yang
sifatnya berjenjang atau ranking (rank).
5. Uji-uji statistik nonparametrik digunakan untuk menganalisis data yang
diukur dalam skala nominal (diklasifikasi dalam kategori) atau ordinal
(dikategorikan sebagai plus atau minus, lebih atau kurang, lebih besar atu
lebih kecil dari, lebih baik atau lebih buruk, dsb).
6. Uji-uji statistik nonparametrik dapat digunakan untuk menganalisis sampel-
sampel yang berasal dari populasi yang berlainan.
7. Uji-uji statistik nonparametrik perhitungannya sederhana sehingga mudah
dipelajari dan diterapkan.
Disamping kelebihan-kelebihan tersebut, uji statistik nonparametrik juga
memiliki kekuranga-kekurangan antara lain sebagai berikut.
1. Apabila persyaratan-persyaratan uji statistik parametrik dapat dipenuhi
(terutama asumsi distribusi normal) dan apabila pengukuran data
mempunyai kekuatan seperti yang disyaratkan, pemakaian uji statistik
nonparametrik kekuatan efisiensinya menjadi lebih rendah.
2. Uji statistik nonparametrik tidak dapa digunakan untuk menguji interaksi
seperti pada ANOVA
3. Uji statistik nonparametrik tidak dapat digunakan untuk membuat prediksi
seperti dalam ANAREG.
4. Jenis uji statistik nonparametrik terlalu banyak sehingga menyulitkan
peneliti untuk menentukan uji mana yang paling sesuai.
Pemilihan penggunaan metode parametrik atau nonparametrik tergantung
dari situasi yang ada, dan keduanya lebih bersifat saling melengkapi dalam
melakukan berbagai pengambilan keputusan. Berikut merupakan berbagi metode
nonparametrik yang dapat digunakan dalam upaya alternatif terhadap metode
parametrik
36
Aplikasi Test Parametrik Test Nonparametrik
berhubungan ( Two Paired z-test Wilcoxon signed-Rank tets
Dependet sample) Mc Nemar Change test
Dua sampel tidak T-test Mann-Withney U test
berhubungan (Two z-tets Moses Extreme reaction
Independent Sample) Chi-Square test
Kolmogorov-Smirnov test
Walt-Wolfowitz runs
Beberapa sampel Friedman test
berhubungan Kendall W test
Cochran’s Q
Beberapa sampel tidak Anova test (F Test) Kruskal-Wallis test
berhubungan Chi-Square test
Median test
Mengetahui hubungan antar Regresi Korelasi Spearman
variabel Korelasi Korelasi Kendall
Tabel 2.1 Metode Statistik Nonparametrik sebagai pengganti statistik parametrik
37
Gambar 2.16 Kurva distribusi-t
t1 1
t t1 1
Terima H0 bila 2 2
Contoh:
Kasus
Seorang guru melakukan penelitian terkait dengan penerapan jenis model
pembelajaran (Contextual Learning) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Suka Maju,
dimana sampel yang digunakan sebanyak 30 orang siswa yang diambil secara
acak dan dianggap sudah dapat mewakili keseluruhan populasi. Diduga bahwa: “
38
keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Contextual Learning adalah 70
Hipotesis Penelitian
H0 = Keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Contextual Learning sama dengan 70
HA = Keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Contextual Learning tidak sama dengan 70
Data hasil penelitan
No Nilai Keterampilan Berpikir No Nilai Keterampilan Berpikir
Kritis dengan penerapan CTL Kritis dengan penerapan CTL
1 75 16 69
2 81 17 70
3 80 18 68
4 77 19 63
5 73 20 65
6 75 21 87
7 72 22 85
8 80 23 77
9 89 24 75
10 87 25 88
11 89 26 81
12 79 27 80
13 83 28 77
14 81 29 86
15 74 30 83
Analisis Manual
No Nilai Keterampilan Berpikir No Nilai Keterampilan Berpikir
Kritis dengan penerapan Kritis dengan penerapan
CTL CTL
1 75 16 69
2 81 17 70
3 80 18 68
4 77 19 63
5 73 20 65
6 75 21 87
7 72 22 85
8 80 23 77
9 89 24 75
10 87 25 88
11 89 26 81
12 79 27 80
39
No Nilai Keterampilan Berpikir No Nilai Keterampilan Berpikir
Kritis dengan penerapan Kritis dengan penerapan
CTL CTL
13 83 28 77
14 81 29 86
15 74 30 83
Jumlah 2349
Rata-rata 78,3
Standar deviasi 7,071799
Derajat kebebasan 29
Diketahui :
x 0
t
s/ n
78,3 70
t
7,071799 / 30
8,3
t
7,071799 / 5,477
8,3
t
1,291
t 6,429
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan t di atas maka dapat diambil keputusan
sebagai berikut. Tolak H0 bila t1 1
t atau t t1 1
dan terima H0 bila
2 2
t1 1
t t1 1
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 6,429,
2 2
dengan nilai t tabel untuk dk 29 adalah sebesar 2,045, sehingga t hitung berada
dalam daerah penolakan H0 t hitung > t tabel (6,429 > 2,045). Jadi dapat
disimpulkan bahwa rata-rata nilai kemampuan kognitif siswa yang diajar dengan
model pembelajaran Contextual Learning tidak sama dengan 70.
40
berarti bahwa populasi yang satu dengan yang lain berkorelasi. Dengan syarat
awal kedua populasi berdistribusi normal, dan sampel dipilih secara acak. Paired
sample T-test dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS atau dapat
dilakukan dengan perhitungan manual dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
X Y
t
S x
2
/ n1 ( S y / n2 )
2
t1 1
t t1 1
Terima H0 bila 2 2
Contoh:
Kasus
Seorang guru melakukan penelitian terkait dengan penerapan dua jenis
model pembelajaran Cooperative Learning terhadap keterampilan berpikir kritis
siswa dengan pemberian pre tes dan post tes. Populasi dari penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas XI SMA Maju Jaya, dimana sampel yang digunakan sebanyak
30 orang siswa yang diambil secara acak dan dianggap sudah dapat mewakili
keseluruhan populasi.
Hipotesis Penelitian
H0 = Tidak terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar
dengan model Cooperative Learning ditinjau dari nilai pre tes dan post tes.
HA = Terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan
model Cooperative Learning ditinjau dari nilai pre tes dan post tes.
Data Hasil Penelitian
Nilai kemampuan kognitif Nilai kemampuan kognitif
No Cooperative Learning No. Cooperative Learning
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 63 78 16 78 90
2 68 75 17 80 87
3 66 73 18 82 91
4 70 73 19 84 90
5 72 82 20 80 89
6 74 83 21 72 83
7 70 79 22 73 85
41
Nilai kemampuan kognitif Nilai kemampuan kognitif
No Cooperative Learning No. Cooperative Learning
Pretest Posttest Pretest Posttest
8 72 81 23 71 76
9 68 75 24 70 79
10 60 69 25 66 71
11 64 73 26 67 74
12 65 76 27 69 78
13 68 77 28 65 76
14 70 77 29 62 81
15 60 71 30 64 83
Analisis Manual
X = nilai pretest dengan model pembelajaran Cooperative Learning.
Y = nilai posttest dengan model pembelajaran Cooperative Learning.
NO X Y X X Y Y X X
2
Y Y 2
42
30 64 83 -5,76667 3,83333 33,25448 14,69442
Σ 2093 2375 1129,367 1080,167
Mean 69,76667 79,16667
Stdev 6,240487 6,103042
sX
xx 2
1129,367
6,240487
n 1 30 1
sY
xx 2
1080,167
6,103042
n 1 30 1
X Y
t
S x
2
/ n1 ( S y / n2 )
2
69,7667 - 79,16667
t
6,240487 / 30) (6,103042 / 30
- 9,39997
t
(0,208016233) (0,203434733)
9,39997
t
0,641444437
t 14,465437
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan t di atas maka dapat diambil keputusan
sebagai berikut. Tolak H0 bila t1 1
t atau t t1 1
dan terima H0 bila
2 2
t1 1
t t1 1
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar
2 2
43
bantuan SPSS atau dapat dilakukan dengan perhitungan manual dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
X Y
t
1 1
sx y
n n
x y
Contoh
Kasus
Seorang guru melakukan penelitian terkait dengan penerapan dua jenis
model pembelajaran (Contextual Learning dan Cooperative Learning) terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa dengan pemberian pre tes dan post tes. Dua
kelompok sampel yang saling bebas dipilih secara acak sebanyak masing-masing
30 siswa.
Hipotesis Penelitian
H0 = Keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model Contextual
Learning sama dengan keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar
dengan model Cooperative Learning.
HA = Keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model Contextual
Learning tidak sama dengan keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar
dengan model Cooperative Learning.
Data Hasil Penelitian
Nilai kemampuan kognitif Nilai kemampuan kognitif
No Contextual Learning No. Cooperative Learning
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 70 75 1 63 78
2 78 81 2 68 75
3 76 80 3 66 73
4 74 77 4 70 73
5 76 73 5 72 82
6 72 75 6 74 83
7 70 72 7 70 79
8 84 80 8 72 81
9 86 89 9 68 75
44
Nilai kemampuan kognitif Nilai kemampuan kognitif
No Contextual Learning No. Cooperative Learning
Pretest Posttest Pretest Posttest
10 80 87 10 60 69
11 82 89 11 64 73
12 76 79 12 65 76
13 80 83 13 68 77
14 78 81 14 70 77
15 70 74 15 60 71
16 66 69 16 78 90
17 68 70 17 80 87
18 64 68 18 82 91
19 60 63 19 84 90
20 60 65 20 80 89
21 78 87 21 72 83
22 76 85 22 73 85
23 72 77 23 71 76
24 70 75 24 70 79
25 84 88 25 66 71
26 74 81 26 67 74
27 73 80 27 69 78
28 71 77 28 65 76
29 77 86 29 62 81
30 79 83 30 64 83
Analisis Manual
X = Nilai kemampuan kognitif model pembelajaran Contextual Learning.
Y = Nilai kemampuan kognitif model pembelajaran Cooperative
Learning
NO X Y X X Y Y X X Y Y
2 2
45
NO X Y X X Y Y X X 2
Y Y
2
sX
xx 2
1450,3
7,07199
n 1 30 1
sY
xx
2
1080,167
6,103042
n 1 30 1
X Y
t
1 1
sx y
n n
x y
78,3 - 79,16667
t
1 1
43,630
30 30
46
- 0,86667
t
43,6300,0666
t 0,508167
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan t di atas maka dapat diambil keputusan
b) berikut. Tolak H0 bila -t1- ½ t atau t t1- ½ dan terima H0 bila -t1- ½
sebagai
< t < t1- ½ Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar -0,508167,
dengan nilai t tabel untuk dk 58 adalah sebesar 2,001, sehingga t hitung berada
dalam daerah penerimaan H0 t hitung < t tabel (-0,508167 > 2,001). Jadi dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa
yang diajar dengan model Contextual Learning dan yang diajar dengan model
Cooperative Learning.
47
K 2
Jumlah Kuadrat antar kelompok: JK a J j J
2
j 1
nj N
K nj K
J 2j
Jumlah kuadrat dalam/inter: JK i X ij2
j 1 i 1 j 1
nj
K nj
atau: JK tot X
2
Jumlah kuadrat total: JK tot JK a JK i 2
J
j 1 i 1
ij N
48
diasumsikan dapat mewakili keseluruhan populasi. Berikut merupakan data yang
diperoleh.
No. Nilai masing-masing kelas
XI IPA 1 XI IPA 2 XI IPA 3 XI IPA 4
1 90 76 76 82
2 85 80 80 84
3 82 88 82 86
4 89 90 84 88
5 86 86 84 86
6 95 84 86 80
7 98 82 88 80
8 88 84 90 78
9 80 78 80 84
10 78 88 88 78
11 90 85 90
12 84 90
Analisis Data
Uji F atau ANOVA digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan
yang signifikan antara rata-rata hitung tiga kelompok atau lebih. One way Anova
selain dapat digunakan untuk menguji beda rata-rata lebih dari dua sampel, juga
dapat digunkan untuk mengetahui variabel mana saja yang berbeda dengan
lainnya. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut.
H0 : μ1 = μ2 = μ3 = μ4, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar fisika siswa kelas
XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, dan XI IPA 4 SMA Maju Jaya.
HA : μ1 ≠ μ2 ≠ μ3 ≠ μ4, terdapat perbedaan prestasi belajar fisika siswa kelas XI
IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, dan XI IPA 4 SMA Maju Jaya.
Hasil Uji F (One-way ANOVA)
49
1. Rata-rata prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA 1 adalah 87.10, kelas XI
IPA 2 adalah 84.18, kelas XI IPA 3 adalah 83.91, kelas XI IPA 4 adalah
83.83. Dengan rata-rata total dari prestasi belajar fisika siswa sebesar 84.67
2. Nilai minimum prestasi belajar Fisika siswa kelas XI IPA 1 adalah 78, kelas
XI IPA 2 adalah 76, kelas XI IPA 3 adalah 76, kelas XI IPA 4 adalah 78.
3. Nilai maksimum prestasi belajar Fisika siswa kelas XI IPA 1 adalah 98,
kelas XI IPA 2 adalah 90, kelas XI IPA 3 adalah 90, kelas XI IPA 4 adalah
90.
4. Dengan tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5%, total rata-rata nilai
prestasi belajar Fisika siswa berada pada range 83.20-86.12
50
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dan dengan menggunakan nilai sig.
Berdasarkan output dari tabel anova di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung
adalah 1.091. Untuk menarik kesimpulan maka nilai F hitung harus dibandingkan
dengan nilai F tabel. Bila F hitung < F tabel, maka H0 diterima. F hitung (1.091) <
F tabel (2.832) maka H0 diterima sehingga HA ditolak. Selain menggunakan
perbandingan F tabel, pengambilan keputusan pada F-test juga dapat dilakukan
dengan perbandingan significant dengan α. Bila nilai dari sig. > α, maka H0
diterima. Karena sig. 0.364 > 0,05, maka H0 diterima sehingga HA ditolak. Jadi
tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai prestasi belajar Fisika antara siswa kelas
XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, dan XI IPA 4 secara signifikan.
Multiple Comparisons
Dependent Variable:nilai
Mean 95% Confidence Interval
Difference
(I) kelas (J) kelas (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Tukey HSD XI IPA 1 XI IPA 2 2.91818 2.11769 .520 -2.7522 8.5885
XI IPA 3 3.18333 2.07524 .427 -2.3734 8.7400
XI IPA 4 3.26667 2.07524 .404 -2.2900 8.8234
XI IPA 2 XI IPA 1 -2.91818 2.11769 .520 -8.5885 2.7522
XI IPA 3 .26515 2.02314 .999 -5.1520 5.6823
XI IPA 4 .34848 2.02314 .998 -5.0687 5.7657
XI IPA 3 XI IPA 1 -3.18333 2.07524 .427 -8.7400 2.3734
XI IPA 2 -.26515 2.02314 .999 -5.6823 5.1520
XI IPA 4 .08333 1.97867 1.000 -5.2148 5.3814
XI IPA 4 XI IPA 1 -3.26667 2.07524 .404 -8.8234 2.2900
XI IPA 2 -.34848 2.02314 .998 -5.7657 5.0687
XI IPA 3 -.08333 1.97867 1.000 -5.3814 5.2148
Bonferroni XI IPA 1 XI IPA 2 2.91818 2.11769 1.000 -2.9528 8.7892
XI IPA 3 3.18333 2.07524 .796 -2.5700 8.9366
XI IPA 4 3.26667 2.07524 .739 -2.4866 9.0200
XI IPA 2 XI IPA 1 -2.91818 2.11769 1.000 -8.7892 2.9528
XI IPA 3 .26515 2.02314 1.000 -5.3437 5.8740
XI IPA 4 .34848 2.02314 1.000 -5.2604 5.9573
XI IPA 3 XI IPA 1 -3.18333 2.07524 .796 -8.9366 2.5700
XI IPA 2 -.26515 2.02314 1.000 -5.8740 5.3437
XI IPA 4 .08333 1.97867 1.000 -5.4022 5.5689
XI IPA 4 XI IPA 1 -3.26667 2.07524 .739 -9.0200 2.4866
XI IPA 2 -.34848 2.02314 1.000 -5.9573 5.2604
XI IPA 3 -.08333 1.97867 1.000 -5.5689 5.4022
Output Post Hoc Test dalam one way anova membahas kelompok sampel
yang memiliki perbedaan dan mana yang tidak memiliki perbedaan yang dapat
51
dilihat dari probabilitasnya (sig.). Berdasarkan output diatas nilai sig. untuk tiap
kelompok lebih besar dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan rata-rata dari
tiap kelompok sampel tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
52
menggunakan bantuan SPSS atau dapat dilakukan dengan perhitungan manual
dengan menggunakan rumus sebagai berikut;
JKc = nr x
r 2
x
c
2
JKi = c
xirc x rc
JKrc = n x
c r i
2
rc x r x c x
c r
Dengan kaidah keputusan sebagai berikut;
Terima H0 jika F hitung < F tabel atau (sig. > ½ (0,025))
Tolak H0 jika F hitung > F tabel atau (sig. < ½ (0,025))
Contoh:
Kasus
Seorang guru Fisika SMA Harapan ingin meneliti pengaruh model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap penguasaan konsep
Fisika siswa ditinjau dari metacognitive prompting dan jenis kelamin. Populasi
dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Harapan yang berjumlah
550 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 100 orang siswa yang terdiri dari
50 orang siswa dan 50 orang siswi yang dipilh secara acak dan diangap dapat
mewakili keseluruhan populasi.
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji F atau Anova
dua jalur, factorial 2 x 2. Dimana jenis kelamin dan metacognitive prompting
merupakan variable bebas dan penguasaan konsep fisika siswa merupakan
variable terikatnya. Berikut merupakan langkah-langkah uji yang dilakukan.
1. Data dipilih secara acak (random).
2. Menguji prasyarat analisis.
53
3. Menulis hipotesis H0 dan HA dalam bentuk kalimat & menguji secara
manual.
4. Menulis hipotesis H0 dan HA dalam bentuk statistik & menguji melalui
SPSS
Hipotesis Penelitian
H01 = Tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa laki-
laki dan perempuan.
HA1 =Terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa laki-laki
dan perempuan.
H02 = Tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa yang
diberikan metacognitive prompting dengan siswa yang tidak diberikan
metacognitive prompting
HA2 =Terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa yang
diberikan metacognitive prompting dengan siswa yang tidak diberikan
metacognitive prompting.
H03 = Tidak terdapat interaksi antara jenis kelamin siswa dengan pemberian
metacognitive prompting terhadap penguasaan konsep fisika siswa.
HA3 =Terdapat interaksi antara jenis kelamin siswa dengan pemberian
metacognitive prompting terhadap penguasaan konsep fisika siswa.
Data Hasil Penelitian
Uji Anava Dua Jalur Manual
Siswa Metacognitive Prompting
JK Ada Tidak
89 87
L 90 79
A 85 80
54
K 89 81
86 78
I 78 88
- 80 70
L 88 74
90 74
A 90 76
K 80 70
I 88 80
84 84
86 78 x1. = 82,74
88 78
86 70
90 74
82 72
85 78
88 84
90 80
94 82
92 80
90 78
96 78
x11 = 87,36 x12 = 78,12
84 84
86 84
80 78
78 78
79 78
82 80
80 76
Perempuan
84 81
82 78
90 82
x 2. = 82,04
92 78
94 76
96 74
88 78
80 74
86 80
88 84
90 86
55
96 82
88 76
80 78
84 76
86 82
80 74
82 70
x 21 = 85,4 x 22 = 78,68
x.1 = 86,38 x.2 = 78,4 x.. = 82,39
c r
= 25[(87,36 – 82,74 – 86,38 + 82,39)2 + (85,4 – 82,04 – 86,38 + 82,39)2 +
(78,12 – 82,74 – 78,4 + 82,39)2 + (78,68 – 82,04 – 78,4 + 82,39)2]
= 25[(0,3969 + 0,3969 + 0,3969 + 0,3969)
= 39,69
JK i xirc x rc 2
c r i
= (89–87,36)2+ … +(87–78,12)2 +…+(84–85,4)2+…+(84–78,68)2+…+
(70 – 78,68)2 = 2058
56
Keputusan:
Fhitung < Ftabel , sehingga H0 diterima.
Tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa laki-laki
dan perempuan.
Interpretasi:
Hal ini mungkin terjadi karena baik siswa laki-laki maupun perempuan
memiliki tingkat pemahaman dan motivasi untuk berprestasi yang hampir sama.
Kesimpulan 2
Fhitung = 74,2628 dengan Ftabel = 2,70
Keputusan:
Fhitung > Ftabel , H0 ditolak sehingga HA diterima
Terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa yang
diberikan metacognitive prompting dengan siswa yang tidak diberikan
metacognitive prompting.
Interpretasi:
Hal ini mungkin terjadi karena dengan pemberian metacognitive prompting
dapat mendorong siswa untuk lebih memahami proses berpikirnya sehingga siswa
tidak hanya dapat memahami apa yang telah dipelajari tapi juga mengerti proses
perolehan pengetahuannya sendiri.
Kesimpulan 3
Fhitung = 1,852 dengan Ftabel = 2,70
Keputusan:
Fhitung < Ftabel, seghingga H0 diterima
Tidak terdapat interaksi antara jenis kelamin siswa dengan pemberian
metacognitive prompting terhadap penguasaan konsep fisika siswa.
Interpretasi:
Hal ini mungkin disebabkan oleh baik siswa laki-laki maupun perempuan
yang diberikan metacogitive prompting secara umum memiliki kemampuan yang
hampir sama.
57
Uji Anava Dua Jalur SPSS
Berikut merupakan output dari uji Anava dua jalur dengan menggunakan SPSS.
Between-Subjects Factors
Value Label N
JK 1 Laki-laki 50
2 Perempuan 50
Meta_Prompt 1 Ada 50
2 Tdk Ada 50
Output di atas menyatakan jumlah sampel masing-masing kelompok, dimana
tiap kelompok (Jenis kelamin (JK) dan Metacognitive Prompting) berjumlah 50
sampel.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nilai
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 1643.950 3 547.983 25.564 .000
Intercept 678811.210 1 678811.210 3.167E4 .000
JK 12.250 1 12.250 .571 .452
Meta_Prompt 1592.010 1 1592.010 74.269 .000
JK * Meta_Prompt 39.690 1 39.690 1.852 .177
Error 2057.840 96 21.436
Total 682513.000 100
Corrected Total 3701.790 99
a. R Squared = ,444 (Adjusted R Squared = ,427)
Berdasarkan output diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut.
Kesimpulan untuk JK
Sig. = 0,452 dengan = 0,05
Keputusan:
Sig > ½ , sehingga H0 diterima.
Tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa laki-laki
dan perempuan.
Interpretasi:
Hal ini mungkin terjadi karena baik siswa laki-laki maupun perempuan
memiliki tingkat pemahaman dan motivasi untuk berprestasi yang hampir sama.
Kesimpulan untuk Metacognitive Prompting
Sig. = 0,000 dengan = 0,05
58
Keputusan: Sig < ½ , H0 ditolak sehingga HA diterima
Terdapat perbedaan penguasaan konsep fisika siswa antara siswa yang
diberikan metacognitive prompting dengan siswa yang tidak diberikan
metacognitive prompting.
Interpretasi:
Hal ini mungkin terjadi karena dengan pemberian metacognitive prompting
dapat mendorong siswa untuk lebih memahami proses berpikirnya sehingga siswa
tidak hanya dapat memahami apa yang telah dipelajari tapi juga mengerti proses
perolehan pengetahuannya sendiri.
Kesimpulan interaksi kedua variabel bebas dan variabel terikat
Sig. = 0,177 dengan = 0,05
Keputusan: Sig > ½ , sehingga H0 diterima
Tidak terdapat interaksi antara jenis kelamin siswa dengan pemberian
metacognitive prompting terhadap penguasaan konsep fisika siswa.
Interpretasi:
Hal ini mungkin disebabkan oleh baik siswa laki-laki maupun perempuan
yang diberikan metacogitive prompting secara umum memiliki kemampuan yang
hampir sama. baik siswa laki-laki maupun perempuan yang diberikan
metacogitive prompting secara umum memiliki kemampuan yang hampir sama.
Uji Lanjut (LSD, Tukey)
Uji lanjut ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara tiap-
tiap kelompok, sehingga kita dapat mengetahui kelompok mana saja yang
memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan.
Berikut merupakan hasil uji lanjut dari data di atas.
Multiple Comparisons
Dependent
Variable:Nilai
95% Confidence
Interval
Mean Difference Lower Upper
(I) group (J) group (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
Tukey Laki2&Met Laki2&Non-meta- *
9.24000 1.30953 .000 5.8161 12.6639
HSD a-prompt prompt
Pere&Meta-prompt 1.96000 1.30953 .443 -1.4639 5.3839
59
Pere&Non-meta- *
8.68000 1.30953 .000 5.2561 12.1039
prompt
*
Laki2&Non Laki2&Meta-prompt -9.24000 1.30953 .000 -12.6639 -5.8161
-meta- Pere&Meta-prompt -7.28000
*
1.30953 .000 -10.7039 -3.8561
prompt
Pere&Non-meta-
-.56000 1.30953 .974 -3.9839 2.8639
prompt
Pere&Meta Laki2&Meta-prompt -1.96000 1.30953 .443 -5.3839 1.4639
-prompt Laki2&Non-meta- *
7.28000 1.30953 .000 3.8561 10.7039
prompt
Pere&Non-meta- *
6.72000 1.30953 .000 3.2961 10.1439
prompt
*
Pere&Non- Laki2&Meta-prompt -8.68000 1.30953 .000 -12.1039 -5.2561
meta- Laki2&Non-meta-
prompt .56000 1.30953 .974 -2.8639 3.9839
prompt
*
Pere&Meta-prompt -6.72000 1.30953 .000 -10.1439 -3.2961
LSD Laki2&Met Laki2&Non-meta- *
9.24000 1.30953 .000 6.6406 11.8394
a-prompt prompt
Pere&Meta-prompt 1.96000 1.30953 .138 -.6394 4.5594
Pere&Non-meta- *
8.68000 1.30953 .000 6.0806 11.2794
prompt
*
Laki2&Non Laki2&Meta-prompt -9.24000 1.30953 .000 -11.8394 -6.6406
-meta- Pere&Meta-prompt -7.28000
*
1.30953 .000 -9.8794 -4.6806
prompt
Pere&Non-meta-
-.56000 1.30953 .670 -3.1594 2.0394
prompt
Pere&Meta Laki2&Meta-prompt -1.96000 1.30953 .138 -4.5594 .6394
-prompt Laki2&Non-meta- *
7.28000 1.30953 .000 4.6806 9.8794
prompt
Pere&Non-meta- *
6.72000 1.30953 .000 4.1206 9.3194
prompt
*
Pere&Non- Laki2&Meta-prompt -8.68000 1.30953 .000 -11.2794 -6.0806
meta- Laki2&Non-meta-
prompt .56000 1.30953 .670 -2.0394 3.1594
prompt
*
Pere&Meta-prompt -6.72000 1.30953 .000 -9.3194 -4.1206
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Uji signifikansi beda means antar group, dapat ditentukan dari nilai
probabilitasnya (sig). Dengan kriteria uji sebagai berikut.
Terima H0, bila sig. > 0,05
Tolak H0, bila sig. < 0,05
Tukey HSD
Kesimpulan 1:
60
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki dengan metacognitive prompting dan
siswa laki-laki tanpa metacognitive prompting benar-benar nyata.
Kesimpulan 2 :
Terlihat bahwa (sig. > 0,05), maka H0 diterima atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki dengan metacognitive prompting dan
siswa perempuan dengan metacognitive prompting tidak signifikan (hampir
sama).
Kesimpulan 3:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki dengan metacognitive prompting dan
siswa perempuan tanpa metacognitive prompting benar-benar nyata.
Kesimpulan 4:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki tanpa metacognitive prompting dan siswa
perempuan dengan metacognitive prompting benar-benar nyata.
Kesimpulan 5:
Terlihat bahwa (sig. > 0,05), maka H0 diterima atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki tanpa metacognitive prompting dan siswa
perempuan tanpa metacognitive prompting tidak signifikan (hampir sama).
Kesimpulan 6:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa perempuan dengan metacognitive prompting dan
siswa perempuan tanpa metacognitive prompting tidak signifikan (hampir
sama).
LSD
Kesimpulan 1:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki dengan metacognitive prompting dan
siswa laki-laki tanpa metacognitive prompting benar-benar nyata.
Kesimpulan 2 :
61
Terlihat bahwa (sig. > 0,05), maka H0 diterima atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki dengan metacognitive prompting dan
siswa perempuan dengan metacognitive prompting tidak signifikan (hampir
sama).
Kesimpulan 3:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki dengan metacognitive prompting dan
siswa perempuan tanpa metacognitive prompting benar-benar nyata.
Kesimpulan 4:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki tanpa metacognitive prompting dan siswa
perempuan dengan metacognitive prompting benar-benar nyata.
Kesimpulan 5:
Terlihat bahwa (sig. > 0,05), maka H0 diterima atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa laki-laki tanpa metacognitive prompting dan siswa
perempuan tanpa metacognitive prompting tidak signifikan (hampir sama).
Kesimpulan 6:
Terlihat bahwa (sig. < 0,05), maka H0 ditolak atau perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa perempuan dengan metacognitive prompting dan
siswa perempuan tanpa metacognitive prompting tidak signifikan (hampir
sama).
Nilai
Subset for alpha = 0.05
Group N 1 2
a
Tukey HSD Laki2&Non-meta-prompt 25 78.1200
Pere&Non-meta-prompt 25 78.6800
Pere&Meta-prompt 25 85.4000
Laki2&Meta-prompt 25 87.3600
Sig. .974 .443
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 25,000.
62
metacognitive prompting dan group laki-laki dengan metacognitive
prompting).
Pada Subset 2, terlihat bahwa group perempuan dengan metacognitive
prompting dan group laki-laki dengan metacognitive prompting yang
masuk ke dalam subset 2. Dengan kata lain group tersebut memiliki
perbedaan rata-rata dengan group yang lain (group laki-laki tanpa
metacognitive prompting dan group perempuan tanpa metacognitve
prompting).
Intepretasi Umum
Secara umum penguasaan konsep fisika siswa dapat dipengaruhi dengan
pemberian metacognitive prompting. Hal ini dapat terjadi karena siswa dapat
mengetahui proses berpikirnya sendiri sehingga berimplikasi pada peningkatan
penguasaan konsep itu sendiri. Pengusaan konsep fisika siswa laki-laki maupun
perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan, hal ini disebabkan karena
baik siswa perempuan maupun laki-laki memiliki kemampuan dan motivasi
belajar yang sama.
63
b. Sumber Variasi dalam (JK dalam residu)
( YM ) 2
(1) JK y ( d ) y(2d ) Yt 2
nM
( X M )2
(2) JK x ( d ) x(2d ) X t2
nM
JK A*
RK A*
dbA*
JK d*
RK d*
dbd*
f. Menghitung F*
RK d*
F*
RK A*
A F* d
*
RK
Dalam JK*d db*d RK*d A
Total JK*t
Hipotesis Statistik :
H0 : 1 = 2
HA : 1 ≠ 2
Kriteria Pengujian :
Tolak Ho jika F* >Ftabel
64
Terima Ho jika F* < Ftabel
Ftabel F( , dbA :dbd )
Contoh
Kasus
Seorang guru Fisika SMA Harapan ingin meneliti Pengaruh aktivitas
eksperimen berbasis Well-Structured Problem (WSP), Ill-Structured Problem
(ISP), serta Guided Inquiry Labs (GIL) dan gaya belajar siswa terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa. Variabel terikat dari penelitian ini adalah model
pembelajaran dan gaya belajar siswa. Model pembelajaran yang diterapkan pada
penelitian ini adalah Well-Structured Problem (WSP), Ill-Structured Problem
(ISP), serta Guided Inquiry Labs (GIL). Sedangkan gaya belajar siswa yang
dimaksud adalah kebiasaan seseorang dalam menerima, mengatur dan mengolah
informasi, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu visual, auditori, dan
kinestis, atau yang biasa dikenal dengan modalitas VAK. Dimana setiap individu
memiliki kecenderungan lebih dominan dalam penggunaan salah satu dari ketiga
jenis modalitas yang dimilikinya. Variabel terikat dari penelitian ini adalah
kemampuan pemecahan masalah siswa, dengan tingkat pengtahuan awal sebagai
kovariat. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Harapan
yang berjumlah 750 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 60 orang siswa
yang dipilh secara acak dan diangap dapat mewakili keseluruhan populasi.
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji F atau
ANACOVA, factorial 3 x 3. Dimana model pembelajaran dan gaya belajar
merupakan variable bebas dan kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan
variable terikatnya. Berikut merupakan langkah-langkah uji yang dilakukan.
1. Data dipilih secara acak (random).
2. Menguji prasyarat analisis.
3. Menulis hipotesis H0 dan HA dalam bentuk kalimat & menguji secara
manual.
4. Menulis hipotesis H0 dan HA dalam bentuk statistik & menguji melalui
SPSS.
65
Hipotesis Penelitian
H01 = Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok
siswa yang diajarkan dengan menggunakan Well-Structured Problem
(WSP), Ill-Structured Problem (ISP), dan Guided Inquiry Labs (GIL)
setelah pengetahuan awal siswa dikontrol.
HA1 = Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok
siswa yang diajarkan dengan menggunakan Well-Structured Problem
(WSP), Ill-Structured Problem (ISP), dan Guided Inquiry Labs (GIL)
setelah pengetahuan awal siswa dikontrol.
H02 = Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok
siswa yang menggunakan gaya belajar visual, auditori, dan kinestis setelah
pengetahuan awal siswa dikontrol.
HA2 =Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok
siswa yang menggunakan gaya belajar visual, auditori, dan kinestis setelah
pengetahuan awal siswa dikontrol.
H03 = Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan dan gaya belajar
siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
HA3 =Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan dan gaya belajar
siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
Data Hasil Penelitian
Gaya Belajar
Model Visual Auditori Kinestis
Pembelajaran X Y X Y X Y
90.0 98.0 70.0 79.0 75.0 83.0
85.0 92.0 63.0 74.0 80.0 87.0
WSP
66
59.0 65.0 45.0 53.0 42.0 50.0
65.0 73.0 61.0 68.0 39.0 47.0
66.0 73.0 49.0 57.0 45.0 52.0
70.0 78.0 44.0 53.0 49.0 67.0
Analisis ANACOVA SPSS
Output di atas memaparkan fixed factors yang terdiri dari dua jenis, yaitu
model pembelajaran dan gaya belajar. Dimana masing-masing fixed factors
memiliki tiga nilai. Model Pembelajaran terdiri atas WSP, ISP, dan GIL.
Sedangkan Gaya belajar terdiri atas visual, auditori, dan kinestis. Dengan jumlah
sampel yang sama untuk tiap-tiap nilai.
88 79 69 60 88 81 81,66666667 73,33333333
91 83 88 80 83 74 87,33333333 79
93 84 86 76 91 85 90 81,66666667
Rata2 92,4 84,2 79,2 69,8 86,4 79 86 77,66666667
67
70 60 67 60 69 60 68,66666667 60
79 70 68 61 74 65 73,66666667 65,33333333
ISP
87 79 60 53 79 70 75,33333333 67,33333333
75 65 77 70 77 69 76,33333333 68
88 80 79 73 80 71 82,33333333 74,66666667
Rata2 79,8 70,8 70,2 63,4 75,8 67 75,26666667 67,06666667
63 55 60 53 48 40 57 49,33333333
65 59 53 45 50 42 56 48,66666667
GIL
73 65 68 61 47 39 62,66666667 55
73 66 57 49 52 45 60,66666667 53,33333333
78 70 53 44 67 49 66 54,33333333
Rata2 70,4 63 58,2 50,4 52,8 43 60,46666667 52,13333333
Rata2 80,8666667 72,6667 69,2 61,2 71,6667 63 73,91111111 65,62222222
Total
1. Menghitung jumlah kuadrat total dan (JKT) dan jumlah hasil kali total
untuk variable X dan Y
NO Y
( ylkr y...) ( ylkr y...) 2 X
( xlkr x...) ( xlkr x...) 2 ( xlkr x...)
( ylkr y...)
1 98 24,08888889 580,274568 90 24,37777778 594,2760495 587,2335803
2 92 18,08888889 327,2079013 85 19,37777778 375,4982717 350,5224692
3 88 14,08888889 198,4967902 79 13,37777778 178,9649383 188,4780247
4 91 17,08888889 292,0301235 83 17,37777778 301,9871606 296,9669136
5 93 19,08888889 364,3856791 84 18,37777778 337,7427161 350,8113581
6 70 -3,91111111 15,29679011 60 -5,62222222 31,60938269 21,98913579
7 79 5,08888889 25,89679013 70 4,37777778 19,16493829 22,27802471
8 87 13,08888889 171,3190124 79 13,37777778 178,9649383 175,100247
9 75 1,08888889 1,185679015 65 -0,62222222 0,387160491 -0,677530862
10 88 14,08888889 198,4967902 80 14,37777778 206,7204939 202,5669136
11 63 -10,9111111 119,0523457 55 -10,62222222 112,8316049 115,9002469
12 65 -8,91111111 79,40790121 59 -6,62222222 43,85382713 59,011358
13 73 -0,91111111 0,830123455 65 -0,62222222 0,387160491 0,566913578
14 73 -0,91111111 0,830123455 66 0,37777778 0,142716051 -0,344197532
15 78 4,08888889 16,71901235 70 4,37777778 19,16493829 17,90024693
16 79 5,08888889 25,89679013 70 4,37777778 19,16493829 22,27802471
17 74 0,08888889 0,007901235 63 -2,62222222 6,876049371 -0,233086422
18 69 -4,91111111 24,11901233 60 -5,62222222 31,60938269 27,61135801
19 88 14,08888889 198,4967902 80 14,37777778 206,7204939 202,5669136
20 86 12,08888889 146,1412346 76 10,37777778 107,6982717 125,4558025
21 67 -6,91111111 47,76345677 60 -5,62222222 31,60938269 38,85580245
22 68 -5,91111111 34,94123455 61 -4,62222222 21,36493825 27,32246912
23 60 -13,9111111 193,5190123 53 -12,62222222 159,3204938 175,5891358
24 77 3,08888889 9,541234575 70 4,37777778 19,16493829 13,52246915
25 79 5,08888889 25,89679013 73 7,37777778 54,43160497 37,54469138
26 60 -13,9111111 193,5190123 53 -12,62222222 159,3204938 175,5891358
27 53 -20,9111111 437,2745679 45 -20,62222222 425,2760493 431,2335802
28 68 -5,91111111 34,94123455 61 -4,62222222 21,36493825 27,32246912
29 57 -16,9111111 285,985679 49 -16,62222222 276,2982715 281,1002469
30 53 -20,9111111 437,2745679 44 -21,62222222 467,5204937 452,1446913
31 83 9,08888889 82,60790125 75 9,37777778 87,94271609 85,23358028
32 87 13,08888889 171,3190124 80 14,37777778 206,7204939 188,1891358
33 88 14,08888889 198,4967902 81 15,37777778 236,4760495 216,6558025
34 83 9,08888889 82,60790125 74 8,37777778 70,18716053 76,14469139
35 91 17,08888889 292,0301235 85 19,37777778 375,4982717 331,1446914
36 69 -4,91111111 24,11901233 60 -5,62222222 31,60938269 27,61135801
68
37 74 0,08888889 0,007901235 65 -0,62222222 0,387160491 -0,055308642
38 79 5,08888889 25,89679013 70 4,37777778 19,16493829 22,27802471
39 77 3,08888889 9,541234575 69 3,37777778 11,40938273 10,43358026
40 80 6,08888889 37,07456791 71 5,37777778 28,92049385 32,74469138
41 48 -25,9111111 671,385679 40 -25,62222222 656,4982715 663,9002468
42 50 -23,9111111 571,7412345 42 -23,62222222 558,0093826 564,8335802
43 47 -26,9111111 724,2079012 39 -26,62222222 708,7427159 716,4335802
44 52 -21,9111111 480,0967901 45 -20,62222222 425,2760493 451,8558024
45 67 -6,91111111 47,76345677 49 -16,62222222 276,2982715 114,8780247
Σ 7905,644444 8102,577778 7928,488889
Berdasarkan tabel bantu di atas , maka diperoleh
JKTY = 7905,644444
JKTX = 8102,577778
JHKT = 7928,488889
2. Menghitung jumlah kuadrat perlakuan (JKP) dan jumlah hasil kali
perlakuan (JKHP) untuk varibel X dan Y
69
JKAY = bn (328,7318518) = 3 x 5 (328,7318518) = 4930,97778
JKAX = bn (329,1051854) = 3 x 5 (329,1051854) = 4936,57778
JHKA = bn (328,9125926) = 3 x 5 (328,9125926) = 4933,68889
4. Jumlah kuadrat factor 2 (JKB) dan jumlah hasil kali untuk factor 2 (JHKB)
70
9. Menghitung jumlah kuadrat total terkoreksi
JHKT 2
JKTY . X JKTY
JKTX
7928,4888892
JKTY . X 7905,644444
8102,577778
JKTY . X 147,5040386
10. Menghitung jumlah kuadrat factor 1terkoreksi ( model pembelajaran)
( JHKA JHKG ) 2 JHKG 2
JKAY . X JKAY
JKAX JKG X JKG X
JKAY . X 4930,97778
4933,68889 1428,8000002
1428,800000 2
4936,57778 1474,800002 1474,800002
JKAY . X 1,239758052
11. Menghitung jumlah kuadrat factor 2 terkoreksi ( gaya belajar )
( JHKB JHKG ) 2 JHKG 2
JKBY . X JKBY
JKB X JKG X JKG X
JKBY . X 1134,177782
1135,755558 1428,800000
2
1428,800000 2
1140,844445 1474,800002 1474,800002
JKBY . X 3,948011304
12. Menggitung jumlah kuadrat interaksi terkoreksi
JKABY . X JKABY
JHKAB JHKG
2
JHKG 2
JKABX JKG X JKG X
JKABY . X 348,0888854 -
430,2444411 1428,8000002
1428,800000 2
550,3555522 1474,800002 1474,800002
JKABY . X 25,76524845
71
JKBY . X 3,948011304
RK B 1,974005652
db B 2
JKABY . X 25,76524845
RK AB 6,441312113
db AB 4
JKGY . X 108,1652306
RK error 3,09043516
db error 35
15. Mengitung masing nilai F hitung yang sudah terkoreksi
Untuk factor 1 ( model pembelajaran)
RK A 0,619879026
FA 0,200579852 0,2006
RK error 3,09043516
Untuk factor 2 ( gaya belajar)
RK B 1,974005652
FA 0,638746827 0,6387
RK error 3,09043516
Untuk interaksi factor 1 dan 2 ( MP*GB)
RK AB 6,441312113
FAB 2,084273502 2,0843
RK error 3,09043516
SV Sebelum dikoreksi Setelah dikoreksi
Db JKX JKY JHK Db JK RK F
Factor 1 2 4936,57778 4930,977777 4933,68889 2 1,239758052 0,619879026 0,2006
Factor 2 2 1140,84444 1134,177782 1135,755558 2 3,948011304 1,974005652 0,6387
Interaksi 4 550,3555522 348,0888854 430,2444411 4 25,76524845 15,44131211 2,0843
Error 35 1474,800002 1492,4 1428,800000 35 108,1652306 3,09043516
Total 8102,57778 7905,644444 7928,488889 - - -
16. Kriteria uji : Terima H0 jika Fhitung ≤ Ftabel , dimana F tabelnya adalah
sebagai berikut.
• Untuk H0A, Ftabel = F(1-α)(dfa,df error) =F(0,95)(2,35) = 3.27
• Untuk H0B, Ftabel = F(1-α)(dfb,df dalam) =F(0,95) (2,35) = 3.27
• Untuk H0AB, Ftabel = F(1-α)(dfinter,df dalam) =F(0,95) (4,35) = 2.64
Hasil F hitung :
• 0,2006 > 3,27, maka H0A diterima
• 0,6387< 3,27, maka H0B diterima
• 2,0843 < 2.64, maka H0AB diterima
17. Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok
siswa yang diajarkan dengan menggunakan Well-Structured Problem
72
(WSP), Ill-Structured Problem (ISP), dan Guided Inquiry Labs (GIL)
setelah pengetahuan awal siswa dikontrol.
Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok
siswa yang menggunakan gaya belajar visual, auditori, dan kinestis setelah
pengetahuan awal siswa dikontrol.
Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan dan gaya belajar
siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
Intepretasi
Dari keseluruhan analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
setelah variabel covariat “pengetahuan awal” dikendalikan (dikontrol), tidak
terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran, gaya belajar, maupun
interaksi keduanya terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini
mungkin dikarenakan masing-masing model pembelajaran dan gaya belajar
memiliki kelebihan serta kekurangan. Sehingga siswa yang memiliki tingkat
pengetahuan awal yang lebih tinggi akan memmiliki kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik karena semakin banyak informasi yang diketahui siswa
dalam melakukan pemecahan masalah.
73
4. Bila n > 20 maka kaidah keputusannya kita ambil dengan pendekatan
1
U n n
Z 2 1 2
n n (n n 1)/12
1 2 1 2
74
NO Jalur PMJK Jalur SMPTN
1 3.00 2.80
2 2.95 2.92
3 3.34 2.85
4 3.02 2.64
5 3.25 3.54
6 2.90 3.40
7 3.50 3.08
8 3.12 2.76
9 3.45 2.99
10 2.87 2.78
Analisis Manual
No Jalur PMJK Jenjang No Jalur SNPTN Jenjang
1 3.00 10 1 2.80 17
2 2.95 12 2 2.92 13
3 3.34 5 3 2.85 16
4 3.02 9 4 2.64 20
5 3.25 6 5 3.54 1
6 2.90 14 6 3.40 4
7 3.50 2 7 3.08 8
8 3.12 7 8 2.76 19
9 3.45 3 9 2.99 11
10 2.87 15 10 2.78 18
Σ R1= 83 Σ R2= 127
U1 = n1n2 + ½ n1 (n1 +1) – R1
U1 = 10 x 10 + ½ x 10 (10+1) – 83
= 72
U2 = n1n2 + ½ n2 (n2 +1) – R2
U2 = 10 x 10 + ½ x 10 (10+1) – 127
= 28
Dari nilai U1 dan U2 yang diperoleh di atas, maka dapat ditentukan nilai U
hitung yang digunakan adalah nilai U2 yaitu 28 (U = 28). Karena jumlah sampel
yang digunakan 20 (n1 dan n2 20), maka kaidah keputusan yang digunakan
adalah. Terima H0 jika U U dan tolak H0 bila U < U. Dengan taraf signifikansi
yang digunakan adalah 0,05, nilai U tabel untuk jumlah sampel n1 = 10 dan n2 =
10 adalah 23 (U = 23). Sehingga dapat disimpulkan H0 diterima (U U atau
28 23). Artinya tidak terdapat perbedaan prestasi belajar fisika mahasiswa
antara mahasiswa yang diterima melalui jalur PMJK dan SMPTN.
75
Analisis SPSS
Tabel di atas menunjukkan nilai U hitung sebesar 28, dimana nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) sebesar 0,096 lebih besar dari (0,096 > 0,05). Sehingga H0
diterima, atau tidak terdapat perbedaan prestasi belajar fisika mahasiswa antara
mahasiswa yang diterima melalui jalur PMJK dan SMPTN.
Intepretasi
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan baik dengan menggunakan
SPSS maupun dengan cara manual, diperoleh hasil yang sama, yaitu penerimaan
terhadap H0. Atau dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi
belajar fisika mahasiswa antara mahasiswa yang diterima melalui jalur PMJK dan
SMPTN. Hal ini mungkin disebabkan karena setiap mahasiswa, baik yang masuk
melalui jalur PMJK maupun SMPTN memiliki kemampuan yang hampir sama,
76
sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi kedua kelompok
mahasiswa tersebut.
77
penelitian. Sampel dari penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa semester 3,
yang terdiri dari 13 laki-laki dan 17 perempuan.
Hipotesis Penelitian
H0 = Tidak terdapat perbedaan median antara nilai statistik dasar antara
mahasiswa dan mahasiswi.
HA = Terdapat perbedaan median antara nilai statistik dasar antara
mahasiswa dan mahasiswi.
Data Hasil Penelitian
Skor UTS
Laki-laki 95, 65, 66, 71, 93, 78, 78, 54, 82, 87, 92, 80, 73
51, 74, 76, 53, 54, 80, 81, 61, 64, 85, 66, 89, 90, 69,
Perempuan
67, 71, 94
Analisis Manual
Gabungkan kedua sampel dan urutkan skor menurut besarnilainya
51 53 54 54 61 64 65 66 66 67 69 71 71 73 74
76 78 78 80 80 81 82 85 87 89 90 92 93 94 95
Overall median : 75
Tabel Kerja
Frekuensi Nilai Laki –Laki Perempuan Jumlah
Di atas overall
8 (a) 7 (b) 15 (a+b)
median
Di bawah overall
5 (c) 10 (d) 15 (c+d)
median
Jumlah 13 (a+c) 17 (b+d) 30 (n)
Rumus yang digunakan
2
n
n (ad bc)
2
2
(a b)(c d )(a c)(b d )
78
(20.05,1) 3,841 2 0,06033 dengan demikian 2 (20.05,1) . Sehingga dapat
diputuskan bahwa H0 “diterima”. Artinya, populasi dua kelompok sampel itu
mempunyai median yang sama.
Analisis SPSS
Descriptive Statistiks
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rerata nilai statisti dasar
untuk kedua kelas sebesar 74,67 dengan standar deviasi 12,984 di mana diperoleh
catatan nilai terkecil sebesar 51,00 dan nilai terbesar sebesar 96,00
Frequencies
Jk
laki-laki Perempuan
Nilai statistik > Median 8 7
<= Median 5 10
a
Test Statistiks
Nilai statistik
N 30
Median 75.00
Exact Sig. .462
a. Grouping Variable: jk
79
Interpretasi
Telah kita ketahui berdasarkan kesimpulan dari analisis manual dan SPSS
diketahui bahwa kedua sampel, berasal dari dua populasi yang memiliki median
sama. Sehingga tidak ada perbedaan kemampuan akademis antara mahasiswa
(laki-laki) dengan mahasiswi (perempuan) jika ditinjau dari nilai UTS Statistik
dasar
80
variabel memiliki dua atau lebih variabel kategori, dan frekuensi data sampel
dalam kategori. Statistik ini meliputi perbandingan frekuensi yang diamati dan
diharapkan dalam kategori.
2.4.8 Analisis Korelasi
Korelasi adalah ukuran yang menyatakan hubungan antara dua variabel.
Kita dapat melakukan analisis korelasi inferensial untuk menguji hipotesis
hubungan antara dua variabel. Kebanyakan hipotesis yang diuji bahwa korelasi
dalam populasi adalah nol. Ini adalah hipotesis yang menyatakan bahwa dua
variabel bebas, dan tidak ada korelasi antara keduanya. Langkahnya adalah
mencari nilai koefisien korelasi. Kemudian membandingkan dengan nilai tabel.
Jika nilai absolut dari tabel sama atau lebih kecil dari hasil koefisien korelasi
hitungan maka hipotesis ditolak secara signifikan. Pembacaan nilai pada tabel
bergantung pada derajat kebebasan yang digunakan. Untuk kasus korelasi maa
db= n-2 karena ada dua variabel yang dipertimbangkan. Poin penting dalam
penggunaan korelasi adalah koefisien korelasi yang dapat secara statistik
signifikan hanya untuk ukuran size dan tidak untuk yang lainnya.
81
parametrik yang digunakan. Pengujian hipotesis tentang rata-rata menjadi contoh
dari penggunaan analisis parametrik. Ketika pengukuran lebih rendah dari skala
interval atau asumsi parametrik tidak dapat dipenuhi, analisis non parametrik
digunakan. Jika kita menguji hipotesis tentang hubungan dua variabel, kita
menggunakan tes korelasi, tes tertentu yang bergantung pada pengukuran variabel.
Tabel 2.2 terdiri dari rangkuman uji statistik dan hipotesis yang dapat diuji oleh
uji. Gambar di bawah ini terdiri dari pohon keputusan untuk memilih uji statistik
yang sesuai. Ada banyak teknik uji statisyik dalam inferensial. Namun yang
digambarkan adalah yang biasa digunakan
Tes Statistik Uji Hipotesis
Parametrik test
t-test (atau menggunakan distribusi Satu rata-rata H:µ=α
normal) Perbedaan dua rata-rata H: µ=µ2 atau H:
µ-µ2=0, digunakan untuk sampel bebas
dan terikat tetapi formula yang
digunakan berbeda
Analisis varians (satu arah) Rerata Dua atau lebih populasi adalah
sama. H: µ1=µ2= … = µk, dari tingkatan
satu variabel bebas
Analisis Varians (dua Arah) Rerata Dua atau lebih populasi adalah
sama; meliputi dua variabel bebas, da
nada hipotesis untuk masing-masing,
dan interaksinya.
Analisi kovarians Rerata dua atau kelompok sampel adalah
sama setelah efek dari kovariat dikontrol
Nonparametrik Test
2, kecocokan Distribusi dari populasi sesuai yang
dihipotesiskan
, kebebasan (tabel kontingensi)
2
Dua variabel bebas dalam populasi tidak
bergantung
, tes median
2
Median dari dua atau lebih populasi
adalah sama.
Mann-Whitney U-test Tidak ada perbedaan dalam skor dari dua
populasi
Tes Korelasi
t-test Koefisien korelasi populasi adalah nol.
H: =0
Fisher’s z-transformation test, which Koefisien korelasi populasi adalah
uses the normal distribution bernilai khusu. H: =α
Dua koefisien korelasi populasi adalah
sama. H: 1 - 2 = 0
Tabel 2.8 Rangkuman Uji Statistik dan Hipotesis
82
About relationship About means, and parametric About distribution, and frequencies
between variable assumptions are met and parametric assumptions are not
met
Hypothesis of
independence only Parametric analysis Nonparametric analysis
Magnitude of
relationship
Gambar 2.17 Diagram Keputusan untuk Memilih Uji Statistik yang Tepat
83
2.6 Komentar tentang Analisis Statistik
Analisis statistik adalah alat untuk memahami data. Statistik inferensial
digunakan untuk memproyeksikan hasil sampel untuk populasi yang mana sampel
dipilih secara acak. Bekerja dengan sampel random lebih efektif biaya daripada
data populasi dan kebanyakan penelitian tidak akan pernah dilakukan, jika
terbatas menggunakan data populasi. Tetapi, ada bidang yang harus diperhatikan.
Asumsi yang mendasari masing-masing teknik inferensial. Asumsi yang
sering adalah sampelnya random, pengukuran variabel terikat pada skala interval,
dan perbandingan varians dari grup adalah sama. Asumsi berbeda pada teknik
statistik yang berbeda. Ketika asumsi statistik inferensial tidak terpenuhi, maka
hasil analisis adalah tidak akurat dan menyesatkan.
Signifikan Praktis tidak sama dengan signifikan statistik. signifikansi
statistik berarti bahwa hasilnya tidak mungkin karena fluktuasi sampling.
Hasilnya mungkin atau mungkin tidak memiliki kepentingan praktis. Signifikansi
statistik diperlukan tetapi tidak kondisi yang cukup untuk signifikansi praktis.
Mengutip contoh sebelumnya dalam bab ini, peneliti yang mempelajari obesitas
memiliki rerata sampel 77 dan hipotesis berukuran rata-rata nilai adalah 75.
perbedaan ini secara statistik signifikan, tetapi perbedaan 2 poin mungkin tidak
memiliki kepentingan praktis. Di sisi lain dalam ANOVA contoh, siswa yang
memenuhi syarat untuk makan siang gratis memiliki rata-rata pada bagian ilmu tes
PACT bahwa sekitar 20 poin lebih rendah dari rata-rata siswa yang tidak
memenuhi syarat untuk gratis atau dikurangi harga makan siang. Perbedaan ini
secara statistik signifikan dan yang paling mungkin signifikansi praktis.
Kekuatan statistik mengacu pada probabilitas menolak hipotesis nol ketika
hal itu salah. Peneliti ingin memiliki kekuatan yang cukup untuk mendeteksi
perbedaan antara kelompok yang dibandingkan. Itu akan menjadi malu untuk
melakukan eksperimen komparatif acak dan kemudian tidak dapat menemukan
perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
ketika perlakuan benar-benar membuat perbedaan. Kekuatan statistik dapat
ditingkatkan dengan menggunakan sampel besar daripada sampel kecil,
meminimalkan varians dalam kelompok yang dibandingkan dengan variabel
kontrol seperti jenis kelamin atau tingkat kemampuan, dan menghilangkan
84
variabel asing. Ketika merancang penelitian adalah bijaksana untuk berkonsultasi
buku teks statistik seperti salah satu dari yang terdaftar pada akhir bab untuk
memastikan bahwa ukuran sampel yang diusulkan Anda memiliki kekuatan
statistik yang memadai.
Dalam pembahasan analisis statistik sebelumnya singkat dan dianggap
prosedur hanya lebih sering dipakai dan relatif dasar. Faktanya, analisis yang
didiskusikan dalam bab ini terbatas kepada analisis univariat, yang berarti hanya
satu variabel terikat yang dimasukan dalam analisis. Ada analisis yang disebut
analisis multivariat, yang meliputi dua atau lebih variabel terikat. Analisis
multivariat membutuhkan perhitungan statistik yang agak rumit, dan interpretasi
hasil juga rumit karena analisis membuat variabel baru berupa tiruan yang
merupakan kombinasi dari variabel terikat. Analisis tersebut tampil cukup sering
dalam literatur penelitian, sebagian karena tersedia dari komputer dan aplikasi
perangkat lunak telah meningkat. Teks statistik lanjutan dan seluruh buku
membahas topik analisis multivariat.
Analisis data original dari penelitian studi disebut analisis primer, dan
seringkali ini adalah satu-satunya analisis yang pernah dilakukan. Analisis
sekunder mungkin jadi berguna, dan mereka secara dasar terdiri dari dua bentuk.
Salah satunya adalah untuk menganalisis kembali data, untuk tujuan membahas
pertanyaan penelitian dengan prosedur statistik yang lebih baik. Bentuk lain
adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian baru oleh tambahan analisis dari
data original – pada dasarnya penggalian informasi lebih lanjut dari data.
Penelitian Disertasi doctor sering menghasilkan jumlah data yang banyak, dan
tidak semua informasi digunakan untuk disertasi. Analisis sekunder dapat berguna
untuk perluasan analisis.
85
(1977). Esensinya, effect size adalah skor standar (skor z) rata-rata satu kelompok
diacu dalam distribusi kelompok lain, kelompok control. Kemudian, efek size
adalah sebuah skor yang dinyatakan dalam unit standar deviasi. Ketika hasil
dirangkum pada studi meliputi kelompok control dan eksperimen, effect size
didefinisikan sebagai
̅̅̅̅ ̅̅̅
Salah satu kelebihan dari meta analisis adalah menyediakan ukuran umum,
effect size. Studi pada topic penelitian yang sama khususnya bervariasi dalam
pengukuran, desain, dan statistik yang digunakan, serta meta analisis
menyediakan sebuah dasar untuk membandingkan hasil. Tetapi, tidak semua meta
analisis menggunakan standar deviasi dalam satu grup dalam perhitungan effect
size. Dalam meta analisis efektivitas program “after-school”, Scott-Little,
Hamann, dan Jurs (2002) menghitung effect size dengan pengurangan rata-rata
nonparticipan dari rata-rata participant, dan dibagi oleh standar deviasi kelompok,
yaitu rata-rata standar deviasi dari dua kelompok.
Salah satu kemungkinan kesulitan dengan meta analisis adalah bahwa hasil
bisa jadi dikombinasikan dengan studi-studi yang berbeda sehingga hasil tersebut
tidak harus dikombinasikan. Dalam usaha untuk menghindari kesulitan
tersebut,diperlukan untuk membuat kriteria. Kriteria diperlukan memastikan
tingkatan kesamaan studi, dan juga untuk menghindari hasil bias dari meta-
analisis.
Rohbeck, Ginsburg-Block, Fantuzzo, dan Miller (2003) melakukan meta-
analisis studi effect peer assisted learning pada murid siswa sekolah dasar. Reviu
liratur 90 studi dan memenuhi kriteria seleksi mereka, yaitu
1. Studi telah dipublikasi dalam sebuah artikel jurnal peer review.
2. Partisipan adalah siswa sekolah dasar
3. Berfokus pada peer tutoring
4. Ada intervensi empiric dan sebuah repot hasil
5. Intervensi dilakukan di sebuah sekolah
6. Target mata pelajaran adalah akademik
86
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari hasil pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Terdapat banyak teknik yang dapat digunakan dalam menyajikan data, oleh
karena itu perlu dilakukan pemilihan yang tepat agar dapat menyajikan data
secara efektif dan efisien. Untuk dapat menyajikan data secara efektif dan
efisien pemahaman terhadap karakteristik data sangat diperlukan.
2. Sebelum melakukan pengolahan data dengan menggunakan statistik
inferensial, kita harus mengtahui jenis data yang akan kita analisis. Bila data
yang dianalisis tersebut menggunakan statistik parametrik maka terdapat
beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengujian, yaitu
distribusi data mengikuti distribusi normal, sampel/data berasal dari
populasi yang homogen, serta mengatahui liniearitas hubungan dari variabel
terikat dan variabel kovariat (pada anacova). Sedangkan bila data diuji
dengan statistik nonparametrik biasanya tidak memerlukan asumsi tertentu,
sehingga bila terdapat data yang tidak memenuhi asumsi dari statistik
parametrik, maka dapat diuji dengan statistik nonparametrik.
3. Pada statistik parametrik dan nonparametrik, terdapat dua jenis pengujian
yaitu pengujian perbandinan rerata dan korelasi (hubungan). Terdapat
banyak jenis uji statistik parametrik perbandingan rerata diantaranya sebagai
berikut: T-test, Anova, Anacova, Manova, Mancova. Sedangkan uji
perbandingan rerata pada statistik nonparametrik adalah sebagai berikut:
Mann-Withney (U test), Uji Tanda, Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon, Uji
Jumlah Jenjang Berstrata Wilcoxon, Uji Median, Uji Kruskal-Wallis, Uji
Chi Kuadrat, Uji Friedman, Uji Cochran. Jenis uji statistik parametrik
korelasi (hubungan) adalah sebagai berikut: Korelasi Produk Momen,
Korelasi Parsial, Korelasi Bivariat, Regresi, dan sebagainya. Jenis uji
statistik nonparametrik korelasi (hubungan) adalah sebagai berikut:Korelasi
87
Jenjang Spearman, Korelasi Jenjang Kendall, Koefisien Konkordansi,
Korelasi Biseri, Korelasi Biseri Titik, dan sebagainya.
3.2 Rekomendasi
Sebelum menguji data dengan menggunakan statistik inferensial,
pemahaman terhadap karakteristik data sangat diperlukan. Selain itu, karekteristik
dari uji statistik yang digunakan juga perlu diperhitunkan, sehingga bila data yang
digunakan tidak memenuhi salah satu asumsi yang diperlukan, maka akan dapat
menentukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut baik dengan
mentransformasi data terlebih dahulu atau mengganti uji statistik yang digunakan.
Untuk memahami karakteristik dari uji statistik direkomendasikan untuk lebih
banyak membaca literatur yang berkaitan dengan statistik.
88
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad. 2011. Memahami Riset Perilaku dan Sosial. Bandung : Pustaka
Cendekia Utama.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Candiasa, I M. 2010. Statistik univariat dan bivariat disertai aplikasi SPSS.
Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Cresswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif, dan
Mixed. Terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fraenkel, Jack R., Wallen, Norman E.,& Hyun, Helen H. 2012. How to Design
and Evaluate Research in Education 8th Edition. McGraw-Hill International
Edition.
Santoso, S. (2006). Menguasai statistik di era informasi. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
________. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Wiersma, William & Jurs, Stephen G. 2009. Research Methods in Education 9th
Edition. USA : Pearson
89