Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TUGAS AKHIR

PENAKSIRAN PARAMETER MODEL ARIMA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA


GENETIKA
Wiwin Yuliani1, Irhamah2, dan Dedy Dwi Prastyo3
1
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS (wiwin.yulianii@gmail.com)
2
Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS (irhamah@statistika.its.ac.id)
3
Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS (dedydp@statistika.its.ac.id)

ABSTRAK
Penaksiran parameter dilakukan dengan tujuan untuk menentukan parameter yang
sesuai untuk model ARIMA. Dalam praktik, proses menemukan nilai penaksiran
parameter memerlukan waktu yang lama dan sangat rumit. Supaya lebih praktis dalam
menemukan nilai-nilai yang mendekati nilai optimal maka perlu digunakan metode
optimasi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut yaitu dengan menggunakan pendekatan Algoritma Genetika. Dalam tugas akhir
ini, hasil dari penaksiran parameter model ARIMA berdasarkan Algoritma Genetika
akan dibandingkan dengan hasil metode penaksiran parameter lain seperti metode
Conditional Least Square pada data dua mingguan dari permintaan Arc Tube daya
listrik rendah.dari hasil kedua metode penaksiran parameter model ARIMA dihasilkan
nilai MSE dan SSE yang besarnya sama. Nilai taksiran parameter dengan metode
Conditional Least Square sebesar -0.5505 dan nilai taksiran parameter dengan
Algoritma Genetika sebesar -0.55688.
Kata Kunci : Conditional Least Square, Algoritma Genetika, MSE.

1. Pendahuluan
Model ARIMA adalah model yang dapat digunakan untuk analisis data time series dan
peramalan data. Model ARIMA terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu tahap identifikasi, tahap
penaksiran dan pengujian, dan tahap penerapan (Makridakis, Wheelwright, dan McGee, 1999).
Penaksiran parameter dilakukan dengan tujuan untuk menentukan parameter yang sesuai untuk
model ARIMA. Dalam praktik, menemukan nilai penaksiran parameter memerlukan waktu yang
lama dan sangat rumit. Supaya lebih praktis dalam menemukan nilai-nilai yang mendekati nilai
optimal maka perlu digunakan metode optimasi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan pendekatan Algoritma Genetika.
Algoritma Genetika memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan metode-metode
yang lain, antara lain sangat cocok digunakan untuk memecahkan masalah global optimum, mudah
diubah atau fleksibel untuk diimplementasikan pada berbagai masalah, dan ruang solusi lebih luas
(Sivanandam dan Deepa, 2008). Namun, Algoritma Genetika juga memiliki kekurangan antara lain
secara pokok disebabkan oleh kurangnya keragaman, karena semua operator genetis, antara lain
seleksi, persilangan, dan mutasi dikenakan pada semua populasi, sebagian besar individu akan
cenderung menjadi sama (Budiman, 2003).
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Algoritma Genetika antara lain Fariza (2003)
melakukan penelitian tentang Hybrid Algoritma Genetika untuk peramalan data time series dan hasil
yang didapatkan yaitu peramalan hybrid GA-SA lebih mendekati nilai aktual dan menghasilkan
kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan ARIMA untuk data time series stasioner, non stasioner
dan musiman. Rohman (2009) meneliti tentang identifikasi model ARIMA dengan menggunakan
Algoritma Genetika Dalam Tugas Akhir ini, akan didapatkan taksiran parameter model ARIMA yang
sesuai pada dua mingguan dari permintaan Arc Tube daya listrik rendah. Diharapkan penggunaan
Algoritma Genetika dapat mengatasi kelemahan metode penaksiran perameter lain dalam usaha
pencarian solusi yang global optimum.

2. Model Time Series dan Pembentukan Model Time Series


Pada bagian ini akan dijelaskan tentang model ARMA, ARIMA, penaksiran parameter model
ARIMA dengan Conditional Least Square dan Algoritma Genetika. Masing masing teori tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut

1
2.1 Model ARMA dan model ARIMA
Suatu perluasan yang dapat diperoleh dari model AR dan MA adalah model campuran yang
berbentuk
Zt 1Z t 1  pZt p at 1at 1  q at q
(2.1)
yang dinamakan model ARMA(p,q). Model ini biasanya ditulis dengan
1 1
B 2
B ...
2
p
B
p
Zt 1 1
B 2
B ...
2
q
B
q
at (2.2)
Model ini merupakan penggabungan antara model AR(p) dan MA(q) serta proses differencing
orde d pada data time series. Secara umum bentuk model ARIMA(p,d,q) adalah :
Z t
d
p
B 1 B δ0 θ q B at (2.3)

2.2 Penaksiran parameter model ARIMA dengan Conditional Least Square


Dimisalkan model ARMA(p,q) dengan Z t = Z t μ . Bentuk umum dari model ARMA (p,q)
adalah
Z t 1
Z t 1 2
Z t 2
.. p
Z t p
at θ1 at 1
θ2 at 2
.. θ q a t q
2
Diasumsikan bahwa a t ~ N(0, ) saling independen. Maka
n n
2 2 2
1 2 (2.4)
f (a | , , , ) (2 a
) exp[ 2
at ]
~ ~ 2 a t 1

Persamaan log likehood sebagai berikut


n
log L ( , , ,
2
a
) log( 2
2
a
) S( , , )/2
2
a
(2.5)
~ ~ 2 ~ ~

S ( , , ) merupakan estimasi Conditional Least Square


~ ~

n 2
S( , , )
t 1
a t ( , , , Z init , a init , Z ) (2.6)
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

ˆ a2 S ( , , ) / db (2.7)
dengan Z init , a init merupakan nilai inisialisasi awal dan db= (n-p)-(p+q+1) = n-(2p+q+1). S ( , , )
~ ~ ~ ~

merupakan suatu fungsi nonlinear dengan parameter yang tidak diketahui sehingga diperlukan suatu
iterasi nonlinear untuk mendapatkan parameternya. Digunakan iterasi Levenberg-Marquardt
untuk meminimumkan nilai S( , , ) sehingga diperoleh nilai estimasi parameter.
~ ~

2.3 Algoritma Genetika


Sejak Algortima Genetika pertama kali dirintis oleh John Holland dari Universitas Michigan
pada tahun 1960-an, Algortima Genetika telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang.
Algortima Genetika banyak digunakan untuk memecahkan masalah optimasi, walaupun pada
kenyataannya juga memiliki kemampuan yang baik untuk masalah-masalah selain optimasi. John
Holland menyatakan bahwa setiap masalah yang berbentuk adaptasi (alami maupun buatan) dapat
diformulasikan dalam terminologi genetika. Algoritma Genetika adalah simulasi dari proses evolusi
Darwin dan operasi genetika atas kromosom (Sanjoyo, 2006).
Pengkodean adalah suatu teknik untuk menyatakan populasi awal sebagai kandidat solusi
suatu masalah ke dalam suatu kromosom. Gen dan Cheng (2000) juga menjelaskan bahwa
pengkodean merupakan kunci pokok persoalan, dalam melakukan pengkodean harus diperhatikan
apakah dapat membangun pencarian genetik yang efektif menggunakan pengkodean.
Fitness individu dalam algoritma genetika adalah nilai fungsi objektif untuk fenotipe. Untuk
menghitung fitness, kromosom harus terlebih dahulu didekode dan fungsi tujuan harus dievaluasi.
Fitness tidak hanya menunjukkan bagaimana solusin yang baik, tetapi juga berhubungan dengan
seberapa dekat kromosom pada solusi optimum (Sivanandam dan Deepa, 2008).

2
Menurut Gen dan Cheng (2000), metode seleksi yang paling dikenal adalah seleksi Roulette
Wheel. Ide dasar seleksi adalah untuk menentukan probabilitas seleksi atau probabilitas kelangsungan
hidup pada setiap kromosom proporsional dengan nilai fitnessnya. Anggota populasi yang memiliki
fitness tinggi akan bertahan hidup dan dapat bereproduksi, anggota populasi yang memiliki fitness
rendah akan mati.
Setelah dilakukan seleksi maka yang dilakukan selanjutnya yaitu mengoperasikan kromosom
dengan Crossover dan mutasi. Crossover adalah operator Algoritma Genetika yang utama karena
beroperasi pada dua kromosom pada suatu waktu dan membentuk offspring dengan
mengkombinasikan dua bentuk kromosom. Cara sederhana untuk memperoleh crossover adalah
dengan memilih suatu titik yang dipisahkan secara random dan kemudian membentuk offspring
dengan cara mengkombinasikan segmen dari satu induk ke sebelah kiri dari titik yang dipisahkan
dengan segmen dari induk yang lain ke sebelah kanan dari titik yang dipisahkan. Keanekaragaman
individu dalam populasi telah dihasilkan dengan menggunakan proses seleksi dan pindah silang.
Dengan kedua operator genetik tersebut dapat terjadi hilangnya struktur gen tertentu sehingga tidak
bisa diperoleh kembali informasi yang terkandung didalamnya. Operator mutasi diperkenalkan
sebagai cara untuk mengembalikan informasi yang hilang tersebut. Melalui mutasi, individu baru
dapat diciptakan dengan melakukan pengubahan terhadap satu atau lebih nilai gen pada individu yang
sama.
Pembentukan populasi baru dengan crossover dan mutasi ada kemungkinan kromosom yang
paling baik hilang. Oleh karena itu, untuk menjaga agar individu bernilai fitness tertinggi tersebut
tidak hilang selama evolusi, maka perlu dibuat satu atau beberapa kopinya(elitism)
3. Metodologi
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data simulasi dan data dua mingguan dari
permintaan Arc Tube daya listrik rendah. Data dua mingguan dari permintaan Arc Tube daya listrik
rendah dianalisis untuk memperoleh penaksiran parameter dengan metode Conditional least square
dan penaksiran parameter mengunakan Algoritma Genetika. Data mulai dari Januari 2000 sampai
Desember 2005 dengan jumlah 141.
Langkah langkah analisis penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi model ARIMA
2. Menaksir parameter dengan metode Conditional Least Square dan Algoritma Genetika
3. Membandingkan hasil penaksiran parameter
4. Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini dilakukan analisis metode Conditinal Least Square, dan Algoritma Genetika
untuk menaksir parameter model ARIMA dari data dua mingguan dari permintaan Arc Tube daya
listrik rendah. Pada metode Algoritma Genetika dilakukan dengan data simulasi terlebih dahulu untuk
mengetahui ketepatan iterasi parameter model ARIMA.

4.1 Identifikasi model ARIMA dengan Correlogram


Langkah pertama yaitu membuat plot time series data dua mingguan dari permintaan Arc Tube
daya listrik rendah. Plot time series dapat dilihat pada Gambar 1 berikut
T ime S e r ie s P lot o f da ta A uto c o r r e la tio n F unc tio n fo r da ta
(w ith 5% s ignifica nce lim its fo r the a uto co r r e la tio ns )

20 00 00 1.0

0.8

0.6
15 00 00
0.4
A ut o c o r r e la t io n

0.2
da ta

10 00 00 0.0

-0.2

-0.4
5 00 00
-0.6

-0.8

-1.0
0

1 14 28 42 56 70 84 98 112 1 26 14 0 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 00 1 10 1 20 130 14 0

Ind e x La g

Gambar 1 Plot time series data asli Gambar 2 Plot ACF data data asli

3
Gambar 1 menunjukkan bahwa data cenderung tidak stasioner terhadap mean dan varians. Untuk
mengetahui kestasioneran data lebih teliti dapat dilihat dari plot ACF dan transformasi Box-Cox.
Sedangkan Gambar 2 menunjukkan pola turun lambat sehingga data tidak stasioner terhadap mean.
Untuk mengetahui apakah data telah stasioner terhadap varians dapat dilihat dari nilai lamda dari box-
cox.
B o x -C o x P lot o f da ta T ime S e r ie s P lo t o f diff
L o w er C L U p p er C L
L am b d a
16 00 00
(u sin g 95.0% c o n fid en c e) 10 00 00
E stim ate 0.80
14 00 00
L o w er C L 0.57
5 00 00
U p p er C L 1.06
12 00 00
Ro u n d ed V alu e 1.00

10 00 00 0
S t De v

d iff
8 00 00
-5 00 00

6 00 00
-10 00 00
4 00 00

Lim it
2 00 00 -15 00 00

-2 -1 0 1 2 3 4 5
1 14 28 42 56 70 84 98 112 12 6 14 0
La mb d a
Ind e x

Gambar 3 Box-Cox plot data asli Gambar 4 Plot time series data yang sudah stasioner

Dari Gambar 3 di atas nilai lamdanya adalah 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa data sudah
stasioner terhadap varians sehingga data tidak perlu ditransformasi. Karena data tidak stasioner
terhadap mean, maka perlu dilakukan differencing agar data stasioner terhadap mean. Gambar 4
menunjukkan bahwa data sudah stasioner dalam varians dan mean. Langkah selanjutnya adalah
membuat plot ACF dan PACF yang digunakan untuk menentukan dugaan model sementara.

A uto c or r e la tio n F unc tio n fo r diff P a r tia l A uto c o r r e la tio n F unc tio n fo r diff
(w ith 5% s ignifica nce lim its fo r the a uto co r r e la tio ns ) (w ith 5 % s ignifica nce lim its fo r the pa r tia l a uto co r r e la tio ns )

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
Pa r t ia l A ut o c o r r e la t io n

0.4 0.4
A ut o c o r r e la t io n

0.2 0.2
0.0 0.0

-0.2 -0.2

-0.4 -0.4

-0.6 -0.6

-0.8 -0.8

-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 1 5 10 15 20 25 30 35
La g La g

Gambar 5 Plot ACF data yang sudah stasioner Gambar 6 Plot PACF data yang sudah stasioner
Berdasarkan Gambar 5 dapat ditunjukkan bahwa plot ACF cut off setelah lag pertama dan keluar
pada lag kedua sedangkan gambar 6 plot PACF cut off setelah lag pertama sehingga dugaan model
sementara adalah ARIMA (1,1,0), ARIMA (0,1,1), ARIMA (1,1,1), ARIMA (2,1,0), ARIMA (0,1,2)
dan ARIMA (2,1,2).

4.2 Identifikasi model ARIMA dengan MINIC


Identifikasi data dua mingguan dari permintaan Arc Tube daya listrik rendah mengunakan metode
pattern identification, dalam hal ini digunakan MINIC (Minimum Information Criteria). Didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 1 Identifikasi Model ARIMA mengunakan MINIC
Lags MA 0 MA 1 MA 2 MA 3 MA 4 MA 5
AR 0 21.17851 20.92304 20.92788 20.93609 20.95433 20.95797
AR 1 20.84401 20.86949 20.8739 20.90799 20.94256 20.97193
AR 2 20.87204 20.90327 20.90879 20.94225 20.97707 21.0019
AR 3 20.87518 20.90972 20.94258 20.97724 21.00704 21.03705
AR 4 20.90894 20.94382 20.96678 21.00049 21.03532 21.05248
AR 5 20.94095 20.97366 20.99648 21.02786 21.05646 21.082

4
Berdasarkan Tabel 1 diatas diperoleh nilai BIC terkecil pada ARMA(1,0) sehingga dugaan model
sementara yang terbaik berdasarkan MINIC adalah ARIMA(1,1,0). Model ARIMA(1,1,0) juga
merupakan salah satu dugaan model sementara hasil identifikasi dengan Correlogram.

4.3 Simulasi model AR(1), MA(1), ARMA(1,1)


Simulasi dilakukan dengan membangkitkan sebanyak 100, 200 dan 400 data menggunakan macro
minitab. Untuk setiap sampel, data dibangkitkan sebanyak 5 kali. Penaksiran parameter data simulasi
dilakukan dengan program fitarima.m kemudian dibandingkan dengan program minitab. Hasil
penaksiran parameter data simulasi sebagai berikut

Tabel 2 Hasil penaksiran parameter data simulasi


rata rata rata rata
sampel parameter simulasi sampel parameter simulasi
fitarima.m minitab fitarima.m minitab
AR(1) 0.8 0.7715 0.7895 ARMA (1,1)
100
MSE 1 1.1076 1.0699 phi 0.7 0.6832 0.7254
200
MA(1) 0.6 0.5927 0.5728 theta 0.4 0.3741 0.4101
100
MSE 1 1.0673 1.0745 MSE 1 1.0353 1.0456
ARMA (1,1) AR(1) 0.8 0.8058 0.8082
400
phi 0.7 0.7362 0.7941 MSE 1 1.02608 1.0244
100
theta 0.4 0.4136 0.4746 MA(1) 0.6 0.5929 0.5901
400
MSE 1 0.9113 0.9192 MSE 1 1.03874 1.0406
AR(1) 0.8 0.7657 0.784 ARMA (1,1)
200
MSE 1 0.92282 0.9292 phi 0.7 0.689 0.7087
400
MA(1) 0.6 0.5948 0.5954 theta 0.4 0.3861 0.4043
200
MSE 1 0.91752 0.919 MSE 1 1.04198 1.0462

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil rata-rata penaksiran parameter model dan nilai MSE dari
Minitab dan program fitarima.m mendekati sama sehingga program fitarima.m dapat digunakan
sebagai penaksiran parameter metode Conditional Least Square.

4.4 Penaksiran Parameter model ARIMA dengan Conditional Least Square


Setelah mendapatkan dugaan model sementara, langkah yang akan dilakukan selanjutnya yaitu
mencari taksiran parameter dengan metode Conditional Least Square. Pada metode tersebut, taksiran
parameter didapatkan dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat error, namun dari metode tersebut
masih belum didapatkan nilai taksiran parameternya karena hasil yang didapatkan berupa fungsi
nonlinear sehingga perlu dilakukan optimasi. Optimasi dapat dilakukan dengan algoritma Levenberg-
Marquardt. Nilai taksiran parameter untuk data kecepatan angin rata-rata harian adalah pada Tabel 3:
Tabel 3 Penaksiran Parameter
Model Parameter Koefisien MSE db SSE
ARIMA
AR(1) -0.5505 1156000000 140 161840000000
(1,1,0)

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa nilai parameter AR(1) sebesar -0.5505, nilai MSE sebesar
1156000000 dan nilai SSE sebesar 161840000000

4.4.1 Pengujian signifikansi Parameter


Untuk mengetahui apakah parameter model ARIMA yang ditaksir signifikan atau tidak perlu
dilakukan pengujian. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H0 : θ = 0 (parameter model tidak signifikan)
H1 : θ ≠ 0 (parameter model signifikan)
ˆ
Statisik uji yang digunakan yaitu : t
s.e( ˆ )

5
H0 ditolak jika t t 0 .005 ;141 dengan nilai t0.005;141 yaitu sebesar 2,576.

Tabel 4 Pengujian taksiran parameter


model parameter koefisien SE koefisien t-hitung keterangan
ARIMA
AR 1 -0.5505 0.084517529 -6.513441712 signifikan
(1,1,0)

Dari Tabel 4 diatas dapat dikatakan bahwa taksiran parameter signifikan karena nilai |t-hitung|
> t0.005;141 Langkah selanjutnya adalah pengujian asumsi residual.

4.4.2 Pengujian Asumsi Residual


Pengujian pada residual dilakukan untuk mengetahui apakah residual white noise atau tidak.
Pengujian menggunakan uji Ljung-Box dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Residual white noise
H1 : Residual tidak white noise
Statisik uji yang digunakan yaitu :
K
ˆ k2
Q n(n 2)
k 1 n k
H0 ditolak jika nilai p-value > α. Hasil Uji Ljung-Box adalah sebagai berikut :
Tabel 5 Pengujian asumsi white-noise

model Ljung - Box keterangan

lag 12 24 36 48
white-
ARIMA λ2 90.353 139.713 159.426 166.055 noise
(1,1,0)
DF 11 23 35 47

P_Value 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000

Tabel 5 menunjukkan bahwa model white-noise karena nilai p_value > α dengan α sebesar 1%.
Selanjutnya adalah uji asumsi distribusi normal pada residual dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : F x F0 x
H1 : F x F0 x .
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah sebagai berikut D = sup
S x F0 x
Nilai D adalah jarak vertikal terjauh antara F 0(x) dan S(x) dengan
S x : fungsi peluang kumulatif yang dihitung dari data sampel
F0 x : fungsi distribusi yang dihipotesiskan (normal)
F x : fungsi distribusi yang belum diketahui.
Hipotesis nol ditolak jika D D 0 . 99 ;141 , atau nilai p-value < α.

P r o ba bility P lo t o f r e s idua l
No r m a l

99.9
M ean - 87.00
S tD ev 33999
99
N 141
KS 0.073
95 P - V alu e 0.063
90

80
70
Pe r c e nt

60
50
40
30
20

10
5

0.1
-1 00 00 0 -50 00 0 0 500 00 1 00 00 0
C1 4

Gambar 7 Plot kenormalan residual Algoritma Genetika

6
Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.063 berarti gagal tolak H 0 karena
p-value > α dengan α=1% sehingga residual berdistribusi normal.
Model ARIMA(1,1,0) menjadi model terbaik untuk data permintaan Arc Tube daya listrik
rendah. Modelnya adalah sebagai berikut (1 - B)z t z
1 t -1
at
zt zt 1
- 0 . 5505 z t - 1 at
Model tersebut menjelaskan bahwa permintaan Arc Tube daya listrik rendah untuk daya listrik
ke-t dipengaruhi oleh permintaan Arc Tube pada waktu t-1 dikurangi 0.5505 kali permintaan Arc Tube
pada waktu t-1 ditambah kesalahan pada saat ke-t.

4.5 Algoritma Genetika


4.5.1 Simulasi model AR(1), MA(1), ARMA(1,1) untuk Algoritma Genetika
Simulasi dilakukan dengan membangkitkan sebanyak 100, 200 dan 400 data menggunakan
macro minitab. Untuk setiap sampel, data dibangkitkan sebanyak 5 kali. Penaksiran parameter data
simulasi dilakukan dengan Algoritma Genetika. Hasil penaksiran parameter data simulasi sebagai
berikut

Tabel 6 Hasil penaksiran parameter data simulasi


rata-rata rata-rata
sampel parameter simulasi Algoritma sampel parameter simulasi Algoritma
Genetika Genetika
AR(1) 0.8 0.8168 ARMA (1,1)
100
MSE 1 1.119952 phi 0.7 0.717752
200
MA(1) 0.6 0.6311 theta 0.4 0.396
100
MSE 1 1.072292 MSE 1 1.083684
ARMA (1,1) AR(1) 0.8 0.8168
400
phi 0.7 0.7549 MSE 1 1.02749
100
theta 0.4 0.4455 MA(1) 0.6 0.6188
400
MSE 1 0.923886 MSE 1 1.04455
AR(1) 0.8 0.8291 ARMA (1,1)
200
MSE 1 0.941478 phi 0.7 0.717752
400
MA(1) 0.6 0.6188 theta 0.4 0.4455
200
MSE 1 0.934108 MSE 1 1.066268

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil rata-rata taksiran parameter model dan nilai MSE dari
Algoritma Genetika mendekati sama dengan nilai parameter simulasi sehingga program Algoritma
Genetika dapat untuk mencari taksiran parameter data asli.

4.5.2 Kromosom
Pada Algoritma Genetika untuk penaksiran parameter model ARIMA terdiri dari dua jenis
kromosom. Kromosom jenis satu berupa bilangan biner yang didapatkan secara acak yang
merepresentasikan model ARMA(p,q), sedangkan kromosom jenis dua berupa bilangan real yang
merupakan kumpulan nilai parameter model ARIMA dan didapatkan dari mengkonversikan
kromosom jenis satu kedalam bilangan real. Contohnya : model ARMA(2,1) direpresentasikan
dengan (1 1 0 0 1 0 1 1 0 0) (0 1 0 0 1) atau
1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1
sebagai kromosom jenis satu, kemudian dikonversikan kedalam bilangan real sehingga kromosom
berubah menjadi
0.5569 -0.2475 -0.4331
Perubahan kromosom dari bilangan biner menjadi bilangan real disebut sebagai kromosom jenis dua.
4.5.3 Penaksiran Parameter model ARIMA dengan Algoritma Genetika
Penaksiran parameter model ARIMA dengan algoritma Genetika dilakukan dengan ukuran
populasi atau jumlah kromosom sebanyak 10, 20, 40, dan 100. Dalam Algoritma Genetika memiliki

7
suatu ukuran kebaikan atau nilai fitness yaitu dalam hal ini adalah nilai SSE (Sum Square Error),
Nilai fitness yang tinggi menandakan nilai SSE yang kecil.
Iterasi pada kromosom dalam suatu populasi akan dilakukan berdasarkan nilai fitness,
kromosom yang memiliki nilai fitness tinggi akan selamat dan mampu bertahan pada generasi
selanjutnya sedangkan kromosom yang memiliki nilai fitness rendah akan mati dan tereliminasi pada
generasi selanjutnya. Iterasi akan berhenti apabila nilai fitness sudah konvergen. Hasil penaksiran
parameter model ARIMA dengan mengunakan Algoritma Genetika sebagai berikut

Tabel 7 Hasil penaksiran parameter dengan Algoritma Genetika


kromosom generasi MSE db SSE parameter
10 4 1156000000 140 161840000000 phi -0.55688
20 4 1156000000 140 161840000000 phi -0.55688
40 4 1156000000 140 161840000000 phi -0.55688

100 4 1156000000 140 161840000000 phi -0.55688

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai MSE, SSE dan parameter untuk semua jumlah
kromosom mempunyai nilai yang sama. Nilai MSE tersebut merupakan nilai MSE terbaik dengan
nilai sebesar 1156000000, nilai SSE sebesar 161840000000 serta nilai parameter sebesar -0.55688.

4.5.3.1 Pengujian Signifikansi Parameter


Untuk mengetahui apakah parameter model ARIMA yang ditaksir signifikan atau tidak perlu
dilakukan pengujian. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H0 : θ = 0 (parameter model tidak signifikan)
H1 : θ ≠ 0 (parameter model signifikan)
Statisik uji yang digunakan yaitu :
ˆ
t
s.e( ˆ )
H0 ditolak jika t t 0 .005 ;141 dengan nilai t0.005;141 yaitu sebesar 2,576.

Tabel 8 Pengujian estimasi parameter

model parameter koefisien SE koefisien t-hitung keterangan

ARIMA
AR 1 -0.55688 0.084514711 -6.5891487 signifikan
(1,1,0)
Dari Tabel 8 diatas dapat dikatakan bahwa taksiran parameter signifikan karena nilai |t-hitung|
> t0.005;141 Langkah selanjutnya adalah pengujian asumsi residual.

4.5.3.2 Pengujian Asumsi Residual


Pengujian pada residual dilakukan untuk mengetahui apakah residual white noise atau tidak.
Pengujian menggunakan uji Ljung-Box dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Residual white noise
H1 : Residual tidak white noise
Statisik uji yang digunakan yaitu :
K
ˆ k2
Q n(n 2)
k 1 n k

H0 ditolak jika nilai p-value > α. Hasil Uji Ljung-Box adalah sebagai berikut :

8
Tabel 9 Pengujian asumsi white-noise
model Ljung - Box keterangan
lag 12 24 36 48
2
ARIMA λ 90.8313 139.563 159.152 166.253 white-noise
(1,1,0)
DF 11 23 35 47
P_Value 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000

Tabel 9 menunjukkan bahwa model white-noise karena nilai p_value > α dengan α sebesar 1%.
Selanjutnya adalah uji asumsi distribusi normal pada residual dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : F x F0 x
H1 : F x F0 x .
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah sebagai berikut D = sup
S x F0 x
Nilai D adalah jarak vertikal terjauh antara F 0(x) dan S(x) dengan
S x : fungsi peluang kumulatif yang dihitung dari data sampel
F0 x : fungsi distribusi yang dihipotesiskan (normal)
F x : fungsi distribusi yang belum diketahui.
Hipotesis nol ditolak jika D D 0 . 99 ;141 , atau nilai p-value < α.
P r o ba bility P lo t o f r e s idua l
No r m a l

99.9
M ean - 87.99
S tD ev 34000
99
N 141
KS 0.076
95 P - V alu e 0.048
90

80
70
Pe r c e nt

60
50
40
30
20

10
5

0.1
-1 00 00 0 -50 00 0 0 500 00 1 00 00 0
C1 2

Gambar 8 Plot kenormalan residual Algoritma Genetika

Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.048 berarti tolak H 0 karena p-
value < α dengan α=1% sehingga residual tidak berdistribusi normal. Residual tidak berdistribusi
normal dapat terjadi karena adanya beberapa penyabab, salah satunya yaitu adanya data outlier
sehingga perlu dilakukan deteksi outlier.
Model ARIMA(1,1,0) menjadi model terbaik untuk data permintaan Arc Tube daya listrik
rendah. Modelnya adalah sebagai berikut (1 - B)z t z
1 t -1
at
zt zt 1
- 0 . 55688 z t - 1 at
Model tersebut menjelaskan bahwa permintaan Arc Tube daya listrik rendah untuk daya listrik
ke-t dipengaruhi oleh permintaan Arc Tube pada waktu t-1 dikurangi 0.55688 kali permintaan Arc
Tube pada waktu t-1 ditambah kesalahan pada saat ke-t.
5. Kesimpulan dan saran
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diperoleh pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil penaksiran parameter model ARIMA dengan mengunakan Conditional Least Square adalah
(1 - B)z t 1
z t -1 at
zt zt 1
- 0 . 5505 z t - 1 at

9
Model tersebut menjelaskan bahwa permintaan Arc Tube daya listrik rendah untuk daya
listrik ke-t dipengaruhi oleh permintaan Arc Tube pada waktu t-1 dikurangi 0.5505 kali
permintaan Arc Tube pada waktu t-1 ditambah kesalahan pada saat ke-t. Dengan MSE sebesar
1156000000 dan SSE sebesar 161840000000.
2. Hasil penaksiran parameter model ARIMA dengan mengunakan Algoritma Genetika adalah :
(1 - B)z t 1
z t -1 at
zt zt 1
- 0 . 55688 z t - 1 at
Model tersebut menjelaskan bahwa permintaan Arc Tube daya listrik rendah untuk daya
listrik ke-t dipengaruhi oleh permintaan Arc Tube pada waktu t-1 dikurangi 0.55688 kali
permintaan Arc Tube pada waktu t-1 ditambah kesalahan pada saat ke-t. Dengan MSE sebesar
1156000000 dan SSE sebesar 161840000000.
3. Dari hasil kedua metode penaksiran parameter model ARIMA tersebut dihasilkan nilai MSE dan
SSE yang besarnya sama

5.2. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diperoleh pada bab sebelumnya, dapat diambil suatu saran
sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini penaksiran parameter model ARIMA dengan Algoritma Genetika hanya
berdasarkan kriteria SSE saja. Untuk selanjutnya diharapkan bisa dikembangkan berdasarkan
kriteria MSE, signifikansi parameter, dan asumsi distribusi Normal.
2. Pada penelitian ini hanya digunakan data ARIMA non musiman. Untuk selanjutnya diharapkan
bisa dikembangkan untuk model ARIMA yang musiman.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A., 2003. Optimisasi Daya Reaktif Menggunakan Algoritma Genetik Pseudo-Paralel.
Jurnal teknik elektro dan komputer emitor Vol. 3, No. 1, Maret 2003
Fariza, A., 2003. Hybrid Algoritma Genetika Simulated Annealing untuk Peramalan Data time Series.
Tugas akhir yang dipublikasikan.
Gen, M., dan Cheng, R., 2000. Genetic Algorithms and Engineering Optimization. Canada : John
Wiley & Son Inc.
Makridakis, S., Wheelwright, S.C., dan McGee, V.E., 1999. Jilid 1 Edisi Kedua, Terjemahan Ir. Hari
Suminto. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Rohman, M.N., 2009. Identifikasi Model Arima Box-Jenkins Mengunakan Algoritma Genetika. Tugas
Akhir S1 Statistika ITS Surabaya (tidak dipublikasikan).
Sanjoyo. 2006. Aplikasi Algoritma Genetika.
Sivanandam, S.N.,dan Deepa, S.N., 2008. Introduction to Genetic Algorithms. Berlin Heidelberg New
York : Springer.

10

Anda mungkin juga menyukai