Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS IGD

KEJANG DEMAM

RSUD CILEUNGSI

DPJP : dr. Lony ,Sp.A

Pedamping : dr. Aprizal ,MARS


BAB I
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : An.A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 1 tahun , 6 Bln
BB : 11 kg
TB : 79 cm
Alamat : Kp.rawa lele
Masuk RS : 11 Maret 2019

Keluhan Utama : Demam


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang yang terjadi dirumah sejak 30 menit sebelum
masuk rumah sakit. Kejang terjadi lebih kurang dari 5 menit. Saat kejang terjadi tubuh
pasien kelonjotan, mata melotot, mulut keluar busa tidak ada. Setelah pasien mengalami
kejang, pasien langsung menangis.
Awalnya demam yang dialami tidak begitu tinggi, dan demam turun setelah pemberian
obat penurun demam. Kemudian dimalam harinya pasien kembali demam dan demam
tidak turun setelah pemberian obat penurun demam.
Ibu pasien mengatakan demam yang dialami demam tinggi, saat diukur suhu tubuh
pasien mencapai 39,4C. Riwayat kejang sebelum demam tidak ada. Pasien juga ada
batuk .

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat trauma disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat:

Pemakaian obat paracetamol sirup. Saat kejang tidak diberikan


Riwayat Penyakit Keluarga:

Kejang/epilepsi disangkal.

Riwayat Kehamilan:

Ibu pasien ANC teratur ke bidan dan dokter kandungan. Sakit sewaktu

hamil disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien rutin mengkonsumsi obat yang

diberikan oleh dokter kandungan.

Riwayat Imunisasi:

Menurut ibu pasien setiap imunisasi sudah lengkap

Data antropometri

Berat Badan : 11 kg

Tinggi badan : 79 cm

BB/U : -2SD s/d +2 SD

PB/U : -2SD s/d +2 SD

BB/PB : -2SD s/d +2 SD

Status Gizi : Obesitas


Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda vital :

Nadi : 120 x/menit


RR : 25 x / menit
Suhu : 37,6 °C
Pemeriksaan status generalis :
Kepala : tidak tampak kelainan
Mata : konjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-)
THT : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : bentuk normal.
Paru :
Inspeksi : dalam keadaan statis simetris, dalam keadaan dinamis tidak
ada ketinggalan gerak.
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, batas paru normal
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1,S2 tunggal, regular, gallop(-), murmur (-)
Abdomen : bentuk datar, nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik (<3
detik), bising usus normal tidak meningkat
Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor
baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat, petekie (-), CR <2 detik
B. Diagnosis: Kejang demam sederhana

C. Hasil laboratorium :

Hb : 11.3

Ht : 35

Leukosit : 6500

Trombosit : 307000

D. Penatalaksanaan

IVFD RL 1000cc /24 jam

Paracetamol infus 3x125 mg IV

Ceftriaxone 2x500mg IV

Diazepam 3x1 mg P.O

Mucos drop3x0,3 ml
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2 - 4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi sistem saraf
pusat ataupun epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan dengan timbulnya
demam.

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak
didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
kenaikan suhu tubuh di atas 380C rektal atau di atas 37,80C aksila. Pendapat
para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3
bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah
mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam
terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam
terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%.

Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan

Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%.
Sedangkan di Hong Kong angka kejadian kejang demam sebesar 0,35%. Dan di

China mencapai 0,5 – 1,5%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai

14%.

Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bankitan


kejang demam pada usia 6 bulan. Kejang demam merupakan salah satu
kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar 2 – 5% anak dibawah 5 tahun
pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% pendertita kejang
demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak kasus bangkitan
kejang demam terjadi pada anak berusia antara 6 bulan sampai dengan 22
bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi pada usia 18 bulan.

Klasifikasi

Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks.

Perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks


Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya kejang demam yaitu demam, usia, dan riwayat
keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi, hamil
primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat
badan lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor
pascanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala).

a. Faktor Demam

Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai di atas 37,80C aksila
atau diatas 38,30C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi
pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan faktor utama
timbulnya bangkitan kejang demam.
Demam disebabkan oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul
bangkitan kejang demam sebesar 80%. Perubahan kenaikan temperatur tubuh
berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena
kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta
produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celcius akan
meningkatkan metabolisme karbohidat 10-15%, sehingga dengan adanya
peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan
oksigen. Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksi jaringan
termasuk jaringan otak. Keadaan ini akan menganggu fungsi normal pompa
Na+ dan reuptake asam glutamate oleh sel glia.

Kenaikan suhu yang terjadi secara mendadak menyebabkan kenaikan kadar


asam glutamate dan menurunkan kadar glutamin. Tetapi sebaliknya kenaikan
suhu tubuh secara pelan tidak menyebabkan kenaikan kadar asam glutamate.
Perubahan glutamin menjadi asam glutamate dipengaruhi oleh kenaikan suhu
tubuh. Asam glutamate merupakan eksitator. Sedangkan GABA sebagai
inhibitor tidak dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh mendadak.

Faktor usia

Pembentukan reseptor untuk eksitator lebih awal dibandingkan dengan


inhibitor. Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk asam glutamate
sebagai reseptor eksitator yang aktif,

sedangkan GABA sebagai inhibitor yang kurang aktif, sehingga eksitasi lebih
dominan dibandingkan inhibisi. Corticotropin releasing hormon (CRH)
merupakan neuropeptide eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. pada otak
belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi sehingga berpotensi untuk
terjadinya bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.
Faktor riwayat keluarga

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang
demam. Namun pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak
ditemukan.

Usia saat ibu hamil

Usia ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang akan
dilahirkan. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkan berbagai konplikasi dalam kehamilan dan persalinan.
Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan

prematuritas, bayi berat lahir rendah, penyulit persalinan dan partus lama.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dan asfiksia.

Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi

Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan seperti plasenta previa dan eklamsia
dapat menyebabkan asfiksia pada bayi. Eklamsia dapat terjadi pada kehamilan
primipara atau usia pada saat hamil diatas 30 tahun. Penelitian terhadap
penderita kejang pada anak sebesar 9%

disebabkan oleh karena adanya riwayat eklamsia selama kehamilan. Asfiksia


disebabkan oleh karena adanya hipoksia pada bayi yang dapat berakibat
timbulnya kejang. Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke
plasenta berkurang sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin
dan bayi berat lahir rendah.
Penegakan Diagnosis

Dari kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk

membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:

a. Dari anamnesa yang didapatkan

- Umur pasien kurang dari 6 tahun (1 tahun 11 bulan)

- Kejang didahului demam

- Kejang berlangsung hanya satu kali selama 24 jam dan kurang dari

5 menit

- Kejang umum dan tonik klonik

- Kejang berhenti sendiri

- Pasien tetap sadar setelah kejang

b. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan

- Suhu tubuh aksila 38,20C

- Tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah


bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan
5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain. Penggolongan kejang demam menurut kriteria
Nationall Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang

lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu
episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih
lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel. Kejang demam berulang
adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam.
Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam sederhana dan epilepsi yang
diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien yang memerlukan dan tidak
memerlukan pengobatan rumat.

Tatalaksana

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:

a. Mencegah kejang demam berulang

b. Mencegah status epilepsy

c. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi

d. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Pengobatan fase akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan
nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat
juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen
harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan
cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan
dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen
oral 10 mg/kgBB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB 4 kali sehari).
(7) Saat ini
diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena
diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan
secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat.
Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena
pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak
yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan
per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada
berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan
efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30
mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia
lebih dari 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan
efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi
midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup
baik. Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam
intravena.

Prognosis

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian
hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang
demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang
demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan
tingkat intelegensi. Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang
demam cukup

mengkhawatirkan bagi orangtuanya.

Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium tidak


dikerjakan secara rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk
memeriksa cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6% -6,7%. Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada
kejang demam bila usia pasien kurang dari 18 bulan. Pada kasus ini pasien telah
berumur 23 bulan dan secara klinis tidak ditemukan gejala yang mengarah pada
infeksi intracranial sehingga pemeriksaan pungsi tidak perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhani AK. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu Tahun. Medula. 2013;1(1):57-64.

2. American Academy of Pediatrics. Committee on Quality Improvement, Subcommittee on Febrile


Seizures. Practice Parameter: Long-term Treatment of the Child With Simple Febrile Seizures.
Pediatrics 1999; 103 (6): 1307-9.

3.. Fuadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak: Universitas Diponegoro; 2010.

4. Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures : Risks, Evaluation, and Prognosis. American Family
Physician. 2012;85(2):149-53.

5. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002;4(2):59 - 62.

Anda mungkin juga menyukai