Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

KONSEP OBAT HERBAL, OBAT TRADISIONAL, DAN SUPLEMEN HERBAL

Dosen :

Ns. Yuliana S.Kep.,M,Kep

Oleh : Kelompok 1

Fitria Husni G1B118004


Nur Ayu Hijratun Nikmah G1B118011
Elprida Sihombing G1B118015
Riska Tamala G1B118022
Ismi Adisti G1B118033
Devi Fani Arista G1B118039
Tania Febria Azizah G1B118042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep
Obat Herbal, Obat Tradisonal, dan Suplemen Herbal”. ini dengan baik meskipun masih ada
kekurangan didalamnya.Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pemimbing yang
telah membantu kami, sehingga kami mengerjakan makalah ini dengan lebih mudah. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kelompok kami
dalam penyelesaian makalah ini

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Konsep Obat Herbal, Obat Tradisonal, dan Suplemen
Herbal”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi anggota kelompok kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Kami juga mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Jambi, September 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................6
1.4 Manfaat .................................................................................................................6

BAB II TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat Tradisional..................................................................................1


2.2 Pengembnagan Obat Tradisional Atau Obat Bahan Alam Indonesia....................9
2.3 Pengelompokan Obat Tradisional.......................................................................16
2.4 Peraturan Perundang-Undangan Dalam Obat Tradisional..................................23
2.5 Bahan Baku Obat Tradisional..............................................................................24
2.6 Macam-Macam Obat Tradisional........................................................................30
2.7 Penegelompokan Obat Tradisional Dan Jenis Obat Tradisional.........................32
2.8 Manfaat Obat Tradisional....................................................................................35
2.9 Pengertian Terapi Herbal.....................................................................................38
2.10 Konsep Pengobatan Herbal................................................................................39
2.11 Macam-Macam Obat Herbal............................................................................42
2.12 Konsep Pengobatan Terapi Herbal....................................................................44
2.13 Keuntungan Pengobatan Terapi Herbal.............................................................44
2.14 Kerugian Pengobatan Terapi Herbal..................................................................45

BAB IV PENUTUP

4.1 kesimpulan..........................................................................................................47
4.2 Saran...................................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................48

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu digunakan


masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan
keanekaragaman tumbuhannya (I Wayan, 2004). Sejak ribuan tahun yang lalu, obat
dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan
formal dengan obat-obatan modernnya dikenal masyarakat (Wijayakusuma, 2002).
Berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO), lebih dari 80% penduduk
negara-negara berkembang tergantung pada obat tradisional untuk mengatasi masalah
kesehatan (Khanna et al., 2001).

Obat tradisional di Indonesia sangat besar perananya dalam pelayanan


kesehatan masyarkat di Indonesia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Karena
memang Negara kita kaya akan tanaman obat-obatan . Namun, sayang kekayaan alam
tersebut tampaknya masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesehatan.
Padahal saat ini biaya pengobatan modern cukup mahal ditambah lagi dengan krisis
ekonomi yang melanda bangsa ini belum sepenunya berakhir. Hal tersebut di
khawatirkan dapat membuat kemampuan masyarakat untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang optimal semakin menurun.

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang perlu terus


dilestarikan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus
untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Untuk dapat ikut meningkatkan pelayanan
dan meningkatkan pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Selama ini industri jamu
ataupun obat-obat tradisional bertahan tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah
maupun industri farmasi. Sementara iu tantangan dari dalam negeri sendiri adalah
sikap dari dunia medis yang belum sepenuhnya menerima jamu dan obat tradisional.
Merebaknya jamu palsu maupun jamu yang bercampur bahan kimia beberapa waktu
lalu, semakin menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan keamanan
mengkonsumsi jamu dan obat tradisional sudah lama dilakukan oleh masyarakat. Obat
tradisional ini tentunya sudah diuji bertahun-tahun bahkan berabad-abad sesuai
dengan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia.

4
Dokter dan apotik belum dapat menerima jamu sebagai obat yang dapat
mereka rekomendasikan kepada pasien sehingga pemasaran produk jamu tidak bisa
menggunakan tenaga detailer seperti pada obat modern. Di pihak dokter, sistem
pendidikan masih mengacu kepada pengobatan modern dan tidak menyentuh
substansi pengobatan dengan bahan alam (fitofarmaka). Dengan kondisi di atas, tidak
heran bila pasar industri jamu dan obat tradisional sulit berkembang pesat. Padahal,
denganjumlah masyarakat Indonesi yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa,
sesungguhnya potensi pasar bagi produk jamu ataupun obat tradisional amatlah besar.
Terlebih lagi, saat ini tampak ada kecenderungan hidup sehat pada masyarakat kelas
menengah atas untuk menggunakan produk berasal dari alam(back to nature). Saat ini
masalah dalam pengembangan obat bahan alam di antaranya kurang pembuktian
keamanan dan khasiat obat tersebut,sehingga tidak memenuhi criteria untuk dapat
diterima dan digunakan dalam pelayanan kesehatan.

Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari
alam (tumbuhan dan hewan).Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis
yaitu jamu, jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal
medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalambentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional.

Obat Herbal Terstandar ( Standarized based Herbal Medicine) merupakan obat


tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik
tanaman obat, binatang, maupun mineral (Lestari, 2007). Dalam proses pembuatan
obat herbal standar ini dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal
daripada Universitas Sumatera Utara pembuatan jamu.Tenaga kerja yang dibutuhkan
pun harus di dukung dengan keterampilan dan pengetahuan membuat ekstrak.Obat
herbal ini umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian
praklinis.Penelitian ini meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat dalam
bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higenis, serta uji toksisitas akut
maupun kronis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah makalah ini adalah
“Bagaimana konsep teoritis dari obat herbal, obat tradisional, dan suplemen herbal”

5
1.3 Tujuan
1. Mampu memahami pengertian obat tradisional
2. Mampu memahami pengembangan obat tradisional atau bahan alam indonesia
3. Mampu memahami pengelompokan obat tradisional
4. Mampu memahami perundang-undangan dalam obat tradisional
5. Mampu memahami bahan baku obat tradisional
6. Mampu memahami macam-macam obat tradisional
7. Mampu memahami menegelompokan obat tradisional dan jenis obat tradisional
8. Mampu memahami pengertian terapi herbal
9. Mampu memahami konsep pengobatan terapi herbal
10. Memahami macam-macam obat herbal
11. Mampu memahami konsep pengobatan terapi herbal
12. Mampu memahami keuntungan pengobatan terapi herbal
13. Mampu memahami kerugian pengobatan herbal

1.4 Manfaat Penulisan

Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat
kebanyak pihak diantaranya :
1.4.1 Bagi Penulis
Memberikan gambaran mengenai obat herbal, obat tradisional, dan suplemen
herbal secara umum maupun terperinci, meningkatkan wawasan, pengetahuan
dan mengaplikasikan cara perawatan obat herbal, obat tradisional, dan
suplemen herbal.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya
dengan judul konsep obat herbal, obat tradisional, dan suplemen herbal
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai bahan bacaan dan sebagai sumber informasi pengetahuan mengenai
obat herbal, obat tradisional, dan suplemen herbal beserta penggunannya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Obat Tradisional


Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan,
hewan,mineralmaupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah,
mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan
penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita
dapatkan.
Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di
masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti misalnya
akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang temulawak
dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina
dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan
untuk obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat
kanker. Buah belimbing banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas untuk obat menghilangkan bau badan.
Bunga belimbing Wuluh untuk obat batuk.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa


bahantumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

7
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisionaldan
Pendaftaran Obat Tradisional.

Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul,
serbuk, cair, simplisia dan tablet, seperti gambar berikut ini :

serta dikemas dengan baik untuk menjaga keamanan dari sediaan atau produk
sediaan atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut seperti gambar berikut ini:

1. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi


obattradisional dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta
rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
2. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat
tradisionaldengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus
juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
3. Usaha jamu / Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran danatau
pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis,

8
tapel atau parem dengan skala kecil, dijual di suatu tempat tanpa
penandaan dan atau merek dagang.
4. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksioleh
suatu Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang
bersangkutan dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan
tersebut.
5. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakandengan cara mencoletkan pada dahi.
6. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur
yangdigunakan dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau pada
bagian tubuh lain.
7. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur
yangdigunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
8. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang
berasaldari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
9. Bahan tambahan adalah zat yang tidak berkhasiat sebagai obat
yangditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan mutu,
termasuk mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau serta
memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.

2.2 Pengembangan Obat Tradisional atau Obat Bahan Alam Indonesia


Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan
budaya bangsa (ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong
pengembangannya melalui penggalian, penelitian, pengujian dan pengembangan
serta penemuan obat-obatan termasuk budidaya tanaman obat tradisional yang
secara medis dapat dipertanggung jawabkan
Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal pokok yang harus
diperhatikan yaitu
a. Etnomedicine
Etnomdicine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang
harus dikembangkan, dikaji secara ilmiah dan dicatat /didokumentasikan sebaik
mungkin sebelum mengalami kepunahan atau hilang. Adapun Etnomedicine yang
digunakan sebagai acuan adalah :

9
1. Cabe Puyang warisan nenek moyang,
2. Ayur weda,
3. Usada Bali,
4. Atlas tumbuhan obat Indonesia (Dalimarta),
5. Tumbuhan Obat Indonesia (Hembing), dan
6. Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne).

Pengobatan tradisional banyak disebut sebagai pengobatan


alternatif.Menurut pendapat Organisasi Kesehatan Dunia (W.H.O) ada bareneka-
macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-caranya.
Perbedaan ini dijelaskan sebagai terapi yang „berdasarkan cara-cara‟ seperti terapi
spiritual atau metafisik yang terkait hal gaib atau terapi dengan ramuan atau
racikan. Jenis terapi yang kedua „berdasarkan obat-obatan‟ seperti jamu dan
pengobatan herbal.

Pengobatan alternative adalah pengobatan pengganti yang dicari orang


ketika pengobatan modern tidak mampu menangani seluruh masalah kesehatan.
Menurut buku „Spiritual Healing‟ disebutkan bahwa ditengarai hanya sekitar 20%
penyakit saja yang bisa ditangani melalui pengobatan modern sisanya belum
diketahui obatnya, karena itulah maka pengobatan alternatif menjadi pilihan
kembali karena manusia membutuhkan jawaban atas obatnya.
Perbedaan mendasar antara pengobatan modern dengan pengobatan
alternatif adalah pengobatan modern menganggap manusia lebih
bersifatmaterialistik (darah, daging dan tulang dan mengabaikan aspek spiritual
manusia) dan menggunakan obat-obatan materialistik pula, sedangkan manusia
sekarang menyadari bahwa banyak penyakit disebabkan oleh masalah kejiwaan
atau gangguan spiritual.

10
b. Agroindustri Tanaman Obat/Budidaya Tanaman Obat
Tanaman obat biasanya digunakan persediaan untuk obat tradisional dan
bahan penghasil obat modern. Ketersediaan tanaman obat dalam jumlah yang
cukup atau memadai dengan kualitas yang cocok / tepat perlu dijaga dalam jangka
waktu yang panjang karena sering merupakan faktor penentu dalam keberhasilan
industri obat herbal baik yang masih berupa jamu, Obat Herbal Terstandarisasi
maupun Fitofarmaka. Faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan industri
obat herbal adalah kualitas obat yang ditentukan oleh lingkungan alam dimana
tanaman obat tersebut tumbuh. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kandungan
kimia tanaman obat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik maupun
abiotik, letak geografis dan musim atau waktu panen.
Berdasarkan permasalahan ketersediaan tanaman obat ini, tidak ada industri
obat, baik itu industri obat modern ataupun obat-obat tradisional dapat dibangun
berdasarkan pertumbuhan alami tanaman dalam persediaan yang sedikit dan
bahaya dari berkurangnnya spesies. Selanjutnya, mungkin tidak akan ada
perbaikan kualitas varietas tanaman kecuali jika dilakukan pembudidayaan atau
agroindustri tanaman obat.. Oleh karena itu yang terpenting adalah menentukan
kriteria bagi kualitas tanaman, dan memastikan bahwa tanaman hasil budidaya
memenuhi standard baku Peraturan Perundangan, Good Manufacturing Product
(GMP) atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Agroindustri tanaman obat khususnya dikembangkan budidaya tanaman
obat agar mudah didapat dan tidak mengalami kelangkaan. Khusus bagi tanaman
yang hampir langka perlu adanya pengembangan budidaya melalui kultur jaringan
dan selanjutnya dikembangkan di lapangan.
Pemanfaatan tanaman obat di Indonesia pada saat ini semakin meningkat
baik dipergunakan langsung oleh masyarakat maupun industri kecil maupun
besar. Pemanfaatan ini diperlukan upaya untuk pembudidayaannya. Tanaman
obat harus dibudidayakan secara alami atau ramah lingkungan, harus bebas dari
bahan-bahan kimia sehingga budidayanya pun harus secara organik. Tanaman
obat lebih berkhasiat jika digunakan dalam keadaan segar. Hal ini dapat disiasati
dengan menanamnya dalam sekala kecil di pekarangan rumah atau yang lebih
dikenal dengan TOGA. , tanaman obat juga dapat sebagai sumber oksigen dan

11
sumber bahan makanan. Untuk menghindari akibat negatif dari pemanfaatan
tanaman obat bagi penderita penyakit, maka pemilihan jenis dan bahan tanaman
obat harus secara baik dan benar sesuai indikasi penyakit.
Pengembangan agroindustri tanaman obat di Indonesia memiliki prospek
yang baik. Secara alamiah Indonesia dikaruniai keanekarabaman hayatidan
merupakan salah satu megacentre utama keanekaragaman hayati dunia. Dengan
sekitar 40.000 jenis tumbuhan. Berdasarkan hasil penelusuran hampir 1000 jenis
tanaman/tumbuhan secara turun temurun dipergunakan sebagai obat tradisional.
Ketersediaan bahan baku obat (simplisia) yang melimpah ini sangat mendukung
pengembangan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) d e n g a n m e m
formulasikannya menjadi obat tradisional dalam bentuk bentuk kemasan yang
aman dan terstandarisasi berdasakan peraturan dan perundangan yang berlaku di
Indonesia.
Peningkatan konsumsi obat tradisional di Indonesia semakin meningkat, hal
ini dapat dilihat dari perkembangan industri obat tradisional yang terus
berkembang dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 di Indonesia terdapat 429 buah
IKOT dan 20 buah Industri Obat Tradisional (IOT). Pada tahun 1999, meningkat
menjadi 833 buah IKOT dan 87 buah IOT.
Setelah dibudidayakan sebanyaknya perlu dikembangkan lebih lanjut teknologi
kimia dan proses dan selanjutnya melalui teknologi farmasi dan kedokteran baik
melalui eksplorasi sumber daya alam tanaman obat asli Indonesia melalui
penelitian, uji bioaktivitasnya, pembuatan sediaan fitofarmakanya dan standarisasi
bahan-bahan/simplisia sehingga warisan turun temurun yang digunakan oleh
nenek moyang dapat dikembangkan secara ilmiah atau medis.

c. Teknologi Kimia dan Proses


Secara alamiah Indonesia dikaruniai keanekarabaman hayati dan
merupakan salah satu megacentre utama keanekaragaman hayati dunia. Dengan
sekitar 40.000 jenis tumbuhan.Berdasarkan penelusuran hampir 1000 jenis
tanaman/tumbuhan secara turun temurun dipergunakan sebagai obat tradisional.
Setiap tumbuhan berinteraksi dengan organisme lain dan mengalami
evolusi. Dalam proses interaksi dan evolusi ini, secara prinsip akan terjadi proses
adaptasi untuk mempertahankan keberadaan atau kelangsungan hidup masing-
masing species dari pengaruh lingkungannya. Dalam proses adaftasi ini masing-

12
masing species secara alamiah dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukan
metabolisme sekunder dengan menggunakan metabolit primer (hasil metabolisme
primer) sebagai precursor untuk biosintesis metabolit sekunder (sebagai hasil
darimetabolisme sekunder).
Seperti misalnya flavonoid dalam biositesisnya berasal dari jalur sikimat
dan jalur asetat malonat. Metabolit sekunder itu diantaranya adalah flavonoid,
steroid, alkaloid, terpenoid, saponin dan lain-lain. Berdasarkan beberapa
penelitian metabolit sekunder inilah yang aktif sebagai bahan obat. Sebagai
contohnya flavonoid dalam meniran dapat dipergunakan sebagai imunostimulan.
Flavonoid pada temu kunci dapat dipergunakan sebagai bahan obat untuk
menghambat pertumbuhan sel kanker payudara..
Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat dikembangkan
agar diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat kimia baru sebagai
“lead compounds” untuk pegembangan obat modern melalui eksplorasi sumber
daya alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional. Eksplorasi sumber daya alam
atau bahan aktif tanaman obat tradisional dapat dilakukan dengan cara :
1. Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut. (Etnomedisine)
2. Uji farmakologis awal ekstraks
3. Skrining fitokimia (Uji Kandungan Metabolit Sekunder : Terpen,
Steroid,Flavonoid,Senyawa Fenol, Alkaloid)
4. Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur
5. Standarisasi sediaan fitofarmaka
6. Uji farmakologis lanjut isolat
7. Modifikasi struktur (QSAR)
8. Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya (1,2,3,4)

Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi
bahantanaman obat dengan berbagai pelarut berdasarkan warisan turun-temurun
tentang obat tradisional, sehingga terbentuk bank ekstrak. Selanjutnya dilakukan
Uji farmakologis dari ekstrak tersebut baik ekstrak tunggalmaupun campuran
ekstrak. Uji farmakologis ini dapat dilakukan berdasarkan formula-formula yang
sudah biasa dilakukan di masyarakat dalam pengobatan tradisional atau formula-
formula yang telah dibukukan, seperti pada Buku Usada Bali Taru Premana, Ayur
Veda, Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang dan lain-lain.

13
Uji farmakologis ini merupakan uji awal untuk keaktifan suatu ekstrak
tanaman obat. Setelah terbukti aktif selanjutnya dilakukan skreening fitokimia
atau kandungan kimia dari ekstrak aktif tersebut. Kandungan kimia dari ekstrak
aktif ini diisolasi atau dipisahkan senyawa-senyawanya sehingga dapat diketahui
seberapa besar kandungan kimia dan selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan
obat. Kalau kandungan kimianya cukup besar (>2%), maka ekstrak ini dapat
dikembangkan sebagai obat modern, kalau kandungannya kecil maka ekstrak ini
dapat dikembangkan sebagai obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.
Kandungan kimia yang cukup besar dapat dikembang lebuh lanjut metoda
QSAR (Quantitative Structure of Activities Relationship) dengan sistem
penambahan gugus fungsi yang dapat meningkatkan aktivitas senyawa obat
tersebut. Ekstrak yang aktif ini dapat dilakukan uji pra klinik pada hewan coba
dan uji toksisitasnya.

d. Teknologi Farmasi dan Kedokteran


Melalui teknologi farmasi dan kedokteran dapat dilakukan uji
bioaktivitasnya, uji praklinis, uji klinis, pembuatan sediaan fitofarmakanya dan
standarisasi bahan-bahan/simplisia sehingga warisan turun temurun yang
digunakan oleh nenek moyang dapat dikembangkan secara ilmiah atau medis
ataudapat dikembangkan sebagai obat yang siap diresepkan oleh dokter atau
sejajar dengan obat modern.
Setelah terbukti aktif sebagai obat tertentu dan uji toksisitasnya tidak
toksik terhadap kesehatan maka selanjutnya dilakukan pengawasaan produksi dan
pemasarannya dari BPOM atau instansi terkait agar tidak membahayakan
kesehatan masyarakat. Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun
1992, pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat, baik persyaratan
kesehatan maupun persyaratan standar. Dalam hal ini pemerintah, mewujudkan
tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran
obat-obatan tradisional dengan membuat peraturan yang mengatur tentang izin
Usaha Industri obat Tradisional dan pendaftaran obat tradisional yaitu Permenkes
RI No. 246/Menkes/Per/V/1990.

14
Hasil eksplorasi Sumber Daya Alam tanaman obat ini dapat dikatakan
bahwa keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman plasma nutfah
dangenetika serta berfungsi sebagai pustaka kimia alam yang sangat besar
artinyabagi kepentingan umat manusia bila didayagunakan secara maksimal.
Fakta ini didukung oleh sejarah penelitian dan penemuan obat baru menunjukkan
bahwa berbagai jenis metabolit sekunder dari tumbuhan/tanaman obat, dari
mikroorganisme maupun biota laut telah terbukti memiliki nilai guna sebagai
leadsubstances untuk bahan obat maupun obat.
Plasma nuftah dan genetika ini akan bermanfaat secara
maksimaldiperlukan concerted effort untuk memanfaatkan dan mengembangkan
sumber
plasma nuftah dan genetica yang dimiliki serta mentransformasikannya dari suatu
comparative-advantages menjadi competetive – advantages.
Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan taman nasional hutan, taman nasional laut dan kebun-kebun
penelitian di tiap-tiap daerah melalui pengembangan dan pengelolaan Kebun
Raya-Kebun Raya yang di miliki oleh tiap daerah. Pengelolaan yang baik dan
profesional akan memberikan kemudahan bagi pengembangan
bioprospectingarea dalam rangka pemberian nilai tambah ekonomis sumber daya
hayatipotensial dalam penemuan obat atau bahan obat baru, dan tetap
memperhatikan pelestarian lingkungan.
Pembangunan suatu extract centre di sekitar kawasan bioprosspecting
merupakan suatu keharusan dalam pengembangan dan penelitian obat tradisonal
agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan medis. Ekstrak-ekstrak
inilah selanjutnya dapat dipergunakan untuk melakukan penelitian penemuan obat
baru dengan metoda modern agar diperoleh bahan atau obat baru yang lebih cepat.
Salah satu metoda modern tersebut adalah metoda High Throughput
Screening(HTS).Teknik HTS ini akan memadukan ekstrak dengan protein target
tertentu(misalnya : protein kanker), bila ada hit (serangan) yang menghancurkan
protein target maka dapat dikatakan bahwa dalam ekstrak tersebut terkandung
senyawa aktif yang berinteraksi dengan molekul target tersebut. Bila molekul
target tersebut merupakan suatu penyakit atau patogen tertentu maka senyawa
aktif dalam ekstrak tersebut merupakan obat atau bahan obat terhadap penyakit
/patogen tersebut.

15
2.3 Pengelompokan Obat Tradisional atau Jenis-jenis Obat Tradisional
Berdasarkan Pengobatan Tradisional Bali yang khusus untuk bahan obat
atau obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Taru Premana), Obat
Tradisional Bali di kelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Anget (panas)
2. Dumelada (sedang)
3. Tis (dingin)
Tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bunganya berwarna putih,
kuningatau hijau dikelompokkan kedalam kelompok tanaman yang berkhasiat
anget(panas). Bunganya yang berwarna merah atau biru dikelompokkan kedalam
tanaman yang berkhasiat tis (dingin) sedangkan bila warna bunganya beragam
dikelompokkan kedalam kelompok tanaman yang berkhasiat sedang. Bila ditinjau
dari rasa obatnya maka kalau rasanya manis atau asam maka dikelompokkan
kedalam kelompok tanaman yang panas dan bila rasanya pahit, pedas dan sepat
dikelompokkan kedalam kelompok dingin.
Obat minum (jamu cair) yang berasa pahit amat baik untuk mengobati
panas pada badan dan sakit perut karena dapat mendinginkan badan akibat panas
di dalam perut. Bahkan ada pula tanaman atau tumbuhan yang mempunyai ketiga
khasiat tersebut yaitu akar (dingin), kulit batangnya (sedang) dan daun (panas),
tanaman ini adalah Tanaman Kepuh.
Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat Bahan
Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia.
Selanjutnya disebutkan dalam Keputusan Kepala Badan POM tersebut,
berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3
kelompok yaitu :

1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara
5 – 10 macam bahkan lebih.

16
Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-
menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah
membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan
tertentu.
Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang
disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan.
Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurund dan tidak melalui
proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
1. Aman
2. Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3
generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut
jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan
fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama
belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal
terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan
bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi
Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang
seringhadir dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Saat ini contohnya kita
bisa melihat banyak masyarakat yang kembali ke pengobatan herbal. Banyak
ramuan-ramuan obat tradisional yang secara turun-temurun digunakan oleh
masyarakat untuk pengobatan. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa
pengobatan herbal tidak memiliki efek samping. Saat ini ada beberapa kemasan
jamu yang beredar seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

17
2. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat
Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan
tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk
pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar
pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji
toksisitas akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka.Dalam proses
pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga
mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan
pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi bila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi.
Indonesia telah meiliki atau memproduksi sendiri OHT dan telah telah
beredar di masyarakat 17 produk OHT, seperti misalnya : diapet®, lelap®,
kiranti®, dll. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi
fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.

3. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan
khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis.Fitofarmaka dapat diartikan sebagai
sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di
standarisir (BPOM. RI., 2004 ).
Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas,
fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Hal ini
disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian yang sangat
panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga fitofarmaka termasuk

18
dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat,
karena telah memiliki clinical evidence dan siap di resepkan oleh dokter.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal
tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi

Hal yang perlu diperhatikan adalah setelah lolos uji fitofarmaka, produsen
dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh
menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya
sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker
dan antidiabetes.
Adapun obat fitofarmaka yang saat ini beredar di masyarakat yang
berbentuk kemasan memiliki logo jari-jari daun yang membentuk bintang dalam
lingkaran seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Logo Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikankeamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji
klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Pada dasarnyasediaan
fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-
bahan alami, meskipun demikian jenis sediaan obat ini masih belum begitu
populer di kalangan masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar.
Khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada
sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas,
Dengan kata lain fitofarmaka menurut ilmu pengobatan merupakan sediaan

19
jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.Diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam
proses penanaman tanaman obat, panen, pembuatan simplisis, ekstrak hingga
pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan
tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji
preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dengan menggunakan hewan percobaan
dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia ada beberapa tahap-
tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka seperti :

1. Tahap seleksi calon fitofarmaka


Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sebagai
calon fitofarmaka sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut :
1. Obat alami calon fitofarmaka yang diperkirakan dapat sebagai
alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada
atau masih belum jelas pengobatannya.
2. Obat alami calon fitofarmaka yang berdasar pengalaman pemakaian
empiris sebelumnya dapat berkhasiat dan bermanfaat
3. Obat alami calon fitofarmaka yang sangat diharapakan berkhasiat
untuk penyakit-penyakit utama
4. Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas
jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap
efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
5. Ada/ tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah
ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo)

2. Tahap biological screening calon fitofarmaka


Pada tahap ini dilakukan analisis kandungan kimia aktif dari tanaman calon
fitofarmaka seperti kandungan flavonoid, alkaloid, steroid, saponin dan
terpenoid.

3. Tahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka


Tahap ini adalah untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-
masing sistem biologis organ tubuh,

20
1. Pra klinik, in vivo dan in vitro
2. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk
mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
3. Toksisitas ubkronis
4. Toksisitas akut
5. Toksisitas khas/ khusus

4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon fitofarmaka


5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon calon fitofarmaka
1. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat
mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
2. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
3. Teknologi farmasi tahap awal
4. Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan Obat
Alam
5. Parameter standar mutu: bahan baku Obat Alam, ekstrak,
sediaan Obat Alam

6. Tahap uji klinik pada manusia yang sehat dan atau yang sakit
Ada 4 fase yaitu:
Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2
Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang
tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik.

fase 1-3.
Hasil-hasil uji yang diperoleh ditetapkan langkah lanjut oleh Tim yang
berwenang untuk selanjutnya sediaan obat ini dikembangkan dalam bentuk
ramuan atau racikan, diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk kemasan yang
lebih aman dari cemaran – cemaran yang dapat membahayakan kesehatan
masyarakat. Ramuan atau racikan ini harus memenuhi persyaratan – persyaratan
diantaranya :
a. Komposisi Ramuan terdiri dari 1 simplisia atau sediaan galenik

21
Komposisi ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan
galenikdengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia /sediaan
galenik.
b. Simplisia tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan
keamanannya berdasarkan pengalaman.
c. Penggunaan zat kimia berkhasiat atau Bahan Kimia Obat Sintetis
(tunggal/murni) tidak diperbolehkan/dilarang dalam fitofarmaka.

Bentuk-bentuk sediaan Obat Tradisional (Jamu, OHT dan Fitofarmaka)


yang saat ini beredar di masyarakat secara umum di kelompokkan menjadi 2
kelompok yaitu:
1) Sediaan Oral : Serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak), tablet (ekstrak),
pil(ekstrak), sirup, dan sediaan terdispersi.
2) Sediaan Topikal : Salep/krim (ekstrak), Suppositoria (ekstrak),
Linimenta(Ekstrak) dan bedak.

Pemenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992


pengembangan Obat Tradisional dalam hal uji aktivitasnya diarahkan ke dalam
beberapa uji aktivitas diantaranya adalah :

1. Antelmintik 11. Anti ansietas (anti cemas)

2. Anti asma 12. Anti diabetes (hipoglikemik)

3. Anti diare 13. Anti hepatitis kronik

4. Anti herpes genitalis 14. Anti hiperlipidemia

5. Anti hipertensi 15. Anti hipertiroidisma

6. Anti histamine 16 . Anti inflamasi (anti Rematik)

7. Anti kanker 17. Anti malaria

8. Anti TBC 18. Antitusif / ekspektoransia

9. Disentri 19. Dispepsia (gastritis)


10. Diuretik

22
2.4 Peraturan Perundang-undangan dalam Obat Tradisional
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan Instansi terkait selalu
mengawasi pengembangan Obat Traddisional mulai dari bahan baku, proses
pembuatan, proses pengemasan dan pemasarannya agar masyarakat terhindar dari
efek negatif Obat Tradisional dengan mengeluarkan Peraturan Perundang- undangan
baik itu berupa UU, PP dan Intruksi atau Keputusan Bersama diantaranya yaitu :
1. RENSTRA Kementrian Kesehatan RI dengan PP 17/1986 tentang Kewenangan
Pengaturan Obat Tradisional diIndonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990, Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran ObatTradisional
3. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentangKesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang
Fitofarmaka
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 761/MENKES/PER/IX/1992 tentang
PedomanFitofarmaka
6. GBHN 1993 tentang Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan
tradisional sebagai warisan budaya bangsa(ETNOMEDISINE).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang
Persyaratan Obat Tradisional
8. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan AlatKesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang
Pedoman Pelaksanaaan Uji Klinik ObatTradisional
10. Peraturan MenteriKesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang
Pengertian ObatTradisional
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007 tentang
Kebijakan Obat Tradisional Nasional(KONTRANAS)
12. Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan PengobatanTradisional
13. Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi : obat
(modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan kosmetik
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang SaintifikasiJamu
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana Induk
Pengembangan Bahan Baku ObatTradisional

23
2.5 Bahan Baku Obat Tradisional

a. Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan


tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa:

b. Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar,serbuk kering
ataudiformulasi

c. Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur, galenik, atau
formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dansirup,

1) Bahan Mentah atau Simplisia


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar
atau serbik kering yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan
keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimiamurni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan
bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau
pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan
bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat /
sediaan fitofarmaka.
Kebanyakan simplisia yang beredar saat ini berasal dari tumbuhan.
Penamaan dari simplisia menggunakan bahasa Latin. Penamaan Latin secara
umum menandai atau menunjukkan salah satu ciri dari simplisia yaitu dari bagian
tanaman yang dipakai seperti misalnya radix merupakan bagian akar dari suatu
tanaman obat, nama latin lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

24
Tabel 3.1 Terminologi PenamaanSimplisia
No. Nama Latin Keterangan
Radix Akar, suatu simplisia disebut radix kadang-kadang berisi
rhizoma.
Rhizoma Merupakan batang yang berada di bawah tanah, tumbuh
mendatar, secara umum membawa akar lateral/cabang
samping.
Tuber Suatu umbi atau badan yang tebal di dalam tanah,
meupkana jaringan penyimpanan parenkhimalous dan
sedikit ada unsur kayu.
Bulbus Bawang, seperti batang di dalam tanah yang dikelilingi
oleh nutrisi daun yang.
Lignum Kayu, termasuk pula di sini selaput kayu yang tipis, yang
jumlah kayunya sangat kecil.
Cortex Kulit kayu.
Folium Daun.
Flos Bunga
Fructus Buah.
Pericarpium Kulit buah.
Semen Benih atau biji.
Herba Semua bagian tanaman meliputi batang, daun, bunga, dan
buah, bila ada.

Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi.
Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat tumbuh, kehalusan serbuk
dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk.Karena hal ini akan mempengaruhi
kandungan kimia aktif dari simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang
berupa glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin
dan tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar
matahari, kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme
pengganggu. Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar
produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu.
Bentuk atau bagian bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi
proses atau tahap-tahap pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang
nantinya akan mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya
keras, cara pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun

25
buah yang lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk
kasar, tergantung cara masing-masingindustri.

Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan mempengaruhi


proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk akan memperluas
permukaan dan semakin banyak bahan aktif tanaman tertarik pada pelarut
pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai dan derajat kehalusan
tertentu karena alat yang dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat
mempengaruhi mutu ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif. Selama
penggunaan peralatan pembuatan serbuk akan ada gerakan dan interaksi dengan
benda keras (logam) yang dapat menimbulkan panas (kalori) yang dapat
mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis
akibat panas tersebut. Ukuran partikel atau kehalusan serbukharus disesuaikan
dengan bahannya, proses ekstraksi,cairan penyari, dan lain-lain. Ukuran bahan
baku (mesh) sudah tercantum dalam Farmakope.
Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan bahan baku
obat perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau pedoman pemanenan bahan
baku. Aturan yang ditetapkan dalam pemanenan dan pengumpulan tanaman obat,
bertujuan untuk mendapatkan kadar zat aktif yang maksimal. Pemanenan
dilakukan pada dasarnya saat kadar zat aktif paling tinggi diproduksi paling
banyak pada tanaman. Metode pengambilan atau pengumpulan saat pemanenan
disesuaikan dengan sifat zat aktif tanaman karena ada yang bisa dipanen dengan
mesin dan ada yang harus menggunakan tangan. Sifat-sifat kandungan senyawa
aktif tanaman obat dipengaruhi oleh faktor luar maupun dalam diri dari tanaman
atau tumbuhan tersebut. Faktor luar antara lain tempat tumbuh, iklim, ketinggian
tanah, pupuk, pestisida, dll. Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat dalam
tumbuhan tersebut. Hal ini mengakibatkan variasi kandungan kimia yang cukup
tinggi.
Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi pedoman
dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat adalah
1. Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung). Caranya : buah
dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan dicuci, selanjutnya
dikeringkanlagi.
2. Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan parameter

26
yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan (misal Cucurbita
moschata),perubahanwarna(misalmelinjo,asam,dll),perubahanbentuk

(misal pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
3. Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif
terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saatberbunga.
4. Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di bagian cabang
yang menerima sinar matahari langsung sehingga asimilasisempurna.
5. Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanahberhenti.
6. Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas tanah
mengering.
7. Kulit batang dipanen menjelangkemarau.

Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat yang berbeda.Berbagai
cara dapat ditempuh dalam mengembangbiakkan tanaman sebagai sumber simplisia
diantaranya adalah dengan cara:
a. Pembibitan tanaman dilakukan dengan benih yang berkualitas dan
terstandar
b. Bagian tanaman yang bersifat tumbuh seperti batang,
sepertimisalnyaRheum palmatum dan Qentiana lulea,
c. Pengembangan pembuahan silang dan mutasi, dengan tujuannya untuk
mendapatkan bibit unggul danberkualitas.

2). Bahan Baku Ekstrak tanamanobat


Ekstrak dapat cairan segar, ekstrak atau rebusan, tingtur, galenik, atau formula
ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup, keduanya seperti obat- obat
tradisional danmodern Sediaan obat dalam bentuk ekstrak (monoekstrak)
mengandung camapuran senyawa kimia yang kompleks. Masing-masing komponen
senyawa mempunyai efek farmakologis yang berbeda-beda dengan efek yang
ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen senyawa aktif yang terkandung dalam
suatu sediaan ekstrak tanaman obat dapat dibedakan atas:
a). Senyawa aktifutama,
b). Senyawa aktisampingan,
c). Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein, lemak).

27
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga menimbulkan
efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis maupun antagonis.
Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut senyawa aktif utama (hanya
pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan; terutama pada senyawa-senyawa aktif
yang sudah benar-benar diketahui). Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain
dapat memperkuat atau memperlemah efek akhirnya secarakeseluruhan.

Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :


1. Senyawa aktif belum diketahui secarapasti.
2. Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi lebih
mahal.
3. Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidakstabil.
4. Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui
proses pengeringan menjadi tidakberefek.
5. Efek yang timbul merupakan hasilsinergisme.

6. Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentukmurni Efek tidak


spesifik, hanya efekpsikosomatik.
7. indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila dibanding
dengan indeks terapi dalam bentukmurni.

Penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan


kelarutannya. Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau (bila
telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa). Pada
ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan; untuk ini derajad
halus partikel memegang peranan penting (diuji dengan berbagai macam ayakan
dan diuji pula banyaknya partikel per satuan luas di bawahmikroskop).

Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu :


1. Destilasi uap dan pemisahan minyakatsiri
2. Destilasi fraksional minyakatsiri
3. Ekstraksi dengan metoda maserasi
4. Ekstraksi dengan metodaPerkolasi
5. Ekstraksi dengan metodeSoxhlet.

28
6. Ekstraksi dengan metoda refluk

Ekstrak cair yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan rotari epavourator


sehingga diperoleh ekstrak kental atau kering yang dengan teknologi farmasi atau
formulasi dapat dibuat bentuk-bentuk sediaan ekstrak seperti misalnya tablet, capsul
dan lain-lain.

Beberapa Tanaman obat yang dipergunakan untuk produksi ekstrak total atau
murni yang terstandarisasi sebagai sediaan fitofarmaka dan dikembangkan menjadi obat
modern seprti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Tanaman untuk produksi ekstrak total atau murni yang terstandarisasi
dan dapat dikembangkan sebagai sediaan fitofarmaka atau obat modern

No. Tanaman Ekstrak terstandard

1 Aloe sp Ekstrak mengandung 20% hidroksi antrakinon


dihitung sebagai aloin.
2 Atropa belladonna Ekstrak mengandung 1% alkaloid dihitung
sebagai hyoscyamin.
3 Cassia angustifolia Ekstrak mengandung 45% senosida dihitung
sebagai senosid B.
4 Capsicum annum Olearesin mengandung 8-10% capsiccin
5 Centella asiatica Ekstrak mengandung 70% asam triterpen
6 Cephaelis ipecacuanhua Ekstrak mengandung 6% alkaloid dihitung
sebagai emetine
7 Commiphora mukul Distandardisasi dengan ekstrak etil asetat
resin mengandung 5-7 % gugulsteron.
8 Digitalis spp Ekstrak total digitalis
9 Glycyrrhiza glabra Ekstrak, total atau murni.
10 Ginco biloba Teborin untuk problem kardiovaskuler
11 Hyoscyamus niger Ekstrak mengandung 1% alkaloidditetapkan
sebagai hyoscyamine.
12 Panax ginseng Ekstrak mengandung 10% saponin dihitung
sebagai ginsenosida Rg 1 (kode senyawa)
13 Valleriana Ekstrak mengandung 1,3% dan 0,75 %
officinalis Valepotriats
Valleriana wallichii
14 Zingiber officinalis Ekstrak total / oleorisin.

29
2.6 Macam-Macam Obat Tradisional

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia:


661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional terdapat bentuk-
bentuk sediaan obat tradisional, antara lain :

a. Rajangan
Sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau
campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan
dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.
b. Serbuk
Sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang
cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya.
c. Pil
Sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk
simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.
d. Dodol atau Jenang
Sediaan padat obat tradisional bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan
galenik atau campurannya

e. Pastiles
Sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih umumnya berbentuk segi
empat, bahan bakunya berupa campuran serbuk simplisia, sediaan galenik, atau
campuran keduanya.
f. Kapsul
Sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak, bahan
bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.
g. Tablet
h. Sediaan obat tradisional padat kompak dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya rata atau cembung,
dan terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.
i. Cairan obat dalam
Sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan

30
bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan
sebagai obat dalam.
j. Sari jamu
Cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol.
Kadar etanol tidak lebih dari 1% v/v pada suhu 20º C dan kadar methanol tidak
lebih dari 0,1% dihitung terhadap kadar etanol.
k. Parem, Pilis, dan Tapel
Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional, bahan bakunya
berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya dan digunakan
sebagai obat luar.
1. Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti bubuk
yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki atau tangan pada bagian
tubuh lain.
2. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan
dengan cara mencoletkan pada dahi.
3. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta, atau seperti bubur
yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
l. Koyok
Sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang dilapisi
dengan serbuk simplisia dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai obat luar
dan pemakainya ditempelkan pada kulit.
m. Cairan obat luar
n. Sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan bakunya
berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar.
o. Salep atau krim
Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan bakunya berupa sediaan
galenik yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep atau krim yang
cocok dan digunakan sebagai obat luar.

2.7 Pengelompokan Obat Tradisional Dan Jenis Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari

31
bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Jamu termasuk Obat Tradisional yang dibuat dari bahan atau ramuan dari
tumbuhan, hewan atau mineral dan sediaan sarian atau campurannya yang secara
turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan norma yang berlaku di
masyarakat. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan.

Pembagian Obat Tradisional :

Obat Tradisional dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan jenisnya; dan masing


masing golongan diberi tanda dengan simbol yang dicantumkan dalam kemasan; yaitu
sbb : golongan-obat-tradisional.

a. Jamu

Diberi tanda simbol gambar pohon berwarna hijau. Jamu adalah obat tradisional
berbahan dasar herbal atau tanaman tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.

Jamu telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan


mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara
langsung untuk tujuan kesehatan tertentu. Manfaat Jamu adalah untuk memelihara
kesehatan, contoh kunyit asam, jahe manis; menambah nafsu makan, contoh
temulawak, beras kencur.

b. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine) :

Diberi tanda dengan simbol Tiga Bintang. Obat herbal terstandar adalah sediaan
obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.

Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya
telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik

32
seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman
obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut
maupun kronis.

c. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine).

Diberi tanda dengan simbol seperti bunga es atau Salju Berwarna Hijau.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah di standarisasi.

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.

Untuk menghindari hal hal yang tidak diharapkan bahwa informasi Obat
Tradisional harus diperhatikan biasanya berbentuk tulisan yang berisi keterangan
mengenai obat tersebut; dan sekurang-kurangnya harus berisi :

1. Nama Produk.
2. Nama dan alamat produsen/importir.
3. Nomor pendaftaran/nomor izin edar.
4. Nomor Bets/kode produksi.
5. Tanggal Kedaluwarsa.
6. Netto.
7. Komposisi.
8. Peringatan/Perhatian.
9. Cara Penyimpanan.
10.. Kegunaan dan cara penggunaan dalam Bahasa Indonesia.

Pencegahan untuk menghindari bahaya penggunaan Obat Tradisional :

1. Gunakan obat tradisional yang sudah memiliki nomor izin edar BPOM.
2. Jangan gunakan obat tradisional bersama dengan obat kimia (resep dokter).

33
3. Jika meminum obat tradisional menimbulkan efek yang cepat, patut dicurigai ada
penambahan bahan kimia obat yang memang dilarang penggunaanya dalam obat
tradisional.
4. Selalu periksa tanggal Kedaluwarsa.
5. Kunjungi website Badan POM (www.pom.go.id) untuk mengetahui obat tradisional
yang mengandung bahan kimia obat pada bagian “public warning”.

Jenis Obat Tradisional

1. Beras Kencur
Sesuai dengan namanya, jamu ini dibuat dari ekstrak atau sari kencur dan beras.
Namun, ditambahkan pula sari jahe dan sari asam. Jamu beras kencur rasanya manis
dan segar, cocok untuk diminum anak-anak dan orang dewasa.
Manfaat jamu ini adalah untuk menambah nafsu makan, menambah tenaga,
menghilangkan pegal-pegal di tubuh.
2. Kunyit Asam
3. Jamu kunyit asam dibuat dari kunyi dan asam jawa. Selain itu, ditambahkan juga
bahan lain seperti gula merah, temulawak, dan rempah lain.
Kunyit asam biasanya diminum oleh anak remaja untuk mencerahkan kulit. Sebab,
dalam kunyit terkandung antioksidan yang membantu meremajakan sel-sel tubuh
kita.
4. Pahitan
Pahitan dibuat hanya dari daun sambiloto. Namun, ada juga yang menambahkannya
dengan bahan pahit lainnya seperti brotowali. Sesuai dengan namanya, jamu ini
adalah jamu yang paling pahit dibandingkan jamu lainnya. Meskipun begitu, jamu
ini justru yang paling banyak manfaatnya.
Jamu pahitan bermanfaat untuk menambah nafsu makan, mengatasi pegal-pegal,
bahkan bisa mencegah risiko diabetes.
5. Kudu Laos
6. Bahan baku jamu kudu laos ini adalah laos yang ditumbuk dengan aneka bahan lain
kemudian direbus. Rasanya segar dan bisa memberikan efek hangat dalam tubuh.
Kudu laos ini bisa mengatasi kembung dan meredakan demam, baik bagi anak-anak
maupun orang tua.

34
7. Temulawak
Jamu temulawak tentu saja dibuat dari temulawak. Namun, ada bahan lain yang
ditambahkan untuk membuat jamu ini. Misalnya seperti asam jawa, gula aren, daun
pandan, dan jinten.
Jamu ini baik diminum anak-anak maupun orang tua, karena bisa menyembuhkan
pusing, mual, dan masuk angin.

2.8 Manfaat Obat Tradisional

Selama berabad-abad, berbagai macam obat telah berupaya ditemukan


manusia untuk mengobati berbagai penyakit. Sejak zaman yang paling awal, obat
tradisional yang kebanyakan berupa obat herbal telah digunakan untuk mengobati
penyakit. Misalnya Papirus Ebers, yang disusun di Mesir sekitar abad ke-16 SM,
memuat ratusan obat rakyat untuk berbagai penyakit. Akan tetapi, pengobatan herbal
biasanya diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi.

Meskipun ada yang berpendapat bahwa obat tradisional atau obat herba lebih
aman daripada obat-obat farmasi modern, obat tradisional bukannya tidak berisiko.
Peringatan dan rekomendasi apa saja yang hendaknya dicamkan seseorang sewaktu
mempertimbangkan pengobatan herbal atau obat tradisional? Sebelum membahas
mengenai risiko obat tradisional, berikut ini adalah beberapa resep obat tradisional
dan fakta pengobatan dari masing-masing resep tersebut yang berkhasiat untuk
mengatasi beberapa jenis penyakit dan mengatasi problem untuk penampilan pribadi.

1. Kolesterol dan Diabetes


Resep: Rebus daun salam bersama laos lalu minum air rebusan tersebut.
Fakta: Daun salam mengandung flavonoid dan tanin sebagai zat yang mampu
menurunkankan kolesterol. Dapat pula menurunkan kadar gula dalam darah.
Laos mengandung minyak atsiri untuk membantu memperlancar sirkulasi darah
dan proses pengeluaran sisa metabolisme termasuk kolesterol yang berlebih.
2. Hipertensi
Resep: Konsumsi daun seledri secara teratur
Fakta: Seledri mengandung phthalide yang mampu untuk mengendurkan otot
arteri sehingga menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi dan juga
mengurangi produksi hormon stress Sakit Kepala.

35
Resep: Minum rebusan air dari jahe, sereh dan ketumbar.
Fakta: Jahe, sereh dan ketumbar mengandung minyak atsiri yang akan
memperlancar peredaran darah juga berfungsi sebagai analgetik untuk mengurangi
sakit di kepala.
3. Batuk
Resep: Air jeruk nipis dicampur dengan madu.
Fakta: Jeruk nipis mengandung vitamin C yang dapat memperbaiki ketahanan
tubuh untuk melawan flu. Juga berfungsi sebagai antiseptik yang mampu
membuang racun dalam tubuh.
Madu yang juga berfungsi sebagai antiseptik dan mampu menambah tenaga untuk
mengalahkan penyakit.
4. Luka
Resep: Oleskan madu pada bagian yang terluka
Fakta: Madu mengandung hydrogen peroxide dan gluconic acid yang akan
membunuh bakteri penyebab infeksi dan membantu pertumbuhan sel baru
sehingga luka menjadi cepat sembuh.
5. Mimisan
Resep: Gulung daun sirih yang telah dibersihkan dan masukkan ke dalam lubang
hidung.
Fakta: Daun sirih mampu untuk mengurangi pendarahan, termasuk pada
pendarahan di selaput lendir hidung seperti yang terjadi pada orang yang
mengalami mimisan ini.
6. Bau Mulut
Resep: Rebus daun sirih, cengkeh dan kunyit. Lalu kumur dengan menggunakan
air rebusan tersebut.
Fakta: Daun sirih dan cengkeh mengandung zat antiseptik. Kunyit mengandung
kurkumin yang mampu mengatasi infeksi kuman penyebab bau mulut.
7. Keputihan
Resep: Rebus daun sirih dan sambiloto.
Fakta: Daun sirih berfungsi sebagai antiseptik. Sambiloto berfungsi sebagai
antiflamasi yang mampu membunuh jamur dan mencegah rasa gatal.
8. Nyeri haid
Resep: Rebus kunyit bersama dengan asam jawa.

36
Fakta: Kunyit mengandung kurkumin. Asam jawa mengandung fruit acid yang
akan membuat darah haid menjadi lancar dan mengurangi kram perut.
9. Susah Tidur
Resep: Mengoleskan minyak lavender pada bantal atau bawah hidung agar dapat
tercium. Bisa juga dengan minum jus mentimun, pisang dan biji pala.
Fakta: Aromaterapi dengan menggunakan bunga lavender membuat seseorang
lebih cepat tidur dengan nyenyak.
Mentimun banyak mengandung vitamin C. Pisang mengandung karbohidrat dan
asam folat yang melancarkan sirkulasi darah. Biji pala mengandung minyak atsiri
yang mempu membuat pikiran menjadi tenang.
10. Bibir Kering
Resep: Oleskan madu pada bibir.
Fakta: Madu berfungsi sebagai antioksidan dan humecant yang dapat
mempertahankan kelembaban, termasuk kelembaban bibir sehingga bibir tidak
menjadi pecah-pecah.
11. Gigi Kusam
Resep: Lumatkan stroberi dan campur dengan setengah sendok teh baking soda.
Oleskan pada gigi, diamkan selama beberapa menit kemudian bersihkan. Lakukan
sesekali saja, karena asam ini dapat mengikis gigi Anda bila digunakan secara
sering.
Fakta: Stroberi mengandung malic acid yang berfungsi sebagai pemutih alami.
12. Kerutan
Resep: Ambil putih telur dan oleskan pada wajah, gunakan sebagai masker.
Fakta: Putih telur mangandung albumin yang dapat berfungsi sebagai pelembab
dan mengencangkan kulit.
13. Ketombe
Resep: Rendam irisan cabe rawit dalam perasan air jeruk nipis. Oleskan pada
kepala sebelum keramas.
Fakta: Jeruk nipis mengandung vitamin C dan fruit acid. Sedangkan cabe rawit
mengandung kapsaisin yang mampu membunuh bakteri atau jamur sehingga kulit
kepala menjadi bersih.
14. Sengatan Lebah
Resep: Oleskan pasta gigi atau campuran baking soda dan air pada bagian yang
tersengat. Jangan lupa untuk mengeluarkan sengat yang tertinggal pada tubuh.

37
Fakta: Pasta gigi dapat menetralkan rasa sakit akibat sengatan. Baking soda dapat
memberi rasa nyaman pada luka sengatan.
15. Kulit Terbakar atau Melepuh
Resep: Oleskan lidah buaya pada bagian tubuh yang melepuh.
Fakta: Lidah buaya mengandung mucopolysaccharides yang bermanfaat sebagai
antiseptik dan antiradang sehingga membantu agar kulit yang melepuh tidak
terinfeksi kuman juga mencegah terjadinya kemerahan akibat radang. Kandungan
kolagen pada lidah buaya pencegah terjadinya pembengkakan. Selain itu, lidah
buaya mampu memberi efek dingin yang membantu mengurangi rasa sakit.

2.9 Pengertian Terapi Herbal

Terapi herbal merupakan pengobatan dengan memanfaatkan tanaman obat


atau produk hewani yang mengandung zat berkhasiat untuk melawan penyakit. Di
Indonesia, tanaman yang digunakan untuk terapi herbal sangat banyak.

Herbalisme juga dikenal sebagai pengobatan penggunaan tumbuhan untuk


pengobatan medis secara herbal, pengobatan herbalherbology, dan phototherapy.
Contoh obat herbal itu antara lain ginseng, kunyit, jahe, kayu manis, bawang putih,
dan temulawak.

Terapi ini memang memiliki keuntungan terutama dari segi ekonomi, tetapi
dari keamanan masih harus diteliti lebih lanjut. Di sisi lain, adanya anggapan bahwa
obat herbal ini sangat aman dan tanpa efek samping harus dikoreksi.Pasalnya, tubuh
setiap orang bisa memberikan reaksi berbeda terhadap pengobatan herbal. Untuk
menghindari efek samping yang tidak diinginkan, perhatikan beberapa tips ini:

a. Tanaman herbal terbaik adalah yang ditanam sendiri atau masih fresh sehingga
kesegaran dan kualitasnya terjaga.
b. Hindari obat herbal yang sudah diolah menjadi bubuk yang dienkapsulasi. Bisa
saja, saat diolah, terjadi oksidasi dari obat tersebut sehingga mengurangi
keefektifan herbal.
c. Pengobatan herbal pada dasarnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menghasilkan efek terapi karena sifatnya yang natural. Bila ada yang memberikan

38
‘jaminan’ kesembuhan dalam waktu singkat, bisa jadi herbal sudah dicampur zat
lain atau obat konvensional.
d. Manfaatkan obat herbal untuk tindakan preventif (pencegahan), mengingat
mekanisme kerjanya yang bertahap (tidak instan).
e. ika membeli herbal kemasan, perhatikan kebersihannya karena tidak sedikit obat
herbal yang dikemas tidak higienis. Kontaminasi bakteri, jamur, dan parasit pun
mungkin terjadi.
f. Jangan abaikan komposisi yang tercantum pada kemasan. Waspadai bila terdapat
bahan lain dalam presentasi cukup besar, karena bisa jadi menimbulkan efek
samping. Ini merupakan salah satu “trik” untuk membuat
g. konsumen percaya dengan khasiat yang dipromosikan.
h. Hati-hati bila ada efek samping atau gejala keracunan yang timbul karena
pemakaian tanaman obat yang tidak rasional.

2.10 Konsep Pengobatan Herbal

a. Sejarah Pengobatan Herbal

Di catatan sejarah, studi mengenai tumbuh-tumbuhan herbal dimulai


pada 5,000 yang lalu pada bangsa Sumerians, yang telah menggunakan
tumbuh-tumbuhan herbal untuk kepentingan pengobatan, seperti itu seperti
pohon salam, sejenis tanaman,  pewangi, dan semacam tumbuhan. Orang-
orang Mesir dari 1000 BC. Menggunakan bawang putih, candu,minyak
jarak, ketumbar, permen, warna/tanaman nila, dan tumbuh-tumbuhan herbal
lain untuk pengobatan. Dalam dokumen Kuno juga menyebutkan penggunaan
tanaman/jamu herbal,vetch,sejenis tanaman pewangi, gandum, jewawut,
dan gandumhitam.

Bangsa Yunani dan bangsa Roma kuno melakukan penggunaan


tanaman herbal untuk penyembuhan. Sebagaimana tertulis dalam catatan
Hipocrates, terutama Galen praktek bangsa Yunani dan Roma dalam
pengobatan herbal menjadi acuan dikemudian hari.Yunanidanpraktek
Hippocrates dan - terutama -Kekasih, yang dengan syarat pola-pola untuk
pengobatan barat yang kemudiannya. Hippocrates menganjurkan pemakaian

39
herbal yang sederhana, seperti udara yang sehat,segar dan bersih, istirahat dan
diet yang wajar.

Sejak zaman dahulu, dimana pengobatan barat belum


dikenal, penggunaan tanaman berkhasiat obat atau lebih umum dikenal
dengan herbal sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat. Tetapi lambat
laun tersingkirkan karenapengaruh perkembangan pengobatan kedokteran
yang pesat dan menjadikan herbal sebagai alternatif pilihan saja.Padahal sejak
zaman kerajaan kerajaan di nusantara waktu lampau sudahbanyak terbukti
keampuhan dan khasiat herbal, dan disamping itu lebih murah meriah dan
efek samping yang ditimbulkan sangat kecil. Tetapi walaupun begitu
masih banyak masyarakat kita yang meragukan khasiat herbal.

b. Manfaat Pengobatan Herbal

Obat-obatan herbal berfungsi melemahkan racun untuk proses


penyembuhan penyakit pada manusia, yaitu mengendalikan dan membunuh
kandungan racun dalam tubuh manusia. Selain itu obat-obatan herbal juga
dapat membentuk zat kekebalan tubuh (antibodi) yang tidak dimiliki tubuh
manusia, dengan tujuan melindungi dari unsur yang merusak organ
tubuh.Obat-obatan herbal juga dapat memperbaiki jaringan tubuh yang rusak,
contohnya bisa menyembuhkan penyakit kanker, tumor dan jantung.
Terapi pengobatan dengan herbal (tumbuhan berkhasiat) bermanfaat untuk
memperbaiki sel-sel organ tubuh yang rusak akibat radang dengan
penyembuhannya bersifatpermanen.

c. Efek Samping Pengobatan Herbal

Pada prinsipnya, obat-obatan herbal memiliki potensi efek samping yang


sama dengan obat-obatan sintetis atau konvensional.Tubuh kita tidak bisa
membedakan antara pengobatan menggunakan herbal dengan pengobatan
sintetis.Produk obat herbal merupakan bagian-bagian dari tumbuhan
(misalnya akar,daun,kulit,dll)danmengandung banyak senyawa kimia aktif.
Senyawa ini, selain mempunyai khasiatpenyembuhanjuga Dapat memiliki
efek samping yang merugikan. Para ahli pengobatan herbal meyakini bahwa
penggunaan kombinasi memiliki efek penyembuhan yang lebih ampuh

40
dibanding dengan hanya menggunakan satu komponen tumbuhan saja.
Kombinasi dari tumbuh-tumbuhan inimemiliki efeksinergi, yang saling
melengkapi dan bahkan menambah daya khasiatnya. Kombinasi ini juga
diklaim dapat mengurangi efek samping. misalnya dapat mengurangi
kejadian keracunan dibanding hanya dengan menggunakan satu jenis herbal.
Namun, secara teoritis, kombinasi zat kimia dalam beberapa jenis herbal
juga bisa berinteraksi untuk membuat ramuan herbal menjadi lebih
beracun daripada menggunakan satu jenisherbal.Efek samping ini dapat
terjadi dalam beberapa cara, misalnya keracunan, kontraindikasi dengan obat
lain, dan lain-lain.

d. Sumber Obat Tradisional/herbal

Obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat atau yang
memproduksi obat tradisional yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Obat tradisional/herbal buatan sendiri


Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di
Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai
kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk
keperluan keluarga.
2. Obat tradisional/herbal berasal dari pembuat jamu (Herbalist)
Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup
banyak. Saalah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong.
Pembuat jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam
bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat.
3. Obat tradisional buatan industry
Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI , industri obat tradisioanl dapat
dikelompokkan menjadi industri kecil dan industri besar berdasarkan modal yang
harus mereka miliki. Dengan semakin maraknya obat tradisional, tampaknya
industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Akan
tetapi,pada umumnya yang berbentuk sediaan modern berupa ektrak baham alam
atau fitofarmaka. Sedangkan industri jamu lebih condong untuk memproduksi
bentuk jamu yang sederhana meskipun akhir-akhir ini cukup banyak industri

41
besar yang memproduksi jamu dalam bentuk sediaan modern (tablet,kapsul, sirup
dan lain-lain) dan bahkan fitofarmaka.

2.11 Macam –Macam Pengobatan Herbal

Berbagai macam pengobatan herbal terdapat dan dikenal di Indonesia. Ada yang
asli Indonesia dan ada pula yang berasal dari luar negeri. Secara garis besar ada 4
jenis pengobatan tradisional yaitu :
1. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat :
a. Pengobatan tradisional dengan ramuan asli Indonesia
b. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat cina
c. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat India
2. Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan:
a. Pengobatan tradisional atas dasar kepercayaan
b. Pengobatan tradisional atas dasar agama
c. Pengobatan dengan dasar getaran magnetis
3. Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan :
Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang
menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa (Daun Arthmesia
vulgaris yang di keringkan);
a. Pengobatan tradisional urut pijat
b. Pengobatan tradisional patah tulang
c. Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras)
d. Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul.
4. Pengobatan tradisional yang telah mendapat pengarahan dan pengaturan
pemerintah ;
a. Dukun beranak
b. Tukang gigi tradisional
Jenis obat herbal

Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok,yaitu


obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya
teknologi,telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses
produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu

42
dalam bentuk ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum
diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik. Dengan keadaan tersebut maka
obat tradisional sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 , yaitu jamu, obat ekstrak
alam dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical bused herbal medicine)


Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan
dan mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang belum dibakukkan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan
berdasarkan pengalaman..
2. Ekstrak bahan alam ( Scientific based herbal medicine)
Ekstrak bahan alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih
kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung
dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Selain proses
produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik seperti standar
kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanman obat, standar
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyarakatan yang berlaku. Istilah cara penggunaanya menggunakan
pengertian farmakologik seperti diuretic,analgesic,antipiretik,dan sebagainya.

2.12 Konsep Pengobatan Terapi Herbal

a. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengobatan Terapi Herbal:

1. Keamanan obat herbal pada umumnya;

43
2. Kandungan racun yang mungkin dikandung tanaman herbal
yangdigunakan;
3. Efek yang merugikan pada organ tertentu, seperti sistem kardiovaskuler,
sistem saraf, hati, ginjal dankulit;
4. Keamanan obat-obatan herbal untuk pengguna yang rentan, misalnya:
anak- anak dan remaja, lansia, wanita selama kehamilan dan menyusui,
pasien dengan kanker dan pasienbedah;
5. Interaksi yang mungkin terjadi di antara komponen obatherbal;
6. Waktu penggunaan yang tepat.

b. Pengembangan Obat Terapi Herbal Di Indonesia

1. Obat kelompok kemoterapi, yang mendasarkan kepada zat aktif yang dalam
keadaan murni diisolasi dari tumbuhan. Tujuannya agar dapat menghasilkan
sediaan-sediaan fitoterapik baik dalam bentuk simplisia ataupun sediaan galenik,
yang segera dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal.
2. Pemilihan obat tradisional/herbal yang akan dikembangkan ke arah obat
kelompok fitoterapi didasarkan atas pertimbangan :
a. Obat tradisional tersebut diharapkan mempunyai manfaat untuk penyakit-
penyakit yang angka kejadiannya menduduki urutan atas (pola penyakit).
b. Obat tradisional tersebut diperkirakan mempunyai manfaat untuk penyakit-
penyakit tertentu berdasarkan pengalaman pemakaiannya.
c. Obat tradisional tersebut diperkirakan merupakan alternatif yang jarang atau
bahkan merupakan satu-satunya alternatif untuk penyakit tertentu.

2.13 Kelebihan Terapi Penggunaan Obat-Obatan Herbal

a. Tidak ada efek samping yang berbahaya. Obat farmasi sering menyebabkan
reaksi yang merugikan pada pasien yang membawanya, dan bagian terburuk
tentang hal itu adalah bahwa perusahaan yang memproduksi obat-obatan ini
sering melakukannya tanpa menyadari dari mereka. Salah satu manfaat terbesar
yang terkait dengan obat herbal adalah tidak adanya efek samping. Juga, obat
herbal cenderung untuk menawarkan manfaat jangka panjang dalam hal
kesehatan secara keseluruhan.

44
b. Biaya yang lebih rendah: Keuntungan lain untuk obat herbal adalah biaya. Herbal
lebih murah daripada obat resep. Penelitian, pengujian, dan pemasaran menambah
besar biaya obat resep. Herbal cenderung murah dibandingkan dengan obat-
obatan.
c. Ketersediaan: Namun keuntungan lain dari obat-obatan herbal adalah
ketersediaan mereka. Herbal yang tersedia tanpa resep. Anda dapat menanam
beberapa herbal yang sederhana, seperti peppermint dan chamomile, di rumah. Di
beberapa bagian terpencil di dunia, tumbuh-tumbuhan mungkin satu-satunya
pengobatan yang tersedia untuk sebagian besar orang.
d. Keamanan: Obat herbal cenderung berasal diri dari materi tanaman relatif tidak
berbahaya bahwa tubuh manusia dapat dengan mudah dicerna. Obat farmasi, di
sisi lain, terdiri dari berbagai macam produk yang melengkapi senyawa timbal.
e. Alamiah: Obat herbal adalah produk alami dari dunia dan menggabungkan
dengan sistem kekebalan tubuh Anda sendiri untuk membuat proses detoksifikasi.
Prinsip pengobatan timur termasuk ide-ide seperti pentingnya keselarasan antara
pikiran dan tubuh, dan cara terbaik untuk menghasilkan keadaan seperti itu adalah
untuk tetap dalam batas-batas alami. Meskipun senyawa timbal obat farmasi
cenderung alami, mereka sering kali dicampur dengan variabel sintetis dan buatan
yang dapat menyebabkan efek samping yang merugikan.

2.14 Kekurangan Penggunaan Terapi Obat Herbal

a. Tidak sesuai untuk berbagai kondisi: Untuk kondisi tertentu obat herbal tidak
sesuai dengan penyakit yang mendadak, serius dan kecelakaan. Seorang herbalis
tidak akan mampu untuk mengobati trauma serius, seperti patah kaki, ia juga
tidak akan bisa menyembuhkan radang usus buntu atau serangan jantung secara
efektif seperti dokter konvensional menggunakan tes yang modern diagnostik,
pembedahan, dan obat-obatan.
b. Kurangnya petunjuk dosis: Kelemahan lain dari obat herbal adalah risiko yang
sangat nyata melakukan sendiri merugikan melalui dosis sendiri dengan herbal.
Meskipun Anda dapat berpendapat bahwa hal yang sama bisa terjadi dengan
obat-obatan, seperti secara tidak sengaja kelebihan dosis obat flu, banyak

45
tumbuh-tumbuhan tidak disertai dengan aturan pakai. Ada resiko yang sangat
nyata dari kelebihan dosis.
c. Resiko racun yang berhubungan dengan tanaman liar: Herbal yang didapatkan
dari alam liar berisiko, jika tidak sembrono, namun beberapa orang mencoba
untuk mengidentifikasi dan memilih tumbuhan liar. Mereka menjalankan resiko
yang sangat nyata meracuni diri mereka sendiri jika mereka tidak benar
mengidentifikasi ramuan, atau jika mereka menggunakan bagian yang salah dari
tanaman.
d. Interaksi Obat: Pengobatan herbal dapat berinteraksi dengan obat. Jika Anda
mengambil obat resep secara teratur, seperti antidepresan, obat-obatan herbal
dapat mencampur dengan bahan kimia ini untuk menciptakan efek yang
merugikan bagi Anda. Sangat penting untuk mendiskusikan obat dan suplemen
herbal dengan dokter Anda untuk menghindari interaksi berbahaya.
e. Kurangnya regulasi: Karena produk herbal tidak diatur secara ketat, konsumen
juga menjalankan risiko membeli herbal berkualitas rendah dan kadang-kadang
menyebabkan masalah. Misalnya, kurangnya pengawasan pemerintah berarti
bahwa produk obat perusahaan herbal ini belum diuji pada berbagai konsumen,
dan efek mereka mungkin tak terduga.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

46
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahantumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di
masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti misalnya
akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang temulawak dan
rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina
dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan
untuk obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat
kanker.
Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan
budaya bangsa (ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong
pengembangannya melalui penggalian, penelitian, pengujian dan pengembangan
serta penemuan obat-obatan termasuk budidaya tanaman obat tradisional yang
secara medis dapat dipertanggung jawabkan.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan materi
atau referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan mahasiswa
khususnya mengenai obat herbal, obat tradisional, dan suplemen herbal.
3.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan
khususnya prodi Keperawatan Universitas Jambi.
3.2.3 Bagi Masyarakat Umum
Sebaiknya lebih memahami dan menerapkan konsep asuhankeperawatan
padapasien dermatitis dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah
komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ashutosh Kar, 2009, Farmakognosi dan Farmakobioteknologi, Alih Bahasa : Juli M.,
Winny R.S., Jojor S., Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta

47
2. Astuti, I.P., S.Hidayat dan IBK Arinasa, 2000, Traditional Plant Usage in Four
Villages of Baliage, Tenganan, Sepang, Tigawasa and Sembiran Bali, Indonesia, By
Botanical Garden of Indonesia LIPI All Rights Reserved Printed in Bogor, Indonesia
3. Auterhoff and Kovan, 1997, Identifikasi Obat, (Sugiarso), Penerbit ITB Bandung
Dalimarta S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Cetakan I. PT.
PustakaPembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
4. Foster, George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Universitas
Indonesia.
5. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta. Rineka
Cipta.
6. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta.
RinekaCipta.
7. Lee MK, Moss J, Yuan CS. Herbal medicines and perioperative care.
JAMA 2001 ; 286 : 208

48

Anda mungkin juga menyukai