Anda di halaman 1dari 5

2.

4 Jenis-jenis Kegiatan Terapi Lingkungan


1) Terapi Rekreasi, yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang,
dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan
menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial
2) Terapi Kreasi Seni, perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja
sama denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan
bakat dan minat
3) Dance therapy/ menari
4) Terapi musik
5) Terapi dengan menggambar/melukis Dengan menggambar akan menurunkan
ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.
6) Literatur/ biblio therapy
Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan kemudian
mendiskusikannya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan
bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan
norma-norma yang ada.
7) Pettherapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu
mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa
kesepian, menyendiri.
8) Planttherapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala
sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi
kepada pribadi lainnya.
2.5 jenis jenis terapi perilaku
Terdapat beberapa jenis terapi perilaku yang banyak digunakan orang, yaitu relaksasi,
desensitisasi sistematis, pembiasaan operan, modeling, pelatihan asersi, pelatihan aversif, dan
biofeedback.
1. Relaksasi
Ada yang berpendapat bahwa relaksasi adalah bukan termasuk terapi perilaku yang
spesifik, karena dalam terapi, latihan relaksasi ini sering pula digunakan sebagai pengantar.
Alasannya sangat jelas, yakni kalau melakukan kegiatan macam apapun, seandainya
dilakukan dalam kondisi dan situasi yang relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal.
Namun, karena menyangkut metode yang sama dengan terapi perilaku, ialah berupa
pengaturan terutama gerakan motorik, maka akan lebih tepat untuk menempatkan dalam
kelompok Terapi Perilaku.
Tujuannya sudah jelas, bahwa relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan
ketegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya
ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas
bernafas, atau bersifat otot. Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur
mekanisme pernafasan, ialah tempo/irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam.
Ketentuan dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan otot
makin lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya
kaku. Sangat biasa, dan itulah yang banyak dilakukan orang, yakni dalam bentuk
penggabungan relaksasi pernafasan dan otot. Caranya adalah dengan mengatur nafas yang
kemudian ditambah dan dikombinasikan dengan pengaturan gerakan otot.

 Pertama – tama mengatur irama dan kedalaman pernafasan sampai pada taraf
yang paling membuat pasien merasa nyaman. 
 Kemudian otot – otot dilatih menegang dan melemas.

Kebanyakan pelatih relaksasi, memulai melemaskan atau menegangkan otot pada bagian
tubuh yang terjauh dari jantung. Alasannya adalah agar kalau terjadi kekejangan pada otot
karena mulai melatih, maka kekejangan itu tidak pada otot jantung atau yang dekat dengan
jantung. Jadi, mulai dari ujung kuku, tungkai kaki, dan seterusnya, serta jari tangan, tangan
lengan dan seterusnya.

2. Desensitisasi Sistematis
Proses teknik penanganan ini umumnya dilandasi oleh prinsip kontrak kebiasaan belajar
(counter conditioning), terutama dalam rangka menghilangkan kecemasan dan kadang –
kadang juga ketakutan. Jenis teknik ini akan lebih baik kalau obyek yang menyebabkan
menjadi tegang atau takut, relative jelas. Misalnya, takut pada sesuatu benda (phobia) atau
takut kalau harus berpidato di hadapan banyak orang, dengan alasan yang tidak masuk akal
irasional. Tata laksana teknik terapi ini didasarkan pada desensitisasi, artinya membuat lebih
tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan, atau pendapat; dan sistematika, yang
berarti memiliki urutan tertentu, secara bertahap. Misalnya, menangani orang/klien yang
takut pada binatang tertentu, misalnya ular. Klien diminta untuk memperhatikan gambar ular
yang kecil yang ditempatkan pada tempat yang jauh. Kalau klien tidak menunjukkan
ketegangan, kecemasan atau ketakutan, gambar itu dikedepankan secara bertahap. Kemudian,
gambarnya diperbesar dan dilakukan hal yang sama. Selanjutnya, gambar diganti dengan ular
kecil yang tidak berbahaya. Kemudian dengan ular yang besar dan seterusnya.
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan pada teknik desensitisasi sistematis ini,
yakni pertama, pembuatan program terapi yang dibangun bersama antara klien dan terapis
secara tepat, dan Kedua,menentukan obyek yang menakutkan itu. Kalau takut pada singa liar
yang lapar, itu wajar, bukan fobia. Ukuran fobia atau tidak, akan tergantung pada pendapat
ilmu pengetahuan dan pemahaman umum. Ular sering disebut sebagai obyek fobia, karena
menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu
pengetahuan, ular itu secara umum bukanlah binatang buas yang memburu manusia untuk
dipatuk. Takut pada kecoa pada kaum wanita pada umumnya, bisa normal, sehingga tidak
dapat disebut fobia. Tetapi kalau takutnya berlebihan, maka jadi disebut fobia.
3. Pembiasaan Operan
Landasan pembiasaan operan adalah aplikasi penguatan negative dan positif (negative
and positive reinforcement), respons cost, pembentukan perilaku dengan ancer-ancer suksesif
(Shaping by successive approximations), dan pembedaan (Discrimination) atau penyamaan
(Generalization). Penguatan atau reinforcement adalah upaya agar apa yang telah dicapai
atau dimiliki dapat dipertahankan atau disebut ditingkatkan (positif). Bisa jadi juga
sebaliknya, yaitu dilemahkan atau disebut extinction, bila kebiasaan yang telah relasi
terapeutik antara terapis dank lien. Penguatan negative dilakukan seandainya terdapat tingkah
laku yang tidak diharapkan, misalnya gejala-gejala “tics” atau gagap.
Operan merupakan inisiatif yang dilakukan oleh klien, dalam arti bahwa ia melakukan
pemilihan apa yang sebaliknya dilakukan berdasarkan berbagai opsi, yang disediakan.
Respons cost, reposisi penguat positif berkaitan dengan perilaku negative dicontohkan dalam
kontrak penanggulangan (Contract Treatment) sering digunakan sebagai insentif bagi klien
untuk berpartisipasi secara penuh dalam suatu program terapeutik atau pendidikan. Misalnya,
partisipan dalam program pendidikan keterampilan orang tua bisa diminta untuk mengajukan
suatu simpanan yang sebanding dengan bayarannya, yang akan dibayarkan kepadanya jika ia
telah menyelesaikan seluruh intervensinya. Jika, bagaimanapun, klien gagal datang pada sesi
intervensi, suatu bagian dari tabungan akan datang sebagai denda, sebagai biaya. Jika
terdapat banyak keterampilan harus dimiliki klien dalam proses intervensinya, cara respons
cost ini sering efektif. Misalnya dalam usaha meningkatkan keterampilan sosial.
Pelatihan diskriminasi dan generalisasi terprogram, dicontohkan oleh pendekatan
keperilakuan terhadap manajemen strees dan pendidikan kesehatan. Klien pertama – tama
dilatih untuk membedakan antara stress/ketegangan dan relaksasi, dalam arti reaksi badan dan
perilaku kognitifnya. Diskriminasi dapat dikuatkan dengan pelaksanaan stressnya selama
seminggu dan relaksasi dalam pelatihan relaksasi otot progresif.
4. Modeling
Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui
pengamatan (observation learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social learning)
dari Walter dan Bandura. Pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk
membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan
perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu. Terhadap
dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam modeling ini, yakni antara coping dan
mastery model menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan.
Sebaliknya, coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut
untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.
5. Pelatihan Asersi
Pelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang karena untuk dapat
membangun kerjasama dan bergaul dengan orang lain diperlukan sikap dan kemampuan
asertif. Kemampuan asertif ini adalah kemampuan untuk mengekspresikan apa ada dalam diri
seseorang secara mandiri dan tegas serta memuaskan, rasional, dan juga tanpa mengagrasi
maupun mengikuti orang lain. Saat ini banyak orang yang mengalami kesukaran dalam
mengambil inisiatif yang positif maupun negative, berpendirian, dengan aturan – aturan yang
masuk akal, menolak, permintaan yang tidak masuk akal.
Assertion Training (AT) digunakan untuk menanggulangi gangguan obsesif kompulsif,
alkoholisme, penyimpangan seksual, cemas saat berpacaran, perilaku agrasif dan eksplosif,
dan kelemahan keterampilan sosial. Secara tipikal, pelaksanaan AT melibatkan teknik –
teknik keperilakuan sebagai berikut:
 Sharing by successive approximations. Teknik ini mungkin merupakan metode yang
paling fundamental, melibatkan provisi penguatan positif kepada klien sebagai
pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus menerus. Caranya adalah
seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu urutan bertingkat (hirakhi) dari
perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya sampai yang dinilai sangat asertif.
 Modelling, dimana klien mencontoh perilaku asertif yang efektif; kemudian latihan
berperilaku (behavior rehearsal), di mana klien berlatih melakukan tindakan –
tindakan dalam situasi yang tidak mengancam.
 Selanjutnya juga coaching, di mana terapis melatih klien untuk melakukan tindakan –
tindakan asertif.
 Selanjutnya juga pemberian umpan balik (feed back), dimana terapis menyediakan
penguat dan saran – saran ketika klien berada dalam situasi pelatihan ; dan pemberian
instruksi videotape. Dari penelitian – penelitian disimpulkan bahwa yang paling
efektif adalah kombinasi dari teknik-teknik tersebut.
6. Biofeedback
Teknik ini merupakan teknik yang digunakan untuk pembiasaan perilaku otomatis
manusia. Paradigma umum penanggulangan biofeedback melibatkan penggunaan peralatan
perekam yang secara terus menerus memantau respons – respons fisik subyek dan tampilan
respons itu kepada subyek. Misalnya peralatan mencatat detak jantung atau tegangan otot
subyek, dan subyek dapat mengamati dan menerima umpan balik.

Dapus

Setyodi & Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien


Psikogeriatrik.Jakarta: Salemba Medika
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2001).Principles and Practice of Psychiatric Nursing.(Ed ke-7).
St. Louis: Mosby, Inc.

Anda mungkin juga menyukai