Anda di halaman 1dari 11

http://misercordiacfdc.blogspot.com/2013/07/terapi-perilaku-sejarah-perkembangan.

html

PSIKOTERAPI TERAPI PERILAKU (BEHAVIOUR THERAPY)


6 April 2011 pukul 10:17

PENDEKATAN TERAPI PERILAKU (BEHAVIOUR THERAPY) Materi Kuliah Psikoterapi UIN-Makassar,Fak. Dakwah, Jur. BPI, Dosen: Ir.Henrikus, S.Psi, CHt Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. SEJARAH PERKEMBANGAN TERAPI PERILAKU Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal. Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon. Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku. Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku. Tujuan: Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah

laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalamanpengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari;

Meningkatkan perilaku, atau Menurunkan perilaku Meningkatkan perilaku: Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi Mengurangi perilaku: Punishment: memberi stimulus aversi Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer Extinction: menahan reinforcer

Teori dasar Metode Terapi Perilaku


Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned) Terapi untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning) Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning) Fungsi dan Peran Terapis Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive. Hubungan antara Terapis dan Klien Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien. . Bentuk bentuk terapi Perilaku 1. Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe.

Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya. Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir. 2. Exposure and Response Prevention (ERP), untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian. Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya. Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran. Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan. 3. Modifikasi perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif. Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab). Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil. 4. Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi. Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif. Tehnik Terapi: 1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala

2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya. 3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis. 4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan 5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien. 5. Latihan relaksasi Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad. Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri. Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi. 6. Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran.

Attention to the model. Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model) Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi) Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya). reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour 7.Latihan Asertif Tehnik latihan asertif membantu klien yang: 1. Tidak mampu mengungkapkan emosi baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung. 2. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, 3. Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata Tidak. 4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan halhal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan. 8. Terapi Aversi Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguangangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan. Efek-efek samping:

Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan, Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya, 9. Pengondisian operan Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb. Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.

Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer. Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder. Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi. Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan. Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati

orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibatakibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat. Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka. Hasil Terapi Perilaku Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru. Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis. Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku. Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.

Terdapat beberapa jenis terapiperilaku yang banyak digunakan orang, yaitu relaksasi, desensitisasi sistematis, pembiasaan operan, modeling, pelatihan asersi, pelatihan aversif, danbiofeedback.

Relaksasi Ada yang berpendapat bahwa relaksasi adalah bukan termasuk terapi perilaku yang spesifik, karena dalam terapi, latihan relaksasi ini sering pula digunakan sebagai pengantar. Alasannya sangat jelas, yakni kalau melakukan kegiatan macam apapun, seandainya dilakukan dalam kondisi dan situasi yang relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Namun, karena menyangkut metode yang sama dengan terapi perilaku, ialah berupa pengaturan terutama gerakan motorik, maka akan lebih tepat untuk menempatkan dalam kelompok Terapi Perilaku.

Tujuannya sudah jelas, bahwa relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas, atau bersifat otot. Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan, ialah tempo/irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Ketentuan dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan otot makin lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.

Sangat biasa, dan itulah yang banyak dilakukan orang, yakni dalam bentuk penggabungan relaksasi pernafasan dan otot. Caranya adalah dengan mengatur nafas yang kemudian ditambah dan dikombinasikan dengan pengaturan gerakan otot. Jadi, 1. Pertama tama mengatur irama dan kedalaman pernafasan sampai pada taraf yang paling membuat pasien merasa nyaman. 2. Kemudian otot otot dilatih menegang dan melemas.

Kebanyakan pelatih relaksasi, memulai melemaskan atau menegangkan otot pada bagian tubuh yang terjauh dari jantung. Alasannya adalah agar kalau terjadi kekejangan pada otot karena mulai melatih, maka kekejangan itu tidak pada otot jantung atau yang dekat dengan jantung. Jadi, mulai dari ujung kuku, tungkai kaki, dan seterusnya, serta jari tangan, tangan lengan dan seterusnya.

Desensitisasi Sistematis Proses teknik penanganan ini umumnya dilandasi oleh prinsip kontrakebiasaan belajar (counter conditioning), terutama dalam rangka menghilangkan kecemasan dan kadang kadang juga ketakutan. Jenis teknik ini akan lebih baik kalau obyek yang menyebabkan menjadi tegang atau takut, relative jelas. Misalnya, takut pada sesuatu benda (phobia) atau takut kalau harus berpidato di hadapan banyak orang, dengan alasan yang tidak masuk akan, irasional.

Tata laksana teknik terapi ini didasarkan pada desensitisasi, artinya membuat lebih tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan, atau pendapat; dan sistematika, yang berarti memiliki urutan tertentu, secara bertahap. Misalnya, menangani orang/klien yang takut pada binatang tertentu, misalnya ular. Klien diminta untuk memperhatikan gambar ular yang kecil yang ditempatkan pada tempat yang jauh. Kalau klien tidak menunjukkan ketegangan, kecemasan atau ketakutan, gambar itu dikedepankan secara bertahap. Kemudian, gambarnya diperbesar dan dilakukan hal yang sama. Selanjutnya, gambar diganti dengan ular kecil yang tidak berbahaya. Kemudian dengan ular yang besar dan seterusnya.

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan pada teknik desensitisasi sistematis ini, yakni pertama, pembuatan program terapi yang dibangun bersama antara klien dan terapis secara tepat, dan Kedua,menentukan obyek yang menakutkan itu. Kalau takut pada singa liar yang lapar, itu wajar, bukan fobia. Ukuran fobia atau tidak, akan tergantung pada pendapat ilmu pengetahuan dan pemahaman umum. Ular sering disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara umum bukanlah binatang buas yang memburu manusia untuk dipatuk. Takut pada kecoa pada kaum wanita pada umumnya, bisa normal, sehingga tidak dapat disebut fobia. Tetapi kalau takutnya berlebihan, maka jadi disebut fobia. Pembiasaan Operan Landasan pembiasaan operan adalah aplikasi penguatan negative dan positif ( negative and positive reinforcement), respons cost, pembentukan perilaku dengan ancer-ancer suksesif (Shaping by successive approximations), dan pembedaan (Discrimination) atau penyamaan (Generalization). Penguatan atau reinforcement adalah upaya agar apa yang telah dicapai atau dimiliki dapat dipertahankan atau disebut ditingkatkan (positif). Bisa jadi juga sebaliknya, yaitu dilemahkan atau disebut extinction, bila kebiasaan yang telah relasi terapeutik antara terapis dank lien (Ford, 1978). Penguatan negative dilakukan seandainya terdapat tingkah laku yang tidak diharapkan, misalnya gejala-gejala tics atau gagap.

Operan merupakan inisiatif yang dilakukan oleh klien, dalam arti bahwa ia melakukan pemilihan apa yang sebaliknya dilakukan berdasarkan berbagai opsi, yang disediakan.

Respons cost, reposisi penguat positif berkaitan dengan perilaku negative dicontohkan dalam kontrak penanggulangan (Contract Treatment) sering digunakan sebagai insentif bagi klien untuk berpartisipasi secara penuh dalam suatu program terapeutik atau pendidikan. Misalnya, partisipan dalam program pendidikan keterampilan orang tua bisa diminta untuk mengajukan suatu simpanan yang sebanding dengan bayarannya, yang akan dibayarkan kepadanya jika ia telah menyelesaikan seluruh intervensinya. Jika, bagaimanapun, klien gagal datang pada sesi intervensi, suatu bagian dari tabungan akan datang sebagai denda, sebagai biaya. Jika terdapat banyak keterampilan harus dimiliki klien dalam proses intervensinya, cara respons cost ini sering efektif. Misalnya dalam usaha meningkatkan keterampilan sosial.

Pelatihan diskriminasi dan generalisasi terprogram, dicontohkan oleh pendekatan keperilakuan terhadap manajemen strees dan pendidikan kesehatan. Klien pertama tama dilatih untuk membedakan antara stress/ketegangan dan relaksasi, dalam arti reaksi badan dan perilaku kognitifnya. Diskriminasi dapat dikuatkan dengan pelaksanaan stressnya selama seminggu dan relaksasi dalam pelatihan relaksasi otot progresif.

Modeling Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter danBandura. pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu.

Terhadap

dua

konsep

yang

berbeda

yang

digunakan

dalam

modeling

ini,

yakni

antara coping danmastery model menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya,coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.

Pelatihan Asersi Pelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang karena untuk dapat membangun kerjasama dan bergaul dengan orang lain diperlukan sikap dan kemampuan asertif. Kemampuan asertif ini adalah kemampuan untuk mengekspresikan apa ada dalam diri seseorang secara mandiri dan tegas serta memuaskan, rasional, dan juga tanpa mengagrasi maupun mengikuti orang lain. Saat ini banyak orang yang mengalami kesukaran dalam mengambil inisiatif yang positif maupun negative, berpendirian, dengan aturan aturan yang masuk akal, menolak, permintaan yang tidak masuk akal.

Assertion Training (AT) digunakan untuk menanggulangi gangguan obsesif kompulsif, alkoholisme, penyimpangan seksual, cemas saat berpacaran, perilaku agrasif dan eksplosif, dan kelemahan keterampilan sosial. Secara tipikal, perlaksanaan AT melibatkan teknik teknik keperilakuan sebagai berikut:

Sharing

by

successive

approximations. Teknik

ini

mungkin

merupakan

metode

yang

paling

fundamental, melibatkan provisi penguatan positif kepada klien sebagai pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus menerus. Caranya adalah seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu urutan bertingkat (hirakhi) dari perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya sampai yang dinilai sangat asertif. Yang lebih spesifik antara lain adalah: Modelling, dimana klien mencontoh perilaku asertif yang efektif; kemudian latihan berperilaku (behavior rehearsal), di mana klien berlatih melakukan tindakan tindakan dalam situasi yang tidak mengancam. Selanjutnya juga coaching, di

mana terapis melatih klien untuk melakukan tindakan tindakan asertif. Selanjutnya juga pemberian umpan balik (feed back), dimana terapis menyediakan penguat dan saran saran ketika klien berada dalam situasi pelatihan ; dan pemberian instruksi videotape. Dari penelitian penelitian disimpulkan bahwa yang paling efektif adalah kombinasi dari teknik-teknik tersebut.

Biofeedback Teknik ini merupakan teknik yang digunakan untuk pembiasaan perilaku otomatis manusia. Paradigma umum penanggulangan biofeedback melibatkan penggunaan peralatan perekam yang secara terus menerus memantau respons respons fisik subyek dan tampilan respons itu kepada subyek. Misalnya peralatan mencatat detak jantung atau tegangan otot subyek, dan subyek dapat mengamati dan menerima umpan balik.

Anda mungkin juga menyukai