Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
BAB I Pendahuluan 4
a. Latar Belakang 4
b. Rumusan Masalah 4
c. Tujuan Penulisan 5
I. PPOK 6
II. Gagal Nafas Akut 14
I. PPOK 24
II. Gagal Nafas Akut 38
BAB IV Penutup 43
DAFTAR PUSTAKA 44
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan PPOK dan Gagal Nafas Akut?
2. Apa Etiologi dari PPOK dan Gagal Nafas Akut?
3. Apa saja Manifestasi Klinis dari PPOK dan Gagal Nafas Akut?
4. Bagaimana Patofisiologi atau Pathway dari PPOK dan Gagal Nafas Akut?
5. Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari PPOK dan Gagal Nafas Akut?
4
6. Bagaimana Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan PPOK dan Gagal Nafas
Akut?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami yang dimaksud dengan PPOK dan Gagal
Nafas Akut
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari PPOK dan Gagal Nafas Akut
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi Klinis dari PPOK dan Gagal
Nafas Akut
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi atau pathway dari PPOK dan
Gagal Nafas Akut
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan Penunjang dari PPOK dan Gagal
Nafas Akut
6. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis dan keperawatan
PPOK dan Gagal Nafas Akut
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PPOK
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan nama yang diberikan untuk
gangguan ketika dua penyakit paru terjadi pada waktu bersamaan : Bronkitis Kronis dan
Emfisema. Asma Kronis yang di kombinasikan dengan emfisema atau Bronkitis juga
dapat menyebabkan PPOK.
PPOK adalah suatu kondisi yang di tandai dengan obstruksi jalan nafas yang
membatasi aliran udara, menghambat ventilasi. Bronkitis terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi dan iritasi kronis. Pembengkakan dan produksi lender yang kental
menghasilkan obstruksi jalan nafas besar dan kecil. Emfisema menyebabkan paru
kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur dengan merangkak udara dan
menyebabkan distensi kronis pada alveoli).
Destruksi jaringan alveolar mengurangi area permukaan untuk pertukaran gas. Hal ini
menyebabkan ketidaksesuaian antara ventilasi-perfusi dan gangguan oertukaran gas.
Kehilangan serat elastis mengurangi aliran udara ekspirasi sehingga menyebabkan
terperangkapnya udara, retensi karbondioksida, dan kolaps jalan nafas.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah merupakan kondisi irreversible yang
berkaitan dengan dyspnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru (Brunner dan Suddarth, 2002).
B. Etiologi
Merokok (aktif atau pasif) adalah factor resiko terpenting, dan merupakan penyebab
utama Bronkitis Kronis dan Emfisema. Merokok menyebabkan iritasi dan inflamasi, yang
seiring waktu akan menyebabkan remodeling (perubahan struktur) alveoli.
Penyebab PPOK lain yang jarang terjadi di sebabkan oleh defisiensi enzim proktektif
paru (antiprotease) yang diwariskan. Ketika enzim ini kurang, protease mencerna protein,
yang memicu penurunan elastisitas dinding alveolar. Jika emfisema terjadi sebelum
individu berusia 40 tahun, enzim antiprotease paling mungkin akan mengalami defisiensi.
Secara keseuluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang
di hirup oleh seseorang individu selama hidupnya, partikel gas ini termasuk :
6
1. Asap Rokok
a. Perokok Aktif
b. Perokok Pasif
2. Polusi Udara
a. Polusi di dalam ruangan, asap rokok, asap kompor
b. Polusi di luar ruangan, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan
3. Polusi di tempat kerja
a. Bahan kimia
b. Zat iritasi
c. Gas beracun
4. Umur
7
D. Manifestasi Klinis
PPOK memiliki dua manifestasi : “Pink Puffer” pada pasien emfisema, dan “blue
bloater” pada pasien bronchitis kronis.
(Priscilla LeMone .dkk, 2016, 1538. Gambaran dan Manisfestasi Klinis COPD.
E. Patofisiologi
8
COPD ditandai dengan obstruksi progresif lambat pada jalan nafas. Penyakit ini
merupakan salah satu eksaserbasi periodic, sering kali berkaitan dengan infeksi
pernafasan, dengan peningkatan gejala dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti
proses akut yang memungkinkan jaringan paru pulih, jalan nafas dan parenkim paru tidak
kembali kenormal setelah eksaserbasi; bahkan, penyakit ini menunjukan perubahan
destruktif yang progresif Priscilla LeMone .dkk, 1538, 2016).
Meskipun salah satu atau lainnya dapat menonjol, COPD biasanya mencangkup
komponen brokitis kronik dan emfiseema, dua proses yang jauh berbeda. Penyakit jalan
nafas kecil, penyempitan bronkiola kecil, juga merupakan bagian kompleks COPD.
Melalui mekanisme yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan nafas menyempit,
resistensi terhadap aliran udara untuk meningkat, dan ekspirasi menjadi lambat atau sulit.
Hasil adalah mismatch antara ventilasi alveolar dan aliran darah atau perfusi,
menyebabkan perubahan petukaran gas.
Faktor- factor resiko seperti merokok, polusi udara, umur akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkus terminal, akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis) yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi,
pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara. Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya.
Adanya Obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-sungsi paru : ventilasi, distribusi gas,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
9
MEROKOK
POLUSI UDARA
Bronkitis Kronik
Emfisema
Edema Bronkial
Hiperekstensi Mukus Kerusakan septa alveolar
Batuk Kronik Ketidakstabilan jalan
Bronkospasme nafas
Rasio ventilasi-perfusi
abnormal
Hipoksemia
Hipoventilasi
Kor pulmonalis
10
Pathway
11
F. Pemeriksaan Diagnostik PPOK
(Menurut Irman Somantri, 2012, 64) Pengkajian Diagnostik PPOK ialah sebagai berikut :
a. Chest X-Ray : Dapat menunjukan hyperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular/bullae(emfisema),
peningkatan suara bronkovaskular (bronkitis), normal di temukan saat periode remisi
(asma)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dyspnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau retriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada Emfisema
e. FEVI/FVC : Rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(FVC) menurun pada bronchitis dan asma
f. Arterial Blood Gasses (ABGs) : Menunjukan proses penyakit kronis, sering kali PaO2
menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema), tetapi
sering kali menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan
sekunder terhadap hiperventilasi (Emfisema sedang dan asma).
g. Bronkogram : Dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukosa (Bronkitis).
h. Darah Lengkap : Terjadi peningkatan hemoglobin (Emfisema Berat) dan Eosinofil
(Asma).
i. Kimia Darah : Alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer.
j. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen,
sedangkan pemeriksaan sitology digunakan untuk menentukan penyakit keganasan
atau alergi.
k. Elektrokardiogram (ECG) : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat),
atrial disritmia (Bronkitis), Gelombang P pada lead II, III, dan AVF panjang, tinggi
(pada Bronkitis dan Emfisema) dan aksis QRS vertical (Emfisema)
l. Exercise ECG, Stress Test : MEmbantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan merencanakan atau
evaluasi program.
12
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis bagi penderita PPOK menurut Priscilla LeMone ialah sebagai
berikut :
1. Pencegahan mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi dengan :
a. Antibiotic, karena biasanya disertai infeksi
b. Terapi oksigen bagi yang memerlukan
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik
d. Bronkodilator
13
II. GAGAL NAFAS AKUT
A. Definisi
Hal yang membedakan antara gagal napas akut dan kronis adalah :
1. Gagal napas akut (acute respiratory failure) : kegagalan pernafasan atau napas
terhenti yang ditujukan pada pasien dimana struktur dan fungsi paru-paru pada
awalnya bisa saja dalam keadaan normal sebelum timbulnya penyakit.
2. Gagal napas kronis (chronic respiratory failure) : kegagalan pernapasan yang terlihat
pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis seperti bronchitis kronis, emfisema,
dan black lung disease (coal miner’s disease).
Sindrom gawat nafas akut atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) diartikan
sebagai edema paru non kardiogenik yang disebabkan oleh kerusakan menyeluruh membran
kapiler-alveol yang menyertai atau didahului penyakit atau kelainan langsung atau tidak
langsung mengenai paru. Dahulu ARDS diartikan Adult Respiratoty Distress Syndrome atau
Sindrom gawat nafas pada dewasa tetapi belakangan ini diartikan sebagai sindrom gawat
nafas akut.
ARDS merupakan bentuk parah dari cedera paru akut yang ditandai dengan edema paru
yang tiba-tiba dan progresif, peningkatan infiltrate bilateral, hipoksemia yang tidak berespon
terhadap pemberian oksigen, dan tidak adanya peningkatan tekanan arteri kiri. ARDS terjadi
ketika reaksi inflamasi memicu pelepasan mediator seluler dan kimia, menyebabkan cedera
pada membrane kapiler alveoli, yang kemudian menimbulkan kerusakan struktur paru-paru.
Gagal nafas akut / ARDS adalah kegagalan sistem pernapasan untuk mepertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan
pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001).
14
B. Etiologi
Penyakit dengan kondisi yang dapat menyebabkan gagal ventilasi (ventilatory failure) antara
lain :
Penyakit dan kelainan paru-paru yang dapat menyebabkan kegagalan oksigenasi antra
lain :
15
Penyebab gagal napas akut sebagai berikut :
1. Depresi Sistem Saraf Pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak di bawah batang otak (pons
dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernafasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernapasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke
saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti
gangguan medulla spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuskuler
yang terjadi pada pernafasan akan sangat mempengaruhi ventilitas.
3. Efusi Pleura, Hemotoraks dan Pneumotoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilitasi melaui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru yang mendasari,
penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan
dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernafasan. Hemotoraks, pneumotoraks, dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki
patologi yang mendasar.
5. Penyakit Akut Paru
Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia kimiawi atau
pneumonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelectasis, embolisme paru dan
edema paru adalah beberapa kondisi lain yang dapat menyebabkan gagal nafas.
Berbagai kelainan di paru atau diluar paru dapat menimbulkan ARDS secara
langsung atau tidak langsung. Pada table di bawah ini dilihat kelainan-kelainan
yang dapat menimbulkan ARDS :
16
Tidak Langsung Langsung (Pulmoner)
Syok Pneumonia virus
Sepsis Pneumonia mikoplasma
Trauma non toraks Pneumonia legionella
Emboli lemak Pneumonia bakteri
Trauma kepala Pneumonia jamur
Perdarahan susunan saraf pusat Ronkhi mountain spotted fever
Overdosis obat Tuberkulosis milier
Pankreatitis Kontusio paru / trauma toraks
Diseminated intravascular coagulation Aspirasi cairan lambung
(DIC) Tenggelam
Transfusi darah massif Aspirasi hidrokarbon
Pirau kardiopulmoner Inhalasi asap
Infark miokard Inhalasi uap kimia
Keracunan salisilat Pneumonitis radiasi
Keracunan CO Keracunan oksigen
Edema paru reekspansi
Kontras limfangiogram
Limfoma
Malaria
Uremia
Emboli udara
C. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik, dimana
masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang paru nya normal secara structural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batu bara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
17
kembali ke kesan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
irreversible.
Karakteristik ARDS yang penting adalah edema paru dan atelectasis. Selama
perjalanan penyakit edema paru terutama diakibatkan oleh kombinasi kebocoran
pembuluh darah kecil dan peningkatan tekanan hidrostatik. Peningkatan tekanan
hidrostatik dikapiler paru mudah terjadi ketika sejumlah besar cairan diberikan untuk
mempertahankan tekanan darah atau keluarnya urin yang banyak.
Menurut Pratter dan Irwin, membagi karakteristik patofisiologi menjadi 4 fase : 1)
Fase Laten : kelainan primernya dominan, tidak ada penyebab ekstrapulmoner atau
masalah respirasi sedikit. Biasanya berlangsung 1-2 hari. Contohnya syok septic. 2) Fase
Edema Intertitial Akut : terjadi kerusakan luas membrane kapiler paru, sering disertai
kerusakan septum alveoli. Terdapat edema interstitial tinggi protein yang luas, aliran
limfe meningkat, compliance paru menurun (stiff lungs), V/Q mismatch, dispnea,
takipnea dan terdengar ronkhi. Foto toraks dalam batas normal atau corakan
broncovaskular yang meningkat. Pemeriksaan analisis gas darah arteri (astrup) dijumpai
alkalosis respiratorik akut, hipoksemia sedang dan A-aDO2 yang meningkat. 3) Fase
Edema Intraalveoli akut : paru basah dan berat, alveoli berisi cairan tinggi protein dan
sedikit terisi udar adibandingkan keadaan normal. Kapasitas residu fungsional (KRF) dan
compliance paru sangat menurun, terjadi V/Q mismatch, pirau kanan ke kiri
intraparenkim paru, produksi surfaktan menurun atau fungsional abnormal, pasien gelisah
dan sangat sesak, takipnea dan terdengar ronkhi. Pada fototoraks tampak perselubungan
homogen / hamper homogen difus (white lungs). Pemeriksaan analisis gas darah arteri
dijumpai alkalosis respiratorik akut, hipoksemia beserta A-aDO2 meningkat yang refrakter
terhadap terapi O2. 4) Fase Fibrosis Akut-Kronik : pada pemeriksaan patologi anatomi
didapatkan membrane hialin intraalveoli.
Bila penyakit primer mereda dan kerusakan tidak ekstensif masih dapat terjadi
resolusi lengkap, sebaliknya bila berlanjut akan terjadi fibrogenesis menu ke fibrosis paru
lanjut dalam beberapa minggu. Gambaran patologi anatomi adalah fibrosis interstisial
luas dengan kerusakan struktur normal kapiler alveol. Terjadi V/Q mismatch berat,
compliance paru sangat menurun dan tekanan ventilasi puncak sangat meningkat. Pada
foto toraks dijumpai fibrosis interstisial yang meningkat. Analisa gas darah arteri
menunjukkan retensi CO2 dan A-aDO2 yang sangat tinggi.
18
Gagal napas akut diklasifikasikan dalam :
Apapun yang menjadi penyakit asalnya, pasien dengan gagal napas akut selalu
mengalami hipoksemia
Kegagalan ventilasi biasanya didefinisikan saat pasien dengan paru-paru yang sehat
memiliki nilai PaCO2 diatas 45 mmHg. Sering kali pemyebab kegagalan ventilasi adalalh
masalah pada paru-paru itu sendiri, terutama “chronic air flow limitation”. Pada
kegagalan oksigenasi, paru-paru dapat menggerakan udara dengan cukup, tetapi tidak
dapat mengoksigenasi darah pulmoner secara cukup. Penyebabnya adalah :
19
PATHWAY
20
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernafas, retraksi dan sianosis
3. Pada auskultasi mungkin terdapat suara nafas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea, dengan kesulitan bernapas
7. Terdapat retraksi intercostal
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, creckles, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
12. Dispnea yang awitannya terjadi dengan cepat, biasanya 12-48 jam setelah
serangan.
13. Dapat ditemukan adanya retraksi interkostal dan krakles.
14. Hipoksemia arteri yang tidak berespons terhadap terapi oksigen.
15. Cedera paru yang berkembang menjadi alveolitis fibrotik disertai hipoksemia
yang parah dan persisten.
16. Peningkatan ruang rugi alveolus dan penurunan komplians paru.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Fungsi Ventilasi
Frekuensi pernapasan permenit
Volume tidal
Ventilasi semenit
Kapasitas vital paksa
Volume ekspirasi paksa dalam satu detik
Daya inspirasi maksimum
Rasio ruang mati / volume tidal
PaCO2 , mmHg
21
2. Pemeriksaan Status Oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada
PaO2 , PaCO2 dan pH dari pasien normal : atau PaO 2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50
mmHg, dan pH < 7,35
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum)
untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasari nya
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
disritmia
b. Pemeriksaan Hasil Analisa Gas Darah
1. Hipoksemia (pe ↓ PaO2), Hipokapnia (pe ↓ PCO2) pada tahap awal karena
hiperventilasi
2. Hiperkapnia (pe ↑ PCO2) menunjukkan gagal ventilasi
3. Alkalosis respiratorik (pH > 7,45) pada tahap dini
4. Asidosis respiratorik / metabolic terjadi pada tahap lanjut
c. Pemeriksaan Rontgen Dada
1. Tahap awal : sedikit normal, inflitrasi pada perihilir paru
2. Tahap lanjut interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
d. Hemodinamik : Tipe 1 : peningkatan PCWP
e. Tes Fungsi Paru
1. Pe ↓ complain paru dan volume paru
2. Pirau kanan-kiri meningkat
22
F. Penatalaksanaan
1. Ambil alih fungsi pernafasan dengan ventilator mekanik
2. Obat-obatan :
Kortikosteroid pada pasien dengan fase lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliperatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat persisten, pada atau
sekitar hari ke-7 ARDS.
Inhalasi nitric oxide (NO) memberi efek pasidilatasi selektif pada area paru
yang terdistribusi, sehingga menurukan pirau intrapilmoner dan tekanan arteri
pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi arterial. dinerikan hanya
pada pasien dengan hipoksia berat yang reprater.
3. Posisi pasien : posisi pasien terlungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi tidak
mengubah mortalitas. terutama saat merubah posisi terlengtang ke terlungkup, dan
mencegah decubitus pada area yang menumpu beban.
4. Cairan : pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal
Masalah ekstrapasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan
hidrostatik intravaskuler mendorong akumulasi cairan di alveolus.
Fungsi utama ialah mempertahakan perfusi yang adekuat tanpa mengorbankan
oksigenasi. restiriksi cairan paling baik dimonitor kateter arteri pulmonal, dan
cairan dipertahankan pada level dimana tekanan hidrostatik intravaskuler
terendah tetapi curah jantung adekuat. tetapi hal ini tidak terbukti memperbaiki
hasil pengobatan.
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PPOK
KASUS PPOK
Pasien Tn.X datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 tahun sebelum masuk rumah
sakit, sesak nafas dirasakan semakin memberat. Sesak dirasakan terus menerus dan
mengganggu aktivitas selama 8 bulan terakhir. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit nafas
bertambah berat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan waktu, sesak tidak berkurang
dengan istirahat.
Pasien mengeluhkan batuk (+) bertambah sering sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, berdahak (+) warna kuning kental, mengi (+), demam (-), penurunan BB (-), keringat
malam (-), penurunan nafsu makan (-), mual muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran : composmentis. Hasil pemeriksaan TTV, TD :
130/90 mmHg, N : 96x/menit, RR : 30x/menit, Suhu : 36,5oc.
GCS : 15 (E : 4, V : 5, M : 6), akral dingin dan keluar keringat dingin, bibir pucat,
terdapat sianosis, SPO2 82%, pemeriksaan sputum BTA (-)
I. DATA DEMOGRAFI
1. Identitas Klien
A. Identitas klien
Nama : Tn.X
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bekasi
24
Suku : Sunda
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Tanggal Masuk : 17 Oktober 2019
Tanggal Pengkajian : 17 Oktober 2019
Diagnosa Medis : COPD / PPOK
NO RM : 030
2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, batuk
(+) bertambah sering sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, berdahak (+).
C. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah menderita penyakit berat
seperti TB, belum pernah dirawat di RS, dan tidak memiliki riwayat alergi,
pasien mengatakan memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun.
D. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam anggota keluarga tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa
dengan pasien.
3. Pengkajian Fungsional Kesehatan
A. Persepsi kesehatan
Keluarga pasien mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit selalu
membawa ke pelayanan kesehatan agar cepat sembuh.
25
B. Pola nutrisi metabolik
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien makan sebanyak
3x sehari, minum air putih sebanyak 6-8 gelas perhari.
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengalami
perubahan pola makan, pasien tetap makan sebanyak 3x sehari, minum
air putih sebanyak 6-8 gelas perhari.
C. Pola eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit BAB normal 1x
sehari setiap pagi dengan konsistensi lembek kecoklatan dan bau khas
feses.
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak ada perubahan frekuensi BAB,
pasien tetap BAB normal 1x sehari setiap pagi dengan konsistensi
lembek kecoklatan dan bau khas feses, dan dibantu oleh orang lain.
2) BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasa BAK 5-6 x sehari dengan
konsistensi kuning cair dan bau khas urine.
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak ada perubahan frekuensi
BAK, pasien BAK 5-6 x sehari.
D. Pola Aktivitas
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Keterangan = 0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3:
dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.
2) Latihan
Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa melakukan aktivitas sehari –
hari seperti bekerja.
26
Saat sakit
Pasien mengatakan saat sakit kesulitan melakukan aktivitas sehari-
hari, mudah lelah karena sesak
E. Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien mengatakan bahwa dirinya merasa tidak nyaman karena sesak, mudah
lelah, batuk.
F. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasa tidur 6-7 jam perhari dan tidur dengan
nyenyak
Saat sakit
Pasien mengatakan sulit tidur, pasien tidur 4-5 jam perhari dan tidak
dapat tidur dengan nyenyak karena sesak napas.
Mata
27
Inspeksi : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil
isokor, tidak ada edema palpebra.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Hidung
Inspeksi : Simetris, penyebaran rambut silia merata, tidak ada secret,
tidak ada lesi, tidak ada kemerahan, tidak ada edema.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus prontalis, etmoidalis,
maksilaris.
Mulut
Inspeksi : Terdapat cyanosis, tidak ada karies,tidak terdapat
stomatitis, bibir simetris, mukosa bibir pucat
Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak ada luka tidak ada serumen
dan discharge.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kartilago.
2) Dada :
Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak ada edema
Palpasi : Vokal taktil premitus terasa getaran
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Wheezing (+)
Jantung
Inspeksi : Iktuskordis tidak tampak
Palpasi : Teraba iktuskordis di ICS 5
Perkusi : Dallnes
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 murni
3) Abdomen :
Inspeksi : Simetris, tidak ada edema, tidak ada lesi
Perkusi : Tidak ada nyeri ketuk pada daerah abdomen maupun CVA
Palpasi : Tidak ada massa dan pembengkakan
4) Integumen :
Inspeksi : Tidak ada hiperpigmentasi
Palpasi : Turgor kulit elastis
28
5) Ekstremitas :
Atas
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi
Palpasi : CRT lebih dari 3 detik, akral teraba dingin
Bawah
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi
Palpasi : CRT lebih dari 3 detik, akral teraba dingin
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan sputum BTA : (-)
Hasil pemeriksaan AGD didapatkan :
pH : 7,50 (nilai normal 7,35 – 7,45)
PCO2 : 46,0 (nilai normal 35-45 mmHg)
PO2 : 75 (nilai normal 80-100 mmHg)
HCO3 : 25 (22-26 mmol/L)
29
IV. DATA FOKUS
Nama Pasien : Tn.X
No.Rm : 030
30
V. ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn.X
No.Rm : 030
31
HCO3 : 25 (22-26 mmol/L)
5. Bibir pucat dan tampak sianosis
3. DS : Intoleransi Ketidakseimbangan
1. Pasien mengatakan saat sakit kesulitan Aktivitas antara suplai dan
melakukan aktivitas sehari-hari kebutuhan oksigen
2. Pasien mengeluh mudah lelah karena
sesak
DO :
1. Keadaan umum pasien : lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Pemeriksaan TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 96x/menit
RR : 30x/menit
Suhu : 36oc
4. Pasien tampak sianosis
32
VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NamaPasien : Tn.X
No.Rm : 030
33
VII. INTERVENSI KEPERAWATAN (BATAS MENGERJAKAN)
NamaPasien : Tn.X
No.Rm : 030
34
3. Tekanan darah diastolic 1. Posisikan pasien untuk
normal mengurangi sesak
Edukasi :
1. Berikan informasi kepada
pasien dan keluarga mengenai
penggunaan oksigen
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter
mengenai penggunaan oksigen
tambahan
3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Monitor :
Aktivitas b.d keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor intake atau asupan
Ketidakseimb diharapkan asupan gizi untuk nutrisi untuk mengetahui
angan antara memenuhi kebutuhan – sumber energi yang adekuat
suplai dan kebutuhan metabolik teratasi 2. Monitor atau catat waktu dan
kebutuhan dengan KH : lama istirahat atau tidur pasien
oksigen 1. Saturasi oksigen ketika Mandiri :
beraktifitas tidak terganggu 1. Kaji status fisiologis pasien
2. Frekuensi nadi ketika yang menyebabkan kelelahan
beraktivitas tidak terganggu sesuai dengan konteks usia dan
3. Frekuensi pernafasan ketika perkembangan
beraktivitas normal 2. Tingkatkan tirah baring atau
4. Kemudahan bernafas ketidak pembatasan aktivitas
beraktivitas (misalnya, meningkatkan
jumlah waktu istirahat pasien)
3. Anjurkan pasien untuk memilih
aktivitas-aktivitas yang akan
dilakukan
4. Bantu pasien dalam aktivitas
sehari-hari yang teratur sesuai
kebutuhan dan anjurkan
aktivitas fisik (misal ambulasi,
ADL) sesuai dengan
kemampuan (energi pasien)
35
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diit yang
sesuai dengan pasien (diit
TKTP)
36
II. GAGAL NAFAS AKUT
Umur : 45 Tahun
No regmed : 112233
Alamat : Bekasi
Ny. R usia 45 tahun, dibawa ke IGD RSU Medistra tidak sadarkan diri setelah
kecelakaan Lalu lintas. Terdapat jejas pada regio dada kanan lateral bawah dan daerah kepala
bagian belakang. Pasien mengalami penurunan kesadaran, napas berat, sianosis, hasil pulse
oksimetri menurun 89%, TD : 110/80 mmHg dengan frekuensi RR : 30x/menit, S : 36 oC
pendek dan dangkal, N 110x/menit dan lemah. Pasien direncanakan dilakukan pemasangan
ventilator.
PENGKAJIAN
PRIMARY SURVEY
A. AIRWAY
Tidak ada sumbatan jalan napas.
B. BREATHING
Frekuensi RR : 30x/menit pendek dan dangkal, napas berat, pulse oksimetri
menurun 89%.
C. CIRCULATION
Nadi 110x/menit dan lemah irama teratur, denyutan kuat. Pasien mengalami
penurunan kesadaran . Tekanan darah : 110/80 mmHg, pupil tidak mengalami
dilatasi.
37
D. DISABILITY
GCS : 11 E : 2 M : 5 V : 4 tingkat kesadaran : Somnolen, tidak terjadi dilatasi
pada pupil, tidak ada tanda-tanda lateralisasi .
E. EXPOSURE
Terdapat jejas pada regio dada kanan lateral bawah dan daerah kepala bagian
belakang
SECONDARY SURVEY
1. KEADAAN UMUM
Pasien datang dengan mengalami penurunan kesadaran , napas berat.
2. PENYAKIT LAIN YANG DIDERITA/PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengatakan tidak mengalami penyakit serupa sebelumnya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Tingkat Kesadaran Somnolent , Terdapat jejas pada regio dada kanan lateral
bawah dan daerah kepala bagian belakang. Pasien mengalami penurunan kesadaran,
napas berat, sianosis, hasil pulse oksimetri menurun 89%, TD : 110/80 mmHg
dengan frekuensi RR : 30x/menit, pendek dan dangkal, N 110x/menit dan lemah.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Analisa Gas Darah
38
TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA WAK
NO ANALISA DATA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TU
S : 36oC
39
mengalami penurunan Membran Alveolus
kesadaran -Kapiler Mandiri :
1. Posisikan pasien untuk
DO : 14.10 memaksimalkan ventilasi.
1. Kesadaran menurun, 2. Auskultasi suara napas catat area
14.20
sianosis, pola napas pernapasan.
pendek dangkal. Edukasi :
Pernapasan 30x/menit. 3. Berikan informasi kepada
2. Hasil Lab : keluarga mengenai rasionalisasi
14.20
pH : 7,35 dan sensasi yang diharapkan
PCO2 :48,0 berhubungan dengan
PaO2 :75 penggunanaan ventilator.
HCO3 :25 Kolaborasi :
DO : Mandiri :
40
mmHg timbulnya gejala syok.
N : 110 x/mnt
Edukasi :
RR : 30x/mnt
15.10 4. Informasikan kepada keluarga
S : 36oC
mengenai faktor-faktor pemicu
syok, tanda dan gejala serta
langkah-langkah yang harus
dilakukan terhadap timbulnya
syok.
41
EVALUASI KEPERAWATAN
S:
‐ Tingkat kesadaran : Somnolen, tidak terjadi dilatasi pada pupil, tidak ada tanda-tanda
lateralisasi.
‐ Tanda-tanda Vital :
TD : 110/80 mmHg
N : 110 x/mnt
RR : 30x/menit
S : 36oC
‐ Kesadaran menurun, sianosis, pola napas pendek dangkal. Pernapasan 30x/menit.
‐ Hasil Lab :
pH : 7,35
PCO2 :48,0
PaO2 :75
HCO3 :25
SaO2 :89%
42
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPOK adalah suatu kondisi yang di tandai dengan obstruksi jalan nafas yang
membatasi aliran udara, menghambat ventilasi. Bronkitis terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi dan iritasi kronis. Pembengkakan dan produksi lender yang kental
menghasilkan obstruksi jalan nafas besar dan kecil. Emfisema menyebabkan paru
kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur dengan merangkak udara dan
menyebabkan distensi kronis pada alveoli).
Gagal napas (respiratory failure) timbul ketika pertukaran oksigen dengan
karbondioksida pada paru-paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan
produksi karbondioksida pada sel tubuh. Akibatnya adalah tekanan oksigen arterial
menjadi kurang dari 50 mmHg (hipoksemia)dan tekanan karbondioksida meningkat
menjadi lebih dari 45 mmHg (hiperkapnia) .
Hal yang membedakan antara gagal napas akut dan kronis adalah :
1. Gagal napas akut (acute respiratory failure) : kegagalan pernafasan atau napas
terhenti yang ditujukan pada pasien dimana struktur dan fungsi paru-paru pada
awalnya bisa saja dalam keadaan normal sebelum timbulnya penyakit.
2. Gagal napas kronis (chronic respiratory failure) : kegagalan pernapasan yang
terlihat pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis seperti bronchitis kronis,
emfisema, dan black lung disease (coal miner’s disease).
43
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions classification (NIC) (5th
ed.). America: Mosby Elseiver
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., dan Swanson, L. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th ed.). United state of America: Mosby Elsevier
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indoneia (PPNI)
44