Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem keuangan internasional merupakan peranan penting dalam perekonomian dunia dan
perekonomian suatu negara. Mobilitas produksi, modal dan manusia semakin cepat karena pelaku
bisnis atau produsen menyadari pentingnya pasar global dibandingkan hanya melayani pasar dalam
negeri. Hal ini menyebabkan, pasar keuangan mengalami keterkaitan antara satu negara dengan
negara lain. Pertukaran mata uang merupakan proses dalam transaksi yang terjadi, yang disebabkan
perbedaan mata uang setiap negara atau dengan menggunakan mata uang global.

Pasar keuangan terbesar di dunia dimana omset (jumlah uang) rata-rata harian terus
mengalami perkembangan adalah pasar valuta asing (foreign exchange). Pasar valuta asing
dibeberapa negara tidak bebas dari intervensi pemerintah, dimana bank sentral selalu mengatur
transaksi pertukaran internasional yanng disebut sebagai intervensi mata uang luar negeri atau
foreign exchange intervention untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang. Intervensi ini dilakukan
untuk mengatur nilai tukar dalam menghindari fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam, menetapkan
suatu batas rentang pergerakan mata uang dan segala respon terhadap tekanan yang bersifat
sementara. Pengaturan keuangan internasional, disebut rezim nilai tukar terkendali atau managed
float exchange regime, dimana nilai tukar mata uang berfluktuasi dari suatu waktu ke waktu
tertentu, tetapi bank sentral dapat melakukan intervensi jual atau beli untuk mempengaruhi nilai
tukar mata uang negaranya.Lembaga otoritas moneter menetapkan nilai tukar mata uang domestik
terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun
permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp 250/US Dollar.
Sistem nilai tukar tetap ini dapat menekan laju inflasi, seiring dengan itu dapat mengurangi
pertumbuhan produktivitas dan kebijakan moneter bisa sama sekali tidak berfungsi atau tidak
efektif.

Pada November 1978 Indonesia menggunakan sistem kurs mengambang terkendali yang
dimana sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pernawaran dan permintaan akan tetapi
pemerintah dapat mempengaruhi nilai tukar melalui intervensi pasar. Dengan sistem tersebut Bank
Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak dipasar dengan penyebaran
tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi

1
2

bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono,2005). Namun
setelah 14 tahun menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkenadali, pada September 1992
pemerintah mengubah sistem kurs menjadi sitem kurs mengambang terkendali dengan crawling
band peningkatan fleksibilitas nilai tukar tersebut telah mendorong perkembangan pasar valuta
asing dalam negeri yang tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan bank umum kepada
Bank Indonesia dalam melakukan transaksi devisa. Sistem ini hanya bertahan pada bulan Agustus
1997.

Semenjak Agustus 1997 Indonesia menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free
floating exchange rate system) dimana nilai tukar Rupiah (RP) terhadap mata uang asing ditentukan
melalui mekanisme pasar. Pergerakan Nilai tukar Indonesia (IDR) mengalami depresiasi yang
dikarenakan keterpurukan krisis moneter yang mengakibatkan jatuhnya nilai tukar domestik. Akibat
dari krisis moneter tahun 1997 yang tidak hanya melanda Indonesia tetapi hampir seluruh kawasan
Asia yang mengakibatkan melemahnya perekonomian. Perubahan sistem nilai tukar tersebut
menghasilkan pergerakan nilai tukar yang lebih besar dibandingkan pada periode sebelum
terjadinya krisis. Pergerakan tersebut terjadi baik dalam bentuk nominal maupun rill (nilai tukar
nominal yang disesuaikan terhadap perbandingan tingkat relatif antar negara).

Dengan diterapkan sistem kurs mengambang bebas membawa dampak pada stabilitas nilai
tukar Rupiah, yaitu terjadi fluktuasi yang sangat tajam. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar amerika berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang domestik. Oleh karena
itu, untuk mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997,
Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan
mengikuti mekanisme pasar yang ada. Sistem nilai tukar mengambang dengan sistem devisa bebas
memiliki arti bahwa tingkat mobilitas modal internasionalnya tinggi, akibatnya kebijakan moneter
lebih efektif dari pada kebijakan fiskal. Dengan diterapkan sistem nilai tukar mengambang bebas,
pergerakan nilai tukar semakin sulit untuk di prediksi. Hal ini dikarenakan pergerakan nilai tukar,
selain didasarkan pada kekuatan permintaan dan penawaran valas di pasar juga dipengaruhi oleh
perubahan ekspektasi pasar yang pembetukannya tergantung pada berbagai variabel ekonomi
maupun non ekonomi. Kondisi ini semakin lengkap dengan menganutnya sistem perekonomian
terbuka (open economy) yang membawa dampak gejolak dari luar sehingga mempengaruhi
perekonomian Indonesia, dan pergerakan nilai tukar Rupiah.

2
3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Adwin Surya Atmadja (2002) dalam penelitiannya yang berjudul analisa pergerakan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika setelah diterapkan kebijakan sistem nilai tukar
mengambang bebas di Indonesia. Variabel dependen penelitian ini adalah nilai tukar rupiah
terdahap dollar Amerika. Sedangkan, variabel independen adalah selisih inflasi Indonesia dan
Amerika, selisih suku bunga, selisih jumlah uang beredar, selisih gross domestic prodct,
besarnya surplus atau defisit BOP Indonesia. Periodesasi data penelitian adalah data bulanan
yang dimulai dari bulan Agustus 1997 sampai bulan Desember 2001. Metode yang digunakan
menggunakan metode analisis regresi. Dari hasil pengelolaan tersebut adalah variabel
independen tidak dapat menjelaskan atau tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel Nilai Tukar, kecuali variabel independen Jumlah Uang Beredar. Sebagian besar
pergerakan nilai tukar dengan meengguankan sistem mengambang bebas ditentukan faktor-
faktor lain, baik faktor ekonomi maupun non ekonomi.
Eni Setyowati (2003) dalam penelitiannya menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika dengan model koresi kesalahan engle-
granger (pendekatan moneter). Variabel dependen pada penelitian ini adalah nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat. Sedangkan, variabel independennya adalah jumlah uang
beredar Indonesia, jumlah uang beredar Amerika, PDB rill Indonesia, PDB rill Amerika, tingkat
suku bunga deposito Indonesia dan tingkat suku bunga LIBOR. Model yang dipakai dalam
penelitian ini adalah model kesalahan engle-granger (EG-ECM). Dari hasil analisis data dapat
diambil kesimpulan dalam jangka panjang menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh dan
signifikan adalah variabel jumlah uang beredar Indonesia dan PDB rill Indonesia. Sedangkan,
daalam jangka pendek variabel yang berpengaruh adalah jumlah uang beredar Indonesia, suku
bunga deposito Indonesia, dan PDB rill Indonesia.
R. Parianom (2010) menganalisis perilaku nilai tukar Rupiah: pendekatan Behavior
Equilibrium Exchange Rate (BEER). Variabel dependen yang digunakan adalah nilai tukar
Rupiah rill. Sedangkan, variabel independen menggunakan produktifitas, net foreign asset,
perbedaan tingkat suku bunga dalam negeri dan Amerika Serikat, harga minyak, indeks country

3
4

risk dan term of trade. Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa periode waktu runtun
waktu dimulai dari bulan Januari 2000 sampai dengan bulan Desember 2007. Metode yang
digunakan adalah error corection model (ECM). Kesimpulan dari penilitian ini adalah pada
jangka panjang variabel produktifitas, net foreign asset, perbedaan tingkat suku bunga dalam
negeri dan Amerika Serikat, harga minyak dan country risk merupakan faktor fundamental
dalam pendekatan BEER dan signifikan mempengaruhi perilaku nilai tukar rill.
Tara Eka Pratiwi dan H. Purbayu Budi Santosa (2012) penelitian yang berjudul analisis
perilaku Kurs Rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika (USD) pada sistem kurs mengambang
bebas di Indonesia periode 1997.3-2011.4. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kurs
Rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika (USD). Sedangkan, variabel independennya adalah
tingkat suku bunga,tingkat harga konsumen, jumlah uang beredar, dan produk domestik bruto.
Periode yang digunakan adalah triwulan ketiga tahun 1997 dan keempat tahun 2011. Untuk
menguji hipotesis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda dan uji
penyimpangan terhadap asumsi klasik.
Noor Iskandarsyah (2013) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan
rupiah: analisis model moneter dengan menggunakan johansen cointegration dan error
corection model. Variabel dependen yang digunakan adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika. Sedangkan, variabel independennya terdiri dari Uang Beredar, Pendapatan dan Suku
Bunga. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data time series per triwulan dari tahun
2000-2010. Pengujian pada penelitian ini menggunakan metode Error Correction Model
(ECM).
Yeniwati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul analisis perubahan kurs rupiah
terhadap dollar Amerika. Variabel dependen yang digunakan adalah nilai tukar (kurs) dan
variabel independen adalah inflasi dan suku bunga. Periode waktu yang digunakan data kuartal
mulai dari tahun 1998 kuartal II sampai dengan 2012 kuartal IV. Metode yang digunakan
ordinary least square (OLS).
Rasbin (2014) menganalisis pengaruh jumlah uang beredar, tingkat pendapatan, suku
bunga dan krisis ekonomi terhadap nilai tukar Rupiah periode 2000-2014. Variabel dependen
adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Sedangkan, variabel independen adalah jumlah
uang beredar, tingkat pendapatan, tingkat suku bunga dan krisis ekonomi. Data yang digunakan
adalah data sekunder dengan berbentuk data runtun waktu atau data time series dari triwulan 1
2000 sampai dengan triwulan 2 tahun 2014.
4
5

Zainul Muchlas dan Agus Rahman Alamsyah (2015) penelitian yang berjudul faktor-
faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap dollar pasca krisis tahun 2000-2010. Variabel
dependen yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (IDR/USD) dan
variabel independen adalah inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar, dan balance of payment.
Periode waktu yang digunakan adalah tahun 2000-2010 yang merupakan tahun-tahun pasca
krisis di Indonesia.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Nilai Tukar
1. Definisi Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata
uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik
terhadap mata uang asing. Sebagai contoh nilai tukar (NT) Rupiah terhadap Dolar Amerika
(USD) adalah harga satu dolar Amerika (USD) dalam Rupiah (Rp).
Kurs merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham
maupun di pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi
portofolio. Terdepresiasinya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika
memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari,
2003).
Menurut Mohamad Samsul (2006: 202), perubahan satu variabel makro ekonomi
memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak
positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Apabila nilai tukar didefinisikan
sebagai nilai Rupiah dalam valuta asing dapat diformulasikan sebagai berikut:
NT IDR/USD= Rupiah yang diperlukan untuk membeli 1 dolar Amerika (USD)
Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang
lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain ditentukan
sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan.
Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada
suplainya maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau
depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free
floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro,
2001).
5
6

Kebijakan suatu negara secara resmi menaikkan nilai mata uangnya terhadap mata uang
asing disebut dengan revaluasi, sementara kebijakan menurunkan nilai mata uang terhadap mata
uang asing tersebut devaluasi.
a. Nilai Tukar Riil
Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif,
yaitu harga-harga didalam negeri dibanding dengan harga-harga di luar negeri. Nilai
tukar riil tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana sebagai
berikut:
Q = S P/P*
Keterangan :
q = Nilai tukar riil
e = Nilai tukar nominal
P = Harga barang dalam negeri
P* = Harga barang luar negeri
b. Nilai Tukar Nominal
Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara. (Mankiw,
2003:127). Misalnya, USD 1 bernilai seharga Rp 9.500,- di pasar uang.
e = P/P*
Keterangan :
e = Nilai tukar nominal
P = Harga barang dalam negeri
P* = Harga barang luar negeri
2. Jenis-jenis Sistem Nilai Tukar
Kebijakan pemerintah dalam mempengaruhi nilai tukar mempunyai bagian yang
cukup besar. Terlebih untuk menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif, namun
pengaruh tersebut dilakukan tidak secara langsung. Madura (2008:154) melakukan
klarifikasi terhadap sistem nilai tukar beserta tingkat pengawasan pemerintah, yang
dikategorikan sebagai berikut :
a. Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Sistem kurs tetap merupakan sistem nilai tukar yang secara konstan bergerak
atau mengalami fluktuasi dalam batasan yang sempit atau ditentukan oleh

6
7

pemerintah. Otoritas moneter mengintervensi pasar untuk mempertahankan


nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing tertentu.
b. Sistem Kurs Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate
System)
Mengenai definisi sistem nilai tukar mengambang, yakni sebagai sistem nilai
tukar yang ditentukan oleh kekuatan pasar, tanpa adanya intervensi oleh
pemerintah.
c. Sistem Kurs Mengambang Terkendali (Managed Float Exchange Rate
System).
Sistem kurs mengambang terkendali merupan sistem nilai tukar yang berada
di antara sistem nilai tukar tetap dan mengambang bebas.
d. Sistem Kurs di Pagu (Pegged Exchange Rate System)
Sistem kurs pagu merupakan pengaturan nilai mata uang domestik terhadap
nilai mata uang asing (foreign currency), yang mana pergerakanya diatur
dalam nilai mata uang negara lain pada tingkat mata uang yang sama.
3. Teori Penentu Nilai Tukar
Adapun pendekatan tersebut adalah teori pendekatan perdagangan (trade
approach), teori pendekatan paritas daya beli (purchasing power parity, PPP), teori
pendekatan moneter (monetary approach), dan teori pendekatan aset.
a. Pendekatan Moneter
Adapun pendekatan tersebut adalah teori pendekatan perdagangan (trade
approach), teori pendekatan paritas daya beli (purchasing power parity, PPP),
teori pendekatan moneter (monetary approach), dan teori pendekatan aset.
Flexible Price Monetary Approach
Pendekatan moneter versi harga luwes merupakan pengembangan
sederhana dari teori PPP. Penawaran uang dalam negeri menentukan tingkat harga
dalam negeri, sehingga kurs valuta asing ditentukan oleh penawaran dalam negeri.
Peningkatan jumlah uang beredar maka nilai tukar akan terdepresiasi dalam
proporsi yang sama. Sedangkan, perubahan pendapatan akan berpengaruh
terhadap nilai tukar karena adanya kenaikan pendapat akan menyebabkan
permintaan uang untuk bertransaksi meningkat.
Sticky price monetary approach
7
8

Adanya kekakuan jangka pendek juga membawa implikasi nilai tukar


akan mengalami overshooting. Artinya, nilai tukar mengalami pergerakan
(apresiasi atau depresiasi) yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat
perubahan yang diperlukan untuk mencapai kondisi keseimbangan jangka
panjang, sehingga penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjang yang baru
berada dalam arah yang berbeda dari yang terjadi pada awalnya. Memperhatikan
dasar teori yang digunakan dalam model ini, maka lebih sesuai untuk di terapkan
di negara kecil yang bertindak selaku price taker, baik di pasar keuangan maupun
di pasar barang, menerima suku bunga dunia dan harga barang-barang sebagai
sesuatu yang given.
Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar,
yaitu (Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi,
suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan
intervensi bank sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa
pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap,
maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan
permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan
terdepresiasi.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau atau
turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu,
maka nilai tukar akan kembali normal.

8
9

BAB III

ANALISIS dan PEMBAHASAN


3.1 Data Kurs Rupiah terhadap Dolar 2013-2018

Dalam makalah ini penulis menggunakan data kurs rupiah terhadap dollar dengan jenjang waktu
5 tahun yaitu dari tahun 2013-2018. Pemilihan tahun tersebut berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh yaitu pemilihan data peneliti

Selain itu rentang waktu tersebut dapat merepresentasikan dan menggambarkan kondisi ekonomi
Indonesia secara aktual dan terkini selama 5 tahun kebelakang serta tidak terjadi keusangan data
dalam penelitian.

Data kurs rupiah terhadap Dollar penulis dapatkan dari mengutip web Bank Indonesia sebagai
bank sentral yang ada di Indonesia di alamat bi.go.id, sehingga data diambil dapat menunjukkan
kevalidan dan kredibel.

Berikut adalah data Kurs Rupiah terhadap Dollar tahun 2013-2018

Tabel 3.1

Data kurs rupiah terhadap dollar tahun 2013-2018

Tahun Kurs (Rupiah  Dollar)


31 December 2013 12,189.00
31 December 2014 12,440.00
31 December 2015 13,795.00
30 December 2016 13,436.00
29 December 2017 13,548.00
Sumber : Bank Indonesia (data olah, 2019)

3.2 Analisis dan Pembahasan Kurs Rupiah terhadap Dollar

Bedasarkan table 3.1 diatas menunjukkan pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap dollar
Amerika (Kurs Rupiah/US Dollar). Berdasarkan grafik, besarmya nilai Kurs dari tahun ke tahun
selalu mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak stabil.

Pergerakan Kurs mengalami fluktuasi di setiap tahunnya, pada tahun 2013 Kurs berada pada
posisi Rp 12.189/USD kemudian mengalami kenaikan yang tidak terlalu tinggi mencapai Rp
12.440/USD. Kenaikan ini disebabkan oleh perubahan ekonomi dari tahun ketahun yang selalu
dihadapi setiap negara di dunia. Juga di tahun 2013 terjadi gejolak ekonomi global.
Pada tahun tersebut beberapa negara di dunia terkena dampaknya tak kecuali Indonesia. Negara
tersebut merupakan negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya.

9
10

Mengutip dari artikel Indoprogress.com, ada dua faktor yang mempengaruhi melemahnya rupiah
terhadap dollar AS. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia.
Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini,
investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain.
Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi
portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung
menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. 

Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas
mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata
uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu
akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara
permintaan atasnya rendah.

Investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia disebabkan oleh rencana the Fed (bank sentral
AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed,
Ben Bernanke, di depan Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di
beberapa negara emerging markets pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di
sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial
lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS
demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai
tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor
portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat
bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di negara-
negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah
AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang
menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah
neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor.
Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor
meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi
pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi
karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa
ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara
importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan
mata uang negara asal. Karena selama Januari-Juli 2013, impor Indonesia lebih besar daripada
ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
10
11

Sedangkan di awal tahun 2014, posisi tukar rupiah terhadap dollar masih belum berubah. Nilai
tukar rupiah terhadap dollar masih menyentuh angka dikisaran Rp. 12.200/USD hingga bulan
februari 2014. Hal ini disinyalir Nilai rupiah masih mencoba keluar dari dampak gejolak
ekonomi global.
Tetapi di triwulan II 2014, Nilai rupiah terhadap dollar kembali menguat hingga di posisi Rp.
11.500/USD. Penguatan ini tidak bertahan lama sebab di triwulan IV 2014 atau beberapa bulan
terakhir 2014 rupiah kembali melemah terhadap dollar sehingga nilai tukarnya menginjak
kisaran Rp, 12. 500/USD.
Di tahun 2015 Kurs masih berada pada posisi Rp 13.795/USD setelah di triwulan I mencapai Rp.
13.000/USD. Lalu di Triwulan II dan III mengalami fluktuasi nilai hingga jatuh di angka Rp.
14.000/USD. Baru di triwulan IV kurs mengalami penurunan namun tidak signifikan.

Hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi kepanjangan yang terjadi di Yunani sehingga Indonesia
terkena dampak dari peristiwa tersebut meskipun tidak terlalu besar. Dimana pelemahan nilai
tukar rupiah akibat menguatnya mata uang dollar Amerika Serikat. Jika pelemahan rupiah terus
berlanjut, beban sektor industri akan semakin berat karena sebagian besar input produksi berasal
dari impor.

Selain itu pemulihan ekonomi dan penghentian Easing quantitive di AS serta dinamika politik
transasi pemerintah menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap Dollar tidak stagnan.

Sementara di tahun 2016, kurs terhadap dollar dibuka pada angka Rp. 13.886/USD. Nilai ini
terus meningkat hingga akhir januari 2016 dengan nilai mencapai Rp. 14.200/USD. Baru di akhir
triwulan I kurs mengalami penguatan dan turun kembali di angka Rp. 13.000/USD. Fluktuasi
masih terjadi di Triwulan II, III dan IV. Hingga bulan December 2016 kurs jatuh pada angka Rp.
13.436/USD.

Di tahun 2017 kurs rupiah terhadap dollar mengalami kenaikan kembali. Pada tiga bulan awal
nilai tertinggi yang dicapai rupiah terhadap dollar diangka Rp. 13.500/USD. Kemudian di bulan-
bulan selanjutnya kurs masih mengalami fluktuasi hingga akhir tahun 2017 kurs berada diposisi
Rp. 13.548/USD.

Berdasarkan analisis diatas kenaikan dan penurunan Kurs yang menunjukan perubahan ekonomi
yang selalu mengalami naik turun, hal ini mengartikan bahwa kondisi perekonomian yang tidak
stabil. Perolehan Kurs di dua tahun terakhir menunjukkan bahwa perekonomian sedang
mengalami pelemahan secara berturut-turut. Faktor internal yang mempengaruhi anatara lain
jumlah uang beredar (JUB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi, gross domestic product (GDP)
dan krisis ekonomi.

11
12

Ketika rupiah melemah pada bulan sebelumnya aka nada kecenderungan seseorang untuk
menukarkan dolar yang dimiliki sehingga orang tersebut akan mendapatkan keuntungan
yang lebih besar. Hal ini yang mengakibatkan jumlah uang beredar mengalami kenaikan.

Sementara kenaikan suku bunga bisa menunjang penguatan mata uang, karena akan menarik
investor yang mencari high return untuk menanamkan modalnya, sehingga pemintaan terhadap
mata uang naik.

Efek naik turun nilai tukar mata uang tidak hanya terjadi saat pengumuman perubahan suku
bunga, tapi juga ketika muncul segala isu dan rumor yang berkaitan dengan peluang perubahan
suku bunga.

Sementara pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori
purchasing power paritas atau paritas daya beli yang dikemukakan oleh Gustav Cassel setalah
perang dunia I.

Bedasarkan Teori PPP relative dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah untuk
mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurs mata uang asing
mencerminkan perbandingan antara nilaiu mata uang satu negara dengan negara lainnya yang
ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara.

Mata uang dari negara yang mengalami inflasi tinggi cenderung mengalami depresiasi.
Sebaliknya mata uang dari negara yang mempunyai tingkat inflasi rendah cenderung mengalami
apresiasi.

Hal ini merupakan alasan mengapa tingkat inflasi menjadi bagian yang ikut diperhatikan oleh
para pelaku perdagangan mata uang asing.

3.3 Gejolak Ekonomi 2013 dan 2015

Selama rentang 5 tahun dari 2013-2018, ekonomi Indonesia terkena dampak gejolak ekonomi
global yang terjadi tahun 2013 dan 2015. Hal ini tentunya mempengaruhi kondisi ekonomi
Indonesia mulai dari pertumbuhan ekonomi yang stagnan, nilai tukar yang melemah hingga
IHSG yang mengalami penurunan poin.

Di tahun 2013 gejolak ekonomi diakibatkan oleh pemulihan ekonomi Amerika sebagai sentral
ekonomi dunia. Dimana rencana the Fed (bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative
Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres AS
pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets pun
anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk
mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS.
Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-
krisis finansial 2008.

12
13

Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai


tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor
portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat
bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di negara-
negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah
AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang
menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
Tidak hanya itu deficit neraca pembayaran, khususnya neraca berjalan, Likuiditas valas terbatas,
Wacana pengulangan stimulus di Amerika dan Ketidakpastian krisis utang di Uni Eropa yang
membuat investor asing cenderung mencari safe haven disanyilir juga melemahkan nilai rupiah
atas Dollar.
Sementara di tahun 2015, yang mendasari jatuhnya rupiah terhadap dollar adalah Krisis ekonomi
kepanjangan yang terjadi di Yunani. Krisis utang Yunani akan berpengaruh ke perekonomian
Indonesia melalui pelemahan nilai tukar rupiah akibat menguatnya mata uang dollar Amerika
Serikat. Jika pelemahan rupiah terus berlanjut, beban sektor industri akan semakin berat karena
sebagian besar input produksi berasal dari impor.

Pemerintah Yunani menggelar referendum setelah dinyatakan sebagai negara gagal bayar oleh
Dana Moneter Internasional (IMF) setelah tidak mampu melunasi utang yang jatuh tempo per 30
Juni 2015 sebesar 1,6 miliar euro kepada sejumlah kreditor. Hasil referendum itu kemudian
memperlemah mata uang euro yang dipakai sebagai mata uang tunggal oleh negara-negara
anggota di kawasan Eropa. Pelemahan euro kemudian mendorong penguatan mata uang dollar
AS.

Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan biaya bahan baku dalam denominasi rupiah
meningkat karena dibeli menggunakan valuta asing. Industri pengolahan akan kesulitan
menaikkan harga produk jadi karena saat ini daya beli masyarakat sedang melemah karena
pelambatan pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, Indonesia juga tidak bisa memanfaatkan pelemahan nilai tukar rupiah untuk
menggenjot ekspor. Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditas dibandingkan dengan
ekspor manufaktur. Padahal, permintaan komoditas di pasar global sedang turun karena
pelambatan ekonomi dunia. Akibatnya, harga komoditas jatuh.

Selain itu pemulihan ekonomi dan Penghentian Easing quantitive di AS serta dinamika politik
transasi pemerintah menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap Dollar melemah.

13
14

3.4 Kebijakan Pemerintah Mengatasi Gejolak Ekonomi 2013 dan 2015

Meski di tahun 2013 dan 2015 ekonomi Indonesia diguncang dengan gejolak ekonomi global
yang membuat pertumbuhan ekonomi tidak tumbuh sesuai rencana, nilai tukar rupiah terhadap
dollar melemah dan IHSG turun tidak serta merta membuat kondisi ekonomi Indonesia runtuh
terkena dampak yang luar biasa.

Pemerintah berhasil mengambil peran untuk menjaga kestabilan kondisi ekonomi Indonesia agar
tidak turut berdampat dan jatuh tenggelam dalam pergolakan ekonomi global. Hal ini dapat
dilihat dengan ekonomi Indonesia melangkah cukup stabil walaupun di dera kondisi pergolakan.

Dan berikut adalah kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengatasi gejolak
ekonomi 2013 dan 2015 :

a) Kebijakan 2013 :
Pemerintah menerbitkan Empat Paket Kebijakan Ekonomi. Dia antara paket-paket itu, paket
pertama paling membidik nilai tukar rupiah. Pada intinya paket pertama ini berisi:

1. Mendorong ekspor dengan memberikan deduction tax sektor ekspor minimal 30% dari
produksi. 
2. Menurunkan impor migas. Dengan meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam solar
sehingga mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Kebijakan ini bertujuan
menurunkan impor migas secara signifikan.
3. Mengenakan pajak barang impor seperti mobil CBU, barang bermerek dari 75% menjadi
125% sampai 150%.
4. Melakukan langkah memperbaiki ekspor mineral dengan memberikan relaksasi kuota.

b) Kebijakan 2015 :
Pemerintah meluncurkan 8 Paket Kebijakan Ekonomi yang mencakup berbagai aspek yang luas,
terbit dalam kurun Oktober sampai Desember. Paket kebijakan yang membidik nilai rupiah
diterapkan melalui Bank Indonesia:  

 Intervensi di pasar forward


 Pengendalian likuiditas rupiah dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia
(SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2 minggu.
 Pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas): penerbitan Surat Berharga
Bank Indonesia (SBBI) Valas; pengurangan pajak bunga deposito bagi eksportir yang
menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan Indonesia dan penurunan holding
period SBI dari 1 bulan menjadi 1 minggu.

14
15

BAB IV

KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan

Dari hasil analisi dan pembahasan diatas terkait Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
selama rentang waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2013-2018 dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :

1. Selama 5 tahun dari 2013-2018, nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami naik turun
atau fluktuasi nilai. Nilai tertinggi mencapai angka Rp. 14.500/USD dan nilai terendah
diangka Rp. 12.000/USD.
2. Fluktuasi nilai menandakan bahwa perubahan ekonomi yang selalu mengalami naik
turun, hal ini mengartikan bahwa kondisi perekonomian yang tidak stabil.
3. Pelemahan Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika disebabkan oleh dua faktor yaitu
Internal dan Eksternal
4. Faktor Internal disebabkan oleh Jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, Inflasi dan
Produk Domestik Bruto Indonesia.
5. Faktor eksternal disebabkan oleh Gejolak ekonomi global tahun 2013 dan 2015 serta
pemulihan ekonomi Amerika.
6. Gejolak ekonomi global tahun 2013 disebabkan oleh keluarnya sejumlah besar investasi
portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai
tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang
negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Selain itu oleh rencana the Fed (bank
sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE) dan neraca nilai perdagangan
Indonesia yang deficit.
7. Gejolak ekonomi global tahun 2015 disebabkan oleh Krisis ekonomi kepanjangan yang
terjadi di Yunani berpengaruh ke perekonomian Indonesia melalui pelemahan nilai tukar
rupiah akibat menguatnya mata uang dollar Amerika Serikat. Jika pelemahan rupiah terus
berlanjut, beban sektor industri akan semakin berat karena sebagian besar input produksi
berasal dari impor.
8. Gejolak ekonomi global 2013 dan 2015 tidak memberi efek yang begitu kuat bagi
Indonesia dengan dua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ekonomi Indonesia dapat
berjalan cukup stabil
9. Kebijakan Pemerintah untuk gejolak ekonomi global 2013 membidik nilai tukar rupiah
terhadap dollar agar kembali menguat.
10. Kebijakan Pemerintah di tahun 2015 mencakup berbagai aspek yang luas, terbit dalam
kurun Oktober sampai Desember. Paket kebijakan yang membidik nilai rupiah diterapkan
melalui BankIndonesia

15
16

16

Anda mungkin juga menyukai