Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

DisusunOleh :
SAFARUDDIN. S.Kep

PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR
LOMBOK TIMUR - NTB
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

A. Kajian Pustaka
1. Konsep Menua
a. Definisi
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994)
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa
atau tahap hidup manusia, yaitu; bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut
usia. Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau
juga suatu kecacatan. Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia
dewasa. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan
saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya
tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapain puncak maupun menurunnya
b. Teori-Teori Proses Menua
1) Teori Biologi
Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang
dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara
independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat
patologis.
2) Teori Nonstokastik/NonStochastic Theories
Proses penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu :
Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat
regenerasi kembali.

2
3) Teori Psikologis (Psychologic Theories Aging )
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima
tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih
sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.
Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang
paling rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi.
Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut
akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah
mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai
kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya;
otonomi, kreatif, independent dan hubungan interpersonal yang positif.
4) Teori Kultural
Ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang
berpengaruh pada budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga
dipercaya bahwa kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya
mereka. Jika hal ini benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat
dijelaskan oleh sejarah kepercayaan dan tradisi.
Blakemore dan Boneham yang melakukan penelitian pada
kelompok tua di Asia dan Afro – Caribbean menjelaskan bahwa kaum
tua merupakan komunitas yang minoritas yang dapat menjamin keutuhan
etnik, ras dan budaya. Sedangkan Salmon menjelaskan tentang konsep “
Double Jeoparoly “ yang digunakan untuk karakteristik pada penuaan.
5) TEORI SPIRITUAL
Pada dasarnya, ketika seseorang menjadi tua akan menjadi :
a) Menjauhkan diri dari hawa nafsu duniawi
b) Melaksanakan amanah agama yang dianut, dengan berdoa demi
kententraman hidup pribadi dan orang lain
c) Menuju penyempurnaan diri dan mengarah pada pencerahan atau
pemenuhan diri untuk dapat mengarah pada kemanunggalan dengan
Illahi

3
2. Konsep Hipertensi
a. Pengertian
Menurut Aziza (2007), tekanan darah adalah kekuatan darah ketika
melewati dinding arteri, dimana tekanan darah di catat dalam dua angka yaitu
tekanan sistolik (ketika jantung berkontraksi) dan tekanan diastolik (ketika
jantung dilatasi). Pencatatan angka sistolik di atas angka diastolik. Breen
(2008), tekanan darah merupakan variabel kompleks yang melibatkan
mekanisme fisiologi yang mempengaruhi volume darah yang dipompakan
jantung (curah jantung) dan derajat dari dilatasi atau kontraksi dari arteriola
(tahanan vaskuler sistemik). Tekanan darah arteri digambarkan dengan
tekanan darah sistolik dan diastolik, dimana sistolik merupakan tekanan di
dalam arteri ketika jantung berkontraksi kemudian mendorong darah ke
dalam sirkulasi dan diastolik adalah keadaan tekanan didalam arteri pada
tingkat terendah dikarenakan relaksasi jantung.
World Health Organization (WHO) dalam Nursalam (2008),
mendefinisi hipertensi adalah tekanan darah sistoik >140 mmHg dan tekanan
darah diastolik >90 mmHg. Tekanan darah di anggap normal bila kurang dari
135/85 mmHg, di katakan hipertensi apabila lebih dari 140/90 mmHg dan di
antara nilai tersebut digolongkan normal tinggi. Puspitorini (2008), hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi medis saat seseorang
mengalami peningkatan tekanan diatas normal. Akibatnya, volume darah
meningkat dan saluran darah menyempit. Oleh karena itu, jantung harus
memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke setiap sel
dalam tubuh.
b. Klasifikasi Hipertensi
Para ahli memberikan klasifikasi hipertensi yang berbeda-beda,
namun pada dasarnya seseorang dikatakan menderita tekanan darah tinggi
jika tensinya diatas 140/90 mmHg.
Berikut ini dipaparkan dalam tabel 2.1 mengenai klasifikasi
hipertensi diperlukan untuk memudahkan diagnosis terapi atau
penatalaksanaan hipertensi. Menurut Gunawan (2001) dalam Puspita (2009),
Klasifikasi hipertensi dapat dilihat pada table berikut :

4
Table 2.1 klasifikasi Menurut WHO-ISH
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Grade 1 (Ringan) 140-159 90-99
Sub–Grup : Perbatasan 140- 149 90-94
Hipertensi Grade 2 (Sedang) 160-170 100-109
Hipertensi Grade 3 (Berat)  180  110
Hipertensi Sistol Terisolasi  140 <90
Sub-Grup : Perbatasan 140-149 <90
Sumber : WHO-ISH 1999, Guidelines for the managemen of hypertension.

Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut JNC 7


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2  160  100
Sumber : the seventh report of the joint national committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure, 2003

c. Etiologi
1) Menurut Gunawan (2001) dalam Puspita (2009), berdasarkan
penyebabnya hipertensi dapat dibedakan mejadi dua golongan antara lain:
a) Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya hipertensi tersebut antara lain: (1) Faktor keturunan,
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi, (2) Ciri perseorangan,
ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur, jenis kelamin dan ras, (3) Kebiasaan hidup, yang sering
menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi,
kegemukan, makan berlebih, stres, merokok, minum alkohol, minum
obat-obatan tertentu (misalnya ephedrine, prednisone, epinefrine).
b) Hipertensi Sekunder

5
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh
beberapa penyakit antara lain:
(1) Penyakit parenkim ginjal,
(2) Penyakit renovaskuler,
(3) Hiperaldeseronisme primer,
(4) Sindrom Crusig,
(5) Obat kontrasepsi dan
(6) Koarktasio aorta.
2) Menurut Aziza (2007), berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat
dibedakan mejadi dua golongan antara lain:
a) Hipertensi primer atau esensial, yaitu hipertensi yang penyebab atau
etiologinya tidak diketahui atau di sebut multifaktor, yaitu terdiri dari
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan
terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah
terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan
yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok,
stress emosi, obesitas dan lain-lain.
b) Hipertensi sekunder adalah yang disebabkan oleh kelainan hormonal
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi
lainnya yang jarang ditemukan adalah feokromositoma, yaitu tumor
pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormone epinephrine dan
norepinefrin
d. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah di dalam saluran arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara, yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang
pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut, karena-nya darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yan
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku
karena arteriosklerosis.

6
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkuilasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah, hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh, volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat,
sebaliknya jika : aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami
pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun.
Penyesuaian terhadap faktor – faktor tersebut dilaksanakan oleh
perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari system
saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara : jika
tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Jika
tekanan darah menururn, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal
juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut rennin, yang memicu pembentukan hormone angiotensin, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan
organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena iti berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Perdangan dan cedera pada salah
satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari system saraf otonom, yang
untuk sementara waktu akan : meningkatkan tekanan darah selama respon
fight – or – flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar).
Meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; jugta mempersempit
sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteteriola di daerah tertentu
(misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak).
Mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan

7
meningkatkan volume darah dalam tubuh. Melepaskan hormone epinefrin
(adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan
pembuluh darah.
e. Manifestasi Klinis
Menurut Adinil (2004) dalam Kamaludin (2010), gejala klinis yang
dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa : pusing, mudah
marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan (jarang dilaporkan).
Sebagian besar menyebutkan bahwa gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun berupa :
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakradial.
2) Pengliatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf
pusat.
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomelorus.
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
6) Gejala lain yang sering timbul adalah epistaksis, telinga berdengung,
emosi tidak stabil, terasa berat di tengkuk, sukar tidur dan mata
berkunang-kunang.
Sistem organ yang terkena karena hipertensi adalah jantung, otak,
ginjal, sirkulasi perifer dan mata (Chobanian et al., 2003 dalam
prihandana, 2012). Hipertensi dapat memacu terjadinya penyakit
kardiovaskular dan meningkatkan risiko terjadinya iskhemik ataupun
infark miokard. Selain itu dengan adaya hipertensi, dapat berkembang
menjadi hipertrofi ventrikel kiri (Left ventrikular hypertropy/LVH), karena
mekanisme kompensasi miokard terhadap peningkatan tahanan karena
tekanan darah yang meninggi. Dengan adanya LVH, merupakan faktor
risiko yang kuat untuk mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung serta aritmia.
Hipertensi juga sering menjadi penyebab terjadinya penyakit
serebrovaskular, yang ditandai dengan transient ischemic attacks (TIA),
stroke iskhemik, infark serebral dan perdarahan serebral. Bila terjadi

8
peningkatan tekanan darah secara terus menerus dapat mengakibatkan
ensefalopati.
Manifestasi pada ginjal, berhubungan dengan nefrosklerosis,
karena peningkatan tekanan intraglomerular dan menyebabkan kerusakan
kapiler glomerolus. Setelah itu akan berkembang ke arah gagal ginjal dan
membutuhkan dialisa.
Komplikasi yang mengarah kepada arteri perifer, dimana dapat
terjadi atherosklerotik. Pasien akan mengalami infeksi, dan nekrosis
dimana pada beberapa kasus akan membutuhkan prosedur revaskularisasi
atau bahkan amputasi.
f. Penatalaksanaan Medik
1) Penatalaksanaan farmakologis / perubahan gaya hidup pengurangan
asupan garam dan upaya penurunan berat badan, menghindari faktor
resiko seperti merokok, minum alcohol, hiperlipidemia dan stress.
2) Penatalaksanaan dengan obat berlandaskan beberapa prinsip
3) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kasual.
4) Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan hartapan memperpanjang umur dan mengurangi komplikasi.
5) Upaya menurunkan tekana darah dicapai denga menggunakan obat anti
hipertensi selain dengan perubahan gaya hidup.
6) Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan
kemungkinan besar untuk seumur hidup.
7) Pengobatan penggunaan obat golongan diuretic, penyekat beta antagonis
kalsium, dan penghambat enzim koversi angiotensin (penghambat ACE)
merupakan anti hipertensi yang sering digunakan.
g. Komplikasi Hipertensi
Penderita hipertensi berisiko untuk menderita penyakit lain.
diantaranya sebagai berikut :
1) Stroke
Menurut Dalimartha (2008), beberapa penelitian diluar negeri
mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi penyebab utama pada
kerusakan pembuluh darah otak. Ada dua jenis kerusakan yang
ditimbulkan yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya dinding

9
pembuluh darah. Dampak akhirnya seseorang bisa mengalami stroke dan
kematian
2) Penyakit Jantung Koroner
Menurut Dalimartha (2008), penyakit ini sering dialami penderita
hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh
darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan
berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini
menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot
jantung. Bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung.
Menurut Sutanto (2010), penyumbatan pembuluh darah dapat
menyebabkan gagal jantung. Hal ini terjadi karena pada penderita
hipertensi kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan
sehingga terjadi pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung
akan mengendor serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak
mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru-paru sehingga
banyak cairan tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh lain yang
dapat menyebabkn sesak nafas. Kondisi ini disebut gagal jantung.
3) Gagal Ginjal
Menurut Dalimartha (2008), gagal ginjal merupakan peristiwa di
mana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ada dua jenis
kelaina ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosis malikna. Nefrosklerosis benikna terjadi pada hipertensi
yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma
pada pembuluh darah akibat proses menua. Hal itu menyebabkan daya
tahan permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang. Adapun
nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan
naiknya tekanan diastolik di atas 130 mmHg yang disebabkan
terganggunya fungsi ginjal.
Menurut Sutanto (2010), penyakit tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-
zat makanan menuju ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-
sel ginjal. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka sel-sel ginjal tidak
bisa berfungsi lagi. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan

10
kerusakan parah pada ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal terminal.

h. Penanganan, Perawatan dan Pencegahan Hipertensi


Menurut Ganiswarna (2007), penatalaksanaan penyakit hipertensi ini
memerlukan terapi dalam pengobatannya. Tujuan terapi hipertensi adalah
mencapai dan mempertahankan tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg
dan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Katzung &
Bertram (2007), ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi.
Terapi yang diberikan pada penderita hipertensi yaitu terapi farmakologis dan
terapi non farmakologis.
1) Berobat / memeriksakan diri secara teratur
2) Minum obat secara teratur
3) Jangan menghentikan, mengubah dan menambah dosis dan jenis obat
tanpa petunjuk dokter
4) Konsultasikan dengan petugas kesehatan jika menggunakan obat untuk
penyakit lain karena ada jenis obat yang dapat meningkatkan dan
memperburuk hipertensi
5) Usahakan untuk mempertahankan berat badan yang seimbang dengan
mencegah kegemukan
6) Batasi pemakaian garam (sodium)
7) Tidak merokok
8) Memperhatikan diet dengan memperbanyak makan buah dan sayuran dan
membatasi minuman beralkohol
9) Hindari minum kopi berlebihan
10) Periksa tekanan darah secara teratur terutama jika usia sudah mencapai
40 tahun

1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas).
b. BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
c. Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh
peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalsium serum

11
e. Kalium serum
f. Kolesterol dan trygliserid
g. Px tyroid
h. Urin analisa
i. Foto dada
j. CT Scan
k. EKG

12
A. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI SEKUNDER
2. Pengkajian klien dengan hipertensi sekunder
a. Aktifitas/ istirahat
 Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
 Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
b. Sirkulasi
 Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
 Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
c. Integritas Ego
 Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
 Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
d. Eliminasi
 Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
e. Makanan/ cairan
 Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat
penggunaan diuretik.
 Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
f. Neurosensori
 Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
 Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori,
perubahan retina optik.
 Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
 Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
h. Pernafasan
 Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk
dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
 Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat
bantu pernafasan.
i. Keamanan
 Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

13
.
3. Diagnosa Keperawatan:
a. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan O2.
b. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
c. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi
motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.
d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang
pandang, motorik atau persepsi.
4. Intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard
 Tujuan : Agar tidak terjadi penurunan curah jantung
 Rencana Tindakan :
1) Pantau tekanan darah, ukur pada kedua tangan / paha untuk evaluasi
awal
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3) Amati warna kulit, kelembaban suhu dan masa pengisian
4) Catat edema umum / tertentu
5) Berikan lingkungan yang tenang, kurangi aktivitas / keributan
lingkungan
6) Anjurkan tehnik relaksasi, aktivitas pengalihan
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
 Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi
 Rencana tindakan :
1) Kaji skala aktivitas
2) Perhatikan frekuensi nadi, dispnea, nyeri dada, keletihan dan kelemahan
berlebihan diaforesis, pusing atau pingsan.
3) Instruksikan pasien tentang penghematan energi
4) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri bertahap
5) Berikan bantuan sesuai kebutuhan
c. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral

14
 Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang
 Rencana tindakan :
1) kaji skala nyeri b) Kaji penyebab nyeri, catat penyebab, kualitas,
regional dan waktu
2) Observasi tanda – tanda vital terutama tekanan darah
3) Berikan tindakan nonfarmakologik, misalnya : kompres dingin, pijat
punggung dan tehnik relaksasi.
4) Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokokstriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala.
5) Bantu pasien dalam aktivitas
6) Kolaborasi dengan dokter dalam mpemberian anagetik
d. Perubahan nutrisi kebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic.
 Tujuan : Tidak terjadi peningkatan masukan berlebihan
 Rencana tindakan :
1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dengan kegemukan
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan
4) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan
e. Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis situasional maturasional
 Tujuan : Koping individu kembali efektif
 Rencana tindakan :
1) kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku.
Misalnya menyatakan perasaan dan perhatian
2) catat laporan gangguan tidur, peningkatan, keletihan, kerusakan
konsentrasi
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasikan stressor spesifik dan cara
mengatasinya
4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan, beri dorongan
partisipasi maksi
5) mum dalam pengobatan

15
6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu
f. Kurang pengetahuan kebutuhan pembelajaran mengenai kondisi, rencana
pengobatan
 Tujuan : Pengetahuan meningkat
 Rencana Tindakan :
1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar
2) Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal, jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
3) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor – faktor resiko
kardiovaskuler. Misalnya : obesitas, diet lemak, kolesterol, merokok
dan minum alkohol
4) Bahas pentingnya menghentikan rokok, dan bantu pasien dalam rencana
untuk berhenti merokok
5) Jelaskan tentang obat yang diresepkan, rasional, dosis, efek samping.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, T. T. (2015). Dinamika regulasi emosi pada pasien hipertensi. Program studi
psikologi fakultas ilmu social dan humaniora UIN sunan kalijaga Yogyakarta.
Tesis dipublikasikan di http://digilib.uin suka.ac.id/15487/1/BAB%201,%20V,
%20DAFTAR&20PUSTAKA.pdf.

Ibrahim. (2015). Metodelogi penelitian kualitatif. Edisi 1, Alfabeta. Bandung.


Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Kamaluddin, R. (2010). Pengalaman Pasien Hipertensi Yang Menjalani Terapi


Alternative Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas. Program Studi
Magister Keperawatan Program Pasaca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Depok. Tesis dipublikasi di http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20285275 T
%20Ridlwan%20Kamaluddin.pdf.

Kusumastuti, D.I. (2014). Hubungan pengetahuan denagn kepatuhan diet hipertensi


pada lansia yang mengalami hipertensi di panti wredha dharma bakti kasih
Surakarta. Skripsi. Program sarjana keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta.

Prakoso, A.D. (2008) Tekanan Darah Tinggi Terdapat dalam http://id.inaheart.or.id/?


p=63. (diakses tanggal 15 Mei 2016 jam 5).
Praktek. Jakarta : EGC

Prihandana,S. (2012). Studi Fenomenologi : Pengalaman Kepatuhan Perawatan


Mandiri Pada Pasien Hipertensi di Poli Klinik RSI Siti Hajar Kota Tegal.
Program Studi Magister Keperawatan Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Depok. Tesis dipublikasi di http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20305675-T30936%20 %20Studi%20fenomenologi.pdf.

Ririn, (2008). epidemologi hipertensi.


http://yienmail.wordpress.com/2008/11/19/epidemiologihip ertes/ (diakses 27
April 2016).

Sari, R.A.P. (2015). Gambaran Kontrol Tekanan Darah Pada Hipertensi Di Puskesmas
Kasihan 1 Bantul Yokyakarta. Program studi ilmu keperwatan fakultas
kedokteran dan ilmu kesehatan universitas muhammadiyah Yogyakarta.
Skripsi dipublikasi di http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t53253.pdf.

Sugiharto, A. (2007). Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat: Studi


kasus di Kab. Karanganyar. Program Studi Magister Epidemiologi Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Tesis dipublikasikan di
http://www.eprints.undip.ac.id.

17

Anda mungkin juga menyukai