LP CKD
LP CKD
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2014).
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Chronic
Kidney Disease merupakan suatu sindrom klinis ginjal yang bersifat menahun,
progresif dan irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus
kurang dari 50ml/menit yang akan mengakibatkan terjadinya uremia.
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun penyebabnya, respon yang
terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis tersebut
antara lain :
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada glomerulus : glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis.
3) Nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal : polcystic kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Obstruksi : batu, tumor, penyempitan atau striktur.
b. Penyakit di luar ginjal
1) Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) Infeksi di badan : TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis.
4) Pre eklamsia.
5) Obat – obatan.
6) Kehilangan cairan yang mendadak (luka bakar).
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI, 2000, dalam Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006) mencatat penyebab Chronic
Kidney Disease yang menjalani hemodialisa di Indonesia, yaitu :
Tabel 1.1
Etiologi Chronic Kidney Disease di Indonesia
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
(Sumber : Sudoyo, 2006)
3. Klasifikasi
Klasifikasi stadium pada pasien Chronic Kidney Disease ditentukan oleh nilai
laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi yang lebih rendah. Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI)
(2002) mengklasifikasikan Chronic Kidney Disease dalam lima stadium , antara lain
:
Tabel 1.2
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease
ACR ACR
AER (mg/24hrs) Terms
category (mg/mmol)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CKD Stage V dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu : tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Suharyanto, 2006) :
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal (Suharyanto, 2006).
1) Pengaturan diet protein, kalium, narium
a) Pembatasan protein
Pembatasan asupan protein telah terbukti memperlambat terjadinya gagal ginjal.
Apabila pasien mendapatkan terapi dialisis teratur, jumlah kebutuhan protein
biasanya dilonggarkan 60 – 80 gr/hari (Smeltzer & Bare, 2002).
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Diet yang
dianjurkan adalah 40 – 80 mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat – obatan yang
tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia (Black & Hawks, 2005).
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40 – 90 mEq/hari (1-2 gr Na). Asupan natrium
yang terlalu banyak dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif (Lewis, 2007).
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian.
Intake cairan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan
dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi misalnya hipertensi, hiperkalemia, anemia,
asidosis, diet rendah fosfat, pengobatan hiperuresemia.
a) Hipertensi
Manajemen hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik menurut Suharyanto
(2006) dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan, dapat juga diberikan
obat antihipertensi seperti metildopa (aldomet, propanolol, klonidin (catapres).
Apabila penderita sedang menjalani terapi hemodialisa, pemberian antihipertensi
dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh
keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena apabila K +
serum mencapai sekitar 7 mEq/L dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti
jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian Kalsium
Glukonat 10% (Sudoyo, 2009).
c) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin
oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) selain dengan pemberian vitamin dan asam folat,
besi dan transfusi darah (Sudoyo, 2009).
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO 3
(Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan seksama (Sudoyo,
2009).
e) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus.
Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan makanan (Sudoyo,
2009).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian fokus
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
padaDoenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis,hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darahatau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisika.
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
daricompos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atauterjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga,hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering
dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantunapas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
Kulit.Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia,dan terjadi pericarditis
Pengkajian
Data Subjektif
1) Pasien mengatakan kakinya bengkak
2) Pasien mengatakan perutna penuh
3) Pasien mengatakan sesak nafas
4) Pasien mengatakan kencingnya sedikit tapi sering
5) Pasien mengatakan mual dan muntah
6) Pasien mengatakan lemah dan lesu
7) Pasien mengatakan capek saat beraktifitas
8) Pasien mengatakan aktifitasnya dibantu oleh keluarga
9) Pasien mengatakan kulitnya dingin
10) Pasien mengatakan kulitnya gatal-gatal dan kering
11) Pasien mengatakan nafsu makan berkurang dan hanya bisa menghabiskan ¼ porsi
a. Data Objektif
1) Adanya edema
2) Adanya acites
3) Oliguria
4) Kreatinin dan BUN meningkat
5) Pasien menggunakan otot bantu nafas
6) Tachipnea (> 24x/menit)
7) Tachikardia (> 100x/menit)
8) Pasien tidak menghabiskan ¼ porsi dari porsi yang diberikan
9) BB menurun, lingkar pinggang dan lengan, IMT tidak ideal
10) Pasien terlihat kurus
11) Pasien tidak mampu melakukan aktifitasnya sendiri
12) Sianosis, wajah pucat
13) Pasien tampak lemas
14) Konjungtiva pucat, CRT > 3 detik
15) Kulit pasien bersisik
16) Turgor kulit menurun
17) Kadar ureum meningkat
18) Efek uremic pada otot jantung
19) Asidosis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan O2
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan transportasi oksigen dan
nutrisi ke jaringan menurun
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan H2O
d. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum
g. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan toksik uremic
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
5) Intoleransi aktifitas
6) Kerusakan integritas kulit
7) Resiko tinggi penurunan curah jantung
b. Rencana Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penuruanan O2
Tujuan : pola nafas kembali efektif/normal
Kriteria hasil :
tidak menggunakan otot – otot pernafasan
frekuensi nafas normal (16-24x/menit)
Intervensi Rasional
Evaluasi frekuensi nafas Kecepatan frekuensi nafas meningkat
karena nyeri dan kekurangan O2
Mengetahui KU pasien
Observasi tanda-tanda vital Mekanisme kompensasi tubuh untuk
Kaji penggunaan otot bantu mengatasi kurangnya suplai O2
Mengurangi tekanan tulang rusuk
Beri posisi semi fowler terhadap paru-paru akibat gaya gravitasi
Meningkatkan sediaan O2 untuk
kebutuhan miokard untuk memperbaiki
Berikan O2 tambahan sesuai kebutuhan kontraktivitas, penurunan iskemia
Intervensi Rasional
1. Observasi warna dan suhu kulit / 1. Kulit pucat atau sianosis, kuku,
membrane mukosa mrmbran bibir, lidah. Kulit pucat
2. Tingkatkan tirah baring selama menunjukkan vasokonstriksi perifer
fase akut 2. Pembatasan aktivitas menurunkan
3. Tinggikan kaki bila ditempat tidur kebutuhan O2
atau duduk, sesuai indikasi 3. Menurunkan pembengkakan jaringan
4. Berikan antikuagulan contoh dan vena superficial dan tibial dan
heparin peningkatan aliran balik vena
4. Heparin dapat digunakan secara
profilaksis bila memerlukan tirah baring
lama
Intervensi Rasional
1. Awasi denyut jantung, TD, 1. Hepertensi & takikardi dapat terjadi
CVP karena kegagalan jantung
2. Ukur CM, CK, timbang BB mengeluarkan urine dan perubahan
3. Evaluasi derajat oedema (+1 - fase oliguri pada gagal ginjal.
+4 ) 2. Membantu mengevaluasi status
4. Kaji tingkat kesadaran dan cairan khususnya bila dibandingkan
perubahan mental, adanya BB
gelisah 3. BB pasien dapat meningkat sampai
4,5 kg cairan sebelum piting
5. Memberikan obat sesuai
4. Dapat menunjukkan perpindahan
indikasi diuretic: furosemid,
cairan, akumulasi toksin, ketidak
mannitol
seimbangan elektrolit
5. Diberikan dini pada fase oliguria
pada GGA pada upaya mengubah ke
fase monoliguria, penurunan
hiperkalemia
Intervensi Rasional
1. Pantau persentasi jaringan makanan 1. Mengidentifikasi kemajuan
yang dikonsumsi setiap kali makan dan atau penyimpangan dari
timbang BB, ukur LLA dan IMT sasaran yang diharapkan
2. Berikan makanan dengan porsi sedikit 2. Meminimalkan anoreksia dan
tapi sering mual sehubungan dengan
3. Timbang BB tiap hari status uremic
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam 3. Perubahan kelebihan 0,5 kg
pemberian asupan nutrisi dapat menunjukkan
5. Berikan obat sesuai indikasi: perpindahan keseimbangan
antiemetic cairan
4. Memberi asupan nutrisi yang
tepat bagi pasien
5. Diberikan untuk
menghilangkan mual/muntah
dan dapat meningkatkan
pemasukan obat
Intervensi Rasional
1. Observasi pasien sebelum dan 1. Mengidentifikasi kemajuan
sesudah beraktivitas atau penyimpangan dari
sasaran yang diharapkan
2. Berikan periode istirahat adekuat, 2. Mengidentifikasikan
bantu dalam pemenuhan aktivitas penurunan O2 miokard yang
perawatan diri sesuai indikasi memerlukan penurunan
3. Tingkatkan aktivitas pasien secara tingkat aktivitas atau kembali
teratur tirah baring, perubahan
program obat, penggunaan O2
tambahan
3. Kemajuan aktivitas
memberikan control jantung,
meningkatkan tegangan dan
mencegah aktivitas berlebihan
Pasien mampu melakukan aktivitas
Intervensi Rasional
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan 1. Menandakan area sirkulasi buruk /
warna, turgor kulit, vascular kerusakan yang dapat menimbulkan
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi pembentukan dekubitus / infeksi
kulit dan membrane mukosa 2. Mendeteksi adanya dehidrasi atau
3. Inspeksi area tergantung terhadap hidrasi berlebihan yang
oedema mempengaruhi sirkulasi dan
4. Ubah posisi dengan sering integritas jaringan pada tingkat
5. Berikan perawatan kulit seluler
3. Jaringan oedema lebih cenderung
rusak / robek
4. Menurunkan tekanan pada oedema
5. Lotion dan salep mungkin
diinginkan untuk menghilangkan
kering, robekan kulit
7) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan toksik uremic dan
asidosis metabolic
Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam
batas normal
Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi Rasional
1. Awasi TD dan frekuensi jantung 1. Kelebihan volume cairan disertai
2. Kaji warna kulit, membrane dengan hipertensi efek uremia,
mukosa dan dasar kuku. meningkatkan kerja jantung dan dapat
Perhatikan waktu pengisian menimbulkan gagal jantung
kapiler 2. Pucat dapat menunjukkan
3. Pertahankan tirah baring atau vasokontriksi. Sianosis mungkin
dorong istirahat adekuat dan betrhubungan dengan kongesti paru
berikan bantuan dengan atau gagal ginjal
perawatan dan aktivitas yang
diinginkan 3. Menurunkan konsumsi oksigen atau
4. Berikan tambahan oksigen kerja jantung
sesuai indikasi 4. Memaksimalkan sediaan O2 untuk
kebutuhan miokardial untuk
menurunkan kerja jantung dan
hipoksia seluler
4. Pelaksanaan / Implementasi
Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat
dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
(Tarwoto Wartonah. 2003)
5. Evaluasi
Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang dialami.
Adapun evaluasi keperawatan yang diharapkan sesuai dengan tujuan adalah sebagai
berikut:
a. Pola nafas kembali efektif
b. Tidak ada gangguan perfusi jaringan perifer
c. Volume cairan kembali normal
d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
e. Pasien mampu beraktifitas kembali
f. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
g. Tidak terjadi penurunan curah jantung
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi
8. Jakarta :
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. (2011). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.
KDIGO. (2013).Clinical Practice Guideline For The Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. Kidney International.,Suppl. 3(1):4 – 9.