Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V

A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2014).
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Chronic
Kidney Disease merupakan suatu sindrom klinis ginjal yang bersifat menahun,
progresif dan irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus
kurang dari 50ml/menit yang akan mengakibatkan terjadinya uremia.

2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun penyebabnya, respon yang
terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis tersebut
antara lain :
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada glomerulus : glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis.
3) Nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal : polcystic kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Obstruksi : batu, tumor, penyempitan atau striktur.
b. Penyakit di luar ginjal
1) Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) Infeksi di badan : TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis.
4) Pre eklamsia.
5) Obat – obatan.
6) Kehilangan cairan yang mendadak (luka bakar).
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI, 2000, dalam Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006) mencatat penyebab Chronic
Kidney Disease yang menjalani hemodialisa di Indonesia, yaitu :
Tabel 1.1
Etiologi Chronic Kidney Disease di Indonesia

Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
(Sumber : Sudoyo, 2006)

3. Klasifikasi
Klasifikasi stadium pada pasien Chronic Kidney Disease ditentukan oleh nilai
laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi yang lebih rendah. Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI)
(2002) mengklasifikasikan Chronic Kidney Disease dalam lima stadium , antara lain
:

Tabel 1.2
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease

Stadium Fungsi ginjal Laju filtrasi glomerulus (LFG)


(ml/menit/1.73 m2)

Risiko Normal >90 (ada faktor resiko)


Meningkat
Stadium 1 Normal / Meningkat >90 (ada kerusakan ginjal,
proteinuria)
Stadium 2 Penurunan ringan 60 - 89
Stadium 3 Penurunan ringan 30 - 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal <15
(Sumber : KDOQI, 2002)
Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem yaitu Cause, GFR
category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik merupakan stadium 5 dari CKD
atau biasa disebut dengan End-stage Renal Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik
apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)

GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms

G1 >90 Normal or high

G2 60–89 Mildly decreased*


G3a 45–59 Mildly to moderately decreased
G3b 30–44 Moderately to severely decreased
G4 15–29 Severely decreased
G5 <15 Kidney failure

* Relatif pada level dewasa

Tabel 3. Kategori Albuminuria (KDIGO 2013)

ACR ACR
AER (mg/24hrs) Terms
category (mg/mmol)

A1 < 30 <3 Normal to mildly increased


A2 30-300 3–30 Moderately increased*
A3 > 300 >30 Severely increased**
* Relatif pada level dewasa
** Termasuk sindrom nefrotik (ACR > 220 mg/mmol)

GFR = glomerular filtration rate


AER = albumin excretion rate
ACR = albumin-to-creatinine ratio
4. Patofisiologi
Awal perjalanan penyakit Chronic Kidney Disease tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors, hal ini mengakibatkan terjadinya hiperventilasi dan diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan akhirnya timbul proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa, yang pada akhirnya proses
ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis–renin–
angiotensin–aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis
renin–angiotensis–aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor ß (TGF-ß). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada psien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30% pasien menunjukkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran
cerna juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialysis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan pada stadium gagal
ginjal terminal atau End Stage Renal Disease (Sudoyo, 2006).
5. Manifestasi Klinis
Sudoyo (2006) berpendapat bahwa stadium paling dini pada gagal ginjal
kronis adalah terjadi kehilangan daya cadang ginjal dan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) masih normal atau meningkat, mengakibatkan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin,
manifestasinya antara lain :
a.Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak,
gagal jantung akibat penurunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan integumen
Kulit pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksik.
c.Gangguan pulmoner
Suara krekels, batuk dengan sputum kental dan liat, napas dangkal, napas
kussmaul.
d. Gangguan gastrointestinal
Napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual,
muntah, perdarahan saluran gastrointestinal.
e.Gangguan muskuloskeletal
Kram otot, rasa kesemutan dan terbakar, tremor, kelemahan dan hipertropi
pada otot-otot ekstrimitas.
f. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air yang dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
g. Gangguan endrokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dak ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore, gangguan metabolic glukosa lemak dan vitamin
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang.
6. Komplikasi
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet
berlebihan.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
Retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiotensin-aldosteron.
d. Anemia
Penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisa.
e. Penyakit tulang
Retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal,
dan peningkatan kadar aluminium.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin
1) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
2) Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin.
3) Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
4) Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
6) Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
7) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
1) BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
2) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
3) SDM : menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah
6) Kalium : meningkat
7) Magnesium : meningkat
8) Kalsium : menurun
9) Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograde : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.
h. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CKD Stage V dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu : tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Suharyanto, 2006) :
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal (Suharyanto, 2006).
1) Pengaturan diet protein, kalium, narium
a) Pembatasan protein
Pembatasan asupan protein telah terbukti memperlambat terjadinya gagal ginjal.
Apabila pasien mendapatkan terapi dialisis teratur, jumlah kebutuhan protein
biasanya dilonggarkan 60 – 80 gr/hari (Smeltzer & Bare, 2002).
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Diet yang
dianjurkan adalah 40 – 80 mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat – obatan yang
tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia (Black & Hawks, 2005).
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40 – 90 mEq/hari (1-2 gr Na). Asupan natrium
yang terlalu banyak dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif (Lewis, 2007).
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian.
Intake cairan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan
dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi misalnya hipertensi, hiperkalemia, anemia,
asidosis, diet rendah fosfat, pengobatan hiperuresemia.
a) Hipertensi
Manajemen hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik menurut Suharyanto
(2006) dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan, dapat juga diberikan
obat antihipertensi seperti metildopa (aldomet, propanolol, klonidin (catapres).
Apabila penderita sedang menjalani terapi hemodialisa, pemberian antihipertensi
dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh
keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena apabila K +
serum mencapai sekitar 7 mEq/L dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti
jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian Kalsium
Glukonat 10% (Sudoyo, 2009).
c) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin
oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) selain dengan pemberian vitamin dan asam folat,
besi dan transfusi darah (Sudoyo, 2009).
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO 3
(Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan seksama (Sudoyo,
2009).
e) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus.
Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan makanan (Sudoyo,
2009).

I. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian fokus
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
padaDoenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis,hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darahatau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisika.
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
daricompos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atauterjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga,hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering
dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantunapas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
Kulit.Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia,dan terjadi pericarditis
Pengkajian
Data Subjektif
1) Pasien mengatakan kakinya bengkak
2) Pasien mengatakan perutna penuh
3) Pasien mengatakan sesak nafas
4) Pasien mengatakan kencingnya sedikit tapi sering
5) Pasien mengatakan mual dan muntah
6) Pasien mengatakan lemah dan lesu
7) Pasien mengatakan capek saat beraktifitas
8) Pasien mengatakan aktifitasnya dibantu oleh keluarga
9) Pasien mengatakan kulitnya dingin
10) Pasien mengatakan kulitnya gatal-gatal dan kering
11) Pasien mengatakan nafsu makan berkurang dan hanya bisa menghabiskan ¼ porsi
a. Data Objektif
1) Adanya edema
2) Adanya acites
3) Oliguria
4) Kreatinin dan BUN meningkat
5) Pasien menggunakan otot bantu nafas
6) Tachipnea (> 24x/menit)
7) Tachikardia (> 100x/menit)
8) Pasien tidak menghabiskan ¼ porsi dari porsi yang diberikan
9) BB menurun, lingkar pinggang dan lengan, IMT tidak ideal
10) Pasien terlihat kurus
11) Pasien tidak mampu melakukan aktifitasnya sendiri
12) Sianosis, wajah pucat
13) Pasien tampak lemas
14) Konjungtiva pucat, CRT > 3 detik
15) Kulit pasien bersisik
16) Turgor kulit menurun
17) Kadar ureum meningkat
18) Efek uremic pada otot jantung
19) Asidosis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan O2
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan transportasi oksigen dan
nutrisi ke jaringan menurun
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan H2O
d. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum
g. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan toksik uremic
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
5) Intoleransi aktifitas
6) Kerusakan integritas kulit
7) Resiko tinggi penurunan curah jantung

b. Rencana Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penuruanan O2
Tujuan : pola nafas kembali efektif/normal
Kriteria hasil :
 tidak menggunakan otot – otot pernafasan
 frekuensi nafas normal (16-24x/menit)

Intervensi Rasional
Evaluasi frekuensi nafas Kecepatan frekuensi nafas meningkat
karena nyeri dan kekurangan O2
Mengetahui KU pasien
Observasi tanda-tanda vital Mekanisme kompensasi tubuh untuk
Kaji penggunaan otot bantu mengatasi kurangnya suplai O2
Mengurangi tekanan tulang rusuk
Beri posisi semi fowler terhadap paru-paru akibat gaya gravitasi
Meningkatkan sediaan O2 untuk
kebutuhan miokard untuk memperbaiki
Berikan O2 tambahan sesuai kebutuhan kontraktivitas, penurunan iskemia

2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan transportasi O 2 dan nutrisi


ke jaringan menurun
Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer teratasi
Kriteria Hasil :
 Tidak ada sianosis
 Kulit pasien teraba hangat dan tidak kesemutan lagi
 CRT < 3 detik

Intervensi Rasional
1. Observasi warna dan suhu kulit / 1. Kulit pucat atau sianosis, kuku,
membrane mukosa mrmbran bibir, lidah. Kulit pucat
2. Tingkatkan tirah baring selama menunjukkan vasokonstriksi perifer
fase akut 2. Pembatasan aktivitas menurunkan
3. Tinggikan kaki bila ditempat tidur kebutuhan O2
atau duduk, sesuai indikasi 3. Menurunkan pembengkakan jaringan
4. Berikan antikuagulan contoh dan vena superficial dan tibial dan
heparin peningkatan aliran balik vena
4. Heparin dapat digunakan secara
profilaksis bila memerlukan tirah baring
lama

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan H2O


Tujuan : volume cairan kembali normal
Ktiteria Hasil :
 CM=CK
 Berat badan stabil, TTV dalam batas normal (S=36-370 C, N=60-100 x/menit,
TD=110/70-120/80 mmHg. RR= 16-20 x/ menit)
 Tidak ada oedema

Intervensi Rasional
1. Awasi denyut jantung, TD, 1. Hepertensi & takikardi dapat terjadi
CVP karena kegagalan jantung
2. Ukur CM, CK, timbang BB mengeluarkan urine dan perubahan
3. Evaluasi derajat oedema (+1 - fase oliguri pada gagal ginjal.
+4 ) 2. Membantu mengevaluasi status
4. Kaji tingkat kesadaran dan cairan khususnya bila dibandingkan
perubahan mental, adanya BB
gelisah 3. BB pasien dapat meningkat sampai
4,5 kg cairan sebelum piting
5. Memberikan obat sesuai
4. Dapat menunjukkan perpindahan
indikasi diuretic: furosemid,
cairan, akumulasi toksin, ketidak
mannitol
seimbangan elektrolit
5. Diberikan dini pada fase oliguria
pada GGA pada upaya mengubah ke
fase monoliguria, penurunan
hiperkalemia

4) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, vomiting dan nausea
Tujuan : nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan / meningkatkan berat badan
 Berkurangnya oedema

Intervensi Rasional
1. Pantau persentasi jaringan makanan 1. Mengidentifikasi kemajuan
yang dikonsumsi setiap kali makan dan atau penyimpangan dari
timbang BB, ukur LLA dan IMT sasaran yang diharapkan
2. Berikan makanan dengan porsi sedikit 2. Meminimalkan anoreksia dan
tapi sering mual sehubungan dengan
3. Timbang BB tiap hari status uremic
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam 3. Perubahan kelebihan 0,5 kg
pemberian asupan nutrisi dapat menunjukkan
5. Berikan obat sesuai indikasi: perpindahan keseimbangan
antiemetic cairan
4. Memberi asupan nutrisi yang
tepat bagi pasien
5. Diberikan untuk
menghilangkan mual/muntah
dan dapat meningkatkan
pemasukan obat

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 ke


system muskuluskeletal
Tujuan : pasien dapat beraktivitas sesuai dengan batas kemampuan
Kriteria hasil:
 Pasien tidak lemas dan lesu

Intervensi Rasional
1. Observasi pasien sebelum dan 1. Mengidentifikasi kemajuan
sesudah beraktivitas atau penyimpangan dari
sasaran yang diharapkan
2. Berikan periode istirahat adekuat, 2. Mengidentifikasikan
bantu dalam pemenuhan aktivitas penurunan O2 miokard yang
perawatan diri sesuai indikasi memerlukan penurunan
3. Tingkatkan aktivitas pasien secara tingkat aktivitas atau kembali
teratur tirah baring, perubahan
program obat, penggunaan O2
tambahan
3. Kemajuan aktivitas
memberikan control jantung,
meningkatkan tegangan dan
mencegah aktivitas berlebihan
 Pasien mampu melakukan aktivitas

6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum


Tujuan : pasien ridak menunjukkan kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
 Mempertahankan kulit utuh
 Menunjukkan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan atau cedera

Intervensi Rasional
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan 1. Menandakan area sirkulasi buruk /
warna, turgor kulit, vascular kerusakan yang dapat menimbulkan
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi pembentukan dekubitus / infeksi
kulit dan membrane mukosa 2. Mendeteksi adanya dehidrasi atau
3. Inspeksi area tergantung terhadap hidrasi berlebihan yang
oedema mempengaruhi sirkulasi dan
4. Ubah posisi dengan sering integritas jaringan pada tingkat
5. Berikan perawatan kulit seluler
3. Jaringan oedema lebih cenderung
rusak / robek
4. Menurunkan tekanan pada oedema
5. Lotion dan salep mungkin
diinginkan untuk menghilangkan
kering, robekan kulit

7) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan toksik uremic dan
asidosis metabolic
Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam
batas normal
 Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi Rasional
1. Awasi TD dan frekuensi jantung 1. Kelebihan volume cairan disertai
2. Kaji warna kulit, membrane dengan hipertensi efek uremia,
mukosa dan dasar kuku. meningkatkan kerja jantung dan dapat
Perhatikan waktu pengisian menimbulkan gagal jantung
kapiler 2. Pucat dapat menunjukkan
3. Pertahankan tirah baring atau vasokontriksi. Sianosis mungkin
dorong istirahat adekuat dan betrhubungan dengan kongesti paru
berikan bantuan dengan atau gagal ginjal
perawatan dan aktivitas yang
diinginkan 3. Menurunkan konsumsi oksigen atau
4. Berikan tambahan oksigen kerja jantung
sesuai indikasi 4. Memaksimalkan sediaan O2 untuk
kebutuhan miokardial untuk
menurunkan kerja jantung dan
hipoksia seluler

4. Pelaksanaan / Implementasi
Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat
dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
(Tarwoto Wartonah. 2003)

5. Evaluasi
Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang dialami.
Adapun evaluasi keperawatan yang diharapkan sesuai dengan tujuan adalah sebagai
berikut:
a. Pola nafas kembali efektif
b. Tidak ada gangguan perfusi jaringan perifer
c. Volume cairan kembali normal
d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
e. Pasien mampu beraktifitas kembali
f. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
g. Tidak terjadi penurunan curah jantung
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi
8. Jakarta :

  Diagnosis  Keperawatan  NANDA:  Definisi dan  Klasifikasi  2012-2014Jakarta: EGC.


2012.Johnson, M. Etal.

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. (2011). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.

KDIGO. (2013).Clinical Practice Guideline For The Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. Kidney International.,Suppl. 3(1):4 – 9.

Anda mungkin juga menyukai