b) Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan
oleh shahibul mal atau pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pegadaan barang dengan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahibul mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai ataupun diangsur. Apabila terjadi sengketa maka yang pertama adalah dengan yang pertama harus dilakukan adalah melihat isi perjanjian, jika dalam isi perjanjian telah memperjanjikan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad, maka ada beberapa pilihan penyelesaian dan harus ditulis secara jelas dalam perjanjian, yaitu dengan cara musyawarah, mediasi perbankan, penyelesaian melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain, konsultasi, negosiasi (perundingan), konsiliasi, mediasi non mediasi perbankan, pendapat atau penilaian ahli; (non litigasi). Namun jika dalam isi perjanjain tidak di perjanjikan penyelesaian sengketa. maka penyelesaian sengketa dapat melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama (litigasi) Pasal 55 UU no 21/ 2008
c) boleh diletakkan hak tanggungan, dengan prosedur bank akan
mengirimkan surat peringatan kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran angsuran sesuai dengan yang diperjanjikan. Peringatan tersebut biasanya diajukan paling sedikit sebanyak 3 (tiga) kali untuk memenuhi syarat keadaan wanprestasinya debitur. Apabila telah diperingati secara patut tetapi debitur tidak juga melakukan pembayaran kewajibanya, maka bank melalui ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 6 dan Pasal 20 UU 3 Dalam hal akad murabahah harus dibaca Pengadilan Agama RI No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, akan melakukan proses lelang terhadap jaminan debitur. Mungkin juga bank mengajukan permohonan lelang jaminan Hak Tanggungan kepada KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) yang merupakan salah satu unit kerja pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI. Pasal 14 UU RI No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang mengisyaratkan bahwa Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Jika terdapat perlawanan dari debitur ataupun pihak lain, maka KPKNL tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi pengosongan atas objek lelang yang sudah dibeli oleh peserta/pembeli lelang, hal itu menjadi kewenangan badan peradilan agama.
2. a) Akad Mudharabah yaitu transaksi penanaman dana dari pemilik dana
atau shahibul mal kepada pengelola dana atau mudharib, untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
b) a. Hak dan kewajiban shahibul maal adalah: 1) Menerima bagian laba
tertentu sesuai yang disepakati dalam mudharabah. 2) Menerima jaminan dari mudharib atau pihak ketiga yang dapat digunakan apabila mudharib melakukan pelanggaran atas akad mudharabah. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan kebendaan dan atau jaminan umum, seperti jaminan perusahaan. 3) Mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh mudharib. 4) Menyediakan seluruh modal yang telah disepakati. 5) Menanggung seluruh kerugian usaha yang tidak diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah. b. Hak dan kewajiban mudharib adalah: 1) Menerima bagian laba tertentu sesuai yang disepakati dalam mudharabah. 2) Mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya tujuan mudharabah tanpa campur tangan shahibul maal. 3) Mengelola modal yang telah diterima dari shahibul maal sesuai dengan kesepakatan, dan memperhatikan syariah Islam serta kebiasaan yang berlaku. 4) Menanggung seluruh kerugian usaha yang diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah
c) Apabila terjadi sengketa maka yang pertama adalah dengan yang
pertama harus dilakukan adalah melihat isi perjanjian, jika dalam isi perjanjian telah memperjanjikan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad, maka ada beberapa pilihan penyelesaian dan harus ditulis secara jelas dalam perjanjian, yaitu dengan cara musyawarah, mediasi perbankan, penyelesaian melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain, konsultasi, negosiasi (perundingan), konsiliasi, mediasi non mediasi perbankan, pendapat atau penilaian ahli; (non litigasi). Namun jika dalam isi perjanjain tidak di perjanjikan penyelesaian sengketa. maka penyelesaian sengketa dapat melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama (litigasi)
3). a. Putusan MK No.93/PUU-X/2012 tidak mempengaruhi kekuatan dari
mediasi perbankan. Mediasi perbankan masih menjadi suatu pilihan alternatif jika para pihak bersepakat untuk tidak membawa sengketa ke pengadilan agama namun harus mencantumkannya secara jelas dalam akad (perjanjian)
b. Putusaan MK No.93/PUU-X/2012 tidak ada menyinggung atau
mengecilkan kewenangan basyarnas, namun hanya kembali mempertegas jika para pihak sepakat ingin membawa sengketa perbankan syariah ke forum penyelesaian basyarnas maka harus secara jelas mencantumkannya pada akad pembiayaan syariah yang dibuat dihadapan Notaris
c. Putusan MK No. 93/PUU-X/2012 dalam amarnya menyatakan bahwa
Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
c. Putusan No.93/PUU-X/2012 yang menjelaskan bahwa pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum wajib menolak untuk menangani perkara perbankan syariah, karena bertentangan dengan Pasal 25 Undang- undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Secara kompetensi Pengadilan Negeri sama sekali tidak berwenang memeriksa bahkan mengadili sengketa ekonomi syariah Penyelesaian sengketa perbankan syariah merupakan kewenangan mutlak Peradilan Agama
d. Putusan Mahkamah Konstitusi No.93/PUU-X/2012 yang menyatakan
penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka para pihak tidak lagi terpaku dalam menyelesaikan sengketanya secara non litigasi pada musyawarah, mediasi perbankan, arbitrase melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau lembaga arbitrase lainnya, tetapi dapat juga menempuh proses non-litigasi lainnya seperti konsultasi, negosiasi (perundingan), konsiliasi, mediasi non mediasi perbankan, pendapat atau penilaian ahli
e. Putusan Mahkamah Konstitusi 93/PUU-X/2012 maka Pengadilan
Agama adalah satu-satunya lembaga peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah baik yang diputus oleh lembaga peradilan (litigasi) maupun putusan non litigasi.
4) a. Litigasi adalah proses menyelesaikan perselisihan hukum di pengadilan
dimana setiap pihak yang bersengketa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan gugatan dan bantahan. b. Non-litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan. Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu: negosiasi, mediasi., arbitrase, dll.
c. Alternatif penyelesaian sengketa (aps) atau alternative dispute
resolution (adr) adalah cara penyelesaikan sengketa di luar dari sistem litigasi
d. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
e. Basyarnas adalah lembaga arbitrase yang didirikan oleh majelis ulama
indonesia (mui) berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, dan jasa
f. Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang
terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan
g. Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
h. Konsiliasi adalah suatu upaya dalam menyelesaikan sengketa atau
perselisihan dari pihak-pihak dengan melibatkan pihak netral yang dinamakan konsiliator yang mecari titik tengah (penyelesaian atau persetujuan) yang mempertemukan keinginan dari pihak-pihak yang berselisih