Pendahuluan
Saat ini sebagian kosmetik yang dijual di pasaran mengandung bahan sangat berpotensi
memicu timbulnya akne, bahkan pada wanita yang secara genetis tidak mudah terkena
akne. Pada kenyataannya, satu dari tiga wanita diperkirakan dapat terkena akne yang
disebabkan oleh penggunaan kosmetik. Penyakit ini tidak dapat lagi dianggap sebagai
masalah kecil. Meskipun jelas tidak seorang pun dari kalangan industri kecantikan yang
secara sengaja ingin “merusak” kulit jutaan wanita, namun demikianlah yang terjadi saat
ini. Apa yang semula dianggap sebagai “kecelakaan” yang timbul akibat ketidak-tahuan,
kini masalah tersebut terus berlanjut demi keuntungan komersial.1
Konsep ’akne kosmetik’ diperkenalkan pertama kali tahun 1972 oleh Kligman dan Mills,
istilah ini menghubungkan akne dengan penggunaan kosmetik yang mengandung bahan
tertentu yang dapat menyebabkan komedo. Penelitian terhadap kosmetik telah dilakukan
pada model hewan percobaan untuk memprediksi adanya aktivitas komedogenik pada
bahan tersebut.2
Definisi
Akne kosmetik merupakan jenis akne ringan namun cenderung persisten yang
disebabkan oleh penggunaan kosmetik. Petunjuk diagnostik didasarkan atas riwayat
perjalanan penyakitnya. Pola umum akne kosmetika biasanya berupa kekambuhan
kembali akne ringan setelah reda beberapa tahun, pada usia dewasa. Orang yang
mempunyai riwayat akne akan lebih rentan mengalami akne kosmetik.3
Setiap wanita yang secara genetis rentan mengalami akne atau yang pernah mengidap
akne ketika remaja (meskipun ringan) hampir dipastikan dapat terpengaruh oleh bahan
komedogenik yang terkandung dalam kosmetik. Bahkan, banyak wanita yang sebelumnya
tidak mempunyai riwayat menderita akne dapat pula terkena penyakit ini akibat
mengoleskan make-up dan produk perawatan kulit yang bersifat komedogenik. Wanita
muda yang berada dalam usia remaja atau wanita usia 20an adalah kelompok yang paling
rentan dan paling besar kemungkinannya bereaksi hebat terhadap bahan-bahan
komedogenik.1
Wanita dengan akne kosmetik sering terperangkap dalam ’lingkaran setan’. Mereka kecil
kemungkinannya mengaitkan rias-wajahnya dengan akne, karena diperlukan waktu
hingga enam bulan untuk suatu produk tertentu menyebabkan akne kosmetik. Semakin
sering jerawatnya kambuh, semakin banyak rias-wajah untuk menutupinya. Hal ini akan
memicu kekambuhan akne dan meningkatkan ketebalan pemakaian kosmetik.
Masalahnya menjadi semakin parah. Karena sudah terbiasa menggunakan rias wajah,
pasien kemungkinan besar akan mencoba beragam kosmetik yang hanya akan
memperburuk masalah. Banyak wanita secara tragis mengidap akne kosmetik (yang
sebenarnya mudah diatasi) hingga belasan tahun tanpa mengetahui penyebabnya.1,2
Seandainya manifestasi akne segera muncul setelah memakai suatu produk kosmetik
(contohnya seperti alergi kulit), tentunya sejak dahulu dokter kulit atau konsumen akan
menyadari bahwa terdapat hubungan antara akne dengan kosmetik. Namun karena
diperlukan waktu hingga enam bulan sebelum gejala akne timbul, maka keberadaan
penyakit ini tertutupi, sampai akhirnya diperoleh studi-studi akne terkini yang
mengungkapkan adanya hubungan tersebut.1
Kosmetik ideal dan tidak menyebabkan akne tentunya perlu memenuhi beberapa kriteria
antara lain nonkomedogenik dan nonaknegenik. Untuk itu penting untuk memahami dasar
formula kosmetik dan pemilihan produk yang tepat untuk pasien.
Bahan yang bersifat aknegenik akan menyebabkan pembentukan papul dan pustul, dilain
pihak bahan yang bersifat komedogenik akan menyebabkan pembentukan komedo,
terutama komedo tertutup. Aknegenisitas disebabkan oleh iritasi folikular, sedangkan
komedogenisitas disebabkan oleh penyumbatan muara folikel. Oleh karena itu bahan
yang bersifat komedogenik tidak selalu aknegenik, demikian pula sebaliknya.
Pembentukan akne karena produk kosmetik yang bersifat aknegenik berlangsung cepat,
umumnya terjadi 48-72 jam setelah pengolesan produk; sedangakan produk kosmetik
yang bersifat komedogenik dapat menginduksi komedo setelah penggunaan produk
tersebut selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.2,4,5
Daftar bahan kosmetik yang bersifat komedogenik tercantum pada lampiran. Daftar ini
mencantumkan bahan spesifik berdasarkan skala komedogenisitas dan iritasi dari 0
sampai 5, berdasarkan uji kulit yang dilakukan Fulton. Derajat 0 menunjukkan tidak
adanya hiperkeratosis folikular (suatu istilah yang menjelaskan awal pembentukan akne).
Derajat 1 sampai 2 menunjukkan terjadinya peningkatan hiperkeratosis yang dapat dilihat.
Derajat 3 sampai 4 menunjukkan terjadinya pembentukan komedo. Derajat 5
menunjukkan terjadinya pembentukan komedo yang parah. Kesimpulan dari daftar
tersebut adalah jangan membeli produk yang mengandung bahan dengan derajat
komedogenisitas dan iritasi 3, 4, atau 5. Produk dengan derajat 0-1 relatif aman
digunakan sedangkan derajat 2 berada dalam batas peralihan.1
Namun perlu diingat, selain jenis bahan yang bersifat komedogenik, konsentrasi bahan
tersebut dalam suatu produk juga mempengaruhi sifat ini. Misalnya apabila suatu bahan
kosmetik bersifat komedogenik ketika diaplikasikan ke kulit dalam konsentrasi 100%,
mungkin tidak bersifat komedogenik jika diaplikasikan dalam konsentrasi 1%.4
Bahan Penyebab1
• Lanolin
Minyak yang berasal dari kulit domba ini masih popular digunakan dalam kosmetik,
namun turunan lanolin dapat bersifat komedogenik. Bentuk sederhana lanolin,
seperti lanolin anhidrosa, minyak lanolin, dan lanolin alcohol, bersifat komedogenik
ringan tetapi turunan kimiawi lanolin, misalnya acethylated lanolin atau ethoxylated
lanolin, merupakan bahan komedogenik kuat.
Analog isopropil miristat, seperti isopropil palmitat, isopropil isostearat, butil stearat,
isostearil neopentanoat, miristil miristat, desil oleat, oktil stearat, oktil palmitat, dan
isosetil stearat, bersifat sangat komedogenik sehingga termasuk dalam kelompok
bahan yang harus disingkirkan dari semua kosmetik.
• Minyak mineral
Minyak mineral cukup aman digunakan untuk kulit yang cenderung berjerawat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fulton, minyak mineral yang digunakan
dalam kosmetik mempunyai skala potensi komedogenik 0 sampai 1, sehingga
aman digunakan.
• Minyak lain
Saat ini industri kecantikan mulai mendeteksi adanya peningkatan ketertarikan
konsumen terhadap bahan-bahan ‘alami’, sehingga bermunculan minyak-minyak
nabati yang dianggap eksotik (mulai dari minyak wijen sampai dengan aloe) dalam
produk perawatan kulit. Namun sebagian minyak nabati dapat menyebabkan
gangguan pada kulit, sementara yang lain relatif cukup aman. Sebagai contoh,
minyak kastroli adalah bahan yang aman tetapi minyak wijen bersifat mengiritasi.
Gunakanlah daftar di akhir makalah ini sebagai petunjuk.
• Alas bedak
Alas bedak adalah bahan yang paling menimbulkan masalah bagi penderita akne;
karena bahan ini sering dioleskan ke seluruh permukaan kulit wajah, setiap hari,
dan dalam jumlah banyak. Berdasarkan penelitian didapatkan empat alasan
mengapa alas bedak menjadi masalah bagi penderita akne.(1) Pengidap akne
cenderung menggunakan produk alas bedak berbentuk krim, karena bahan ini
terasa halus saat diaplikasikan dan memberi efek penutup yang baik. Sayangnya,
efek ‘halus’ ini diperoleh dari isopropil miristat atau analognya yang bersifat sangat
komedogenik. Sebaiknya pasien memilih alas bedak yang berbentuk cair. (2)
Produk yang lebih murah lebih sering lolos dari saringan pengujian karena
mengandung lebih banyak air. (3) Klaim “bebas-minyak” yang terdapat dalam
kemasan seringkali tidak benar. Produk tersebut mungkin memang tidak
mengandung minyak hewani, nabati, atau mineral, akan tetapi mengandung minyak
sintetik yang bersifat komedogenik.
• Rias mata
Penderita akne tidak perlu terlalu khawatir menggunakan rias mata. Pewarna
merah D&C tidak pernah digunakan dalam rias mata. Selain itu, kelopak mata tidak
mengandung kelenjar sebasea. Satu-satunya efek simpang yang dapat ditimbulkan
oleh rias mata pada kulit berkaitan dengan produk pembersih yang digunakan
untuk rias mata. Apabila digunakan produk pembersih berbentuk minyak yang
mungkin mengandung bahan komedogenik untuk membersihkan maskara, maka
produk tersebut dapat mengenai kulit sekitar mata yang rentan akne, misalnya pipi
bagian atas atau di atas alis.
• Lipstik
Sebagian besar lipstik mengandung minyak aknegenik seperti isopropil miristat,
namun karena pada bibir tidak mengandung kelenjar sebasea, maka produk ini
dianggap cukup aman digunakan. Tetapi kenyataannya pada beberapa wanita
lipstik dapat menimbulkan banyak komedo kecil di sekitar mulut. Hal ini disebabkan
minyak pada lipstik tersebut dengan mudah dapat bermigrasi ke kulit di sekitar
bibir. Sebaiknya pilih formula lipstik yang kandungan minyaknya adalah castor oil,
minyak mineral, atau vaselin.
• Blushers
Hampir semua blusher yg dijual di pasaran mengandung pewarna merah D&C
yang bersifat komedogenik. Fulton telah membuat formulasi blusher yang
mengandung carmine yang tidak bersifat komedogenik, namun bahan ini cukup
mahal. Selayaknya industri kosmetik perlu mengadakan penelitian lanjut dan
mengembangkan sumber zat wana merah baru yang aman bagi kulit sensitif dan
cenderung berjerawat.
• Pelembab
Sebagian besar penderita akne tidak membutuhkan pelembab karena mereka
memiliki kulit berminyak. Namun sebagian kecil dari mereka memerlukan pelembab
. Saat ini banyak pelembab yang dijual di pasaran mengandung bahan
komedogenik sehingga penderita akne perlu memeriksa label produk dengan
cermat. Sebaiknya pilih produk pelembab yang mengandung minyak mineral atau
vaselin dan gunakanlah dengan tipis-tipis.
• Pembersih
Saat ini banyak dijual krim pembersih yang dibiarkan menempel di kulit karena
hanya dihapus dengan tissue tanpa dibilas dengan air. Hal ini berarti bahan
pembersih tersebut akan melekat ke kulit dan selanjutnya dapat mengiritasi kulit.
Sebagian produk pembersih mengandung asam lemak komedogenik yang disebut
deterjen. Sebagai contoh adalah Laureth-4, yaitu deterjen yang sangat
komedogenik, sehingga bahan ini tidak boleh digunakan oleh orang yang rentan
mengalami akne. Sebaiknya pilih jenis pembersih yang harus dibilas dengan air.
Penderita akne saat ini banyak menggunakan sabun yang mengandung butir-butir
scrub. Anggapan ini didasarkan pada mitos bahwa jerawat disebabkan oleh
kotoran. Pada kenyataannya scrubbing, seberapapun kuatnya dilakukan, tidak
mungkin mencapai folikel pilosebasea tempat akne terjadi, sehingga pernyataan
bahwa bahan tersebut dapat masuk ke dalam pori untuk mengeluarkan kotoran dan
minyak yang menyumbat, jelas tidak benar.
• Produk rambut
Minyak rambut (pomade) yang kental atau gel rambut sering menyebabkan akne di
dahi dan pelipis. Setelah mengoleskan minyak rambut ke kulit kepala dan rambut
mereka, banyak pria memiliki kebiasaan menyebarkan sisa minyak ke wajah yang
kemudian dapat menyebabkan akne.
Gambaran Klinis
Akne kosmetik umumnya memberikan gambaran akne ringan yang akan mengalami
perbaikan jika kosmetik yang menjadi penyebab dihentikan. Gambaran klinis akne
tersebut berupa banyak komedo tertutup , sedikit papul dan pustul, terutama berkumpul di
dagu dan pipi, sedangkan daerah dahi biasanya bebas.3,6
Akne berat dengan banyak lesi meradang tidak pernah disebabkan oleh kosmetik. Akne
kosmetik adalah suatu penyakit ringan namun persisten, kadang dapat sampai berpuluh
tahun, dengan sesekali disertai munculnya pustul miliar. Akne kosmetik umumnya tidak
mengakibatkan jaringan parut.3
Diagnosis Banding
Akne kosmetik sering didiagnosis sebagai akne vulgaris. Berbeda dari akne vulgaris, pada
akne kosmetik biasanya didahului oleh pembentukan lesi inflamasi papul dan pustul
karena sifat aknegenisitas dari bahan kosmetik tersebut. Sedangkan gambaran klinis akne
vulgaris umumnya didahului oleh lesi non-inflamasi karena sumbatan keratin, kemudian
menjadi lesi inflamasi akibat peningkatan jumlah P. acnes. Namun seringkali orang tidak
menyadari hubungan antara akne dan kosmetik, bahkan semakin memperberat kondisi
aknenya dengan menggunakan kosmetik tebal untuk menyembunyikan akne.7,8
Penelitian untuk menilai komedogenisitas bahan kosmetik telah dilakukan dengan cara
mengaplikasikan bahan kosmetik pada daun telinga kelinci percobaan, bahan tersebut
dioleskan pada satu daun telinga selama 5 hari berturut-turut dalam 2 minggu, sedangkan
daun telinga yang lain dioleskan bahan kontrol. Selama penelitian diamati pembesaran
pori dan perubahan hiperkeratosis setiap hari. Pada akhir penelitian dilakukan biopsi untuk
menilai adanya hiperkeratosis folikel sebasea.2,4,9
Penelitian lain untuk menilai komedogenisitas bahan kosmetika dilakukan oleh Kligman
dengan cara mengaplikasikan bahan tersebut pada punggung sukarelawan selama 30
hari berturut-turut. Penilaian dilakukan dengan melakukan biopsi folikel pada awal dan
akhir penelitian untuk menilai adanya sumbatan keratin. Temuan banyaknya sumbatan
keratin pada akhir penelitian mengindikasikan bahwa kemungkinan bahan kosmetik
tersebut bersifat komedogenik.4,10
Pengobatan
Pengobatan akne kosmetik sesuai dengan pengobatan akne derajat ringan. Beberapa
laporan penelitian mengungkapkan bahwa pengobatan dengan reinoid topikal umumnya
memberikan hasil yang memuaskan.3,11
Gunakan rias wajah seminimal dan sesingkat mungkin dan pilihlah produk dengan hati-
hati. Periksa kandungan bahan kosmetik yang tertera pada label terlebih dahulu, sebelum
membeli produk kosmetik. Gunakan daftar bahan kosmetik yang bersifat komedogenik
yang tertera pada lampiran sebagai acuan. Jangan mudah percaya terhadap klaim
pemasaran atau iklan produk apapun. Untuk rias wajah yang paling aman bagi kulit
berjerawat, sebaiknya pilih yang berbasis air atau gliserin.1
Kesimpulan
1. 1 Fulton JE. What acne really is and how to eliminate its devastating effects. In: Acne
Rx. www.AcneBook.com, 2001.
2. Drelos ZD, Nicardo JC. A re-evaluation of the comedogenicity concept. JAAD 2006;
54(3):507-12.
3. Kligman AM. Acne – Morphogenesis and Treatment. New York, Springer-Verlag, 1975.
4. Draelos ZD. Cosmetics in acne and rosacea. Seminars in Cutaneus Medicine and
Surgery 2001;20(3):209-14.
5. Mills OH, Berger RS. Defining the susceptibility of acne-prone and sensitive skin
populations to extrinsic factors. Dermatologic Clinics 1991;9:93-8.
6. Palmer A. Acne cosmetica. Alvailable from:
http://acne.about.com/od/acnebasics/p/acnecosmetica.htm 2010.
7. Cunliffe WJ, Gollinick HPM. Acne: Diagnosis and Management. London, Martin Dunitz
Ltd. 2001.
8. White GM. Recent findings in the epidemiologic evidence, classification, and subtypes
of acne vulgaris. J Am Acad Dermatol 1998;39:S34-7.
9. Frank SB. Is the rabbit ear model, in present state, prophetic of acnegenicity ? J Am
Acad Dermatol 1982;6:373
10. Mills OH, Kligman AM. A human model for assessing comedogenic substances. Arch
Dermatol 1982;118:903-5.
11. Simpson NB, Cunliffe WJ. Disorder of the sebaceous glands. In : Burns T, Breathnach
S, Cox N, Griffith C. Rook’s Textbook of Dermatology 7ed. London : Blackwell Scientific
Publication;2004:43-61.
SCALE&OF&COMEDOGENIC&&&IRRITANT&POTENTIAL&OF&COSMETIC&INGREDIENTS&OF&GRADED&FROM&0&(LEAST)&TO&5&(MOST)&
AVOID&THE&INGREDIENTS&WITH&THE&HIGHER&NUMBERS&(IN&BOLD)&
†!Comedogenicity!index!
‡!Irritancy!index!