Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring berkembangnya zaman terutama negara Indonesia telah banyak
perkembangan yang begitu pesat, yakni salah satunya adalah dalam bidang
pembangunan ekonomi yang dimana sebagai bagian dari pembangunan nasional.
Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pembangunan ekonomi ialah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang
adil dan makmur, dalam hal pembangunan di bidang ekonomi dimana pelakunya
meliputi pemerintah maupun masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan
hukum tentunya sangat membutuhkan jumlah dana yang sangat besar sehingga
membutuhakan pinjaman atau penyedia dana yang diperoleh melalui perkreditan.
Kegiatan pinjam-meminjam atau yang sering disebut dengan kredit sudah
tidak asing lagi bagi kita para masyarakat perkotaan bahkan di zaman yang maju
sekarang ini masyarakat pedesaan sudah mengenal tentang kredit, kredit pada
umumnya mempunyai tujuan untuk mempelancar suatu kegiatan usaha, dengan
disisi lain kredit juga meningkatkan fungsi pasar karena adanya peningkatan daya
beli (social buying power). Salah satu sarana yang biasa masyarakat ketahui
tentang penyediaan dana adalah lembaga perbankan yang dimana setiap bank rata-
rata menyediakan penyediaan dana atau disebut kredit, dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal 1 Angka 11 menyebutkan
pengertian kredit berbunyi:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjamantara
pihak bank dengan pihaklain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Berdasarkan pengertian pasal diatas menyatakan bahwa dalam suatu
penyediaan dana atau kredit ada sebuah kesepakatan antara pihak bank dengan
pihak lain atau dengan kata lain didahului dengan perjanjian kredit antara kedua
belah pihak yang bersepakat, dalam perjanjian kredit hakikatnya adalah suatu
peristiwa pinjam meminjam yang dimana telah diatur dalam KUHPer (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata) Pasal 1754 yang berbunyi:
“Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menetukan pihak
pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak
kedua dengan syarat, bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis
kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”
Peraturan-peraturan hukum kontrak tumbuh dan berkembang sejalan
dengan dinamika, kompleksitas, serta problematika yang ada di masyarakat.
Dinamika ini demikian terasa khususnya dalam perspektif aktivitas bisnis yang
semakin global.

1
2

Mengenai dunia perkreditan ada kredit dalam arti umum yaitu pinjaman
komersil (commercial loan) dan pinjaman konsumen (consumer’s loan) yang
dimana pinjaman komersial (commercial loan) adalah merupakan kredit yang
diberikan kepada seseorang atau badan usaha, sehingga kredit ini mampu
memperbaiki atau mengembangkan kinerja usaha debitur. Sedangkan pinjaman
konsumen (consumer’s loan) adalah merupakan kredit yang diberikan bukan
untuk kegiatan usaha produktif tetapi untuk penggunaan yang bersifat konsumtif,
namun mampu meningkatkan taraf hidup si peminjam.
Penyaluran pinjaman harus memberikan kesempatan lebih banyak kepada
para pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah atau yang lebih dikenal
dengan Usaha Kecil Menengah (UKM), karena pada saat terjadinya krisis moneter
UKM-lah yang tetap bertahan dengan segala keterbatasannya sehingga
pemerintah perlu mengubah orientasinya dengan memberdayakan sektor Usaha
Kecil Menengah (UKM). Penyaluran pinjaman kepada UKM dapat dilakukan
oleh perbankan maupun lembaga keuangan non-perbankan. Di Indonesia lembaga
keuangan yang cocok dalam penyaluran pinjaman kepada UKM adalah Koperasi,
karena koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga koperasi
mendapat kedudukan yang terhormat dalam perekonomian Indonesia. Koperasi
tidak hanya merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang secara
konstitusional dinyatakan sesuai dengan susunan perekonomian yang hendak
dibangun di negeri ini, tapi juga dinyatakan sebagai sokoguru perekonomian
nasional.

1.2. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari pembahasan bentuk perjanjian pinjam pakai :
1. Diharapkan Mengetahui dan Memahami dasar-dasar Perjanjian yang
tertuang di Perjanjian Pinjam Pakai
2. Diharapkan mampu memahami syarat-syarat dan tata aturan umum dalam
Perjanjian Pinjam Pakai
3. Diharapkan mampu memahami peraturan-peraturan dasar hukum dan
pelaksanaan ketika menggunakan perjanjian Pinjam Pakai
4. Diharapkan mampu memahami hak dan kewajiban bagi peminjam dan
yang meminjamkan

Manfaat dari pembahasan bentuk perjanjian pinjam pakai :


1. Dapat mengetahui macam-macam bentuk perjanjian pinjam pakai
2. Dapat mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian
pinjam pakai
3. Dapat membedakan bentuk perjanjian yang satu dengan yang lainnya
3

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang di batasi pada pembahasan perjanjian pinjam pakai
meliputi :
1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian pinjam pakai?
2. Apa perbedaan perjanjian pinjam pakai dan perjanjian pinjam meminjam?
3. Bagaimana peraturan-peraturan yang diatur dalam perjanjian pinjam
pakai?
4. Bagaimana Hak dan Kewajiban dalam perjanjian pinjam pakai?
5. Bagamaina unsur, jenis dan asas dari bentuk perjanjian pinjam pakai?

1.4. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan Makalah ini disusun per bab. Hal ini dimaksudkan agar
setiap permasalahan yang akan dibahas dapat diketahui.

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat, rumusan
masalah, sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI


Bab ini menguraikan tentang teori-teori mengenai dasar-dasar pengertian
umum perjanjian, teori mengenai syarat-syarat perjanjian, pihak-pihak dalam
perjanjian, unsur-unsur perjanjian, syarat-syarat perjanjian dan jenisnya yang
bersumber dari berdasarkan buku-buku referensi yang tersedia dan peraturan-
peraturan yang berlaku.

BAB III PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan secara detail mengenai bentuk perjanjian pinjam pakai
yang akan digunakan berdasarkan data-data dan referensi yang di dapat di
lapangan, web maupun di buku.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari makalah yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya, serta beberapa saran untuk mencari
solusi yang tepat untuk di kemudian hari.
BAB II
LANDASAN TOERI

2.1 Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam pasal 1313


KUH Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut
R.Setiawan pengertian perjanjian sebagai mana tersebut dalam pasal 1313
KUH Perdata terlalu luas, karena istilah perbuatan yang dipakai dapat
mencakup juga perbuatan melawan hukum dan perwakilan sukarela,
padahal yang dimaksud adalah bukan perbuatan melawan hukum.
Perjanjian adalah suatu hubungan atas dasar hukum kekayaan
(vermogenscrechtlijke bettrecking) antara dua pihak, dimana pihak yang
satu berkewajiban memberikan suatu prestasi atas nama pihak yang lain
mempunyai hak terhadap prestasi itu. Wirjono Prodjodikoro memberikan
definisi bahwa perjanjian itu merupakan suatu perbuatan hukum mengenai
harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu
hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
Perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad adalah hal yang mengikat
antara orang yang satu dengan orang yang lain. Hal yang mengikat
tersebut yaitu peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan misalnya jual
beli, berupa kejadian misalnya kelahiran, dan dapat juga berupa suatu
keadaan misalnya pekarangan yang berdampingan, hal mana semua
peristiwa hukum tersebut akan menciptakan suatu hubungan hukum.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat
disebutkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak
atau lebih dimana pihak yang satu berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal
dan pihak yang lain berhak menuntut hal (prestasi) tersebut.

4
2.2 Pihak-Pihak dalam Perjanjian

Pihak dalam perjanjian disebut sebagai subjek hukum. Subjek


hukum tersebut ada dua, yaitu :
a.Orang
b.Badan Hukum (Legal entity).

Perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan


perjanjian itu sendiri atau tidak mengikat pihak lain. Suatu perjanjian
hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak
yang membuatnya. Pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi
disebut debitur sedangkan pihak yang berhak atas pelaksanaan prestasi
disebut kreditur.
Sebagai pihak yang aktif, kreditur dapat melakukan tindakan-
tindakan debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya atau
wanprestasi. Tindakan kreditur tersebut dapat berupa memberi peringatan-
peringatan atau menuntut di muka pengadilan dan lain sebagainya.

2.3 Unsur-Unsur Perjanjian

Unsur-unsur dalam perjanjian ada tiga yaitu:


a) Essentalia
b) Naturalia
c) Accidentalia

a. Essentalia
Yaitu unsur utama, tanpa adanya unsur ini persetujuan tidak
mungkin ada. Unsur essentalia (merupakan unsur/bagian into dari suatu
perjanjian) yaitu merupakan yang harus ada dalam perjanjian. Syarat-
syarat adanya atau sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat atau
persesuaian kehendak, kecakapan para pihak, obyek tertentu dan kausa
atau dasar yang halal.

5
b. Naturalia
Yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
peraturan yang bersifat mengatur. Unsur Naturalia (merupakan unsur /
bagian non inti dari suatu perjanjian) yaitu unsur yang lazim melekat
dalam perjanjian. Unsur ini merupakan unsur bawaan (natuur) perjanjian
sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, unsur yang tanpa
diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan
sendirinya dianggap ada dalam perjanjian.

c. Accidentalia
Yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan
dimana Undang-undang tidak mengatur. Unsur ini merupakan sifat yang
melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para
pihak, seperti ketentuan mengenai tempat tinggal atau domisili yang
dipilih oleh para pihak, termik (jangka waktu pembayaran), pilihan
hukum, dan cara penyerahan barang.

2.4 Asas-Asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian, dikenal adanya beberapa azas penting


yang merupakan dasar kehendak masing-masing pihak di dalam mencapai
tujuannya. Asas-asastersebut antara lain :

a.Asas Kebebasan berkontrak (freedom of contract/ laissez faire)


Setiap orang bebas membuat perjanjian apa saja baik yang sudah
diatur atau belum oleh undang-undang, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh
tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan
dengan ketertiban umum pasal 1338 kitab undang-undang hukum perdata
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan
undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak mengkhendaki
cara-cara tersendiri, tetapi apabila tidak ditentukan lain maka ketentuan
undang-undang yang berlaku.

b.Asas Konsensualitas
Suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat diperoleh kata
sepakat antara para pihak mengenai perjanjian. Sejak saat itu, perjanjian
dianggap telah mengikat dan mempunyai akibat hukum. Asas

6
konsensualisme suatu perjanjian walaupun dibuat secara lisan antara dua
orang atau lebih telah mengikat, dan telah melahirkan kewajiban bagi
salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-
orang tersebut mencapai kesepakatan (consensus), maka perjanjian yang
mengikat dan berlaku diantara para pihak tidak lagi membutuhkan
formalitas. Untuk menjaga kepentingan pihak debitur dibuat dalam
bentuk-bentuk formal atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata
tertentu.
c.Asas Personalia
Pasal 1315 kitab undang-undang hukum perdata mengatur
mengenai asas personalia yang menyatakan “pada umumnya tak seorang
pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Pada dasarnya suatu perjanjian
yang dibuat oleh seseorangdalam kapasitasya sebagai individu (subjek
hukum pribadi), hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan pasal 1315 kitab
undang-undang hukum perdata menunjuk pada asas personalia, namun
lebih jauh dari itu, ketentuan pasal 1315 kitab undang-undang hukum
perdata juga menunjuk kewenangan bertindak dari seseorang yang
membuat dan atau mengadakan suatu perjanjian. Dengan kapasitas
kewenangan tersebut setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang
perorangan sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, akan mengikat
diri pribadi tersebut, dan dalam lapangan perikatan, mengikat seluruh harta
kekayaan yang dimliki olehnya secara pribadi.
d.Asas Obligator
Perjanjian yang dibuat para pihak baru dalam tahap
menimbulkan hak dan kewajiban saja dan belum memindahkan hak milik.
Hak milik akan berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian kebendaan
(zakelijke overeenkomst), yaitu melalui upaya levering.

2.5 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata menyatakan


bahwa untuksahnya suatu perjanjian diperlukan syarat -syarat, yaitu :
a) Kesepakatan (agreement atau consensus)
b) Kecakapan (capacity)
c) Hal yang tertentu (certainty of term)
d) Sebab yang halal (legality)

a.) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (agreement atau


consensus).

7
Maksudnya adalah terjadinya persesuaian kehendak. Timbulnya
kehendak atau keinginan itu tidak didasarkan atas paksaan, kekhilafan,
ataupenipuan dari salah satu pihak.

b.) Kecakapan (Capacity).


Setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian apabila ia
oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap, hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 1329 KUHPerdata. Orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian sesuai dengan amanat pasal 1330 kitab undang-
undang hukum perdata adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh dibawah Pengampuan
3. Orang perempuan yang sudah kawin.

Mengenai orang perempuan yang sudah kawin sebagaimana surat


edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 telah dicabut dan
sesuai dengan pasal 31 ayat 2 undang-undang No.1 Tahun 1974,
perempuan yang sudah kawinberhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Jadi yang tidak cakap menurut pasal 1330 kitab undang-undang hukum
perdata sekarang hanyalah :
1. Orang yang belum dewasa dan ;
2. Yang ditaruh dibawah pengampuan
Orang belum dewasa dan yang ditaruh dibawah pengampuan
apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka.
Menurut Pasal 1330 juncto Pasal 330 KUH Perdata bahwa usia dewasa
adalah 21 tahun. Sebaliknya terdapat juga pandangan bahwa usia dewasa
adalah usia 18 tahun hal ini berdasarkan rumusan pasal 47 juncto Pasal 50
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa :

1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah


melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orangtuanyaselama
mereka tidak dicabut kekuasaanya.
2. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan
hukum didalam dan diluar pengadilan.

Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Tentang


Perkawinan Menyebutkan bahwa :

1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah


melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan
orangtua, berada dibawah kekuasaan wali.

8
2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun
harta bendanya.

c.) Hal yang tertentu (certainty of term )


Hal yang menjadi objek perjanjian harus jelas atau paling tidak
dapat ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak
ditentukan padawaktudibuat perjanjian dengan ketentuan bahwa nanti
dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333 KUHPerdata).
Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk
memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak.

d.) Sebab yang halal ( legality )


Dalam membuat suatu perjanjian, isi daripada perjanjian
tersebut yang menggambarkan suatu tujuan yang hendak dicapai oleh
parapihak itu, harus dibenarkan atau tidak bertentangan dengan undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Keempat syarat tersebut diatas merupakan syarat pokok bagi setiap


perjanjian. Selain itu terdapat juga syarat tambahan bagi perjanjian tertentu
saja, misalnya perjanjian perdamaian yang diharuskan dibuat secara
tertulis.10Keempat syarat tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum
yang berkembang digolongkan kedalam :
a. Unsur subjektif, menyangkut (pihak) yang mengadakan
perjanjian.
b. Unsur objektif, menyangkut objek daripada perjanjian.
Unsur subjektif mencakup adanya kesepakatan dari para pihak dan
kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan
unsur objektif meliputi keberadaan dari objek yang diperjanjikan dan
causa dari objek berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan
tersebut haruslah sesuatu yang tidakdilarang oleh undang-undang.
Perbedaan unsur-unsur atas syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut
digunakan untuk mengetahui apakah perjanjian itu batal demi hukum
(voib ab initio) ataumerupakan perjanjian yang dapat dimintakan
pembatalannya (voidable). Dalam hal unsur subjektif tidak dipenuhi, maka
perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalanya (voidable). Perjanjian
itu sah atau mengikat selama tidak dibatalakan (olehhakim) oleh karena
adanya permintaan pembatalan oleh para pihak yang berkepentingan.
Dalam hal syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal
demi hukum. Perjanjian yang batal demi hukum merupakan perjanjian
yang dari awal sudah batal, hal ini berarti tidak pernah ada perjanjian

9
tersebut. Sedangkan perjanjian yang dimintakan pembatalannya (voidable)
yaitu perjanjian yang dari awal berlaku tetapi perjanjian itu dapat
dimintakan pembatalannya dan apabila tidakdimintakan pembatalnnya
maka perjanjian itu tetap berlaku.
Dari syarat sahnya perjanjian kredit yang telah dikemukakan diatas
maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari perjanjian kredit yakni unsur
essensialia,unsur naturalia dan unsur accidentalia. Unsur essensialia adalah
unsur perjanjian yang harus terdapat dalam perjanjian, tanpa adanya unsur
ini maka suatu perjanjian tidak mungkin lahir atau ada. Seperti kecakapan
para pihak yangmengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Unsur naturalia
adalah unsur didalam perjanjian yang oleh undang-undang diatur tetapi
oleh para pihak dapat digantikan. Misalnya pembuatan perjanjian kredit
dengan akta notariil tetapi menggunakan akta dibawah tangan. Sedangkan
unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para
pihak, hal ini tidak diatur oleh undang-undang tetapi para pihak dapat
menambahkan dalam perjanjiannya contohnyadalam penyelesaian
permasalahan akibat perjanjian untuk diselesaikan dipengadilan negeri
tertentu.
2.6 Jenis-Jenis Perjanjian

Beberapa jenis perjanjian yaitu :

a. Perjanjian Timbal Balik


Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

b. Perjanjian Cuma-Cuma
Menurut Ketentuan pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan
yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana

10
pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

c. Perjanjian Atas Beban


Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi
dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan
antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

d. Perjanjian Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama
sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan
diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling
banyak terjadi sehari -hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V
sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

e. Perjanjian tidak bernamaPerjanjian tak bernama adalah


perjanjian-perjanjian yang tidak diatur didalam KUHPerdata, tetapi
terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan
nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang
mengadakannya.
f. Perjanjian Obligator
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara para pihak.

g. Perjanjian kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang
menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang
membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda
tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).

h. Perjanjian konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah
pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian.
Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat
(Pasal 1338).

i. Perjanjian real
Suatuperjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi
tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

j. Perjanjian Liberatoir

11
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban
yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).

k. Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )


Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian
apakah yang berlaku di antara mereka.

l. Perjanjian Untung –Untungan


Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan
perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara
pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

m. Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau
seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang
bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.

n. Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung
berbagai unsur perjanjian di dalamnya.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Perjanjian Pinjam Pakai

Perjanjian Pinjam Pakai adalah perjanjian dimana pihak satu (orang


yang meminjamkan) memberikan suatu barang kepada pihak lain (Peminjam),
untuk dipakai secara cuma-cuma dengan syarat : Peminjam wajib
mengembalikannya setelah barang tersebut dipakai atau setelah lewatnya waktu
tertentu seperti yang diperjanjikan. Dalam Perjanjian Pinjam Pakai, barang yang
dipinjamkan adalah barang yang tidak habis atau musnah karena pemakaian.
Barang tersebut dipinjamkan secara cuma-cuma, yaitu tanpa adanya
kontraprestasi dari Peminjam kepada orang yang meminjamkan. Dalam
Perjanjian Pinjam Pakai, hak atas kepemilikan barang tetap berada ditangan
orang yang meminjamkan. Peminjam hanya mempunyai hak untuk memakainya
saja, tetapi tidak untuk memiliki. Misalnya, seorang kakak meminjamkan
apartemen miliknya kepada adiknya selama setahun, tanpa dikenakan biaya
apapun selain biaya fasilitas yang dibayarkan sendiri oleh adiknya sebagai
penghuni apartemen.
Pada prinsipnya, segala hak dan kewajiban yang muncul dari Perjanjian Pinjam
Pakai dapat beralih ke ahli warisnya jika salah satu pihak, atau keduanya, meninggal
dunia. Pengecualiannya adalah jika Perjanjian Pinjam Pakai itu dilakukan dengan

12
mengingat bahwa barang tersebut dipinjamkan secara pribadi dan melekat hanya pada
Peminjam, maka ahli waris dari peminjam tidak dapat menerima warisan berupa hak
Pinjam Pakai tersebut. Misalnya, mobil dinas seorang pejabat adalah hak pinjam pakai
dari perjabat yang bersangkutan untuk keperluan dinas sehari-harinya. Jika pejabat
tersebut meninggal dunia, maka hak pinjam pakai atas mobil itu tidak dapat beralih ke
ahli warisnya, melainkan harus dikembalikan.
Perjanjian Pinjam Pakai juga merupakan perjanjian sepihak (unilateral), yaitu
orang-orang yang meminjamkan hanya berkewajiban memberikan prestasi saja Kepada
Peminjam berupa hak pinjam pakainya, sedangkan si Peminjam tidak berkewajiban
memberikan kontraprestasi apapun kepada orang yang meminjamkan. Hal ini seperti
telah diuraikan diatas, bahwa Perjanjian Pinjam Pakai bersifat “cuma-cuma”.

3.2 Hukum Perjanjian Pinjam Pakai

Perjanjian pinjam pakai diatur dalam pasal 1740 sampai dengan


pasal 1753 KUH Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara
umum membedakan pengertian perjanjian peminjaman menjadi dua hal.
Selain perjanjian pinjam pakai tersebut, dikenal pula adanya perjanjian
pinjam penggantyi, yang diatur dalam pasal 1754 sampai dengan pasal
1769 KUH Perdata.

13
Pasal 1740 KUH Perdata, berbunyi :

 Pinjam pakai adalah suatu


perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan suatu
barang kepada pihak yang
lainnya untuk dipakai dengan
cuma-cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang
ini, setelah memakainya atau
setelah lewatnya suatu waktu
tertentu, akan
mengembalikannya.

Ketentuan pasal 1740 KUH Perdata tersebut memuat tentang pengertian atau
definisi dari perjanjian pinjam pakai.

Pasal 1742 KUH Perdata, menyatakan :

 Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian,
dapat menjadi bahan perjanjian ini.

Ketentuan pasal 1742 KUH Perdata tersebut menegaskan bahwa benda (barang)
yang dapat dipinjam-pakaikan dalam perjanjian adalah segala macam barang yang
dapat dipakai dan tidak musnah atau tidak habis karena pemakaiannya.

Pada prinsipnya, ketentuan yang berlaku dalam perjanjian pinjam pakai adalah :

1. Apabila barang yang dipinjam itu berkurang harganya selama pemakaian


dan hal tersebut di luar kesalahan si pemakai, maka pihak peminjam tidak
bertanggung jawab atas berkurangnya harga barang tersebut.
2. Apabila peminjam selama memakai barang telah mengeluarkan biaya-
biaya sementara, maka peminjam tidak boleh menuntut kembali pada yang
meminjamkan, kecuali apabila ada perjanjian yang menyatakan demikian.
3. Apabila pihak peminjam terdiri dari beberapa orang secara bersama-sama,
maka masing-masing untuk keseluruhan bertanggung jawab atas barang
tersebut.

14
3.3 Hak dan Kewajiban Peminjam dan Meminjamkan

3.3.1 Kewajiban-Kewajiban Si Peminjam


Tedapat kewajiban-kewajiban bagi para peminjam yakni; siapa yang menerima
pinjaman sesuatu, diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu
sebagai seorang bapak rumah yang baik. Ia tidak boleh memakainya guna suatu
keperluan lain, selainnya yang sesuai sifatnya barangnya atau yang ditetapkan
dalam perjanjian; kesemuanya atas ancaman penggantian biaya, rugi dan bunga
jika ada alasan untuk itu. Jika ia memakai barangnya pinjaman guna suatu
keperluan lain atau lebih lama dari pada yang diperbolehkan, maka selain dari
pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnya sekalipun
nusnahnya barang itu disebabkan karena kejadian yang sama sekali tidak
disengaja hal ini tercantum dalam pasal 1744. Bunyi pasal tersebut sangat jelas
bahwa peminjam diwajibkan memelihara barang tersebut seperti miliknya sendiri.
Barang yang dipinjamkan pun harus digunakan sesuai dengan manfaatnya barang
tersebut atau berdasarkan kesepakatan antara peminjam dan penerima.
Contohnya, apabila sebuah rumah dipinjamkan oleh si A kepada si B
untuk tempat tinggal, namun si B menggunakannya sebagai Rumah Makan dan
apabila terjadi kebakaran, maka B berkewajiban mengganti atas kerugian si A
yang meminjamkan meskipun kebakaran tersebut tidak disengaja oleh si B.
Terdapat kewajiban lain bagi si peminjam; jika barang yang dipinjam musnah
karena suatu kejadian yang tak disengaja, yang mestinya dapat disingkiri
seandainya sipeminjam telah memakai barangnya sendiri, atau jika hanya satu dari
kedua barang itu saja yang dapat diselamatkan, si peminjam telah memilih
menyelamatkan dia punya barang sendiri, maka ia bertanggung jawab atas
musnahnya barang lainnya. Hal tersebut tercantum dalam pasl 1745, dari
kententuan tersebutdapat kita simpulkan bahwa yang diutamakan keselamatan
barangnya adalah milik yang meminjamkan dibandingkan barang milik peminjam
sendiri harus di kesampingkan. Sedangkan dalam hal penggunaan, apabila si
peminjam memiliki barang yang sama dengan barang yang dipijam, hendaknya ia
menggunakan barangnya sendiri terlebih dahulu.
Dalam pasal 1746 menyatakan bahwa; Jika barangnya pada waktu
dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini
terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si
peminjam, kecuali apabila diperjanjikan sebaliknya. Dari ketentuan tersebut, dapat
kita simpulkan bahwa apabila sebelum barang diserahkan dalam pinjam pakai dan
telah ditaksir harganya dihadapan kedua belah pihak, maka hal itu dianggap
sebagai prasangka atau petunjuk bagi peminjam untuk memikul resiko atas barang
pinjamannya.

15
Jika barangnya berkurang harganya hanya kaarena pemakaian untuk mana
barang itu telah dipinjam, dan diluar kesalahan sipemakai, maka sipeminjam tidak
bertanggung jawab tentang kemunduran itu. Hal tersebut tertuang dalam pasal
1747, pasal tersebut mengisyaratkan bahwa jika barang dipakai dalam batas-batas
yang ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang, maka resiko atau barang
dipikul oleh pemilik barang atau yang meminjamkan. Hal ini dikarenakan
peminjam telah memanfaatkan atau menggunakan barang yang dipinjam sesuai
dengan apa yang telah disepakati atau diperjanjikan.
Dalam pasal 1748 menyatakan bahwa; apabila si pemakai, untuk dapat
memakai barangnya pinjaman, telah mengeluarkan sementara biaya, maka tak
dapatlah ia menuntutnya kembali. Ketentuan ini juga sudah semestinya, karena
dalam pinjam pakai selalu mengandung kebaikan dari yang meminjamkan.
Misalnya saja, si peminjam meminjam mobil dan telah mengeluarkan biaya untuk
membeli bensin atau menambalkan ban, maka hal itu dianggap tidak pantas
apabila si peminjam meminta ganti rugi kecuali waktu meminjam mobil itu si
peminjam harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk mengganti mesin tentu
saja si peminjam diperbolehkan meminta ganti rugi kepada pemilik mobil atau
yang meminjamkannya. Dalam pasal 1748 ini terdapat kalimat ‘sementara biaya’
dimaksudkan disini biaya yang tidak terlampau banyak.
Dalam pasal 1749 menyatakan bahwa; jika beberapa orang bersama-sama
menerima satu barang dalam peminjaman, maka mereka itu adalah masing-
masing untuk seluruhnya. Bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan
pinjaman. Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa si yang meminjamkan dapat
meminta dari setiap orang untuk mengganti jumlah seluruh ganti rugi tanpa perlu
membagi berapa bagian tiap orangnya. Karena apabila salah satu dari mereka
telah membayar seluruh ganti rugi, maka yang lainnya dibebaskan. Bagaimana
pembagiannya diantara para peminjam itu bukanlah urusan pemilik barang atau
yang meminjamkan.

Atau dapat disimpulkan bahwa kewajiban pihak peminjam diatur dalam pasal
1744 sampai dengan pasal 1749 KUH Perdata, yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut : 

1. Berkewajiban menyimpan dan memelihara barang pinjaman sebagai


seorang tuan rumah yang baik. Peminjam hanya boleh menggunakan
barang yang dipinjam-pakaikan untuk keperluan seperti yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Penyimpangan dari hal-hal tersebut dapat
diancam mengganti biaya, kerugian, dan bunga.
2. Bertanggung jawab atas kemusnahan barang tersebut, walaupun
kemusnahan tersebut terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja.
3. Memberi ganti rugi atas barang tersebut apabila terjadi kemusnahan sesuai
dengan harga taksir yang telah dinilai pada waktu perjanjian itu dibuat
akan diganti dengan barang sejenis, sama mutu dan jumlahnya.

16
3.3.2 Kewajiban-Kewajiban Yang Meminjamkan
Selain kewajiban si peminjam, yang meminjamkan pun memiliki
kewajiban yakni; dalam pasal 1750 menyatakan bahwa orang yang meminjamkan
tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya
waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan waktu yang demikian,
setelah barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud.
Ketentuan ini juga sudah semestinya, karena maksud si peminjam meminjam
barang adalah untuk digunakan untuk keperluan si peminjam. Dan sangat tidak
pantas apabila yang meminjamkan meminta kembali barang miliknya apabila si
peminjam belum lewat waktu meminjam barang itu meskipun hak kepemilikan
ada pada yang meminjamkan. Selain itu juga, mungkin saja si peminjam
menghadapi kesulitan yang lebih besar dari pada kalau ia tidak memperoleh
pinjaman barang tersebut. Namun dilain pihak, bisa saja yang meminjamkan pun
memerlukan barang yang dipinjamkannya kepada si peminjam. Dalam hal seperti
itu, jika si peminjam tidak berkenaan mengembalikan barang karena belumlah
habis waktu pinjamnya, harus diminta perantara Hakim, yang mengingat keadaan,
dapat memaksa si peminjam untuk mengembalikan barang yang dipinjamnya
kepada orang yang meminjamkan atau pemilik barang tersebut.
Hal tersebut diatas tentang kewenangan hakim megingat keadaan dapat
memaksa si peminjam untuk mengembalikan barang, diatur dalam pasal 1751
yang berbunyi; jika namun itu orang yang meminjamkan, didalam jangka waktu
tersebut, atau sebelum kebutuhan sipemakai habis, karena alasan-alasan yang
mendesak dan sekonyong-konyong, memerlukan sendiri barangnya, maka hakim
dapat, mengingat keadaan, memaksa sipemakai mengembalikan barangnya
kepada orang yang meminjamkannya.
Dalam pasal 1752 menetapkan; jika si pemakai barang selama
peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan beberapa biaya luar biasa yang perlu,
yang sebegitu mendesaknya sehingga ia tidak sempat memberitahukan hal itu
sebelumnya kepada orang yang meminjamkan, maka orang ini diwajibkan
mengganti biaya-biaya tersebut kepada si pemakai.
Akhirnya pasal 1753 menetapkan; jika barang yang mengandung cacad-
cacad yang sedemikian, hingga orang yang memakainya dapat dirugikan
karenanya, maka orang yang meminjamkan, jika ia mengetahui adanya cacad-
cacad itu dan tidak memberitahukannya kapada si pemakai, bartanggung jawab
tentang akibat-akibatnya. Pasal ini menegaskan bahwa apabila suatu barang
dianggap tidak layak untuk dipinjamkan, maka pemilik barang hendaknya tidak
meminjamkan. Namun, apabila pemilik barang dengan sengaja meminjamkan dan
mengetahui bahwa barang tersebut cacad, maka ia bisa dianggap dengan sengaja
atau bermaksud buruk.
Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, barang yang digunakan
dalam perjanjian ini adalah barang yang dapat habis dipakai. Orang yang
meminjamkan berhak untuk menuntut balas dengan barang yang sama dengan

17
kadar atau jumlah yang sama. Hal ini sejalan dengan pasal 1754 yang
mengemukakan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang
sama pula.

Atau dapat disimpulkan bahwa kewajiban pihak yang meminjamkan diatur dalam
pasal 1750 sampai dengan pasal 1753 KUH Perdata, yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut :

1. Tidak boleh minta kembali barang yang telah dipinjamkan, kecuali telah
lewat waktu.
2. Hanya boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum
lewatnya waktu, apabila ada alasan-alasan yang mendesak atau overmacht
dan terjadi situasi ia sendiri sangat memerlukan barang tersebut.
3. Mengganti biaya yang telah dikeluarkan di peminjam dalam keadaan luar
biasa dan sangat diperlukan, yang sifatnya sangat mendesak dan peminjam
sendiri tidak sempat memberitahukan hal tersebut.
4. Bertanggung jawab atas kerugian sebagai akibat pihak yang meminjamkan
tidak memberitahukan bahwa barang tersebut mempunyai cacat
tersembunyi yang diketahuinya.

3.4 Resiko Dalam Perjanjian Pinjam Pakai.


Mengenai resiko dalam perjanjian pinjam pakai, diatur dalam pasal 1744  dan
pasal 1745 KUH Perdata, yang pada garis besarnya adalah :

 Resiko dalam perjanjian pinjam pakai berada di tangan si pemakai. 


 Apabila barang yang dipinjam musnah karena suatu kejadian yang tidak
disengaja, maka peminjam bertanggung jawab atas kemusnahan barang
tersebut dan juga bertanggung jawab atas barang-barang yang diakibatkan
oleh barang tersebut.

Mengenai biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam perjanjian pinjam pakai


berlaku ketentuan sebagai berikut :

 Terhadap perbaikan-perbaikan kecil, pengeluaran biaya ditanggung oleh


peminjam.
 Terhadap perbaikan-perbaikan besar, pengeluaran biaya ditanggung oleh
pihak yang meminjamkan.

Di dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat, perjanjian peminjaman,


mempunyai bentuk dan sifat yang lebih khusus, yang dikenal dengan Perjanjian
Kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian peminjaman yang khusus terjadi

18
terhadap obyek hukum benda yang terjadi di dalam dunia perbankan. Pengertian
perjanjian kredit tidak diatur secara khusus di dalam KUH Perdata, tetapi diatur di
dalam Undang-Undang Perbankan.

Setiap perjanjian pinjam pakai dapat berpindah hak dari si peminjam dan yang
meminjamkan kepada masing-masing ahli warisnya, kecuali dalam perjanjian
ditetapkan sebaliknya. Meskipun demikian, tetaplah harus dibedakan dengan
perjanjian sewa menyewa. Karena antara perjanjian pinjam pakai dan perjanjian
sewa menyewa mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, perbedaan tersebut
adalah :

 Dalam perjanjian pinjam pakai terjadi dengan cuma-cuma. 


 Dalam perjanjian sewa menyewa terdapat prestasi pihak penyewa untuk
membayar uang sewa kepada pihak yang menyewakan.

3.5 Syarat-Syarat Perjanjian Pinjam Pakai

Syarat-syarat tersebut dikenal dengan “syarat sahnya perjanjian pinjam pakai”


sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, sebagai berikut:

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

19
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan dengan
para subjek yang membuat perjanjian itu.

Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif karena berkenaan
dengan objek dalam perjanjian tersebut.

Syarat Pertama “Sepakat mereka yang mengikat kandiri” berarti, para pihak yang
membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi
yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada
paksaan, penipuan atau kekhilafan (Pasal 1321 KUH Perdata). Misalnya, sepakat
untuk melakukan jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian
sengketanya, dsb.

Syarat Kedua, “kecakapan untuk membuat suatu perikatan” Pasal 1330 KUHper


sudah mengatur pihak-pihak mana saja yang boleh atau dianggap cakap untuk
membuat perjanjian, yakni sebagai berikut:

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1. Orang yang belum dewasa.


2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (seperti cacat, gila, boros, telah
dinyatakan pailit oleh pengadilan, dsb)
3. Seorang istri. (Namun, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3
tahun 1963, seorang isteri sekarang sudah dianggap cakap untuk
melakukan perbuatan hukum)

Dengan kata lain, yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk membuat
perjanjian adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur genap 21 tahun
(Pasal 330 KUHPerdata), dan orang yang tidak sedang di bawah pengampuan.

Syarat Ketiga “suatu hal tertentu” maksudnya adalah dalam membuat perjanjian,
apa yang diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas. Setidaknya jenis
barangnya itu harus ada (lihat Pasal 1333 ayat 1). Misalnya, jual beli tanah dengan
luas 500 m2, terletak di Jl. Merpati No 15 Jakarta Pusat yang berbatasan dengan
sebelah utara sungai ciliwung, sebelah selatan Jalan Raya Bungur , sebelah timur
sekolah dasar inpres, dan sebelah barat tempat pemakaman umum.

Syarat Keempat “suatu sebab yang halal” berarti tidak boleh memperjanjikan
sesuatu yang dilarang undang-undang atau yang bertentangan dengan hukum,

20
nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata).
Misalnya melakukan perjanjian jual beli Narkoba, atau perjanjian jual beli
orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini adalah dilarang dan tidak sah.

Jika sudah memenuhi ke empat syarat di atas, maka perjanjian tersebut adalah sah.
Tapi, perjanjian bisa diminta dibatalkan bahkan batal demi hukum jika tidak
memenuhi syarat ini 

3.6 Contoh Surat Perjanjian Pinjam Pakai

 Surat Perjanjian Pinjam Pakai Gedung

21
SURAT PERJANJIAN PINJAM PAKAI BANGUNAN
GEDUNG / RUMAH

Hari ini, Sabtu, 12-08-2019, (dua belas Agustus 2019) telah disepakati
perjanjian bersama Antara:

Nama : Kewa Paliwala


No. KTP : 682771211009
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Daan Mogot No. 183, Tangerang
Telp. : 085837434733
Yang merupakan pemilik gedung / rumah *) dan sebagai PIHAK PERTAMA
dalam perjanjian ini.

Nama : Nurul Fadila


No. KTP : 817232900433
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Husein Sastra Negara No. 153, Kec. Benda, Tangerang
Telp. : 089234876575
Selaku pihak peminjam, dan berikutnya akan disebut PIHAK KEDUA.

Sebelumnya kedua belah pihak akan lebih dahulu menjelaskan hal-hal sebagai
berikut:
• PIHAK PERTAMA adalah benar-benar pemilik tanah dan bangunan yang
terletak di Jl. Prambanan Raya No. 1, Cibodas, Tangerang.
• PIHAK KEDUA memerlukan gedung / rumah tersebut untuk kepentingannya,
dan bersedia mengikuti ketentuan yang ditetapkan PIHAK PERTAMA.
• PIHAK PERTAMA menyatakan bersedia meminjamkan gedung / rumah
tersebut dengan sistem pinjam pakai.
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perjanjian pinjam pakai gedung /
bangunan dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut;

Pasal 1
MASA BERLAKU

Masa berlakunya perjanjian pinjam pakai rumah / gedung ini adalah 2 (dua
tahun) terhitung sejak perjanjian ini dibuat (12-08-2019) hingga 12 Agustus
2021.

Pasal 2
KEWAJIBAN DAN HAK

1. PIHAK KEDUA berkewajiban memElihara segala aset dan properti dalam


banguna / gedung tersebut deNgan sebaik-baiknya. Dan menyerahkan kembali
semua hak milik PIHAK PERTAMA segera setelah masa berlakunya perjanjian
ini habis.
2. PIHAK KEDUA hanya diperpenankan menggunakan gedung / rumah untuk
kepentingan pribadi yang sifatnya non-komersiil dan tidak melanggar hukum

22
RI.

Pasal 4
PEMUGARAN BANGUNAN

1. PIHAK KEDUA dilarang memugar, baik sebagian atau keseluruhan gedung /


rumah tanpa izin pihak pertama.
2. PIHAK PERTAMA tidak menjamin akan memberikan biaya terkait
pemugaran / perbaikan gedung jika dirasa tidak diperlukan. Namun pihak
KEDUA diperbolehkan melakukan pemugaran dengan biaya sendiri selama
diberi izin PIHAK PERTAMA.

Pasal 5
LARANGAN
PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan memindah tangankan atau mengalihkan
objek pinjam pakai yang menjadi hak milik PIHAK PERTAMA kepada siapa
pun dan dengan alasan apa pun, baik seluruhnya maupun sebagian.

Pasal 6
BIAYA-BIAYA

Segala biaya utilitas seperti PAM, telepon, langganan saluran internet dan biaya
terkait lainnya menjadi tanggungan pihak pertama selama perjanjian ini
berlaku.

Pasal 7
LAIN-LAIN

Berkaitan dengan Perjanjian Pinjam Pakai Rumah / gedung ini serta segala
akibatnya, kedua belah pihak sepakat mengesampingkan dengan tegas
ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata, karena hubungan hukum antara
PIHAK PERTAMA dengan PIHAK KEDUA bukanlah sewa-menyewa.

Pasal 8
BERAKHIRNYA PERJANJIAN

Setelah perjanjian ini berakhir sesuai tanggal yang disebutkan di atas atau pada
masa sebelumnya, maka PIHAK KEDUA harus mengembalikan semua hak
milik PIHAK PERTAMA dalam keadaan terawat dan terperlihara.

Pasal 9
SENGKETA

Jika di kemudian hari timbul sengketa akibat pelaksanaan perjanjian ini, kedua
belah pihak sepakat untuk menyelesaikan secara kekeluargaan sebelum
menempuh segala jalur hukum.

23
Demikianlah perjanjian pinjam pakai ini dibuat dengan kesadaran penuh tanpa
paksaan pihak mana pun juga, dan dengan itikad baik supaya ditaati masing-
masing pihak.

Dibuat di Tangerang, 12 Agustus 2019,

PIHAK PERTAMA

materai 6000

Kewa Paliwala

PIHAK KEDUA

Nurul Fadila

*) pilih yang sesuai

 Surat Perjanjian Pinjam Pakai Tanah

SURAT PERJANJIAN PINJAM PAKAI TANAH

Pada hari ini tanggal 11-02-2019 (sebelas Februari dua ribu sembilan
belas), telah dibuat perjanjian yang melibatkan pihak-pihak di bawah:

Nama : Arif Sofiyan


Pekerjaan : Perangkat Desa
Alamat : Jl. Raya Kembangarum, Kembangarum, Kec. Mranggen, Kab.
Demak
Telp. : 087273736453
Yang bertindak atas nama sendiri dan selajutnya disebut sebagai PIHAK
PERTAMA.

Nama : Fajar Fitriadi


Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl. Suburan RT. 05 RW. 02, Mranggen, Kec. Mranggen, Kab.
Demak
Telp. : 08873263432
Yang bertindak atas nama dirinya sendiri dan kemudian akan disebut
PIHAK KEDUA perjanjian ini.

Sebelumnya kedua belah pihak akan menerangkan hal-hal berikut:

24
1. Bahwa pihak pertama adalah pemilik sah dari tanah seluas 400 m2
yang terletak di Girikusumo RT/RW 02 / III, Banyumeneng, Kec.
Mranggen, Kab. Demak.
2. Bahwa PIHAK KEDUA memerlukan lahan terebut untuk dibangun
rumah tempat tinggal sementara seluas 5 X 9 meter.
3. Bahwa PIHAK PERTAMA bersedia meminjamkan tanah tersebut
secara cuma-cuma dengan sistem pinjam pakai.
Selanjutnya PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersama sama
menyepakati Perjanjian Pinjam Pakai Tanah dengan syarat dan aturan
berikut :

Pasal 1
Perjanjian Pinjam Pakai Tanah ini berlangsung selama 5 tahun,
terhitung sejak tanggal 11-01-2019 sampai dengan 11-01-2024.

Pasal 2
1. PIHAK KEDUA berkewajiban menjaga lahan tersebut dari segala
bentuk pengurangan nilai jual atas tanah PIHAK PERTAMA.
2. PIHAK KEDUA hanya menggunakan tanah Pihak pertama untuk
tempat tinggal dan bukan kegiatan usaha.
3. PIHAK KEDUA tidak diperkenankan mengalihkan perjanjian pinjam
pakai ini kepada pihak mana pun.
Pasal 3

Semua bentuk pembayaran pajak terkait tanah tersebut akan ditanggung


PIHAK KEDUA selama tanah tersebut masih di pinjam-pakaikan
kepada PIHAK KEDUA.

Pasal 4
Berkaitan dengan segala akibat dari perjanjian ini, kedua belah pihak
sepakat untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH
Perdata, karena perjanjian ini bukanlah perjanjian sewa.

Pasal 5
1. Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian ini dan disepakati kedua
belah pihak setelah perjanjian ini dibuat akan menjadi addendum yang
tak bisa dipisahkan dari perjanjian pinjam pakai ini.
2. Jika terjadi konflik atau sengketa akibat pelaksanaan perjanjian ini
kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan dengan cara
kekeluargaan sebelum membawanya ke Pengadilan Negeri Demak
sebagai domisili hukum.

Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani kedua pihak dengan kondisi


waras dan sehat tanpa dorongan pihak mana pun.
Demikian perjanjian ini dibuat rangkap dua yang masing-masing
bermaterai cukup untuk bisa dijalankan sebagaimana mestinya, serta

25
memiliki kekuatan setara secara hukum.

PIHAK PERTAMA

Materai Rp. 6.000

Arif Sofiyan

PIHAK KEDUA

Fajar Fitriadi

 Surat Perjanjian Pinjam Pakai Mobil

26
 Surat Perjanjian Pinjam Pakai Barang Bukti

27
 Surat Perjanjian Pinjam Pakai Alat Berat

28
SURAT PERJANJIAN PINJAM PAKAI / SEWA ALAT
BERAT JANGKA PANJANG

Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing sebagai berikut :

Nama                          : YUSUF CONTESSA, SH.SE


Alamat                        : Jalan Abadi No. 205 Kolaka
Perusahaan                  : Perorangan

Bertindak untuk dan atas nama diri sendiri. disebut sebagai pihak
pertama (I).

Nama                           : ASRIN, S.Sos


Jabatan                         : Direktur
Perusahaan                   : CV. FADEL JAYA MANDIRI
Alaamt                          : Desa Tembe Kecamatan Rorowatu Utara
Bertindak untuk dan atas nama Perusahaan CV. FADEL JAYA
MANDIRI disebut sebagai pihak kedua (II) .

Kedua belah pihak sepakat melakukan perjanjian Sewa Menyewa Alat


Jangka panjang, diuraikan sebagai berikut  :

Pasal  I
Ruang Lingkup

Pihak pertama menyetujui Sewa  Alat jangka panjang kepada pihak


kedua berupa alat sebagai berikut  :

No Jenis Alat Kapasitas Unit


.
1. DOSER D3IP 0,70 M3 1 UNIT
2. EXCAVATOR PC 200 0,80 M3 1 UNIT
3. VIBRATOR ROLLER 6-8 TON 1 UNIT
4. MOTOR GRADER 100 HP 1 UNIT
5. DUMP TRUK 6-8 TON 5 UNIT
6. WATER TANK TRUK 3000-5000 1 UNIT
LITER

Pasal 2
Sistem Pembayaran

29
Pihak ke dua (2) Menyanggupi pembayaran tersebut dengan melakukan
pembyaran uang muka sebesar 100,000,000.- (seratus juta rupiah)
selama 3 bulan. Sesuai jenis alat tersebut diatas, dan sisanya dilunasi
setelah waktu yang telah disepakati oleh ke 2 (dua) belah pihak.

Pasal 3
Jangka Waktu

Pihak pertama dan pihak sepakat melakukan perjanjian sewa menyewa


alat jangka panjang mulai  dari tanggal  02 Augustus 2012 s/d 02
November 2012. Yang selanjutnya kedua belah pihak menyapakati.

Pasal 4
Pemeliharaan/Perbaikan

Biaya pemeliharaan/perbaikan alat tersebut yang timbul selama


perjanjian sewa menyewa alat jangka panjang ditanda tangani,
disepakati oleh pihak pertama(1) dengan pihak kedua(2) yagni sebagai
berikut :
Biaya pemeliharaan/Perbaikan alat dibawa Rp. 2.500.000,- (dua juta
lima ratus ribu rupuah). Perunit  ditanggung Pihak Ke dua (2).
Biaya pemeliharaan/perbaikan alat diatas 2.500.000.- (dua juta lima
ratus ribu rupiah) Perunit ditanggung kedua belah pihak.

Pasal  5
Operator,Helper,BBM dan lainnya.

Tenaga Operator,Helper,BBM, Konsumsi dan segala kebutuhannya


menjadi tanggung jawab pihak kedua.
Demikian Surat Perejanjian Sewa Alat Jangka Panjang ini dibuat dengan
sebenar-benarnya dan pernyataan keterangan ini tidak benar maka pihak
ke dua(2) bersedia digugurkan dalam pelelangan.

                                                                                            Indonesia, 02
Augustus 2012
PIHAK KEDUA(2)                               PIHAK PERTAMA (1)  

 ........................................                             ......................................

 Surat Perjanjian Pinjam Pakai Lahan

30
31
32
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari hasil proses pengumpulan data dan pembahasan diatas, maka dapat
dibuat kesimpulkan sebagai berikut :

- Perjanjian Pinjam Pakai adalah perjanjian dimana pihak satu (orang


yang meminjamkan) memberikan suatu barang kepada pihak lain
(Peminjam), untuk dipakai secara cuma-Cuma
- Perjanjian Pinjam Pakai juga merupakan perjanjian sepihak (unilateral),
yaitu orang-orang yang meminjamkan hanya berkewajiban memberikan
prestasi saja Kepada Peminjam berupa hak pinjam pakainya, sedangkan
si Peminjam tidak berkewajiban memberikan kontraprestasi apapun
kepada orang yang meminjamkan.
- Perjanjian Pinjam Pakai bersifat kondisional, dapat terjadi kapanpun dan
dimanapun sesuai kesepakatan bersama melalui negosiasi
- Perjanjian Pinjam Pakai tidak hanya berupa material cash, namun juga
dapat berupa barang dan lain sebagainya.
- Perjanjian pinjam pakai diatur dalam pasal 1740 sampai dengan
pasal 1753 KUH Perdata

4.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa saran yang dapat penulis
sampaikan antara lain :

- Perjanjian harus dilakukan dengan kejelasan yang memadai, baik


dalam segi aturan, hukum serta hak dan kewajiban yang akan di
sepakati
- Apabila kedua belah pihak masih ragu menggunakan perjanjian,
dianjurkan untuk memakai pihak ketiga untuk melancarkan proses
perjanjian sesuai persyaratan yang berlaku
- Perjanjian Pinjam Pakai seharusnya menggunakan sistem waktu,
sehingga kembali atau tidaknya barang yang dipinjamkan akan
secara terjadwal dapat kembali.
- Dibutuhkan saran dari pakar / pelaku ahli perjanjian untuk lebih
memahami isi dari bentuk perjanjian pinjam pakai.

33
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/10575/2/1HK10992.pdf
http://eprints.ums.ac.id/43290/6/BAB%20I.pdf
https://www.legalakses.com/perjanjian-pinjam-pakai/
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6924/f.
%20BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
Hukum Perdata Material - Marhainis Abdulhay, SH dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata)
http://detiklife.com/2018/12/24/contoh-surat-perjanjian-pinjam-pakai-
sah-benar/
https://konsultanhukum.web.id/syarat-sahnya-perjanjian/

34

Anda mungkin juga menyukai