PENDAHULUAN
1
2
Mengenai dunia perkreditan ada kredit dalam arti umum yaitu pinjaman
komersil (commercial loan) dan pinjaman konsumen (consumer’s loan) yang
dimana pinjaman komersial (commercial loan) adalah merupakan kredit yang
diberikan kepada seseorang atau badan usaha, sehingga kredit ini mampu
memperbaiki atau mengembangkan kinerja usaha debitur. Sedangkan pinjaman
konsumen (consumer’s loan) adalah merupakan kredit yang diberikan bukan
untuk kegiatan usaha produktif tetapi untuk penggunaan yang bersifat konsumtif,
namun mampu meningkatkan taraf hidup si peminjam.
Penyaluran pinjaman harus memberikan kesempatan lebih banyak kepada
para pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah atau yang lebih dikenal
dengan Usaha Kecil Menengah (UKM), karena pada saat terjadinya krisis moneter
UKM-lah yang tetap bertahan dengan segala keterbatasannya sehingga
pemerintah perlu mengubah orientasinya dengan memberdayakan sektor Usaha
Kecil Menengah (UKM). Penyaluran pinjaman kepada UKM dapat dilakukan
oleh perbankan maupun lembaga keuangan non-perbankan. Di Indonesia lembaga
keuangan yang cocok dalam penyaluran pinjaman kepada UKM adalah Koperasi,
karena koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga koperasi
mendapat kedudukan yang terhormat dalam perekonomian Indonesia. Koperasi
tidak hanya merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang secara
konstitusional dinyatakan sesuai dengan susunan perekonomian yang hendak
dibangun di negeri ini, tapi juga dinyatakan sebagai sokoguru perekonomian
nasional.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat, rumusan
masalah, sistematika penulisan.
4
2.2 Pihak-Pihak dalam Perjanjian
a. Essentalia
Yaitu unsur utama, tanpa adanya unsur ini persetujuan tidak
mungkin ada. Unsur essentalia (merupakan unsur/bagian into dari suatu
perjanjian) yaitu merupakan yang harus ada dalam perjanjian. Syarat-
syarat adanya atau sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat atau
persesuaian kehendak, kecakapan para pihak, obyek tertentu dan kausa
atau dasar yang halal.
5
b. Naturalia
Yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
peraturan yang bersifat mengatur. Unsur Naturalia (merupakan unsur /
bagian non inti dari suatu perjanjian) yaitu unsur yang lazim melekat
dalam perjanjian. Unsur ini merupakan unsur bawaan (natuur) perjanjian
sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, unsur yang tanpa
diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan
sendirinya dianggap ada dalam perjanjian.
c. Accidentalia
Yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan
dimana Undang-undang tidak mengatur. Unsur ini merupakan sifat yang
melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para
pihak, seperti ketentuan mengenai tempat tinggal atau domisili yang
dipilih oleh para pihak, termik (jangka waktu pembayaran), pilihan
hukum, dan cara penyerahan barang.
b.Asas Konsensualitas
Suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat diperoleh kata
sepakat antara para pihak mengenai perjanjian. Sejak saat itu, perjanjian
dianggap telah mengikat dan mempunyai akibat hukum. Asas
6
konsensualisme suatu perjanjian walaupun dibuat secara lisan antara dua
orang atau lebih telah mengikat, dan telah melahirkan kewajiban bagi
salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-
orang tersebut mencapai kesepakatan (consensus), maka perjanjian yang
mengikat dan berlaku diantara para pihak tidak lagi membutuhkan
formalitas. Untuk menjaga kepentingan pihak debitur dibuat dalam
bentuk-bentuk formal atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata
tertentu.
c.Asas Personalia
Pasal 1315 kitab undang-undang hukum perdata mengatur
mengenai asas personalia yang menyatakan “pada umumnya tak seorang
pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Pada dasarnya suatu perjanjian
yang dibuat oleh seseorangdalam kapasitasya sebagai individu (subjek
hukum pribadi), hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan pasal 1315 kitab
undang-undang hukum perdata menunjuk pada asas personalia, namun
lebih jauh dari itu, ketentuan pasal 1315 kitab undang-undang hukum
perdata juga menunjuk kewenangan bertindak dari seseorang yang
membuat dan atau mengadakan suatu perjanjian. Dengan kapasitas
kewenangan tersebut setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang
perorangan sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, akan mengikat
diri pribadi tersebut, dan dalam lapangan perikatan, mengikat seluruh harta
kekayaan yang dimliki olehnya secara pribadi.
d.Asas Obligator
Perjanjian yang dibuat para pihak baru dalam tahap
menimbulkan hak dan kewajiban saja dan belum memindahkan hak milik.
Hak milik akan berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian kebendaan
(zakelijke overeenkomst), yaitu melalui upaya levering.
7
Maksudnya adalah terjadinya persesuaian kehendak. Timbulnya
kehendak atau keinginan itu tidak didasarkan atas paksaan, kekhilafan,
ataupenipuan dari salah satu pihak.
8
2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun
harta bendanya.
9
tersebut. Sedangkan perjanjian yang dimintakan pembatalannya (voidable)
yaitu perjanjian yang dari awal berlaku tetapi perjanjian itu dapat
dimintakan pembatalannya dan apabila tidakdimintakan pembatalnnya
maka perjanjian itu tetap berlaku.
Dari syarat sahnya perjanjian kredit yang telah dikemukakan diatas
maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari perjanjian kredit yakni unsur
essensialia,unsur naturalia dan unsur accidentalia. Unsur essensialia adalah
unsur perjanjian yang harus terdapat dalam perjanjian, tanpa adanya unsur
ini maka suatu perjanjian tidak mungkin lahir atau ada. Seperti kecakapan
para pihak yangmengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Unsur naturalia
adalah unsur didalam perjanjian yang oleh undang-undang diatur tetapi
oleh para pihak dapat digantikan. Misalnya pembuatan perjanjian kredit
dengan akta notariil tetapi menggunakan akta dibawah tangan. Sedangkan
unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para
pihak, hal ini tidak diatur oleh undang-undang tetapi para pihak dapat
menambahkan dalam perjanjiannya contohnyadalam penyelesaian
permasalahan akibat perjanjian untuk diselesaikan dipengadilan negeri
tertentu.
2.6 Jenis-Jenis Perjanjian
b. Perjanjian Cuma-Cuma
Menurut Ketentuan pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan
yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana
10
pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
d. Perjanjian Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama
sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan
diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling
banyak terjadi sehari -hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V
sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
g. Perjanjian kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang
menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang
membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda
tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
h. Perjanjian konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah
pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian.
Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat
(Pasal 1338).
i. Perjanjian real
Suatuperjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi
tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
j. Perjanjian Liberatoir
11
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban
yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
m. Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau
seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang
bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.
n. Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung
berbagai unsur perjanjian di dalamnya.
BAB III
PEMBAHASAN
12
mengingat bahwa barang tersebut dipinjamkan secara pribadi dan melekat hanya pada
Peminjam, maka ahli waris dari peminjam tidak dapat menerima warisan berupa hak
Pinjam Pakai tersebut. Misalnya, mobil dinas seorang pejabat adalah hak pinjam pakai
dari perjabat yang bersangkutan untuk keperluan dinas sehari-harinya. Jika pejabat
tersebut meninggal dunia, maka hak pinjam pakai atas mobil itu tidak dapat beralih ke
ahli warisnya, melainkan harus dikembalikan.
Perjanjian Pinjam Pakai juga merupakan perjanjian sepihak (unilateral), yaitu
orang-orang yang meminjamkan hanya berkewajiban memberikan prestasi saja Kepada
Peminjam berupa hak pinjam pakainya, sedangkan si Peminjam tidak berkewajiban
memberikan kontraprestasi apapun kepada orang yang meminjamkan. Hal ini seperti
telah diuraikan diatas, bahwa Perjanjian Pinjam Pakai bersifat “cuma-cuma”.
13
Pasal 1740 KUH Perdata, berbunyi :
Ketentuan pasal 1740 KUH Perdata tersebut memuat tentang pengertian atau
definisi dari perjanjian pinjam pakai.
Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian,
dapat menjadi bahan perjanjian ini.
Ketentuan pasal 1742 KUH Perdata tersebut menegaskan bahwa benda (barang)
yang dapat dipinjam-pakaikan dalam perjanjian adalah segala macam barang yang
dapat dipakai dan tidak musnah atau tidak habis karena pemakaiannya.
Pada prinsipnya, ketentuan yang berlaku dalam perjanjian pinjam pakai adalah :
14
3.3 Hak dan Kewajiban Peminjam dan Meminjamkan
15
Jika barangnya berkurang harganya hanya kaarena pemakaian untuk mana
barang itu telah dipinjam, dan diluar kesalahan sipemakai, maka sipeminjam tidak
bertanggung jawab tentang kemunduran itu. Hal tersebut tertuang dalam pasal
1747, pasal tersebut mengisyaratkan bahwa jika barang dipakai dalam batas-batas
yang ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang, maka resiko atau barang
dipikul oleh pemilik barang atau yang meminjamkan. Hal ini dikarenakan
peminjam telah memanfaatkan atau menggunakan barang yang dipinjam sesuai
dengan apa yang telah disepakati atau diperjanjikan.
Dalam pasal 1748 menyatakan bahwa; apabila si pemakai, untuk dapat
memakai barangnya pinjaman, telah mengeluarkan sementara biaya, maka tak
dapatlah ia menuntutnya kembali. Ketentuan ini juga sudah semestinya, karena
dalam pinjam pakai selalu mengandung kebaikan dari yang meminjamkan.
Misalnya saja, si peminjam meminjam mobil dan telah mengeluarkan biaya untuk
membeli bensin atau menambalkan ban, maka hal itu dianggap tidak pantas
apabila si peminjam meminta ganti rugi kecuali waktu meminjam mobil itu si
peminjam harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk mengganti mesin tentu
saja si peminjam diperbolehkan meminta ganti rugi kepada pemilik mobil atau
yang meminjamkannya. Dalam pasal 1748 ini terdapat kalimat ‘sementara biaya’
dimaksudkan disini biaya yang tidak terlampau banyak.
Dalam pasal 1749 menyatakan bahwa; jika beberapa orang bersama-sama
menerima satu barang dalam peminjaman, maka mereka itu adalah masing-
masing untuk seluruhnya. Bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan
pinjaman. Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa si yang meminjamkan dapat
meminta dari setiap orang untuk mengganti jumlah seluruh ganti rugi tanpa perlu
membagi berapa bagian tiap orangnya. Karena apabila salah satu dari mereka
telah membayar seluruh ganti rugi, maka yang lainnya dibebaskan. Bagaimana
pembagiannya diantara para peminjam itu bukanlah urusan pemilik barang atau
yang meminjamkan.
Atau dapat disimpulkan bahwa kewajiban pihak peminjam diatur dalam pasal
1744 sampai dengan pasal 1749 KUH Perdata, yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut :
16
3.3.2 Kewajiban-Kewajiban Yang Meminjamkan
Selain kewajiban si peminjam, yang meminjamkan pun memiliki
kewajiban yakni; dalam pasal 1750 menyatakan bahwa orang yang meminjamkan
tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya
waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan waktu yang demikian,
setelah barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud.
Ketentuan ini juga sudah semestinya, karena maksud si peminjam meminjam
barang adalah untuk digunakan untuk keperluan si peminjam. Dan sangat tidak
pantas apabila yang meminjamkan meminta kembali barang miliknya apabila si
peminjam belum lewat waktu meminjam barang itu meskipun hak kepemilikan
ada pada yang meminjamkan. Selain itu juga, mungkin saja si peminjam
menghadapi kesulitan yang lebih besar dari pada kalau ia tidak memperoleh
pinjaman barang tersebut. Namun dilain pihak, bisa saja yang meminjamkan pun
memerlukan barang yang dipinjamkannya kepada si peminjam. Dalam hal seperti
itu, jika si peminjam tidak berkenaan mengembalikan barang karena belumlah
habis waktu pinjamnya, harus diminta perantara Hakim, yang mengingat keadaan,
dapat memaksa si peminjam untuk mengembalikan barang yang dipinjamnya
kepada orang yang meminjamkan atau pemilik barang tersebut.
Hal tersebut diatas tentang kewenangan hakim megingat keadaan dapat
memaksa si peminjam untuk mengembalikan barang, diatur dalam pasal 1751
yang berbunyi; jika namun itu orang yang meminjamkan, didalam jangka waktu
tersebut, atau sebelum kebutuhan sipemakai habis, karena alasan-alasan yang
mendesak dan sekonyong-konyong, memerlukan sendiri barangnya, maka hakim
dapat, mengingat keadaan, memaksa sipemakai mengembalikan barangnya
kepada orang yang meminjamkannya.
Dalam pasal 1752 menetapkan; jika si pemakai barang selama
peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan beberapa biaya luar biasa yang perlu,
yang sebegitu mendesaknya sehingga ia tidak sempat memberitahukan hal itu
sebelumnya kepada orang yang meminjamkan, maka orang ini diwajibkan
mengganti biaya-biaya tersebut kepada si pemakai.
Akhirnya pasal 1753 menetapkan; jika barang yang mengandung cacad-
cacad yang sedemikian, hingga orang yang memakainya dapat dirugikan
karenanya, maka orang yang meminjamkan, jika ia mengetahui adanya cacad-
cacad itu dan tidak memberitahukannya kapada si pemakai, bartanggung jawab
tentang akibat-akibatnya. Pasal ini menegaskan bahwa apabila suatu barang
dianggap tidak layak untuk dipinjamkan, maka pemilik barang hendaknya tidak
meminjamkan. Namun, apabila pemilik barang dengan sengaja meminjamkan dan
mengetahui bahwa barang tersebut cacad, maka ia bisa dianggap dengan sengaja
atau bermaksud buruk.
Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, barang yang digunakan
dalam perjanjian ini adalah barang yang dapat habis dipakai. Orang yang
meminjamkan berhak untuk menuntut balas dengan barang yang sama dengan
17
kadar atau jumlah yang sama. Hal ini sejalan dengan pasal 1754 yang
mengemukakan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang
sama pula.
Atau dapat disimpulkan bahwa kewajiban pihak yang meminjamkan diatur dalam
pasal 1750 sampai dengan pasal 1753 KUH Perdata, yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut :
1. Tidak boleh minta kembali barang yang telah dipinjamkan, kecuali telah
lewat waktu.
2. Hanya boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum
lewatnya waktu, apabila ada alasan-alasan yang mendesak atau overmacht
dan terjadi situasi ia sendiri sangat memerlukan barang tersebut.
3. Mengganti biaya yang telah dikeluarkan di peminjam dalam keadaan luar
biasa dan sangat diperlukan, yang sifatnya sangat mendesak dan peminjam
sendiri tidak sempat memberitahukan hal tersebut.
4. Bertanggung jawab atas kerugian sebagai akibat pihak yang meminjamkan
tidak memberitahukan bahwa barang tersebut mempunyai cacat
tersembunyi yang diketahuinya.
18
terhadap obyek hukum benda yang terjadi di dalam dunia perbankan. Pengertian
perjanjian kredit tidak diatur secara khusus di dalam KUH Perdata, tetapi diatur di
dalam Undang-Undang Perbankan.
Setiap perjanjian pinjam pakai dapat berpindah hak dari si peminjam dan yang
meminjamkan kepada masing-masing ahli warisnya, kecuali dalam perjanjian
ditetapkan sebaliknya. Meskipun demikian, tetaplah harus dibedakan dengan
perjanjian sewa menyewa. Karena antara perjanjian pinjam pakai dan perjanjian
sewa menyewa mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, perbedaan tersebut
adalah :
19
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan dengan
para subjek yang membuat perjanjian itu.
Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif karena berkenaan
dengan objek dalam perjanjian tersebut.
Syarat Pertama “Sepakat mereka yang mengikat kandiri” berarti, para pihak yang
membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi
yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada
paksaan, penipuan atau kekhilafan (Pasal 1321 KUH Perdata). Misalnya, sepakat
untuk melakukan jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian
sengketanya, dsb.
Dengan kata lain, yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk membuat
perjanjian adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur genap 21 tahun
(Pasal 330 KUHPerdata), dan orang yang tidak sedang di bawah pengampuan.
Syarat Ketiga “suatu hal tertentu” maksudnya adalah dalam membuat perjanjian,
apa yang diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas. Setidaknya jenis
barangnya itu harus ada (lihat Pasal 1333 ayat 1). Misalnya, jual beli tanah dengan
luas 500 m2, terletak di Jl. Merpati No 15 Jakarta Pusat yang berbatasan dengan
sebelah utara sungai ciliwung, sebelah selatan Jalan Raya Bungur , sebelah timur
sekolah dasar inpres, dan sebelah barat tempat pemakaman umum.
Syarat Keempat “suatu sebab yang halal” berarti tidak boleh memperjanjikan
sesuatu yang dilarang undang-undang atau yang bertentangan dengan hukum,
20
nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata).
Misalnya melakukan perjanjian jual beli Narkoba, atau perjanjian jual beli
orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini adalah dilarang dan tidak sah.
Jika sudah memenuhi ke empat syarat di atas, maka perjanjian tersebut adalah sah.
Tapi, perjanjian bisa diminta dibatalkan bahkan batal demi hukum jika tidak
memenuhi syarat ini
21
SURAT PERJANJIAN PINJAM PAKAI BANGUNAN
GEDUNG / RUMAH
Hari ini, Sabtu, 12-08-2019, (dua belas Agustus 2019) telah disepakati
perjanjian bersama Antara:
Sebelumnya kedua belah pihak akan lebih dahulu menjelaskan hal-hal sebagai
berikut:
• PIHAK PERTAMA adalah benar-benar pemilik tanah dan bangunan yang
terletak di Jl. Prambanan Raya No. 1, Cibodas, Tangerang.
• PIHAK KEDUA memerlukan gedung / rumah tersebut untuk kepentingannya,
dan bersedia mengikuti ketentuan yang ditetapkan PIHAK PERTAMA.
• PIHAK PERTAMA menyatakan bersedia meminjamkan gedung / rumah
tersebut dengan sistem pinjam pakai.
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perjanjian pinjam pakai gedung /
bangunan dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut;
Pasal 1
MASA BERLAKU
Masa berlakunya perjanjian pinjam pakai rumah / gedung ini adalah 2 (dua
tahun) terhitung sejak perjanjian ini dibuat (12-08-2019) hingga 12 Agustus
2021.
Pasal 2
KEWAJIBAN DAN HAK
22
RI.
Pasal 4
PEMUGARAN BANGUNAN
Pasal 5
LARANGAN
PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan memindah tangankan atau mengalihkan
objek pinjam pakai yang menjadi hak milik PIHAK PERTAMA kepada siapa
pun dan dengan alasan apa pun, baik seluruhnya maupun sebagian.
Pasal 6
BIAYA-BIAYA
Segala biaya utilitas seperti PAM, telepon, langganan saluran internet dan biaya
terkait lainnya menjadi tanggungan pihak pertama selama perjanjian ini
berlaku.
Pasal 7
LAIN-LAIN
Berkaitan dengan Perjanjian Pinjam Pakai Rumah / gedung ini serta segala
akibatnya, kedua belah pihak sepakat mengesampingkan dengan tegas
ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata, karena hubungan hukum antara
PIHAK PERTAMA dengan PIHAK KEDUA bukanlah sewa-menyewa.
Pasal 8
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Setelah perjanjian ini berakhir sesuai tanggal yang disebutkan di atas atau pada
masa sebelumnya, maka PIHAK KEDUA harus mengembalikan semua hak
milik PIHAK PERTAMA dalam keadaan terawat dan terperlihara.
Pasal 9
SENGKETA
Jika di kemudian hari timbul sengketa akibat pelaksanaan perjanjian ini, kedua
belah pihak sepakat untuk menyelesaikan secara kekeluargaan sebelum
menempuh segala jalur hukum.
23
Demikianlah perjanjian pinjam pakai ini dibuat dengan kesadaran penuh tanpa
paksaan pihak mana pun juga, dan dengan itikad baik supaya ditaati masing-
masing pihak.
PIHAK PERTAMA
materai 6000
Kewa Paliwala
PIHAK KEDUA
Nurul Fadila
Pada hari ini tanggal 11-02-2019 (sebelas Februari dua ribu sembilan
belas), telah dibuat perjanjian yang melibatkan pihak-pihak di bawah:
24
1. Bahwa pihak pertama adalah pemilik sah dari tanah seluas 400 m2
yang terletak di Girikusumo RT/RW 02 / III, Banyumeneng, Kec.
Mranggen, Kab. Demak.
2. Bahwa PIHAK KEDUA memerlukan lahan terebut untuk dibangun
rumah tempat tinggal sementara seluas 5 X 9 meter.
3. Bahwa PIHAK PERTAMA bersedia meminjamkan tanah tersebut
secara cuma-cuma dengan sistem pinjam pakai.
Selanjutnya PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersama sama
menyepakati Perjanjian Pinjam Pakai Tanah dengan syarat dan aturan
berikut :
Pasal 1
Perjanjian Pinjam Pakai Tanah ini berlangsung selama 5 tahun,
terhitung sejak tanggal 11-01-2019 sampai dengan 11-01-2024.
Pasal 2
1. PIHAK KEDUA berkewajiban menjaga lahan tersebut dari segala
bentuk pengurangan nilai jual atas tanah PIHAK PERTAMA.
2. PIHAK KEDUA hanya menggunakan tanah Pihak pertama untuk
tempat tinggal dan bukan kegiatan usaha.
3. PIHAK KEDUA tidak diperkenankan mengalihkan perjanjian pinjam
pakai ini kepada pihak mana pun.
Pasal 3
Pasal 4
Berkaitan dengan segala akibat dari perjanjian ini, kedua belah pihak
sepakat untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH
Perdata, karena perjanjian ini bukanlah perjanjian sewa.
Pasal 5
1. Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian ini dan disepakati kedua
belah pihak setelah perjanjian ini dibuat akan menjadi addendum yang
tak bisa dipisahkan dari perjanjian pinjam pakai ini.
2. Jika terjadi konflik atau sengketa akibat pelaksanaan perjanjian ini
kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan dengan cara
kekeluargaan sebelum membawanya ke Pengadilan Negeri Demak
sebagai domisili hukum.
25
memiliki kekuatan setara secara hukum.
PIHAK PERTAMA
Arif Sofiyan
PIHAK KEDUA
Fajar Fitriadi
26
Surat Perjanjian Pinjam Pakai Barang Bukti
27
Surat Perjanjian Pinjam Pakai Alat Berat
28
SURAT PERJANJIAN PINJAM PAKAI / SEWA ALAT
BERAT JANGKA PANJANG
Bertindak untuk dan atas nama diri sendiri. disebut sebagai pihak
pertama (I).
Pasal I
Ruang Lingkup
Pasal 2
Sistem Pembayaran
29
Pihak ke dua (2) Menyanggupi pembayaran tersebut dengan melakukan
pembyaran uang muka sebesar 100,000,000.- (seratus juta rupiah)
selama 3 bulan. Sesuai jenis alat tersebut diatas, dan sisanya dilunasi
setelah waktu yang telah disepakati oleh ke 2 (dua) belah pihak.
Pasal 3
Jangka Waktu
Pasal 4
Pemeliharaan/Perbaikan
Pasal 5
Operator,Helper,BBM dan lainnya.
Indonesia, 02
Augustus 2012
PIHAK KEDUA(2) PIHAK PERTAMA (1)
........................................ ......................................
30
31
32
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil proses pengumpulan data dan pembahasan diatas, maka dapat
dibuat kesimpulkan sebagai berikut :
4.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa saran yang dapat penulis
sampaikan antara lain :
33
DAFTAR PUSTAKA
http://e-journal.uajy.ac.id/10575/2/1HK10992.pdf
http://eprints.ums.ac.id/43290/6/BAB%20I.pdf
https://www.legalakses.com/perjanjian-pinjam-pakai/
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6924/f.
%20BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
Hukum Perdata Material - Marhainis Abdulhay, SH dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata)
http://detiklife.com/2018/12/24/contoh-surat-perjanjian-pinjam-pakai-
sah-benar/
https://konsultanhukum.web.id/syarat-sahnya-perjanjian/
34