BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang
lain, masing-masing berhajat kepada orang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar
untuk memenuhi kebuatuhan hidupnya baik dengan cara jual beli, sewa menyewa,
pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain yang bersifat pribadi maupun untukk
kemaslahatan umat.
Dalam pergaulan sehari-hari ada kalanya kita sebagai manusia dihadapkan
pada suatu permasalahan keluarga yang mau tidak mau harus dihadapi. Ada kalanya
keberadaan kitab suci umat Islam sering kita abaikan, padahal Al-Quran dan As-
sunnah merupakan pedoman hidup bagi umat Islam karena didalamnya telah diatur
sedemikian lengkapnya tentang kehidupan dan tata cara beribadah baik itu
berhubungan dengan Allah SWT sebagai Maha Pencipta juga didalam Al-Qur’an
pun telah diuraikan bagaimanana cara kita berhubungan dengan sesama makhluk
hidup lainnya.
Selain merupakan satu-satunya agama yang di ridhoi Allah, Islam juga
merupakan sebuah agama yang sangat sempurna karena selain permasalahan akhirat
Islam juga sangat lengkap dalam mengatur semua kehidupan umatnya di dunia
seperti Muamalah. Apa arti muamalah ? Mengapa sewa menyewa merupakan bagian
dari muamalah ?
Sebelum kita bahas tentang sewa-menyewa yang merupakan bagian dari
muamalah , sebaiknya kita mengetahui apa arti muamalah itu sendiri.
Secara bahasa kata Muamalah adalah masdar dari kata asmala-yu’amilu
mu’amalatan yang berarti saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.
Dalam Fiqih muamalah memiliki dua macam pengertian yaitu pengertian muamalah
secara sempit dan pengertian muamalah secara luas. Secara sempit muamalah adalah
: Aturan allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya
untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik
( Idris Ahmad ), sedangkan secara sempit muamalah adalah : tukar menukar barang
atau sesuatu yang sangat bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan (Rasyid
Ridho ).
Muamalah merupakan bagian dri rukun Islam yang mengatur hubungan
antara seseorang dengan orang lain. Contoh hokum Islam yang termasuk muamalah
salah satunya adalah Ijarah atau sewa-menyewa.
Dalam operasional bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk
akad pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya. Sistem dari mudharabah
ini merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Dalam penentuan kontraknya, harus dilakukan diawal ketika akan memulai akad
mudharabah tersebut.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi
operasional bank syari’ah secara keseluruhan. Secara syari’ah prinsip berdasarkan
pada kaidah mudharabah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung
demikian juga dengan pengusaha yang meminjam dana.
Dalam makalah ini akan kami jelaskan secara sederhana tentang definisi
ijarah, landasan hukum, rukun dan syrat sah ijarah, juga pembagian dan hukum
ijarah.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat, rumusan
masalah, sistematika penulisan.
BAB IIIPEMBAHASAN
Bab ini menguraikan secara detail mengenai bentuk perjanjian pinjam pakai yang
akan digunakan berdasarkan data-data dan referensi yang di dapat di lapangan,
web maupun di buku.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perjanjian
Pihak dalam perjanjian disebut sebagai subjek hukum. Subjek hukum tersebut
ada dua, yaitu :
a.Orang
b.Badan Hukum (Legal entity).
a. Essentalia
Yaitu unsur utama, tanpa adanya unsur ini persetujuan tidak mungkin ada.
Unsur essentalia (merupakan unsur/bagian into dari suatu perjanjian) yaitu
merupakan yang harus ada dalam perjanjian. Syarat-syarat adanya atau sahnya
perjanjian adalah adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan para
pihak, obyek tertentu dan kausa atau dasar yang halal.
b. Naturalia
Yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai peraturan yang
bersifat mengatur. Unsur Naturalia (merupakan unsur / bagian non inti dari suatu
perjanjian) yaitu unsur yang lazim melekat dalam perjanjian. Unsur ini merupakan
unsur bawaan(natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian,
unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam
dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian.
c. Accidentalia
Yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan dimana
Undang-undang tidak mengatur. Unsur ini merupakan sifat yang melekat pada
perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan
mengenai tempat tinggal atau domisili yang dipilih oleh para pihak, termik (jangka
waktu pembayaran), pilihan hukum, dan cara penyerahan barang.
b.Asas Konsensualitas
Suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat diperoleh kata sepakat
antara para pihak mengenai perjanjian. Sejak saat itu, perjanjian dianggap telah
mengikat dan mempunyai akibat hukum. Asas konsensualisme suatu perjanjian
walaupun dibuat secara lisan antara dua orang atau lebih telah mengikat, dan telah
melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut,
segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan (consensus), maka
perjanjian yang mengikat dan berlaku diantara para pihak tidak lagi membutuhkan
formalitas. Untuk menjaga kepentingan pihak debitur dibuat dalam bentuk-bentuk
formal atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.
c.Asas Personalia
Pasal 1315 kitab undang-undang hukum perdata mengatur mengenai asas
personalia yang menyatakan “pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan
diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya
sendiri”. Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorangdalam
kapasitasya sebagai individu (subjek hukum pribadi), hanya akan berlaku dan
mengikat untuk dirinya sendiri.Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa
ketentuan pasal 1315 kitab undang-undang hukum perdata menunjuk pada asas
personalia, namun lebih jauh dari itu, ketentuan pasal 1315 kitab undang-undang
hukum perdata juga menunjuk kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat
dan atau mengadakan suatu perjanjian. Dengan kapasitas kewenangan tersebut
setiaptindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang perorangan sebagai subjek
hukum pribadi yang mandiri, akan mengikat diri pribadi tersebut, dan dalam
lapangan perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan yang dimliki olehnya secara
pribadi.
d.Asas Obligator
Perjanjian yang dibuat para pihak baru dalam tahap menimbulkan hak dan
kewajiban saja dan belum memindahkan hak milik. Hak milik akan berpindah
apabila dilakukan dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu
melalui upaya levering.
perjanjian kredit dengan akta notariil tetapi menggunakan akta dibawah tangan.
Sedangkan unsur accidentalia adalah unsurperjanjian yang ditambahkan oleh para
pihak, hal ini tidak diatur oleh undang-undang tetapi para pihak dapat menambahkan
dalam perjanjiannya contohnyadalam penyelesaian permasalahan akibat perjanjian
untuk diselesaikan dipengadilan negeri tertentu.
2.6 Jenis-Jenis Perjanjian
b.Perjanjian Cuma-Cuma
Menurut Ketentuan pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat
dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri.
d. Perjanjian Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri,
maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh
pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari -hari.
Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
f.Perjanjian Obligator
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban
diantara para pihak.
g.Perjanjian kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban
(oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering,
transfer).
h.Perjanjian konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak
telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut
KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
i.Perjanjian real
Suatuperjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan
perjanjian, yaitu pemindahan hak.
j.Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang
ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
m.Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah
pemerintah, dan pihak lainnya swasta.
n.Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai
unsur perjanjian di dalamnya.
BAB III
PEMBAHASAN
dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang
membuat perjanjian”56
”Pernyataan sukarela menunjukkan pada kita semua bahwa perikatan yang
bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak
yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut.”57 Ini berbeda dari perikatan yang
lahir dari undang-undang, yang menerbitkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam
perikatan tersebut, meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya.
Selanjutnya pernyataan dalam lapangan harta kekayaan, dimaksud untuk
membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan disini adalah perjanjian yang
berkaitan dengan harta kekayaan seseorang sebagaimana dijamin dengan ketentuan
Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada
dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya
perseorangan.
Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, Pasal 1548 KUH
Perdata
merumuskan bahwa “sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya
kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan pembayaran suatu
harga, yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.”58
Sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan
pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pihak pemilik menyerahkan barang
yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.Sebagai
salah satu dari perjanjian, maka sewa menyewa merupakan suatu persetujuan antara
pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa.Berdasarkan rumusan tersebut,
dapat disimpulkan beberapa hal pokok dalam sewa menyewa, yaitu :
Seperti dinyatakan oleh Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan
bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”, maka klausul-klausul perjanjian yang dibuat dan
disepakati oleh para pihak pembuat perjanjian itu, dengan sendirinya berlaku sebagai
undang-undang (pacta sunt servanda) bagi pihak-pihak yang telah menyepakatinya.
Menurut Subekti dengan menekankan pada kata “semua”, maka pasal
tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita
diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa
saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu
undang-undang atau dengan perkataan lain bahwa dalam soal perjanjian, setiap orang
yang telah dianggap cakap diperbolehkan membuat “undang-undang” sendiri bagi
para pihak
yang menyepakati suatu perjanjian yang dibuatnya.60
Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila para pembuatnya
tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian yang dibuatnya selama
tidak mengabaikan kewajiban atau larangan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
”Menurut Subekti, memang tepat sekali nama hukum pelengkap bagi hukum
perjanjian karena hukum perjanjian dapat dikatakan melengkapi perjanjian-perjanjian
yang dibuat secara tidak lengkap”.61
Biasanya orang yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara
terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu. Pada umumnya
mereka hanya menyetujui hal-hal pokok saja, dengan tidak memikirkan soal-soal
lainnya. Dalam hal perjanjian sewa menyewa, perjanjian sudah dianggap cukup jika
sudah memuat klausul-klausul apabila setuju tentang barang dan harga sewanya.
Tentang dimana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya
pengantaran barang, tentang bagaimana barang itu musnah dalam perjalanan, soal-
soal itu lazimnya tidak terpikirkan dan tidak diperjanjikan. Bagi pembuat perjanjian
yang memahami hukum tentu akan berfikir bahwa apabila dikemudian hari terdapat
masalah maka yang bersangkutan akan tunduk saja pada hukum dan undang-
undang. ”Namun apabila pembuat perjanjian itu tidak atau kurang memahami
hukum maka akan berlandaskan pada kebiasaan setempat yang mungkin saja
kebiasaan itu sesungguhnya lahir atau sejalan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”62
Ini pada prinsipnya perjanjian mengikat dan berlaku sebagai pengikat bagi
Para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian untuk
Perjanjian sewa menyewa tidak mungkin terjadi tanpa adanya suatu yang
ada yang cenderung terhadap benda (secara fisik) tetapi ada pula
yang cenderung kepada manfaat yang dimaksud dalam perjanjian atau ada
pula antara wujud benda dan manfaatnya mutlak harus ada sebagai objek
perjanjian.
Mengenai penyerahan barang tersebut, antara lain diatur oleh Pasal 612
KUH Perdata sebagai berikut :
3) Adanya pihak yang memiliki suatu benda yang dapat memberi manfaat
(yang menyewakan) dan pihak yang menggunakan manfaat (penyewa)
Unsur ini merupakan subjek perjanjian atau para pihak pembuat
perjanjian. Subjek perjanjian dapat merupakan orang per orang (naturlijk
person) atau badan hukum (recht person). Sehubungan dengan subjek
perjanjian, perjanjian menganut azas personalia. Azas ini dapat
ditemukan dalam dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, yang
berbunyi Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas
nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk
dirinya sendiri.
Secara khusus ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata tersebut menunjukkan
pada kewenangan bertindak untuk individu pribadi sebagai subjek hukum
pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan
atas nama dirinya sendiri. Dengan kapasitasnya kewenangan tersebut,
sebagai orang yang cakap bertindak dalam hukum maka setiap tindakan,
perbuatan yang dilakukan oleh orang perorangan, sebagai subjek hukum
akan mengikat diri pribadi tersebut, dan lapangan perikatan, mengikat
seluruh harta kekayaan yang dimiliki olehnya secara pribadinya sebagai
ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yang berbunyi :
1. Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingan dirinya sendiri ”67.
Dalam hal ini ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berlaku baginya
secara pribadi
Salah satu akibat dari perjanjian lisan, adalah khilaf terhadap jumlah
sewa yang diperjanjikan, untuk itu Pasal 1569 KUH Perdata, mengantisipasi
pengaturan hukumnya sebagai berikut :
Barang yang disewakan harus diketahui secara jelas yang berbentuk, yang
bisa diambil manfaat secara langsung dan tidak mengandung cacat yang
menghalangi fungsinya.
Dalil yang dijadikan landasan mereka adalah bahwa hal tersebut termasuk kategori
laba sesuatu yang tidak ditanggung. Karena tanggungan barang yang pokok adalah
dari pemiliknya. Begitu juga hal tersebut termasuk dalam kategori jual beli sesuatu
yang belum diambil. Sedangkan sebagian ulama membolehkan hal tersebut apabila ia
mengadakan suatu pekerjaan. Diantara ulama yang tidak memakruhkan hal ini
apabila terjadi dengan sifat ini adalah Sufyan Ats-Tsauri serta jumhur, mereka
melihat bahwa persewaan dalam hal ini mirip dengan jual beli.
Dalil yang dijadikan landasan mereka adalah bahwa hal tersebut termasuk kategori
laba sesuatu yang tidak ditanggung. Karena tanggungan barang yang pokok adalah
dari pemiliknya. Begitu juga hal tersebut dalam kategori jual beli sesuatu yang belum
diambil. Sedangkan sebagian ulama membolehkan hal tersebut apabila ia
mengadakan suatu pekerjaan.
Sebab perbedaan pendapat: ketidakjelasan siapa yang menuduh dan yang dituduh
diantara keduanya. Apabila pembuat tersebut mengklaim bahwa ia telah
mengambilkan barang yang diserahkan kepada pemesan, sedangkan pemesan (yang
telah membayar) mengingkari hal tersebut:
Subjek atau pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa adalah pihak
yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan adalah orang atau
badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa,
sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang
atau benda dari pihak yang menyewakan.
Objek dalam perjanjian sewa menyewa adalah barang atau benda, dengan
syarat barang atau benda yang disewakan adalah barang yang halal, artinya tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban, dan kesusilaan.
Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah
ditentukan, sedangkan kewajibannya adalah sebagai berikut (perhatikan Pasal 1551-
1552 KUHPerdata) :
Hak dari penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan
baik, sedangkan kewajibannya adalah sebagai berikut (perhatikan Pasal 1560-1566
KUHP perdata) :
KUHP perdata tidak menentukan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa
menyewa yang dibuat oleh para pihak. Perjanjian sewa menyewa dapat dibuat dalam
bentuk tertulis maupun lisan. Dalam praktik, perjanjian sewa menyewa misalnya
seperti bangunan/tanah dibuat dalam bentuk tertulis dan isi perjanjian telah
dirumuskan oleh para pihak dan/atau notaris.
Adapun substansi perjanjian sewa menyewa minimal memuat hal-hal sebagai berikut
:
Jika barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara keseluruhan di
luar kesalahannya pada masa sewa, perjanjian sewa menyewa itu gugur demi
hukum dan yang menanggung risiko atas musnahnya barang tersebut adalah
pihak yang menyewakan. Artinya, pihak yang menyewakan yang akan
memperbaiki dan menanggung segala kerugiannya.
Jika barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa dapat
memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa atau akan
meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa. Pada dasarnya, pihak
penyewa dapat menuntut kedua hal tersebut, namun tidak dapat menuntut
pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang menyewakan.
Pihak yang pertama adalah pihak yang menyewakan yaitu pihak yang
mempunyai barang. Pihak yang kedua adalah pihak penyewa, yaitu pihak
yang membutuhkan kenikmatan atas suatu barang. Para pihak dalam
perjanjian sewa- menyewa dapat bertindak untuk diri sendiri, kepentingan
pihak lain, atau kepentingan badan hukum tertentu.
2. Ada unsur pokok yaitu barang, harga, dan jangka waktu sewa.
Barang adalah harta kekayaan yang berupa benda material, baik bergerak
maupun tidak bergerak. Harga adalah biaya sewa yang berupa sebagai
imbalan atas pemakaian benda sewa. Dalam perjanjian sewa-menyewa
pembayaran sewa tidak harus berupa uang tetapi dapat juga mengunakan
barang ataupun jasa (pasal 1548 KUH Perdata). Hak untuk menikmati
barang yang diserahkan kepada penyewahanya terbatas pada jangka waktu
yang ditentukan kedalam perjanjian. R. Subekti I, Op. Cit, hal 40
Kenikmatan dalam hal ini adalah penyewa dapat menggunakan barang yang
disewa serta menikmati hasil dari barang tersebut. Bagi pihak yang
menyewakan akan memperoleh kontra prestasi berupa uang, barang, atau jasa
menurut apa yang diperjanjikan sebelumnya. Perjanjian sewa-menyewa
merupakan perjanjian konsensuil, yang berarti perjanjian tersebut sah dan
mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat diantara para pihak tentang
unsur pokok perjanjian sewa-menyewa yaitu barang dan harga. Di dalam
KUH Perdata tidak dijelaskan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa-
menyewa sehingga perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara lisan
maupun tertulis. Bentuk perjanjian sewa-menyewa dalam praktek khususnya
sewa-menyewa bangunan dibuat dalam bentuk tertulis. Para pihak yang
menentukan subtansi atau isi perjanjian sewa-menyewa biasanya yang paling
dominan adalah pihak yang menyewakan dikarenakan posisi penyewa berada
dipihak yang lemah.
KUH Perdata tidak menjelaskan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa-
menyewa sehingga perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara lisan maupun
tulisan. Bentuk perjanjian sewa-menyewa dalam praktek khususnya sewa-menyewa
bangunan dibuat dalam bentuk tertulis. Para pihak yang menentukan substansi atau
isi perjanjian sewa-menyewa biasanya yang paling dominan adalah pihak yang
menyewakan dikarenakan posisi penyewa berada di pihak yang lemah.
Dalam sewa-menyewa harus ada barang yang disewakan, penyewa, pemberi sewa,
imbalan dan kesepakatan antara pemilik barang dan yang menyewakan barang.
Penyewa dalam mengembalikan barang atau asset yag disewakan harus
mengembalikan barang secara utuh seperti pertama kali dipinjam tanpa berkurang
maupun bertambah, kecuali ada kesepatakan lain yang disepakati saat sebelum
barang berpindah tangan. Contoh sewa-menyewa dalam kehidupan sehari-hari
misalnya seperti kontrak gedung kantor, sewa lahan tanah untuk pertanian,
menyewa/carter kendaraan, sewa menyewa rumah atau rumah toko, sewa-menyewa
VCD dan DVD original, dan lain-lain.
Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa dengan membayar maka akan
diperoleh kenikmatan sesuatu barang untuk suatu waktu tertentu. Mengenai apa yang
diartikan dengan perkataan “memberikan kenikmatan kepada pihak lainnya untuk
menggunakan suatu barang” adalah barang yang diserahkan itu tidak untuk dimiliki,
sebagaimana halnya jual-beli, tetapi si pemilik menyerahkan barang tersebut untuk
dipakai, dinikmati kegunaannya dan pemungutan dari hasil barang tersebut,
sedangkan hak milik atas barang tetap berada di tangan yang menyerahkan barang.
Dengan perkataan lain bahwa secara yuridis hak milik atas barang tetap berada di
tangan si pemilik dan hanya penguasaan secara fisik saja yang berada di tangan si
penyewa.
Peraturan tentang sewa menyewa termuat dalam Bab Ketujuh dari buku III
KUH Perdata yang berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua
jenis barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang memakai
waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena waktu
tertentu bukan merupakan syarat mutlak dalam perjanjian sewa menyewa. R.
Subekti II, Op. Cit, hal 45
Di samping itu, bagi perjanjian sewa menyewa ini berlaku juga ketentuan
tentang perjanjian pada umumnya, sebagaimana yang tercantumkan dalam Bab
Kedua dari Buku III KUH Perdata.
Bab VII dari Buku III KUH Perdata terdiri dari empat (4) bagian, yaitu:
Bagian I Buku III KUH Perdata ini terdapat pasal yang didalamnya
merupakan pengertian dari perjanjian, yang terdiri dari para pihak yg mengikatkan
diri karena pihak yang satu memberikan kenikmatan dan ketenteraman kepada pihak
lainnya atas suatu barang dengan pembayaran suatu nilai harga sewa yang
disanggupi oleh pihak yang menyewa.
Bagian II Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan-aturan yang sama-
sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah. Maksudnya pada
bagian ini ditetapkannya apa yang diwajibkan oleh dari masing-masig pihak
penyewa dan yang menyewakan.
Bagian III: Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan
perabot rumah
Bagian III Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan yang khusus
berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah. Pada bagian ini terdapat tujuh Pasal
yang di mana dimulai dari Pasal 1581 sampai Pasal 1587.
Tentang dimana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya
pengantaran barang, tentang bagaimana barang itu musnah dalam perjalanan, soal-
soal itu lazimnya tidak terpikirkan dan tidak diperjanjikan. Bagi pembuat perjanjian
yang memahami hukum tentu akan berfikir bahwa apabila dikemudian hari terdapat
masalah maka yang bersangkutan akan tunduk saja pada hukum dan undang-undang.
Namun apabila pembuat perjanjian itu tidak atau kurang memahami hukum maka
akan berlandaskan pada kebiasaan setempat yang mungkin saja kebiasaan itu
sesungguhnya lahir atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Than Thong Kie, Study Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris Buku I,
Ichtiar Van Baru, Jakarta, 2000, hal 325
“Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya di
haruskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang- undang”.
“Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka perjanjian
sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak
yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan
perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut
kebiasaan waktu setempat.”
1. Pemilik barang
Disebut sebagai pemilik barang karena barang yang hendak menjadi objek
dalam perjanjian sewa menyewa tersebut memang merupakan miliknya yang
sah dengan adanya tanda kepemilikan atas namanya.
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa barang yang hendak menjadi objek
dalam perjanjian sewa menyewa tersebut sesungguhnya bukan merupakan
miliknya sendiri atau bukan pemilik aslinya, atau dengan kata lain disebut
sebagai pihak ketiga atau perantara antara si pemilik barang yang sah dengan
si calon penyewa barang tersebut. Hal ini dilakukan harus dengan
sepengetahuan atau izin dari si pemilik barang yang sah dan pihak ketiga
tersebut mendapat imbalan sesuai dengan kesepakatan antara si pemilik
barang yang sah dengan si perantara.
imbalan/harga sewa dari barang yang telah ia nikmati atau terima dalam perjanjian
sewa menyewa. Harga sewa, tidak harus berupa uang tetapi dapat juga berupa
barang, misalnya emas, surat dan sebagainya
Yaitu merupakan barang yang disewakan dengan harga sewa sesuai dengan jenis
barang yang disewakan tersebut. Objek dari sewa menyewa terbagi menjadi 2 (dua),
yaitu :Budhivaya, Dasar Hukum Perjanjian Sewa Menyewa Rumah, www:http//
budhivaya- nlc.blogspot.com/2010/11/hukum-perjanjian-sewa-menyewa-rumah-bab-
15.html.com, Diakses tanggal 11 Oktober 2012 Pukul 22.41 WIB.
1. Benda bergerak.
Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri
ataupun dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat
berpindah ataupun tidak dapat dipindakan. Dalam penyerahan benda
tidak bergerak dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam
1.Kewajiban pemilik
Kewajiban pihak yang menyewakan tercantum dalam Pasal 1550 KUH Perdata,
yaitu:
Selain pihak yang menyewakan mempunyai hak dan kewajiban, pihak penyewa pun
mempunyai hak dan kewajiban. Kewajiban utama si penyewa terhadap yang
menyewakan menurut Pasal 1560 KUH Perdata, adalah:
Memakai barang yang disewakan sebagai seorang bapak rumah yang baik,
sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian
sewanya, atau jika tidak ada suatu perjanjian mengenai itu, menurut tujuan
yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan (ayat 1e)
Untuk membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan (ayat
2e).
menyewakan sebagian kepada pihak lain, kecuali kalau hal tersebut dilarang dalam
perjanjian sewa menyewa.
1. Pembayaran
Hal ini bisa terjadi apabila si berpiutang tidak suka menerima pembayaran
yang dilakukan oleh si berutang, maka siberutang dapat membuat sesuatu
dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya untuk membayar, lalu
diikuti dengan penyimpanan di kepaniteraan pengadilan negeri dengan
perantaraan juru sita.
Hal ini adalah untuk pembuatan suatu perjanjian baru, yang menghapuskan
suatu perikatan lama, akan tetapi pada saat itu juga meletakan suatu perikatan
baru. Kehendak untuk melakukan pembaharuan utang itu harus ternyata
dengan jelas dari pembuatan para pihak.
Hal ini terjadi apabila seseorang yang berutang mempunyai suatu pitang
terhadap si berutang. Jadi dua orang itu sama-sama berhak untuk saling
Hal ini terjadi karena adanya perjanjian baru, dimana si berpiutang dengan
sukarela membebaskan si berutang dari segala kewajibannya.
Yang dimaksud dengan lewatnya waktu adalah upaya untuk memperoleh perikatan
dengan lewatnya waktu tertentu dan atau syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
undang-undang.
Penghentian atau berakhirnya waktu sewa dalam perjanjian sewa- menyewa seperti
ini didasarkan pada pedoman bahwa berakhirnya sewa-menyewa pada saat yang
dianggap pantas oleh para pihak. Undang-undang tidak mengatur berakhirnya
perjanjian sewa-menyewa tanpa batas waktu, sehingga penghentianya diserahkan
pada kesepakatan kedua belah pihak. (M. Yahya Harahap,Op.cit, hal. 240.)
d.Benda obyek sewa-menyewa musnah. Hal ini diatur oleh Pasal 1553 KUH Perdata
menetapkan bahwa apabila benda sewaan musnah sama sekali bukan karena
kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum.
Dengan demikian perjanjian berakhir bukan karena kehendak para pihak melainkan
karena keadaan memaksa (Overmacht).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil proses pengumpulan data dan pembahasan diatas, maka dapat
dibuat kesimpulkan sebagai berikut :
4.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa saran yang dapat penulis
sampaikan antara lain :
Daftar Pustaka
https://id.scribd.com/upload-document?
archive_doc=370279679&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A
%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A
%22web%22%7D
https://id.scribd.com/document/366192428/Perjanjian-Sewa-Menyewa
https://id.scribd.com/upload-document?
archive_doc=366192428&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C
%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D
https://id.scribd.com/doc/128285949/Surat-Perjanjian-Sewa-Alat-Berat
https://id.scribd.com/doc/144155020/Kontrak-Sewa-Pakai-Alat-Berat
https://id.scribd.com/document/138188184/Surat-Perjanjian-Sewa-Pakai-Alat-Berat
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/368981076?
extension=doc&ft=1557548298<=1557551908&user_id=335414192&uahk=ypWv
3nSyUDQNB9Jm6LoJE2phEAk
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/273467391?
extension=doc&ft=1557624384<=1557627994&user_id=335414192&uahk=BUrS
VWi5v2V-f7J6CSbfEtV0Fr8
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/366192428?
extension=docx&ft=1557624115<=1557627725&user_id=335414192&uahk=L-
fRHgWxNjirexBEjyBo4v7mxgs
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/370279679?
extension=docx&ft=1557623992<=1557627602&user_id=335414192&uahk=1qW
LR2sYbkMRIsylb23QYX8F68U
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/80748549?
extension=docx&ft=1557623847<=1557627457&user_id=335414192&uahk=UY
Huc2ufIfCvnbz-dZEdZsZzCbo
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/56254500?
extension=pdf&ft=1557623799<=1557627409&user_id=335414192&uahk=P_Ed
EW01mjusfdBxKbxU5qXOv3Y
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/129366948?
extension=pdf&ft=1557623741<=1557627351&user_id=335414192&uahk=JDm2
NplDC9zhQcMf1VYJaaXGsPc
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/368981076?
extension=doc&ft=1557548298<=1557551908&user_id=335414192&uahk=ypWv
3nSyUDQNB9Jm6LoJE2phEAk
https://id.scribd.com/upload-document?
archive_doc=180875492&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A
%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A
%22web%22%7D