Anda di halaman 1dari 20

KLIPING DAN ANALISIS

KARYA SASTRA ANGKATAN 1970 - AN


MATA PELAJARAN B. INDONESIA

GURU PENGAJAR : HERMIN IRAWATI M.Pd

PENYUSUN : KELOMPOK V (XII-IPA II)

 DESRIKA PUTRI A. (05)


 LAILATUL HOMSIYAH (11)
 MOH. HADIATULLAH (17)
 RETNO DEWI ATMIYANTI (23)
 YAHYA (29)

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA


TIMUR
SMA NEGERI 1 BATUAN
JL. RAYA LENTENG BATUAN –
SUMENEP
JANUARI 2017
i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik serta hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas kliping Bahasa Indonesia ini. Tidak lupa pula sholawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Nabi yang
telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang terang benderang penuh
dengan ilmu pengetahuan. Semoga kita termasuk umatnya yang akan mendapatkan
syafaatnya besok di hari kiamat. Amin.
Kliping Bahasa Indonesia ini kami buat untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Bahasa Indonesia yang di teliti oleh ibu Hermin Irawati MP.d. Kliping
ini berisi tentang contoh-contoh karya sastra periode angakatan 1970-an.
Semoga kliping ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi
kami. Kami menyadari bahwa kliping ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihakyang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan kliping ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan kliping ini dari awal sampai akhir. Apabila ada
kekeliruan kata atau kalimat, kami mohon maaf yang sebesar besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sumenep, 29 Januari 2017

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK........................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

A. SEJARAH LAHIRNYA ANGKATAN 70-AN..................................................................1

B. CIRI KARYA SASTRA ANGKATAN 70-AN..................................................................2

C. CONTOH MACAM – MACAM KARYA SASTRA 70-AN.............................................3

I. PUISI

II. PROSA

A. CERPEN

B. NOVEL

C. ROMAN

III. DRAMA

PENUTUP.....................................................................................................................................16
iii

KARYA SASTRA PERIODE ANGKATAN 1970-AN

A. Sejarah Lahirnya Angkatan 70


Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam
menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik di bidang
puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G 30 S/PKI.
Abdul Hadi W.M. dan damai Toda menamai sastra Indonesia modern pada tahun 1970-an
dengan sastra periode 70-an. Korrie Layuan Rampan cenderung menamai Sastra Indonesia
sesudah angkatan ‘45 dengan nama angkatan ‘80. Perbedaan esensial antara kedua versi tersebut
hanyalah pemberian nama saja, karena keduanya memiliki persamaan, yaitu:
a.       Keduanya tidak mengakui adanya angkatan ‘66 yang dicetuskan oleh HB. Jassin.
b.      Keduanya meyakini adanya pergeseran wawasan estetik sesudah angkatan ’45.
c.       Keduanya memiliki persamaan pandangan tentang tokoh-tokoh pembaruan Sastra Indonesia
Modern sesudah angkatan ’45.
Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-
batas beberapa kemungkinan bentuk, baik prosa, puisi, maupun drama semakin tidak jelas.
Misalnya, prosa dalam bentuk cerpen, pengarang sudah berani membuat cerpen dengan panjang
1-2 kalimat saja sehingga terlihat seperti bentuk sajak. Dalam bidang drama mereka mulia
menulis dan mempertunjukkan drama yang absurd atau tidak masuk akal. Sedangkan dalam
bidang puisi mulai ada puisi kontemporer atau puisi selindro.
Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain :
wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak
mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai
titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.
Konsepsi improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh Putu Wijaya. Ia mengatakan bahwa
sebuah novel hanyalah cerita pendek yang disambung,  sehingga yang  muncul di dalam
penulisan suatu karya sastra adalah faktor ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita pendek
ditulis dengan tiba-tiba karena pada saat menulis berbagai ide yang datang dimasukkan ke dalam
ide pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut dengan uncur improvisasi.
Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang
muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam berbagai bentuk. Sutardji menampilkan
corak baru dalam kesusastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut menyebabkaan Sutardji
dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra Indonesia. Pada tahun 1979 Sutardji
menerima hadiah sastra dari ASEAN. Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung
membebaskan kata dalam membangkitkan kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan
estetik yang sangat menekankan pada magic kata-kata, serta melahirkannya dalam wujud
improvisasi. Hal itu nyata bila diperhatikan sikap puisinya berjudul Kredo Puisi yang ditulis di
Bandung tanggal 30 Maret 1973 dan dimuat di majalah Horison bulan Desember 1974.
1
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N .Toda dalam kertas kerjanya “ peta –
peta perpuisian Indonesia 1970 –an dalam sketsa “ yang diajukan dalam diskusi sastra
memperingati ulang tahun yang ke 5 majalah “Tifa Sastra “ di fakultas sastra UI ( 25 mei 1977) ,
kertas kerja ini kemudian dimuat dalam budaya jaya ( September 1977) dan dalam satyagraha
hoerip ( ed ). Sejumlah masalah sastra ( 1982). Menurut Dami angkatan 70 dimulai dengan novel
– novel iwan simatupang , yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri ; lalu teaternya
Rendra serta puisinya “ khotbah “ dan “ nyanyian angsa “ juga semakin nyata dalam dalam
wawasan estetika perpuisian sutarji Calzoum Bachri dan cerpen – cerpen dari danarto , macam “
godlob “ , rintik “ dan sebangsanya.

B. CIRI KARYA SASTRA ANGKATAN 70-AN


I. PUISI
Struktur fisik :
  Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan , kata,
frase atau kalimat. Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk
memperoleh efek yang sebesar – besarnya serta menonjolkan tipografi
  Puisi kongret sebagai eksperimen
  Banyak menggunakan kata – kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
  Banyak menggunakan permainan bunyi
  Gaya penulisan yang prosais
  Menggunakan kata yang sebelumnya tabu

Struktur Tematik :
  Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
  Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan
  Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistik
  Ceritadan pelukisan bersifat alegoris dan parabel
  Perjuangan hak – hak asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan terhindar
dari pencemaran teknologi modern
  Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka
yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng

II. PROSA DAN DRAMA


Struktur fisik :
  Melepaskan ciri konvensional , menggunakan pola sastra ” absurd ” dalam tema , alur ,
tokoh maupun latar
 Menampakkan ciri latar kedaeraan ” warna lokal ”
Struktur Tematik :
  Sosial : politik , kemiskinan
  Kejiwaan
  Metafisik
2
C. CONTOH MACAM – MACAM KARYA SASTRA 1970-AN
I. PUISI
a.

Hasil Analisis :
 Tema : Buruk sangka
 Diksi : Diksi yang terdapat pada puisi “Dengan Kasih Sayang” bahasanya susah
untuk dipahami karena banyak kata yang bermakna konotasi
 Majas :
~ Metafora : Jangan dibunuh para lintah darat
Ciumlah mesra anak janda tak berayah
Dan sumbatlah jarimu pada mulut peletupan
Kena darah para bajak dan perombak
Akan mudah mendidih oleh pelor
Mereka bukan tapir atau badak
Hatinyapun berurusan cinta kasih
Seperti jendela terbuka bagai angin sejuk¡
 Amanat : ~ Jangan menilai sesuatu jika belum tahu kebenarannya
~ Harus saling memaafkan meskipun pembunuh sekalipun
 Rima : Unsur bunyi dalam sajak tersebut sangat halus dan menyentuh hati
sehingga menimbulkan keharuan saat membaca puisi tersebut, dan
dapat memberikan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut
3
b.

Hasil Analisis :

 Tema : Cinta bertepuk sebelah tangan


 Diksi : Diksi yang terdapat dalam puisi “Aku Datang Padamu” bahasanya
sedikit susah untuk dipahami karena banyak kata yang bermakna
konotasi
 Majas :
~ Personifikasi : Aku datang padamu
Bagai beringin rebah
~ Depersonifikasi : Aku datang padamu
Bagai angin resah
~ Metafora : Aku datang padamu
Bagai batu pecah
 Amanat : ~ Jangan terlalu berharap kepada seseorang
~ Jangan berlebihan jika melakukan sesuatu
 Rima : Unsur bunyi dalam sajak tersebut sangat kuat dan menyentuh hati
sehingga menimbukan terbawanya perasaan saat membaca puisi
tersebut
4
c.

Hasil Analisis :

 Tema : Menunggu ketidak pastian


 Diksi : Diksi yang terdapat dalam puisi “Senjatapun Jadi Kecil Kotapun Jadi
Putih” bahasa yang digunakan banyak bermakna konotasi sehingga
susah untuk dipahami
 Majas :
~ Personifikasi : Ketika berayun musim
Dari sayap langit yang beku
~ Perumpamaan : Ketika burung – burung, dirumput dingin
 Amanat : Jangan terlalu berharap pada sesuatu yang tidak pasti
 Rima : Unsur bunyi dalam sajak tersebut halus sehingga menimbulkan
keheningan dalam puisi tersebut, dan dapat memberikan efek
terhadap makna, nada dan suasana.
5

d.

Hasil Analisis :

 Tema : Percintaan
 Diksi : Diksi yang terdapat dalam puisi “Sajak Kecil Tentag Cinta” bahasa yang
digunakan dalam puisi tersebut banyak yang bermakna konotasi sehingga susah
untuk dipahami
 Majas :
~ Aliterasi : Mencintai angin harus
Menjadi siut.......
 Amanat : ~ Mencintai harus sepenuh hati
~ Cinta sesuatu yang harus diperjuangkan
 Rima : Unsur bunyi dalam sajak tersebut halus dan damai sehingga saat membacanya
terbawa perasaan yang mempengaruhi efek terhadap makna dan nada
6

e.

Hasil Analisis :

 Tema : Campuran perasaan


 Diksi : Diksi yang terdapat dalam puisi “Dalam Gelombang” bahasa yang digunakan
dalam puisi tersebut banyak yang bermakna konotasi sehingga susah
untuk dipahami
 Majas :
~ Alegori : Alun bergulung naik meninggi
Turun melembah jauh kebawah
 Amanat : Susah senang harus selalu bersama
 Rima : Unsur bunyi dalam sajak tersebut sangat dingin sehingga menimbulka
keheningan saat membacanya, dan dapat memberikan efek terhadap makna,
nada dan suasana puisi tersebut
7

II. PROSA
a. CERPEN

Hasil Analisis :

 Judul Buku : Penjarakan Aku Dalam Hatimu


 Penulis : Yudhistira Ardi Noegraha
 Penerbit : Gaya Favorit Press
 Tahun Terbit : 1979
 Tema : Percintaan Remaja
 Alur : Maju
 Sudut Pandang : Orang ke-3
 Sedikit Ulasan Cerita :
Dalam seluruh cerpen itu ada konsistensi dalam diri Yudhi: Dia digambarkan sebagai
seorang seniman. Variasi ada dalam tanggapannya atas hubungannya dengan mereka.
Yudhi tergila-gila mendamba cinta, mesra membujuk wanita, tengil dan suka gombal, dan
berusaha tegar menghadapi perpisahan yang getir.

b. NOVEL
9
Hasil Analisis :

 Judul : Pasar
 Pengarang : Kuntowijoyo
 Penerbit : Bentang
 Tebal Buku : 274 hlm.
 Tahun Cetak : Cetakan pertama, Maret 1973
 Elaborasi antara judul dan keseluruhan cerita:

Elaborasi antara judul dan keseluruhan cerita digambarkan pada kutipan awal cerita yang
menggambarkan suasana pasar Gemolong.
Hari masih pagi dipasar itu. Matahari kunig kemerahan, berbinar-binar menyentuh
gumpalan-gumpalan daun asam di atas los-los pasar. Di bawah pohon asam itu masih
dingin. Los-los pasar dari besi dengan atap yang lumutan berjajar sepi. Sedikit saja orang.
Mereka membuka bungkus-bungkus dagangan menggelarnya di lantai, di bawah los-los
pagar atau di emper, atau di jalanan. Hai itu hari Pahing yang biasa, kalau mencari
keramaian hari pasar, pada Kliwon-lah. Namun, mereka pun bersabar menunggu
datangnya kesibukan. Juga hilir mudik di jalanan berbatu di muka pasar.Juga dijelaskan
melalui konflik-konflik yang terjadi pada keseluruhan cerita yang semuanya berujung
pada permasalahan pasar dan perkembangannya. Penggambaran tokoh Protagonis (Pak
Mantri Pasar) pun digambarkan dengan cara melalui perkataannya, tingkah lakunya, dan
pola pikirnya dalam mengelola pasar yang ia kelola. Begitu pula dengan penggambaran
watak tokoh Antagonis (Kasan Ngali) yang juga dijelaskan melalui tingkah laku dan pola
pikirnya yang licik dalam mengupayakan kehacuran pasar yang dikelola tokoh
Protagonis.Dapat disimpulkan bahwa keseluruhan bagian novel merupakan Elaborasi
antara judul dengan keseluruhan cerita. Sehingga judul cerita sudah bisa menggambarkan
isi cerita.
 Cara pengarang membuka dan menutup cerita:

Pengarang membuka cerita dengan cara menggambarkan watak tokoh utama (Pak Mantri
Pasar) dengan dibarengi kalimat-kalimat yang mengandung unsur amanat. Selain itu,
pengarang berusaha memulai cerita dengan cara mengemukakan inti konflik dalam cerita,
yaitu pembangkangan para pedagang terhadap Pak Mantri Pasar dengan cara tidak mau
membayar karcis dan menyalahkan burung milik Pak Mantri Pasar sebagai penyebab
semua permasalahan tersebut. Pengarang mengguanakan pola Akibat-Sebab diawal
cerita. Pada paragrap pertama dijelaskan akibatnya, para pedagang membangkang.
Kemudian pada paragrap berikutnya pengarang menjelaskan sedikit demi sedikit
mengenai penyebab terjadinnya konflik. Seperti aktifitas burung milik Pak Mantri yang
dinilai mengganggu kegiatan pasar. Pendeskripsian setting juga merupakan salah satu
cara pengarang dalam membuka cerita. Pengarang menjelaskan suasana, waktu, dan
tempat dengan begitu detil. Kita dapat dengan mudah membayangkan suasana yang ada
diawal cerita tersebut. Penggambaran setting tersebut tercantum dalam kutipan dibawah
ini. Hari masih pagi dipasar itu. Matahari kunig kemerahan, berbinar-binar menyentuh
gumpalan-gumpalan daun asam di atas los-los pasar. Di bawah pohon asam itu masih
dingin. Los-los pasar dari besi dengan atap yang lumutan berjajar sepi. Sedikit saja orang.
Mereka membuka bungkus-bungkus dagangan menggelarnya di lantai, di bawah los-los
pagar atau di emper, atau di jalanan. Hai itu hari Pahing yang biasa, kalau mencari
keramaian hari pasar, pada Kliwon-lah. Namun, mereka pun bersabar menunggu
datangnya kesibukan. Juga hilir mudik di jalanan berbatu di muka pasar.Pengarang
menutup cerita dengan cara menyampaikan amanat melalui tokoh utama. Amanat yang
disampaikan pada akhir cerita merupakan amanat inti dari amanat-amanat lain dalam
cerita tersebut. Penulis menegaskan orang yang tingkahnya buruk pasti akan kalah.
Begitupun sebaliknya, orang yang selalu berbuat baik pasti akan selalu menang.
10

 Konflik:

Konflik yang ada pada cerita tersebut dikembangkan secara wajar. Hubungan antara
konflik yang satu dengan yang lainnya berkaitan. Berawal dari suatu hal kecil yang
dikembangkan dengan perlahan kemudian menjadi konflik besar dan serius. Seperti
konflik yang awalnya hanya merupakan konflik ringan seperti burung dara yang
menggangu aktifitas perdagangan. Kemudian berkembang menjadi konflik yang lebih
serius ketika burung-burung tersebut memakan barang dagangan para pedagang. Hingga
para pedagang mulai membenci tokoh utama. Konflik tersebut berkembang menjadi
konflik yang sangat serius ketika para pedagang mulai tidak mau membayar uang karcis
dan ada pula sebagian yang pindah tempat untuk berdagang. Konflik yang paling menarik
adalah konflik batin yang terjadi antara tokoh Protagonis dengan tokoh Antagonis dalan
cerita itu. Cara penyelesaian konflik pada keseluruhan cerita cenderung sama. Setiap
konflik diselesaikan dengan cara menonjolkan sifat sabar tokoh utama. Tokoh utama
terkesan selalu mengalah dan menerima keadaan meskipun kadang sesekali ada hasrat
ingin membalas dan membelikan kedudukan dari tertekan menjadi menekan. Seperti pada
kutipan cerita dibawah ini. Agak lambat pintu itu dibuka. Pak Mantri yang sudah bersedia
untuk marah pada Zaitun itu berdiri kaku dimuka pintu. Dipikir-pikirnya perbuatannya
yang akan dilakukan itu. Yah, beruntunglah pintu itu tak segera dibuka. Masih ada
kesempatan bagi Pak Mantri untuk bersabar. Marah boleh, tapi jangan pada wanita. orang
yang baik ialah orang yang sukar marah, dan bila sekali terlanjur marah, mudah redanya.
Itulah Pak Mantri.
 Alur:

Alur yang digunakan oleh pengarang yaitu alur ganda. Pengarang menyajikan cerita
dengan mengemukakan bagaimana akibat dari konflik dalam cerita. Dalam kategori ini
pengarang menggunakan alur mundur. Kemudian penyebab dari konflik yang merupakan
pemaparan selanjutnya berupa alur maju. Berikut kutipan mengenai alur mundur yang
terdapat pada paragraf awal. Tidak ada yang aneh di dunia. Apa pun bisa terjadi, dunia
tak selebar daun kelor. Lagipula, orang-orang lain pun ikut bertanggung jawab untuk
keributan itu. Karena burung-burung dara Pak Mantri Pasar, para pedagang tak mau
membayar karcis. Mereka menggambarkan peristiwa itu sebagai ‘pagar makan tanaman’.
Artinya, kesalahan ada dipihak Pak Mantri Pasar. Bersabarlah, segala sesuatunya akan
diurutkan.
 Penggambaran peristiwa kemasyarakatan:

Dalam kaitannya dengan penggambaran peristiwa kemasyarakatan, pengarang


nampaknya sangat paham dengan kehidupan sosial masyarakat Jawa. Kehidupan sosial
masyarakat Jawa jelas terlihat di dalam keseluruhan cerita. Penggambaran tersebut dapat
dengan mudah kita temukan dari segala aspek cerita, tokohnya, peristiwanya, bahasa
yang digunakan, setting, ataupun semua aspek di dalam cerita. Cerita di dalam novel
tersebut mutlak menceritakan kehidupan sosial masyarakat Jawa, tanpa ada campuran
dari kehidupan sosial masyarakat daerah lain. Berikut contoh kutipan mengenai
penggambaran peristiwa kemasyarakatan melalui bahasa yang digunakan dalam cerita.
Dan orang bersorak. Pemuda-pemuda berdiri ditempat duduknya. Rokok-rokok dilempar
ke panggung. Lalu, suit-suit! Ai laf yu darling! Wah nek ngene aku emoh! Sewengi gak
iso bubuk rek! Aku wegah mulih, yu! Kowe gelem po karo aku! Dan diantara orang yang
melemparkan rokok ke panggungg itu ialah Kasan Ngali.
 Nilai positif yang bisa dipetik:

Dari awal cerita sampai ke bagian akhir cerita, banyak sekali terdapat amanat yang secara
tidak langsung merupakan pesan yang disampaikan pengarang kepada para pembaca.
Amanat-amanat tersebut kebanyakan disampaikan dari tokoh utama itu sendiri. Dari
berbagai macam amanat yang disampaikan, tentunya mengandung nilai-nilai yang patut
pembaca cernati.
Selain itu, pengarang berusaha untuk memaparkan kepada pembaca bahwa tradisi asli
Jawa merupakan sesuatu yang sangat penting yang bisa kita pakai sebagai modal dalam
hidup bermasyarakat.

11
c. ROMAN

Hasil Analisis :

 Latar :
- Tempat ~ Di jalan raya :”dia hanya tahu, dimana dia di sepanjang
jalan raya”
~ Di stasiun :”kepintu keluar stasiun, menghadang entah
ada kenalannya diantara penumpang yang baru datang itu”
- Waktu ~Siang hari
~ Sore hari
~ Malam hari
~ Dini hari (Subuh)
- Suasana ~ Menyedihkan & Menegangkan
 Alur : Campuran
 Gaya Bahasa : Bahasa yang digunakan berbelit – belit dan cukup sulit untuk dipahami
 Tema : Kehidupan orang – orang yang terpaksa menjadi gelandangan setelah
berakhirnya revolusi
12

III. DRAMA
13
14
15

PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi
yang menjadi pokok bahasan dalam kliping ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul kliping ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman


sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi sempurnanya kliping ini dan penulisan kliping di
kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
16

Anda mungkin juga menyukai