Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia ania tau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,


adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rektidan Atresia rekti.Insiden1 : 5000
kelahiran yangdapatmunculsebagaipenyakittersering yang merupakansyndrom
VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). 
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan.Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan
atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktusurogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai ke
enam usia kehamilan.

1.2 Rumusan Masalah


1. JelaskanPengertiandari Atresia Ani !
2. BagaimanaEtiologi Atresia Ani ?
3. Apasajaklasifikasi Atresia Ani ?
4. BagaimanaPatofisiologi Atresia Ani ?
5. ApasajaManifestasiKlinisAtresia Ani ?
6. BagaimanaPenatalaksanaandari Atresia Ani ?
7. BagaimanaAsuhanKeperawatan Atresia Ani ?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan Atresia Ani.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. MengetahuiPengertiandari Atresia Ani.
2. MengetahuiEtiologi Atresia Ani.
3. MengetahuiKlasifikasi Atresia Ani.
4. MengetahuiPatofisiologidari Atresia Ani.
5. MengetahuiManifestasiKlinis Atresia Ani.
6. MengetahuiPenatalaksanaandari Atresia Ani.
7. MengetahuiAsuhankeperawatandari Atresia Ani.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Atresia Ani

Atresia ani ( imperforata anus ) merupakan suatu kelainan kongenital


dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara
tetap pada daerah anus. Lokasi terjadinya anus imperforata ini meliputi bagian
anus, rektum, atau bagian di antara keduanya.

Atresia ani atau imperforta adalah tidak terjadinya perforasi membran


yang memisahkan bagian endoterm mengaibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung kedalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan retum. (Hidayat,
2009)

2.2 Etiologi

1. Secara pasti belum diketahui


2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
3. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/ 3
bulan.
4. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. (Ogik-darkess, 2015)

2.3 Klasifikasi

2.3.1 Kelainan Rendah (Low Anomaly/ Kelainan Translevator).

Ciri-cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal,


spingter ani internal dan eksternal berkembang sempurna dengan fungsi

3
yang normal, rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit
dan rektum paling jauh 2cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah
anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula ( untuk laki-laki
festula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk perempuan
anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke
perineal, vestibular atau vaginal).

2.3.2 Kelainan Intermediet/ Menengah ( Intermediate Anomaly).


Ciri-cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus
Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot
puborektal sampai 1cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan
spingter eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki
bisa rektobulbar/ rektrouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal
ke bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan
bisa rektovaginal fistila, analgesis tanpa fistula, rektovestibular fistula.

2.3.3 Kelainan Tinggi (High Anomaly/ Kelainan Supralevator).


Kelainan tinggi mempunyai beberapa antara lain : laki-laki ada
anorektal agenesis, rektouretral fistula ke protatic uretra. Rektum berakhir
muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal.
Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula vagina tinggi, yaitu
fistula antara rectum dan vagina posterior. Pada laki-laki dan perempuan
biasanya rectal atresia. (Ade kurniah, 2013)

2.4 Patofisiologi

Atresia Ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada


kehidupan embrional. Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak

4
ada kelengkapan migrasi dan perekembangan struktur kolon antara 7 dan 10
minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.

Manisfestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.


Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rectum, maka urin
akan diabsorpsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinaarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke
vesika urinaria atau ke prostate (retrovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke
uretra (rektourethralis).

5
Gangguan Pertumbuhan selama
kehamilan pada trimester 1

ATRESIA ANI

Feses tidak keluar Viesel rektovaginal

Feses menumpuk Feses masuk ke


uretra

Peningkatan tekanan
intra abdominal Reabsorpsi sisa Mikroorganisme
metabolisme tubuh masuk saluran kemih

Operasi : Mual Keracunan Dysuria


anoplasti, muntah
colostomi

MK : Resiko nutrisi kurang MK : MK : MK :


dari kebutuhan Gangguan Resiko Gangguan
rasa tinggi eliminasi
nyaman nyeri BAK

Perubahan defekasi Trauma jaringan

Pengeluaran tidak Nyeri Perawatan pasca


terkontrol kolostomi yang tidak
adekuat

Iritasi mukosa
MK : Resiko
infeksi

MK : Resiko
kerusakan integritas
kulit 6
2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain mekonium
tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar melalui saluran
urin, vagina atau fistula. Distensi abdomen dapat terjadi brtahap dalam 8-24 jam
pertama. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda obstruksi usus dan
adanya konstipasi. Muntah pada bayi umur 24048 jam atau bila bayi diberi makan
juga perlu di perhatikan. Pembukaan anal terbatas atau adanya misplaced
pembukaan anal. Lebih dari 50% klien dengan atresia ani mempunyai kelainan
cognietal lain.

2.6 Penatalaksanan

2.6.1 Penatalaksanaan Medis


1. Kolostomi
Bayi laki-laki maupun yang didiagnosa mengalami malformasi
anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali
operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang
pertama dan biasa di lakukan. Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis
kelainan tinggi (high anomaly),rektovaginal fistula, rektovestibular fistula,
rektouretral fistula, atresia rectum, dan jika hasil jarak udara do ujung
distal rectum ke tanda timah atau logam di perineum pada radiologi
invertogram > 1 cm. tempat yang di anjurkan ada 2 : transverso kolostomi
dan sigmoiddostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah stoma laras
ganda. Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu)
sebelum dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8
minggu setelah anoplasty atau bedah laparaskopi. Kolostomi ditutup 2-3
bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi
dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia 12-15 bulan.
2. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan
oleh perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua

7
kemudian dilakukan mandiri. Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal
dilakukan 3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan
posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak
pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal.
Pada perawatan postoperatif anosplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa
minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan. Dilatasi anal
dilakukan dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan
Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang
lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat
ditutup, namun dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi .

Ukuran Hegar Dilator

Umur Anak Hegar Dilator


1-4 bulan 12
4-12 bulan 13
8-12 bulan 14
1-3 tahun 15
3-12 tahun 16
>12 tahun 17

3. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan
tanpa kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika
tidak mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan
rektoperineal fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular fistula,
rektouretral atresia rectum.

4. Bedah Laparaskopi/ Bedah Terbuka Tradisional


Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan anus.

2.6.2 Penatalaksanaan Non-Medis

1. Toilet Training

8
Toilet training dimulai pada usia 2 – 3 tahun. Menggunakan
strategi yang sama dengan anak normal, misalnya pemilihan tempat duduk
berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat duduk
berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain
memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki ke lantai juga
memfasilitasi defekasi.

2. Bowel Management

Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan


kolon.

3. Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas/ dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buah-buahan
dan sayuran mentah. Menghindari makanan yang memproduksi gas/
menyebabkan kram, seperti minuman karbonat, permen karet, buncis, kol,
makanan pedas, pemakaian sedotan.

4. Diet Laksatif / Tinggi Serat


Diet laksatif / Tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi
makanan seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot. Buah
kering, makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

9
3.1 Pengkajian

1. IdentitasPasien
Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku
Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa
Medis.

2. Riwayatkesehatan
a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit,
tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium
terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah
24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan
kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota
keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak
mempengaruhi kejadian atresia ani

3. Polafungsikesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi.

c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain

10
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i
dengan baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
- Identitas diri : belum bisa dikaji
- Ideal diri : belum bisa dikaji
- Gambaran diri : belum bisa dikaji
- Peran diri : belum bisa dikaji
- Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan.
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri.
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah.

4. Pemeriksaanfisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus
obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu
Kesehatan Anak:1985).

11
 Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Tanda-tanda vital
- Nadi : 110 X/menit.
- Respirasi : 32 X/menit.
- Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva,
tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak
agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cupinghidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus,
tidakcheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuksempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
shest,pernafasan normal

9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

12
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor,
tidakterdapat perdarahan pada umbilicus
11. Genitalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandiapada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-
kadangtampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam
anus tertahanoleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun
kaki dankukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

3.2 DiagnosaKeperawatan

1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake,muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit danprosedur perawatan.

13
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

3.3 IntervensiKeperawatan
1. Diagnosa Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Konstipasi Setelah 1. Lakukan 1.Evaluasi
b/d ganglion dilakukan enema bowel
tindakan atau irigasi meningkatkan
keperawatan rectal kenyaman pada
selama 1x 24 sesuai order anak
jam
Klien mampu 2. Kaji bising 2. Meyakinkan
mempertahankan usus berfungsinya
pola eliminasi dan abdomen usus
BAB dengan setiap 3. Pengukuran
teratur 4 jam lingkar
KH : Penurunan 3. abdomen
distensi Ukurlingkar membantu
abdomen, abdomen mndeteksi
meningkatnya trjadinya
kenyamanan distensi

2. Resiko Setelah 1. Monitor 1. Dapat


kekurangan dilakukan intake – mengidentifikasi
volume tindakan output cairan status cairan
cairan b/d keperawatan 2. Lakukan klien

14
menurunnya selama 1x 24 pemasangan 2. Mencegah
intake, jam infus dehidrasi
muntah Klien dapat dan berikan 3. Mengetahui
mempertahankan cairan kehilangan
keseimbangan IV cairan
cairan 3. Observasi melalui suhu
KH: Output urin TTV tubuh
1-2 4.Monitor yang tinggi
ml/kg/jam, capill status 4. Mengetahui
ary refill 3-5 hidrasi tandatanda
detik, trgor kulit (kelembaban Dehidrasi
baik, membrane membran
mukosa lembab mukosa,
nadi adekuat,
takanan darah
ortostatik)
3. Cemas Setelah 1. Jelaskan dg 1. Agar orang
orang tua dilakukan istilah yg tua
b/d kurang tindakan dimengerti mengerti
pengetahuan keperawatan tentang kondisi
tentang selama 1x 24 anatomi dan klien
penyakit jam fisiologi 2. Pengetahuan
dan Kecemasan saluran tersebut
prosedur orang pencernaan diharapkan
perawatan tua dapat normal. dapat membantu
berkurang 2. Gunakan menurunkan
KH: Klien tidak alat, kecemasan
lemas media dan 3. Membantu
gambar mengurangi
Beri jadwal kecemasan klien
studi

15
diagnosa
pada
orang tua
3. Beri
informasi
pada orang
tua
tentang
operasi
kolostomi

2. Diagnosa post operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah 1. Hindari 1. Mencegah
integritas dilakukan kerutan perlukaan
kulit b/d tindakan pada tempat pada
kolostomi. keperawatan tidur kulit
selama 2. Jaga 2. Menjaga
1 x 24 jam kebersihan ketahanan
diharapkan kulit agar kulit
integritas kulit tetap 3. Mengetahui
dapat bersih dan adanya tanda
dikontrol. kering kerusakan
KH : - 3. Monitor jaringan kulit
temperatur kulit akan 4. Menjaga
jaringan adanya kelembaban
dalam kemerahan kulit
batas normal, 4. Oleskan 5. Menjaga
sensasi dalam lotion/baby oil keadekuatan
batas pada daerah nutrisi guna

16
normal, yang tertekan penyembuhan
elastisitas 5. Monitor luka
dalam batas status
normal, nutrisi klien
hidrasi dalam
bats
normal,
pigmentasi
dalam batas
normal,
perfusi
jaringan
baik.
2. Resiko Setelah 1. Monitor 1. mengetahui
infeksi b/d dilakukan tanda dan tanda infeksi
prosedur tindakan gejala infeksi lebih dini
pembedaha keperawatan sistemik dan 2.
n selama lokal menghindari
1 x 24 jam 2. Batasi kontaminasi
diharapkan pengunjung dari
klien 3. pengunjung
bebas dari Pertahankan 3. mencegah
tandatanda teknik cairan penyebab
infeksi asepsis pada infeks
KH : bebas klien 4. mengetahui
dari yang beresiko kebersihan
tanda dan 4. Inspeksi luka
gejala kondisi dan tanda
infeksi luka/insisi infeksi
bedah 5. Gejala
5. Ajarkan infeksi

17
keluarga dapat di
klien tentang deteksi
tanda dan lebih dini
gejala 6. Gejala
infeksi infeksi
6. Laporkan dapat segera
kecurigaan teratasi
infeksi

3.4 ImplementasiKeperawatan
1. Diagnosa Pre oprasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


Konstipasi 1.Enema atau
b/d irigasi rectal
ganglion sesuai
order
2.Mengauskultasi
bising usus dan
abdomen
3. Mengukur
lingkar abdomen
Resiko 1. Memonitor
kekurangan intake – output
volume cairan cairan
b/d 2. Memasang
menurunnya infus
intake, 3.
muntah Mengobservasi
TTV
4. Memonitor
status hidrasi

18
(kelembaban
membran
mukosa, nadi
adekuat, takanan
darah ortostatik)
Cemas orang 1. Menjelaskan
tua b/d kurang dengan istilah yg
pengetahuan dimengerti
tentang tentang anatomi
penyakit dan dan
prosedur fisiologi saluran
perawatan pencernaan
normal.
2. Menggunakan
alat, media dan
gambar
2. Memberi
jadwal studi
diagnosa
pada orang tua
3. Memberi
informasi pada
orangtua tentang
operasi
kolostomi

2. Diagnosa Post Operasi

Tanggal Jam Diagnosa Implemetasi TTD


Gangguan 1.
integritas kulit Menghindarkan
b/d kolostomi. kerutan pada

19
tempat tidur
2. Menjaga
kebersihan kulit
agar
tetap bersih dan
kering
3. Memonitor
kulit akan
adanya
kemerahan
4. Mengoleskan
lotion/baby oil
pada
daerah yang
tertekan
5. Memonitor
status nutrisi
klien
Resiko infeksi 1. Memonitor
b/d prosedur tanda dan gejala
pembedahan infeksi sistemik
dan lokal
2. Membatasi
pengunjung
3.
Mempertahanka
n teknik cairan
asepsis pada
klien yang
beresiko
4. Menginspeksi

20
kondisi
luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan
keluarga klien
tentang tanda
dan gejala
infeksi
6. Melaporkan
kecurigaan
infeksi

3.5 Evaluasi Keperawatan


1. Diagnosa Pre operasi

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD


Konstipasi b/d S : Klien mampu
ganglion mempertahankan
pola eliminasi
BAB dengan
teratur
O : distensi
abdomen
menurun
A : Diagnosa
keperawatan
konstipasi
teratasi
P : Intervensi
dihentikan
Resiko S : Klien dapat
kekurangan mempertahankan

21
volume cairan keseimbangan
b/d cairan
menurunnya O : Output urin
intake, 1-2
muntah ml/kg/jam,
capillary refill 3-
5
detik, turgor
kulit baik,
membrane
mukosa lembab
A : Diagnosa
keperawatan
Resiko
kekurangan
volume cairan
teratasi
P : Intervensi
dihentikan
Cemas orang S : orang tua
tua b/d kurang mengatakan
pengetahuan sudah
tentang tidak cemas
penyakit dan O : klien tidak
prosedur lemas
perawatan A : Diagnosa
Keperawatan
Cemas
orang tua
Teratasi
P : Intervensi

22
dihentikan

2. Diagnosa Post Operasi

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD


Gangguan S : integritas
integritas kulit kulit klien
b/d kolostomi. dapat
terkontrol
O :
Temperatur
jaringan
dalam batas
normal,
sensasi dalam
batas normal,
elastisitas
dalam batas
normal,
hidrasi dalam
batas normal,
pigmentasi
dalam batas
normal,
perfusi
jaringan baik.
A : Diagnosa
Keperawatan
Gangguan
integritas kulit
teratasi

23
P : Intervensi
dihentikan
Resiko infeksi S : Klien
b/d prosedur sudah tidak
pembedahan mengalami
infeksi
O : tanda
gejala infeksi
tidak ada
A : Diagnosa
Keperawatan
Resiko
infeksi teratasi
P : Intervensi
dihentikan

24
DAFTAR PUSTAKA

https://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/

http://dokumen.tips/documents/ppt-atresia-ani.html

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351612-PR-Ade%20Kurniah.pdf

Alimul, aziz. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. 2008.
Jakarta : salemba medika

25
26

Anda mungkin juga menyukai