Anda di halaman 1dari 15

BAB I

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat, yang merupakan
salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak-anak dan orang dewasa. Hal ini
diduga karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaannya
belum memadai (Nugroho et al., 2011). Pneumonia paling banyak disebabkan oleh bakteri
dan virus. Patogen yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae tipe b (Hib), dan Respiratory Syncytial Virus (RSV) (Tong, 2013).
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak terjadi di seluruh penjuru dunia yang telah
menginfeksi kira-kira 450 juta orang pertahun. Penyakit ini menjadi penyebab utama jutaan
kematian pada semua kelompok (7% dari kematian total dunia) setiap tahun. Angka ini
paling besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun dan dewasa yang
berusia lebih dari 75 tahun (Langke, 2016). Angka period prevalence pneumonia atau angka
penderita pneumonia pada waktu tertentu di Indonesia cenderung meningkat dari 2,1% pada
tahun 2007 menjadi 2,7% pada tahun 2013 (Depkes, 2013).
Antibiotik merupakan obat untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan
antibiotik di Rumah Sakit harus mempertimbangkan kesesuaian diagnosis, indikasi, regimen
dosis, keamanan dan harga (Depkes, 2011).
Pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat memberikan dampak negatif, seperti
meningkatkan efek samping dan toksisitas, serta resistensi bakteri terhadap antibiotik. Jika
kejadian resistensi antibiotik ini tidak terdeteksi maka akan menimbulkan keparahan penyakit
dan menjadi sulit untuk disembuhkan (Nugroho et al., 2011).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho et al tahun 2011 tentang Evaluasi
Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit Pneumonia Di Rumah Sakit Umum Daerah
Purbalingga diperoleh hasil ketepatan penggunaan antibiotik kategori ketepatan obat pada
pasien anak sebesar 65,48% sedangkan pada pasien dewasa sebesar 87,5%, ketepatan dosis
pada pasien anak sebesar 25,45% 2 sedangkan pada pasien dewasa sebesar 100%, dan
ketepatan lama pemberian pada pasien dewasa sebesar 40,47% (Nugroho et al., 2011).
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia
yang menjalani rawat inap

1
di RS. Islam Klaten. Rumah sakit ini dipilih karena jumlah penderita pneumonia di instalasi
rawat inap cukup banyak yang mencapai 114 pasien pada tahun 2015. RS. Islam Klaten
merupakan rumah sakit tipe B yang menampung pelayanan rujukan dari beberapa rumah
sakit di daerah Kabupaten Klaten.

1.2 Rumusan Makalah


1.2.1 Defenisi, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, patofisiologi, diagnosis dan terapi diet
anak dengan gangguan sistem pernafasan Pneumonia.
1.2.2 Asuhan keperawatan pada anak dengan ganguan sistem pernafasan pada pneumonia.

1.3 Tujuan Makalah


1.3.1 Untuk mengetahui Defenisi, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, patofisiologi,
diagnosis dan terapi diet anak dengan gangguan sistem pernafasan Pneumonia.
1.3.2 Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan pada anak dengan ganguan sistem pernafasan
pada pneumonia.

1.4 Manfaat Makalah


1.4.1 Secara Umum
Dapat memberikan pengetahuan secara luas tentang gangguan sistem pernafasan
pneumonia.
1.4.2 Secara Khusus
Kita dintut untuk bisa memahami gangguan sistep pernafasan pneumonia karena profesi
kita kelak menjadi perawat yang professional.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pneumonia merupakan infeksi pada ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan
oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit (Depkes RI, 2005). Pneumonia
bakteri umumnya lebih lazim terjadi, lebih parah dan kebanyakan lebih mematikan di daerah
tropis (Syamsudin and Keban, 2013).

2.2 . Etiologi
Pneumonia paling sering terjadi karena Streptococcus pneumonia, Legionella
pneumophila atau Klebsiella sp. Meskipun etiologinya tidak bisa ditentukan pada banyak kasus,
namun kemungkinan besar disebabkan oleh S. pneumonia. Pneumonia yang lebih ringan dengan
onset yang lebih lambat bisa disebabkan oleh Mycoplasme pneumoniae (Syamsudin and Keban,
2013).
Klasifikasi pneumonia secara umum terdiri dari pneumonia komuniti dan nosokomial
yang dibedakan berdasarkan penyebabnya. Tabel 1 menunjukkan perbedaan penyebab pada
pneumonia komuniti dan nosokomial.
Lokasi sumber Penyebab
Komuniti Streptococcus pneumonia
Mycobacterium tuberculosis
Legionella pneumonia
Haemophillus influenza
Influenza tipe A, B, C
Aderovina
Nosokomial Staphylococcus aureus
Basil usus Gram negatif
(Escherichia coli)
Klebsiella pneumonia
Pseudomonas aeruginosa

3
2.3 Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme bakteri, jamur, fungi, aspirasi penyebab pneumonia masuk


melalui saluran pernapasan bagian atas, masuk bronkiolus dan alveoli. Mikroorganisme dapat
meluas dari alveoli ke alveoli diseluruh segmen atau lobus. Timbulnya hepatisasi merah akibat
perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru. Alveoli menjadi penuh dengan
cairam edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar dan penurunan jaringan efektif paru. Paru menjadi terisi udara, kenyal, dan
berwarna merah, stadium ini dinamakan hepatisasi merah. Pada tingkat lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit dan terjadi fagositosis dengan
cepat oleh leukosit dan saat resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli. Paru masuk
dalam tahap hepatisasai abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-
lahan sel darah merah mati, dan eksudat-fibrin dibuang dari alveoli. Stadium ini disebut stadium
resolusi. (Muttaqin, 2008)

2.4 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering terlihat pada anak yang menderita pneumonia adalah
demam, batuk, anak akan memperlihatkan kesulitan bernapas, retraksi interkostal, nyeri dada,
nyeri abdomen, krakles, penurunan bunyi napas, pernapasan cuping hidung, sianosis, batuk
kering kemudian berlanjut ke batuk produktif, adanya ronkhi basah, halus dan nyaring, adanya
takipnea (frekuensi pernapasan > 50x/menit).

Pemeriksaan kardiovaskuler akan didapatkan takikardi, sedangkan pada pemeriksaan


neurologis anak mengeluh nyeri kepala, kesulitan tidur, gelisah, terdapat iritabilitas dan
kemungkinan disertai dengan kejang. Gejala lain yang sering timbul adalah terdapat penurunan
nafsu makan dan nyeri lambung, kelelahan, gelisah dan sianosis. Sedangkan tanda yang sering
muncul adalah tandanya peningkatan suhu tubuh yang mendadak (Marni 2014).

4
2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil


dari pemeriksaan sputum, di antaranya:

 Anak dengan sesak napas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit).


 Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi.
 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, akan tetapi hal ini
tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau
diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.

2.6 Diagnosis

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis
kuman penyebeb infeksi (Sudoyo et al., 2007). Secara klinis, diagnosis pneumonia didasarkan
atas tanda-tanda kelainan fisis dan adanya gambaran konsolidasi pada foto dada. Namun
diagnosis lengkap haruslah mencakup diagnosis etiologi dan anatomi (Dahlan, 2004).

Diagnosis studi:

1. Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat juga
menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema (staphilococcus); penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bakterial)
2. Analisis gas darah: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-
paru. 3. Pemeriksaan darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih rendah pada infeksi.

Penilaian derajat keparahan pneumonia pada anak dan dewasa dengan cara yang berbeda.

5
1). Pneumonia Anak Penilaian derajat keparahan pneumonia pada anak dapat dilihat dari gejala
dan tanda yang timbul. Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh naik
dapat mencapai 40˚C, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat
berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri
perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

Tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : batuk nonproduktif, ingus (nasal
discharge), suara napas lemah, penggunaan otot bantu napas, demam, cyanosis (kebiru-biruan),
photo thorax menunjukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri otot, sesak napas,
menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, mual dan muntah (Misnadiarly,
2008). 6 Hal yang penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan sulit untuk
bernafas, untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus segera mendapatkan
pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana. Pneumonia pada anak diklasifikasikan sebagai
pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada
tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan
dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit (WHO, 2009).

Tanda dan gejala Klasifikasi menurut (WHO,2009)

1. Batuk atau sulit bernapas dan Napas cepat* Klasifikasi Pneumonia ringan
2. Batuk dan atau kesulitan bernapas, Napas cepat*, Suara merintih pada bayi, Pada
auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun dan suara pernapasan
bronkial, Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusu atau
minum/makan, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat
Klasifikasi Pneumonia berat
3. * Disebut napas cepat bila :
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

6
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Ilustrasi Kasus

An. S, berusia 6 bulan dibawa oleh orang tuanya kerumah sakit pada hari senin, tanggal
24 Juni 2019 dengan keluhan batuk, sesak nafas dan suara nafas seperti mendengkur selama 2
hari.

3.2 Pengkajian

a. Klien

Nama pasien : An. S

Umur : 5 Bulan

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Bunga Mawar

Tgl masuk RS : 24 Juni 2019

Diagnosa medis : Pneumonia

Keluhan utama : Batuk, Sesak nafas dan suara nafas seperti mendengkur

b. Wali Klien

Nama : Ny. P

Hubungan dengan Klien : Ibu

Umur : 28 Tahun

7
Pekerjaan : PNS

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bunga Mawar No. 70

Riwayat Perkembangan :

Ibu pasien mengatakan anaknya belum bisa tengkurap dan berguling. An B


terbiasa miring kanan sehingga sulit untuk dimiringkan kekiri. Anaknya belum bisa
mengangkat kepala dan duduk dengan bantuan. Ibu klien mengatakan sejak lahir An. S
tidak pernah diberi ASI dan di beri susu formula.

Pemeriksaan Fisik :

1. Keadaan Umum : Lemah


2. Tanda-tanda Vital : TD 90/70 mmHg, HR 140x/menit, RR 40x/menit, T 37,50 C,
3. Pengukuran antoprometri : BB 5 kg
4. Ispeksi : Tubuh mengalami Kebiruan
5. Auskultasi : Terdengar suara Ronkhi

4.1 Analisa Data

NO DATA MASALAH
1. DS: Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
- Suara anak seperti mengorok
DO :
- Anak batuk, dipsneu, bunyi nafas
ronkhi
- RR : 40x/i
2. DS : Pola Nafas Tidak Efektif
- Ibu klien mengatakan sesak nafas
DO:
- Dipsneu, Pernafasan Cuping Hidung
- RR : 40x/i

8
3. DS : Resiko Gangguan Perkembangan
- Ibu mengatakan anaknya tidak dapat
mengangkat kepala ataupun duduk
tanpa bantuan
DO:
- A. S tidak dapat berduling tanpa
bantuan, mengangkat kepala dan
duduk tanpa bantuan
-4

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


4.2.1 Ketidak efektifan pola nafas b/d suara anak terdengar seperti mengorok d/d
keadaan umum lemah, anak batuk, bunyi nafas Ronkhi, RR : 40x/i
4.2.2 Pola nafas tidak efektif b/d Ibu Klien mengatakan Sesak Nafas d/d dipsneu,
pernafasan cuping hidung, RR : 40x/i
4.2.3 Resiko Gangguan perkembangan b/d Ibu Klien mengatakan tidak dapat
mengangkat kepala ataupun duduk tanpa bantuan d/d klien tidak dapat berguling,
mengengkat kepala dan duduk tanpa bantuan.

4.3 INTERVENSI

Diagnosa Noc Nic


Ketidak efektifan bersihan Setelah dilakukannya tindakan  Monitor vital sign
jalan nafas keperawatan ketidak efektifan (suhu, RR, Nadi)
bersihan jalan nafas dengan  Monitor respirasi
tujuan: dan oksigenasi
 Status pernafasan  Auskultasi bunyi
membaik napas
 Status pernafasan:  Sajikan minum

9
pertukasan gas membsik hangat atau air
 Status pernafasan: susu hangat
kepetenan jalan nafas  Kolaborasi dalam
bsgus pemberian terapi
nebulizer
Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukannya tindakan  Kaji frekuensi dan
keperawatan Pola Nafas Tidak kedalaman
Efektif dengan tujuan: pernapasan
 Monitor vital sign
 Mengetahui frekuensi  Auskultasi bunyi
kedalaman Nafas nafas
 Keadaan umum kembali  Kolaborasi dalam
normal pemberian oksigen
 Agar memenuhi 2ltr/menit
kebutuhan oksienasi  Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
Resiko Gangguan Setelah dilakukannya tindakan  Lakukan
perkembangan keperawatan Resiko Gangguan pemijatan pada
Perkembangan dengan tujuan: bayi
 Meningkatkan Daya  Kaji status gizi
Tahan Tubuh klien
 meningkatkan daya  Latih klien alih
tumbuh klien baring,tengkurap,
 melatih keseimbangan dan berbaring
tubuh

4.4 Catatan Perkembangan


Implementasi Dan Evaluasi
DX Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi

10
Ketidak efektifan 24 Juni 2019  Monitor vital sign S = -
bersihan jalan (suhu, RR, Nadi) O = k/u suara seperti
nafas  Monitor respirasi mengorok
dan oksigenasi A = Masalah belum
 Auskultasi bunyi teratasi
napas P = Intervensi

 Sajikan minum dilanjutkan


hangat atau air susu
hangat
Kolaborasi dalam
pemberian terapi
nebulizer

Pola Nafas Tidak 24 Juni 2019  Kaji frekuensi dan S = -


Efektif kedalaman O = k/u lemas
pernapasan A = Masalah belum
 Monitor vital sign teratasi
 Auskultasi bunyi P = Intervensi
nafas dilanjutkan

 Kolaborasi dalam
pemberian oksigen
2ltr/menit
 Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
Resiko Gangguan 24 Juni 2019  Lakukan pemijatan S = -
perkembangan pada bayi O = k/u tidak dapat
 Kaji status gizi klien duduk dan
 Latih klien alih mengangkat kepala
baring,tengkurap, tanpa bantuan
dan berbaring A = Masalah belum

11
teratasi
P = Intervensi
dilanjutkan .

Ketidak efektifan 29 September 2018  Monitor vital sign S = -


bersihan jalan (suhu, RR, Nadi) O = k/u suara sudah
nafas  Monitor respirasi terdangar normal
dan oksigenasi A = Masalah teratasi
 Auskultasi bunyi P = Intervensi
napas dihentikan

 Sajikan minum
hangat atau air susu
hangat
Kolaborasi dalam
pemberian terapi
nebulizer
Pola Nafas Tidak 25 Juni 2019  Kaji frekuensi dan S = -
Efektif kedalaman O = k/u lemas
pernapasan A = Masalah belum
 Monitor vital sign teratasi
 Auskultasi bunyi P = Intervensi
nafas dilanjutkan

 Kolaborasi dalam
pemberian oksigen

12
2ltr/menit
Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
Resiko Gangguan 25 Juni 2019  Lakukan pemijatan S = -
perkembangan pada bayi O = k/u tidak dapat
 Kaji status gizi klien duduk dan
Latih klien alih mengangkat kepala
baring,tengkurap, tanpa bantuan
dan berbaring A = Masalah belum
teratasi
P = Intervensi
dilanjutkan .

Pola Nafas Tidak 26 Juni 2019  Kaji frekuensi dan S = -


Efektif kedalaman O = k/u sudah
pernapasan membaik
 Monitor vital sign A = Masalah teratasi
 Auskultasi bunyi P = Intervensi
nafas dihentikan

 Kolaborasi dalam
pemberian oksigen
2ltr/menit
Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin

13
Resiko Gangguan 26 Juni 2019  Lakukan pemijatan S = -
perkembangan pada bayi O = k/u klien sudah
 Kaji status gizi klien dapat duduk dan
 Latih klien alih mengangkat kepala
baring,tengkurap, tanpa bantuan
dan berbaring A = Masalah teratasi
P = Intervensi
dihentikan.

BAB IV

14
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli sehingga menyebabkan agen infeksi,
irirtan kimia dan terapi radiasi.

  Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah staphylococcus aureus,


streptococus, aeruginosa, legionella, hemophillus, influenza, eneterobacter.

Virus penyebab pneumonia diantaranya yaitu virus influenza, adenovirus,chicken-pox


(cacar air). Meskipun virus-virus ini menyerang saluran pernafasan bagian atas, tetapi gangguan
ini dapat memicu pneumonia, terutama pada anak-anak.

4.2 Saran

Seharusnya kita perlu mengetahui tentang penyakit pneumonia agar kita dapat mencegah
hal itu timbul dalam lingkungan kita. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk menyempurnakan penulisan makalah berikutnya. 

15

Anda mungkin juga menyukai