1
di RS. Islam Klaten. Rumah sakit ini dipilih karena jumlah penderita pneumonia di instalasi
rawat inap cukup banyak yang mencapai 114 pasien pada tahun 2015. RS. Islam Klaten
merupakan rumah sakit tipe B yang menampung pelayanan rujukan dari beberapa rumah
sakit di daerah Kabupaten Klaten.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pneumonia merupakan infeksi pada ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan
oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit (Depkes RI, 2005). Pneumonia
bakteri umumnya lebih lazim terjadi, lebih parah dan kebanyakan lebih mematikan di daerah
tropis (Syamsudin and Keban, 2013).
2.2 . Etiologi
Pneumonia paling sering terjadi karena Streptococcus pneumonia, Legionella
pneumophila atau Klebsiella sp. Meskipun etiologinya tidak bisa ditentukan pada banyak kasus,
namun kemungkinan besar disebabkan oleh S. pneumonia. Pneumonia yang lebih ringan dengan
onset yang lebih lambat bisa disebabkan oleh Mycoplasme pneumoniae (Syamsudin and Keban,
2013).
Klasifikasi pneumonia secara umum terdiri dari pneumonia komuniti dan nosokomial
yang dibedakan berdasarkan penyebabnya. Tabel 1 menunjukkan perbedaan penyebab pada
pneumonia komuniti dan nosokomial.
Lokasi sumber Penyebab
Komuniti Streptococcus pneumonia
Mycobacterium tuberculosis
Legionella pneumonia
Haemophillus influenza
Influenza tipe A, B, C
Aderovina
Nosokomial Staphylococcus aureus
Basil usus Gram negatif
(Escherichia coli)
Klebsiella pneumonia
Pseudomonas aeruginosa
3
2.3 Patofisiologi
Manifestasi klinik yang sering terlihat pada anak yang menderita pneumonia adalah
demam, batuk, anak akan memperlihatkan kesulitan bernapas, retraksi interkostal, nyeri dada,
nyeri abdomen, krakles, penurunan bunyi napas, pernapasan cuping hidung, sianosis, batuk
kering kemudian berlanjut ke batuk produktif, adanya ronkhi basah, halus dan nyaring, adanya
takipnea (frekuensi pernapasan > 50x/menit).
4
2.5 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, akan tetapi hal ini
tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau
diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis
kuman penyebeb infeksi (Sudoyo et al., 2007). Secara klinis, diagnosis pneumonia didasarkan
atas tanda-tanda kelainan fisis dan adanya gambaran konsolidasi pada foto dada. Namun
diagnosis lengkap haruslah mencakup diagnosis etiologi dan anatomi (Dahlan, 2004).
Diagnosis studi:
1. Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat juga
menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema (staphilococcus); penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bakterial)
2. Analisis gas darah: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-
paru. 3. Pemeriksaan darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih rendah pada infeksi.
Penilaian derajat keparahan pneumonia pada anak dan dewasa dengan cara yang berbeda.
5
1). Pneumonia Anak Penilaian derajat keparahan pneumonia pada anak dapat dilihat dari gejala
dan tanda yang timbul. Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh naik
dapat mencapai 40˚C, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat
berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri
perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
Tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : batuk nonproduktif, ingus (nasal
discharge), suara napas lemah, penggunaan otot bantu napas, demam, cyanosis (kebiru-biruan),
photo thorax menunjukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri otot, sesak napas,
menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, mual dan muntah (Misnadiarly,
2008). 6 Hal yang penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan sulit untuk
bernafas, untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus segera mendapatkan
pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana. Pneumonia pada anak diklasifikasikan sebagai
pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada
tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan
dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit (WHO, 2009).
1. Batuk atau sulit bernapas dan Napas cepat* Klasifikasi Pneumonia ringan
2. Batuk dan atau kesulitan bernapas, Napas cepat*, Suara merintih pada bayi, Pada
auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun dan suara pernapasan
bronkial, Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusu atau
minum/makan, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat
Klasifikasi Pneumonia berat
3. * Disebut napas cepat bila :
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
An. S, berusia 6 bulan dibawa oleh orang tuanya kerumah sakit pada hari senin, tanggal
24 Juni 2019 dengan keluhan batuk, sesak nafas dan suara nafas seperti mendengkur selama 2
hari.
3.2 Pengkajian
a. Klien
Umur : 5 Bulan
Agama : Islam
Keluhan utama : Batuk, Sesak nafas dan suara nafas seperti mendengkur
b. Wali Klien
Nama : Ny. P
Umur : 28 Tahun
7
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Riwayat Perkembangan :
Pemeriksaan Fisik :
NO DATA MASALAH
1. DS: Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
- Suara anak seperti mengorok
DO :
- Anak batuk, dipsneu, bunyi nafas
ronkhi
- RR : 40x/i
2. DS : Pola Nafas Tidak Efektif
- Ibu klien mengatakan sesak nafas
DO:
- Dipsneu, Pernafasan Cuping Hidung
- RR : 40x/i
8
3. DS : Resiko Gangguan Perkembangan
- Ibu mengatakan anaknya tidak dapat
mengangkat kepala ataupun duduk
tanpa bantuan
DO:
- A. S tidak dapat berduling tanpa
bantuan, mengangkat kepala dan
duduk tanpa bantuan
-4
4.3 INTERVENSI
9
pertukasan gas membsik hangat atau air
Status pernafasan: susu hangat
kepetenan jalan nafas Kolaborasi dalam
bsgus pemberian terapi
nebulizer
Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukannya tindakan Kaji frekuensi dan
keperawatan Pola Nafas Tidak kedalaman
Efektif dengan tujuan: pernapasan
Monitor vital sign
Mengetahui frekuensi Auskultasi bunyi
kedalaman Nafas nafas
Keadaan umum kembali Kolaborasi dalam
normal pemberian oksigen
Agar memenuhi 2ltr/menit
kebutuhan oksienasi Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
Resiko Gangguan Setelah dilakukannya tindakan Lakukan
perkembangan keperawatan Resiko Gangguan pemijatan pada
Perkembangan dengan tujuan: bayi
Meningkatkan Daya Kaji status gizi
Tahan Tubuh klien
meningkatkan daya Latih klien alih
tumbuh klien baring,tengkurap,
melatih keseimbangan dan berbaring
tubuh
10
Ketidak efektifan 24 Juni 2019 Monitor vital sign S = -
bersihan jalan (suhu, RR, Nadi) O = k/u suara seperti
nafas Monitor respirasi mengorok
dan oksigenasi A = Masalah belum
Auskultasi bunyi teratasi
napas P = Intervensi
Kolaborasi dalam
pemberian oksigen
2ltr/menit
Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
Resiko Gangguan 24 Juni 2019 Lakukan pemijatan S = -
perkembangan pada bayi O = k/u tidak dapat
Kaji status gizi klien duduk dan
Latih klien alih mengangkat kepala
baring,tengkurap, tanpa bantuan
dan berbaring A = Masalah belum
11
teratasi
P = Intervensi
dilanjutkan .
Sajikan minum
hangat atau air susu
hangat
Kolaborasi dalam
pemberian terapi
nebulizer
Pola Nafas Tidak 25 Juni 2019 Kaji frekuensi dan S = -
Efektif kedalaman O = k/u lemas
pernapasan A = Masalah belum
Monitor vital sign teratasi
Auskultasi bunyi P = Intervensi
nafas dilanjutkan
Kolaborasi dalam
pemberian oksigen
12
2ltr/menit
Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
Resiko Gangguan 25 Juni 2019 Lakukan pemijatan S = -
perkembangan pada bayi O = k/u tidak dapat
Kaji status gizi klien duduk dan
Latih klien alih mengangkat kepala
baring,tengkurap, tanpa bantuan
dan berbaring A = Masalah belum
teratasi
P = Intervensi
dilanjutkan .
Kolaborasi dalam
pemberian oksigen
2ltr/menit
Kolaborasi dalam
pemberian obat
terapi ampicillin
13
Resiko Gangguan 26 Juni 2019 Lakukan pemijatan S = -
perkembangan pada bayi O = k/u klien sudah
Kaji status gizi klien dapat duduk dan
Latih klien alih mengangkat kepala
baring,tengkurap, tanpa bantuan
dan berbaring A = Masalah teratasi
P = Intervensi
dihentikan.
BAB IV
14
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli sehingga menyebabkan agen infeksi,
irirtan kimia dan terapi radiasi.
4.2 Saran
Seharusnya kita perlu mengetahui tentang penyakit pneumonia agar kita dapat mencegah
hal itu timbul dalam lingkungan kita. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk menyempurnakan penulisan makalah berikutnya.
15