KOLELITIASIS
Oleh
1601460033
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan
oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan
di luar empedu (Denis, 2005)
Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan
garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,
baru orang Afrika)
C. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali
batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam
media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh
pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh
mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol
yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,
merupakan keadaan yang litogenik (Schwartz, 2000).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Lesmana, 2000).
D. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih
dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: a. Batu pigmen
kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen
cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.
Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,
operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri
akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi
bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.
E. Manifestasi klinik
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut
atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada
abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke
punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak
dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi.
3
Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung
lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam
kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus.
Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-
kadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan
peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur
dinding kandung empedu (Lesmana, 2000).
F. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah
pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. Pilihan
penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti
oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi.
80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena
memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk
2
operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis
akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
10 2
pasien. Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan
batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter
oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap setiap kali terjadi serangan akut.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
B. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan krisis emosional
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan proses invasif
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
C. Intervensi keperawatan
1. Pre operasi
Dx: ansietas berhubungan dengan krisis emosional
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas klien
dapat berkurang
Kriteria hasil:
a. Klien mengatakan sudah tidak cemas.
b. Klien terlihat lebih rileks.
c. Klien tidak gelisah
Proses supersaturasi,
nukleasi, bertambahnya
endapan
Laparascopy
Oleh
TRISMADANI ERLINA PUTRI
1601460033
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini telah diperiksa dan dilakukan responsi dengan pembimbing institusi dan
pembimbing klinik.
Hari, tanggal :
Tempat :
Judul : Kolelitiasis
2. IDENTITAS PASIEN
2 NamaPasien :
3 NamaPanggilan : Ny. b
4 Tgl lahir/ Umur : 45 tahun
5 Anak ke : 1 dari 4 bersaudara
6 Agama : Islam
7 Pendidikan : SMP
8 Suku/ bangsa : Jawa/ WNI
9 Bahasa yang digunakan : Indonesia & Jawa
10 Alamat : Blitar
PRE OPERASI
a. Keluhan Utama/alasan masuk :
Pasien dibawa ke RSUD Mardi Waluyo 2 hari yang lalu karena merasa nyeri bagian atas
perut, mual muntah, tidak nafsu makan, dan lemasyang lalu
b. Riwayat Penyakit : □DM □ Asma □ Hepatitis □ Jantung □ Hipertensi □ HIV tidak ada
c. Riwayat Operasi/anestesi :
Tidak ada
d. Komplikasi operasi/anestesi yang lalu:
Tidak ada
e. Riwayat Alergi :
Tidak ada
f. Diagnosa Medis :
Kolelitiasis
g. Jenis Operasi :
Laparoskopi
h. Tanda-tanda Vital
Suhu :37,8 C Nadi :80 x/mnt Respirasi : 20 x/mnt TD : 110/60 mmHg
i. Antropometri
BB: 51 kg TB : 160 Cm
j. Golongan Darah : B Rhesus :+
k. Puasa
□Tidak Ya , mulai pukul 00.00
l. Lavemen
15
□ Tidak Ya
m. Pencukuran rambut
□ Tidak Ya
n. Profilaksis
□ Tidak Ya , sebutkan Cefazol 1 gram
PRIA
WANITA
RIWAYAT
PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
15. Status Emosional
□ Tenang □Bingung Kooperatif □ Tidak Kooperatif □ Menangis □ Menarik diri
16
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
□ 0-1 □2-3 4-5 □ 6-7 □ 8-9 □ 10
Terpasang kateter
Genitalia
Penyulit Anak
17
(................................................)
................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................
Jenis Pemeriksaan Hasil
Lab darah SGOT 55 u/L
SGPT 45 u/L
Leukosit 6.400
Trombosit 365.000
Eritrosit 4.5200.000
INTRA OPERASI
Anastesi dimulai jam 10.15
Pembedahan dimulai jam 10.20
Jenis anastesi :
Spinal □ Umum/general anastesi □ Lokal □ Nervus blok □……………
Posisi operasi :
terlentang □ litotomi □ tengkurap/knee chees □ lateral : □ kanan □ kiri □ lain lain…………….
Lokasi pemasangan patient plate :
□ di bawah bokong Di bawah betis kanan □ ………………….
Integritas kulit sebelum pemasangan plate :
utuh □ Tidak utuh…………………………
18
Catatan Anestesi :
Pemasangan alat-alat :
Airway : □ Terpasang ETT no : □ Terpasang LMA no:........ □ OPA □ O2 Nasal □ …………….
_____________________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
____________________
TTV : Suhu 37,5 C , Nadi 80 x/mnt, Teraba kuat, □ Lemah, teratur, □ tidak teratur
RR 20x/mnt, TD 110/80 mmHg, Saturasi O2 99%
Survey Sekunder, lakukansecara head to toe secaraprioritas
Normal
Jika Tidak normal, jelaskan
YA TIDAK
Kulit kepala bersih, tidak ada benjolan
Kepala
Terpasang kateter
Genitalia
* Diisi jika menemukan hal-hal yang tidak normal pada pemeriksaan head to toe.
** Diisi untuk pada pasien post SC walaupun dalam keadaan normal.
POST OPERASI
Pasien pindah ke :
Pindah ke ICU/PICU/NICU, jam 12.10 Wib
□ RR , jam__________Wib
Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah □ pusing □ Nyeri luka operasi Kaki terasa baal □ Menggigil
□………………
Keadaan Umum : □ Baik □ Sedang □ Sakit berat
TTV :
Suhu 37,8 oC, Nadi 78 x/mnt, Rr 20 x/mnt, TD 120/70 mmHg, Sat O2 99%
Bentuk simetris
Dada
Terpasang hepafix
Abdomen
Terpasang kateter
Genitalia
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
0-1 □2-3 □ 4-5 □ 6-7 □ 8-9 □ 10
(……………………….) ( ………….....………………)
ANALISIS DATA
21
Ruang : OK
Nama pasien : Ny. b
No. Register :
DAFTAR MASALAH
22
Ruang : OK
Nama pasien : Ny. b
No. Register :
Tanggal Tanggal
No. Dx Diagnosis Keperawatan Tanda Tangan
Muncul Teratasi
1. 05-03-2020 Nyeri akut d.d pasien akan dilakukan 05-03-2020
prosedur pmbedahan laparoskopi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ruang : OK
Nama pasien : Ny. S
No. Register :
Ruang : OK
Nama pasien : Ny. b
No. Register :
1. Nyeri akut b.d proses penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan
menit nyeri berkurang dengan Kriteria intensitas nyeri
Hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Nyeri berkurang 3. Identifikasi faktor yang mempengaruhi nyeri
2. Tidak ada tanda verbal nyeri 4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
3. TTV normal 5. Pantau TTV
2. Ansietas b.d akan dilakukan prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Menjelaskan prosedur operasi
menit ansietas berkurang dengan Kriteria 2. Identifikasi pengetahuan pasien
Hasil :
3. Demonstrasi nafas dalam
1. Klien mengatakan lebih rileks
2. Pasien tampak rileks
3. Resiko injuri (d.d) pasien akan dilakukan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
prosedur pembedahan laparoskopi dengan 1X60 menit tidak terjadi cidera dengan cedera
perforasi, tindakan operasi memerlukan ESU,
Kriteria Hasil :
suction, dan kerja tim operasi, posisi pasien 2. Sediakan pencahayaan yang memadai
supine 1. Luka/lecet menurun 3. Lakukan sign in , sign out dan time out
2. Perdarahan menurun
24
4. Resiko Infeksi b.d prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan 1X60 menit 2. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
pasien tidak mengalami infeksi dengan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Kriteria Hasil: dan lingkungan pasien
1. Kebersihan tangan meningkat 4. Pertahankan tingkat aseptik pada pasien beresiko tinggi
2. Demam menurun 5. Kolaborasi : pemberian antibiotik (jika perlu)
3. Kemerahan menurun
4. Nyeri menurun
5. Bengkak menurun
IMPLEMENTASI KEPERWATAN
Ruang : OK
Nama pasien : Ny. b
No. Register :
Tanggal/Jam/Diagnosa Tindakan Nama/ Tanda Tangan
Keperawatan Perawat
05-03-2020
10.05/I
1) Mengidentifikasi nyeri
P: saat bergerak
Q:ditusuk-tusuk
R: perut kanan atas
S: 5
T:hilang timbul
10.05/I 2) Menciptakan lingkungan yang nyaman
3) Mengobservasi TTV
10.12/I
TD 110/ 80
N: 80
S: 37,5
RR: 20
05-03-2020 1) Mengkaji dengan memantau dan memeriksa adanya tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
10.05/ III
10.18/ III 2) Tim Bedah melakukan Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien saat
operasi dilaksanakan
10.25/ III. 3) Menjaga tingkat aseptik
10.15/ III 4) Memberikan antibiotik sesuai permintaan dokter apabila diperlukan.
26
05-03-2020 1) Mengidentifikasi dan mengkaji dengan memeriksa area lingkungan yang berpotensi
10.20/ IV
menyebabkan cedera
10.20 IV 2) Tim Bedah memberikan pencahayaan yang memadai
10.25s/ IV 3) Tim Bedah melakukan sign in, time out, sign out selama jalannya operasi
27
EVALUASI FORMATIF
Ruang : OK
Nama pasien : Ny.S
No. Register :
No. Diagnose Keperawatan Paraf
1 2 4 4
S: pasien mengatakan nyeri berkurang S: pasien mengatakan lebih S :- S : -
O:pasien tapak lebih rileks siap menjalani operasi O: O :
TTV: TD 110/ 80 O:pasien tampak berdoa TTV: TTV:
Pasien tampak lebih rileks TD: 110/80 mmHg TD: 110/80 mmHg
N: 80
A:masalah teratasi N:80X/ menit N:80X/ menit
S: 37,5
P:hentikan intervensi S: 37,5 S: 37,5
RR: 20
SpO2: 100% SpO2: 100%
A : masalah teratasi -
pasien sudah
A: Masalah teratasi
P : hentikan intervensi
P: Lanjutkan intervensi diberikan
Antibiotik
profilaksis
cefazol 1 gram
- tidak terdapat
tanda – tanda
infeksi : tidak ada
pus / nanah , tidak
ada luka
kemerahan, luka
dibalut dengan
kassa dan hipafix
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
28
Oleh
TRISMADANI ERLINA PUTRI
1601460033
A. Definisi
Cholesistitis adalah peradangan kandung empedu menahun. Kandung empedu merupakan
kantong otot kecil yang berfungsi menyimpan cairan empedu (cairan berwarna kuning
kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Kolestektomi adalah tindakan menghilangkan batu di
kandung empedu.
B. INDIKASI
1. terasa nyeri hebat akibat kolik linier
2. terasa massa pada abdomen
3. ikterus obstruksi
4. hasil pemeriksaan telah memastikan adanya batu di kandung empedu
5. sering mengalami kekambuhan
6. mencegah terbentuknya kembali bau di kandung empedu
7. penderita dengan simtomatik, batu empedu telah dibuktikan secara iaging diagnostik
terutama melalui USG abdomen, adenomyomatosis kantung em[pedu simtomatik
8. pasien dengan cholesistitis kronis
C. KONTRAINDIKASI
Kontra indikasi absolut
1. Koagulapoati yang tidak terkontrol
2. Penyakit liver stadium akhir
3. Penyakit paru obstruktif berat dan penyakit jantung kongestif berat
Kontraindikasi relatif (terganotung keahlian operator)
1. Chirosis hepatis
2. Obesitas
3. Kehamilano
4. Gangrene dan empyema gall bladder
5. Biliary entereic fistula
6. Ventriculo peritoneal shunt (VP shunt)
D. Persiapan
1. Lingkungan
Pastikan AC ruangan berfungsi dengan baik, yaitu 18-22oC
Mengatur dan menegcek fungsi mesin couter, suction, viewer, dan lampu operasi
serta mengecek fungsinya
Menata meja instrumen, meja mayo, dan troli waskhom
Mempersiapklan set linen, set waskhom, dan instrumen steril yang digunakan
Memasang doek besar, underpad pada meja operasi
Mempersiapkan dan menempatkan tempat sampah agar mudah dijangkau
2. Alat
a) Instrumen dasar
Scalp blade & handle (handvat mess) no 3 :1
Dissecting forceps (pinset anatomis)+ manis : 2/1
Tissue forceps (pinset sirurgis) :2
Metzembaum scrissor :1
Washing & dressing forceps :1
Delicate hemoostatic forcep pean curve ( mosquito klem) :1
Nissen forceps (klem pean manis) panjang :1
Hemostatic forceps kockher sedang :2
Needle holder o :2
30
11. Berika kasa besar untuk melindungi usus dan organ lainnya dengan memasang darm
gas dan ditarik dengan timan untuk memeperjelas posisi kantung empedu dan
duktusnya
12. Berikan ring tang untuk menjepit kantong empedu, berikan pinset anatomis panjang
untuk memisahkan duktus. Isolasi arteri dan duktus dengan right angel, berikan
benang non absorbabel untuk mengikatarteri dan duktus
13. Berikan gunting metzembaum untuk memotong duktus diantarla 2 ikatan
14. Berikan benang non absorbabel 2.0 dan nald voeder untuk jahit ikat
15. Berikan metzembaum dan pinset anatomis panjang ujung kecil untuk memisahkan
kantong empedu dan hati
16. Berikan NS hangat untuk cuci dalam abdomen
17. Sign out
18. Berikan nald voeder dan benang absorbabel 1.0 untuk menjahit peritoneum,
diteruskan fat dengan absorbabel 2.0 dan non absorbabel 4.0
19. Berikan kasa basah dan kasa kering untuk menutup luka
20. Operasi selesai pasien dirapikan
32
Oleh
TRISMADANI ERLINA PUTRI
1601460033
33
8. Tujuan
← Mengatur alat secara sistematis di meja instrumen
← Memperlancar handling di kamar operasi
← mempertahankan kesterilan alat-alat instrumen selama operasi berlangsung
9. Lingkungan
← Menata ruangan dengan mengatur penempatan kursi, mesin suction, mesin cauter di
sebelah kiri meja operasi, meja instrument, troli Waskom, dan meja mayo
disesuaikan dengan kebutuhan dan luas kamar operasi.
← Memberi alas perlak dan linen pada meja operasi.
← Menempatkan tempat sampah yang sesuai agar mudah penggunaannya.
G. Teknik Instrimentasi
a Sign in
b Setelah pasien mendapat general anastesi pasien diposisikan pada posisi lithotomi
kemudian pasang plat diathermi pada paha pasien.
c Perawat instrumen melakukan scrubbing lalu mengenakan gaun steril dan handscone steril
kemudian membantu operator untuk mengenakan gaun dan handscone steril
d Berikan disinfeksi klem, deepers dan povidon iodine 10% dalam cucing pada asisten untuk
melakukan disinfeksi pada lap operasi.
e Lakukan drapping dengan memberikan:
← Doek kombi
← Doek besar di atas
4. Dekatkan meja mayo lalu pasang kabel couter dan fiksasi dengan doek klem
5. Time out
6. Berikan kassa basah dan kering pada operator untuk membersihkan lapangan operasi dari
povidon iodine
7. Berikan handle + mess no. 15 kepada operator dan pinset cirurgis 2 pada operator dan
asisten, operator memulai incisi rawat perdarahan berikan kassa basah, couter dan suction,
rawat perdarahan
8. Berikan pinset cirurgis 2 dan couter pada operator dan asisten untuk membuka fasia-
muskulus. Setelah insisi fasia, otot dan lemak berikan turner war wik retraktor untuk
membuka area lebih luas.
9. Masukkan metilen blue dalam spuit yang telah di encerkan dengan aqua ke lubang uretra
untuk menandai corpus spongiosum pada penis. Lalu berikan klem penis untuk mencegah
keluarnya metilen blue.
10. Jika corpus spongiosum belum tampak berikan melaton cateter no 16 untuk
mengidentifikasi letak corpus spongiosum.
11. Setelah corpus spongiosum penis teridentifikasi berikan pinset anatomis dan gunting
metsemboum untuk memisahkan corpus dengan jaringan sekitar.
12. Setelah corpus spongiosum penis terpisahkan, berikan kateter 8 untuk melakukan tegel
pada corpus spongiosum penis lalu berikan koker untuk fiksasi tegel.
13. Berikan bubckok untuk membantu dalam memisahkan corpus spongiosum penis.
14. Berikan busi kepada operator yang dimasukkan kedalam lubang citostomy untuk
mempermudap operator dalam meraba spingter uretra.
15. Berikan metsemboum untuk memotong uretra yang mengalami striktur dan memotong
bagian-bagian uretra yang mngalami kerusakan.
16. Berikan gorget untuk membantu dalam menjahit uretra bagian posterior di jam 5,3,1, 11, 9,
7. Serta berikan jahitan dengan menggunakan vicryl 4-0 dan fiksasi dengan menggunakan
klem mosquito dan klem lurus secara bergantian. Dalam melakukan penjahitan berikan 2
naldfooder untuk mempermudah operator dalam menjahit.
H. Setelah uretra tersambung, berikan kateter silicon no 18 2 cabang, setelah itu berikan
naldfooder, pinset anatomis dan benang vicryl 4-0 untuk menyambung uretra yag telah
dipotong.
I. Berikan irigasi dengan NS 0,9 % untuk membersihkan luka operasi
J. Berikan spongostan pada operator
K. Lakukuan tutup luka dengan memberikan naldfooder, pinset sirurgis dan benang vicryl 4-0.
Lalu berikan benang monosin untuk menjahit subkutan.
L. Tutup luka dengan kassa steril dan berikan skrotum support dengan menggunakan hipafik
lalu fiksasi kateter dengan hipafik.
M. Operasi selesai, pasien dibersihkan dan dirapikan.
N. Inventarisasi alat-alat yang telah dipakai dan hitung bahan habis pakai
36
O. Catat pemakaian alat dan bahan habis pakai pada lembar depo
P. Rapikan dan cuci alat instrument yang telah dipakai, set alat dan bersihkan ruangan.
37
Oleh
TRISMADANI ERLINA PUTRI
1601460033
A. Definisi
Salah satu cara untuk evakuasi hasil konsepsi dari dalam uterus pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Kuretase pada abortus inkomplit dan infeksius
B. Indikasi
Pada abortus inkomplit dan infksius
C. Kontraindikasi
a. Infeksi panggul akut
b. Gangguan pembekuan darah
c. Kemungkinan janin bertahan hidup
D. Tujuan
a. Menyiapkan Instrumen steril pada meja mayo/Instrumen
b. Memperlancar Handling Instrumen
c. Mempertahankan kesterilan alat operasi
E. Persiapan
a. Persiapan Pasien
Persetujuan Operasi, Anastesi, dan lokasi operasi
Pasien memakai baju khusus operasi
Pasien melepas aksesoris yang bersifat logam
b. Persiapan Lingkungan
Mengatur Suhu ruangan
Mengatur dan mengecek fungsi alat Dietermi dan suction
Siapkan tempat sampah
F. Persiapan Alat
c. Di meja Instrumen/Mayo
1. Instruen steril :
Spekulum
Tenakulum
Cunam Abortus
Sonde
Sendok Kuret
Tampon tang
Kogel
Tang
d. Bahan habis pakai
Hanscoon Sterill
Povidone Iodin Kassa Steril
Underpad non steril
←
F. Teknik Instrumentasi
1. Sign In
2. Perawat Instrumen menyiapkan alat habis pakai
3. Setelah pasien di anastesi GA. Perawat Instrumen melakukan scrubing,
Gowning dan Gloving
4. Bantu Asisten dan Operator memakai Gown dan glove
39
Oleh
TRISMADANI ERLINA PUTRI
1601460033
A. Definisi
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan
serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju rongga
peritoneum
2. Kontra Indikasi
a) Infeksi implan shunt yang berujung pada infeksi otak
b) Penggumpalan darah
c) Pendarahan di dalam otak
d) Pembengkakan otak
e) Kerusakan jaringan otak karena VP shunt
Sebaiknya, selalu waspada terhadap gejala-gejala, seperti demam, nyeri perut, sakit kepala,
serta kenaikan denyut jantung dan tekanan darah abnormal, yang merupakan tanda
malfungsi shun
C. Persiapan
3. Persiapan alat
Set dasar
Handvat mess no 3,4
Handvat mess panjang
Pincet anatomis
Pincet chirurgis
Arteri klem van pean
Arteri klem khocker
Nald voeder
Gunting
Doek klem
Desinfeksi klem
Set tambahan
Raspatorium
Desektor
Gelpy/ sprider
Bor set
Mess no11
Mandrin ventrikel katheter
Klem sepatu
Spaner VP SHUNT
2. Persiapan bahan
Larutan desinfektan
Kassa steril
Watches
42
Bon wax
Surgicel
Spuitt 10 cc
Ventrikel katheter
ST
Steril drape
Sufratul
Hypafic
Mess no 24, 10,11
Sterile drapes
Larutan adrenalin 1: 200.000
3. Persiapan benang
Side 2,0 : untuk fiksasi v katheter
Side no 1 : u fiksasi spaner sbgpengantar VP SHUNT
Benang absorbable 2,0 : u jahit soft tissue
Benang non absorbable no 3,0 : u jahit kulit
4. linen steril
Doek kecil 4-5
Doek besar lubang 1
Gaun operasi
handuk
D. Penatalaksanaan
1. Posisi kepala pasien supine dengan kepala diganjal dengan bantal bulat (donat).
2. Posisi sedikit head up (15† - 30†)
3. Pasang body strapping (doek steril)
4. Tim operasi melakukan scrubbing, gowning and gloving.
5. Desinfeksi area operasi
6. Drapping area operasi
7. Pasang sterile drapes (opsite)
8. Pasang kauter bipolar, selang suction + canule suction.
9. Injeksi dengan adrenalin 1:200000 pada lokasi insisi.
10. Berikan mess 1 untuk insisi kulit subcutis
11. Berikan mess 2 untuk insisi fat-galea-otot-periosteum
12. Rawat pendarahan dengan kauter bipolar, irigasi dengan larutan NaCl saat bipolar
difungsikan, sambil dilakukan suction.
13. Berikan respatorium untuk menyisihkan periousteum.
14. Tutup luka insisi kepala sementara dengan kassa basah.
15. Berikan mess 1 untuk insisi kulit abdomen bagian atas.
16. Perdalam insisi sampai dengan fasia (sampai kelihatan fasia).
17. Berikan spaner VP-Shunt untuk memasang ventrikel VP Shunt, dari kepala-leher-abdomen
keluar pada daerah insisi di abdomen.
18. Ujung mandrin VP-Shunt diikat dengan benang Seide no 1.
19. Tarik mandrin VP-Shunt ke atas (bagian insisi kepala).
20. Berikan ventrikel VP-Shunt kemudian diikat dengan benang Seide NO 1 yang sudah
dimasukkan dalam soft tissue ( dibawah fat diatas fasia).
21. Seide no 1 ditarik ke bagian bawah (insisi pada abdomen) ventrikel VP-Shunt sudah masuk
dan terhubung dari kepala ke abdomen.
43
22. Pasang konektor VP-Shunt kemudian di spool dengan NaCl sampai lancar tidak ada
hambatan.
23. Berikan bor set craniotomi untuk bor hole kemudian rawat pendarahan
24. Berikan desector dan klem pean bengkok untuk ambil sisa tulang
25. Berikan kauter bipolar untuk cess dura.
26. Berikan speed mess untuk insisi dura.
27. Berikan ventrikel katheter + mandrin dimasukkan ke dalam intra cerebral sampai keluar
cairan (hidrocephalus).
28. Sambung ventrikel katheter dengan ventrikel VP-Shunt.
29. Sambungan difiksasi
30. Tarik ventrikel VP-Shunt ke arah distal (abdomen).
31. Pastikan aliran cairan pada ventrikel lancar.
32. Berikan pinset anatomis 2 buah + gunting metzenbaum untuk insisi peritonium ± 1 cm.
33. Masukkan ventrikel VP Shunt kedalam peritoneum.
34. Tutup luka insisi.
35. Berikan benang absorbable untuk jahit fasia, fat pada kepala dan abdomen.
36. Berikan jahitan benang non-absorbable untuk jahit kulit.
37. Bersihkan luka dengan kassa basah kemudian keringkan.
38. Beri sufratul-kassa-hipafic.
39. Bereskan alat.
40. Operasi selesai
44
Keterangan:
I : CI Institusi
II : CI Klinik
45
NILAI*)
NO ASPEK PENILAIAN BOBOT Minggu 5 Minggu 6
I II I II
1. PENDAHULUAN
1. Pengertian
2. Indikasi 25
3. Tujuan
2. TEKNIK INSTRUMENTASI
1. Pengkajian
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
3. Persiapan Alat:
a. Set Dasar 65
b. Set Tambahan
c. Set dan Bahan Penunjang
d. Prosedur Instek
3. REFERENSI
Minimal 2 buku 10
JUMLAH 100
MINGGU 5 MINGGU 6
I II I II
1. PENGKAJIAN PRE OPERATIF 20
1. Identitas pasien
2. Kondisi Lokasi Operasi
3. Kondisi Fisik dan Psikis
2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 15
1. Data sesuai kondisi klien
2. Spesifik
3. Rumusan tepat
3 INTERVENSI 25
1. Rumusan Tujuan
Spesifik
2. Kriteria hasil dapat
diukur
3. Intervensi aplikatif
4 IMPLEMENTASI 25
1. Tindakan keperawatan
bersifat spesifik
2. Sesuai dengan tujuan
keperawatan.
5 EVALUASI 15
Hasil tindakan yang dapat diukur
JUMLAH 100
BEDAH SISTEM:
Hari dan nama operasi*):
1. .......................................................................................................
2. .......................................................................................................
3. .......................................................................................................
4. .......................................................................................................
5. .......................................................................................................
6. .......................................................................................................
NILAI
BOBO
NO ASPEK PENILAIAN CI CI
T
INSTITUSI KLINIK
1. PENDAHULUAN 20
1. Pengertian
2. Indikasi
3. Tujuan
2. PERSIAPAN ALAT 35
1. Set Dasar
2. Set Tambahan
3. Set dan Bahan Penunjang
PROSEDUR TEHKNIK
3. 30
INSTRUMENTASI
4. EVALUASI 20
JUMLAH 100
TANDA TANGAN
PEMBIMBING
*) Minimal 2 laporan