PENDAHULUAN
Setiap anak yang lahir normal ( fisik-mental ) berpotensi menjadi cerdas. Dengan
kecerdasan anak itu, anak akan mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat.
Diakui bahwa orang yang cerdas banyak sekali jasanya dalam memajukan umat manusia.
Dengan karya dan pandangan-pandangannya yang ilmiah akan mampu membebaskan
manusia dari belenggu kebodohan dan ketertinggalan menuju tatanan hidup yang lebih baik
dan beradab. [1]
Selama manusia berada di bumi, maka selama itu pula manusia akan membicarakan
tentang pendidikan, temasuk masalah-masalah pendidikan. Salah satunya masalah pendidikan
yang terus dan akan selalu dibicarakan adalah masalah mutu pendidikan yang rendah. Para
pakar pendidikan dan psikologi banyak memberikan pandangan dan analisis terhadap mutu
pendidikannya, tetapi hingga saat ini tidak pernah tuntas, bahkan muncul masalah-masalah
pendidikan yang baru. [2]
Masalah mutu pendidikan yang banyak dibicarakan adalah rendahnya hasil belajar
peserta didik . padahal kita tahu , bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai factor ,
antara lain, sikap dan kebiasaan belajar, fasilitas belajar, motivasi, minat, bakat, pergaulan,
lingkungan baik lingkungan keluarga, teman maupun lingkungan fisik kelas dan yang tak
kalah pentingnyaadalah kemampuan profesional guru dalam melakukan penilaian hasil
belajar itu sendiri. [3]
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah
yang lebih luas. Konsep-konsep tersebut pada umumnya berkisar pada pandangan sebagai
berikut :[5]
1. Penilaian tidak hanya diarahkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan,
tetapi juga terhadap tujuan-tujuan yang tersembunyi, termasuk efek samping yang mungkin
timbul.
2. Penilaian tidak hanya melalui pengukuran perilaku siswa, tetapi juga melakukan pengkajian
terhadap komponen-komponen pendidikan, baik masukan proses maupun keluaran.
3. Penilaian tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan tersebut penting bagi
siswa dan bagaimana siswa mencapainya.
Mengingat luasnya tujuan dan objek penilaian, maka alat yang digunakan dalam
penilaian sangat beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes, tetapi juga alat penilaian
bukan tes.
Pertanyaan pokok sebelum melakukan penilaian ialah apa yang harus dinilai itu. Terhadap
pertanyaan ini kita kembali pada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar.
Ada empat unsur utama proses belajar mengajar, yaitu :[6]
Tujuan adalah arah dari proses belajar mengajar yang pada hakikatnya adalah rumusan
tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh
pengalaman belajarnya.
Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk
disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang
telah ditetapkan.
Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan.
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan itu tercapai atau tidak, yang berfungsi sebagai alat untuk mengetahui
keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. dalam menentukan hasil belajar siswa, tentunya
ini melalui suatu kegiatan yang dinamakan proses. Dalam proses tersebut juga ada aspek-
aspek yang menjadi bahan pertimbangan terhadap penilaian hasil belajar siswa.
Pengertian Proses
Menurut Drs. Rony Gunawan, proses adalah runtunan perubahan peristiwa dan lain-
lain.[7]
Menurut Dr. Nana Sudjana, proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran.[8]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penialain hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang
dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini disyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah
hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku.
Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris, oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar
rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai oleh siswa ( kompetensi )
menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses pembelajaran
adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa
dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.[11]
Lingkungan belajar adalah situasi yang ada di sekitar siswa pada saat belajar. Situasi
ini dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Bayangkan jika Anda memasuki ruangan kelas
yang lantainya bersih, tempat duduk dan alat pelajaran ditata dengan rapi, pajangan
diletakkan pada tempat yang tepat, dan ada bunga di meja guru. Apa yang Anda rasakan?
Ya.... kita akan dapat mengajar dengan tenang serta menyenangkan. Hal ini juga akan
berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Siswa akan belajar dengan tenang dan nyaman.
[12] Dengan demikian siswapun dalam menerima pelajaran akan lebih mudah karena
didukung oleh situasi lingkungan yang nyaman, sehingga hasil yang dicapai setelah proses
belajar akan lebih maksimal.
3. Keluwesan ( Flexibility )
Barang-barang yang ada di dalam kelas hendaknya mudah untuk dipindah-pindahkan
sehingga mudah ditata sesuai dengan tuntutan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
oleh siswa dan guru.
4. Kenyamanan
Prinsip kenyamanan ini berkaitan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara dan
kepadatan kelas. Kenyamanan ruangan kelas akan sangat berpengaruh terhadap konsentrasi
dan produktifitas guru dalam kegiatan pembelajaran.
5. Keindahan
Kelas yang indah dan menyenangkan menggambarkan harapan guru terhadap proses
belajar yang harus dilakukan dan terhadap tingkah laku siswa selama kegiatan pembelajaran.
Penataan lingkungan fisik kelas yang nyaman dan baik tentunya akan memberikan pengaruh
yang baik terhadap hasil belajar siswa. Kondisi fisik kelas yang nyaman akan menjadikan
pelajaran lebih mudah diterima, dimengerti dan dipahami sehingga hasil belajar siswa akan
lebih baik dan maksimal.
B. Prinsip-prinsip Penilaian
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membagi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotorik.[15]
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yang dibagi atas dua aspek, yaitu : - Aspek
kognitif tingkat rendah, yang terdiri dari :
Pengetahuan atau ingatan, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah
tersebut termasuk pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, defenisi, pasal
dalam undang-undang. Pemahaman, maknanya menjelaskan dengan susunan kalimatnya
sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya.