Anda di halaman 1dari 15

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Retinopati pada Prematuritas merupakan kelainan vasoproliferatif retina

pada bayi prematur dengan perubahan patologis utama berupa

neovaskularisasi retina. Retinopati pada prematuritas merupakan penyebab

kebutaan terbesar pada neoratus diseluruh dunia.2,12

B. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, menurut laporan Kadarisman dkk. tahun 2004-2005 dari

37 bayi premature yang diperiksa didapatkan 33,3% mengalami ROP.

Dilaporkan 19 dari 73 (26%) bayi preterm mengalami ROP. Dari 19 bayi

preterm tersebut, 14 bayi mempunyai berat lahir <1500 gram dan 12 bayi

dengan usia gestasi <32 minggu. ROP yang beratditemukan pada 7 bayi

preterm ( 9,6% ). 5 bayi diantaranya dengan berat lahir kurang dari 1500

gram dan gestasi <32 minggu.3,13

C. FAKTOR RISIKO

1. Penggunaan O2

Efek primer oksigen terhadap pembuluh darah retina yang belum

matang pada binatang percobaan adalah terjadinya vasokonstriksi retina.

Apabila konstriksi ini bertahan akan diikuti oleh penutupan pembuluh

darah pada berbagai tingkat, kemudian akan menimbulkan kerusakan

endotel dan akan menyebabkan penutupan sempurna pembuluh darah

yang belum matang tersebut. Pembuluh darah baru akan terbentuk pada
2

daerah yang mengalami kerusakan kapiler retina tersebut. Pembuluh

darah baru ini akan menyebar di permukaan retina dan berkembang

sampai ke korpus vitreus.4

Vasokonstriksi awal pada pembuluh darah retina yang imatur

terjadi dalam beberapa menit pertama setelah paparan terhadap oksigen,

ukuran pembuluh darah berkurang sampai 50% , namun kemudian

kembali ke ukuran normal. Oksigen yang dilakukan terus menerus 4 – 6

jam selama akan menimbulkan vasospasme bertahap sampai pembuluh

darah tersebut mengecil sampai 80%. Sampai pada tahap ini

vasokonstriksi pembuluh darah retina masih bersifat reversibel, namun

apabila keadaan ini bertahan (misalnya pemberian oksigen sampai 10 –

15 jam) beberapa pembuluh darah perifer retina yang belum matur

tersebut akan mengalami penutupan permanen.4

2. Anemia dan Transfusi Darah

Beberapa peneliti melaporkan transfusi darah atau anemia sebagai

faktor risiko ROP, namun laporan ini masih diperdebatkan. Beberapa

penelitian menyimpulkan bahwa anemia adalah faktor risiko untuk

terjadinya ROP sedangkan laporan lain mengatakan hematokrit yang

tinggi dan transfusi berulang pada kejadian anemia yang merupakan

faktor independen terjadinya kasus ROP. Sacks, dkk. pada penelitian 90

bayi dengan BB <1250 gram menemukan hubungan yang bermakna

antara kejadian ROP dengan transfusi tukar.5


3

Anemia pada BBLR yang kemudian ditangani dengan pemberian

transfusi darah berulang akan menyebabkan bayi menerima sejumlah

darah dari orang dewasa (donor dewasa). Masuknya darah dari orang

dewasa ini meningkatkan risiko ROP yang dihubungkan dengan

peningkatan penumpukan zat besi pada bayi-bayi prematur ini. Hal ini

akan meningkatkan aktivitas anti oksidan yang terkait dengan

penumpukan zat besi. Brooks dkk, pada penelitian 50 bayi dengan BB ≤

1250 gram tidak menemukan perbedaan insiden ROP antara kelompok

bayi yang diberikan transfusi untuk mengatasi anemia (24 bayi) dengan

kelompok bayi yang diberikan transfusi untuk mempertahankan kadar

hematokrit >40 % (26 bayi).5

3. Defisiensi Vitamin E

Pemberian 50 mg vitamin E secara oral tiga kali sehari bersamaan

dengan dimulainya pemberian makanan peroral diketahui dapat menekan

insiden ROP. Vitamin E secara invitro merupakan anti oksidan lipofilik

yang poten, sedangkan kadar vitamin ini pada bayi prematur lebih rendah

sehingga keterkaitan ini menjadi dasar asumsi faktor risiko ROP.5

4. Karbondioksida

Retensi CO2 dapat meningkatkan efek kerusakan pembuluh darah

retina bayi prematur oleh terapi suplementasi oksigen. Patz mengutip

dari Baner dan Widmayer melaporkan bahwa retensi CO2 adalah faktor

tunggal terpenting yang membedakan insiden ROP pada penelitiannya

pada bayi dengan berat badan lahir < 1000 gram, namun Biglan dan
4

Brown tidak melihat pengaruh retensi CO2 terhadap insiden ROP dan

malah menemukan bayi dengan ROP tingkat lanjut memiliki PCO2 serum

yang lebih rendah dari kelompok kontrol.5

5. Faktor Risiko Lain

Beberapa keadaan yang juga dilaporakan sebagai faktor risiko

untuk timbulnya ROP, namun karena belum banyak peneliti lain yang

juga menilai faktor yang sama, perannya masih membutuhkan lebih

banyak data untuk mendapatkan validitasnya. Faktor tersebut adalah

paparan cahaya, septikemia, sianosis, apnea, ventilasi mekanis,

perdarahan intraventrikular, kejang, PDA, preparat xanthine, preparat

indometasin, asidosis, hipoksia intrauterin, distres pernafasan.4,17,18

D. PATOFISIOLOGI

Pada kondisi normal, pembuluh darah mulai tumbuh saat usia 16

minggu masa gestasi. Pembuluh darah berkembang dari diskus optikus

menuju ora serata. Pembuluh darah akan mencapai daerah nasal pada usia 8

bulan kehamilan dan daerah temporal setelah bayi lahir, jadi pada bayi yang

lahir prematur, pembuluh darah retina sudah komplit.5

Bila bayi lahir secara prematur sebelum pertumbuhan pembuluh darah

ini mencapai tepi retina, maka pertumbuhan pembuluh darah (yang normal

akan terhenti sehingga bagian tepi retina yang tidak ditumbuhi pembuluh

darah) tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Hal ini

menyebabkan bagian tepi retina akan mengirimkan sinyal ke daerah retina

yang lain untuk mecukupi kebutuhan oksigen dan nutrisinya. Sebagai


5

akibatnya maka pembuluh darah abnormal mulai tumbuh dimana pembuluh

darah (neovaskularisasi) ini sangat lemah dan mudah pecah/berdarah serta

menyebabkan pertumbuhan jaringan perut pada retina yang dapat

menyebabkan tarikan pada retina sampai terlepasnya retina dari

tempelanny/ablasio retina.5,14,15

E. KLASIFIKASI

Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk

International Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem

klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2,

dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat

keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Lokasi dinyatakan dengan zona,

luasnya lesi dinyatakan berdasarkan luas daerah dalam jam (Clock Hours),

sedangkan progresifitas (kelainan vaskuler) dinyatakan dengan stadium

(staging).

1. Lokasi/Zona

I: Terletak pada retina posterior dalam area dekat dengan titik pusat N.

Optikus. Pada zona pertama, sifatnya paling labil. Pusat dari zona 1

adalah N. Optikus. ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada

stadium 1, imatur) dianggap sebagai kondisi yang kritikal dan harus

dimonitor dengan ketat. Zona I tidak mengikuti aturan ICROP. Area

ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan sangat

cepat, kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari perburukan

penyakit ini bukanlah didapatinya neovaskularisasi (seperti pada zona


6

lain, menurut ICROP) tetapi dengan ditemukannya pembuluh darah

yang mengalami peningkatan dilatasi.6

II: Terletak dari cincin posterior (Zona 1) ke arah oraserata nasal. Zona 2

dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului dengan

tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya

perburukan dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara lain: (1)

Tampak vaskularisasi yang meningkat pada ridge (percabangan

vaskular meningkat); biasanya merupakan tanda bahwa penyakit ini

mulai agresif. (2) Dilatasi vaskular yang meningkat. (3) Tampak tanda

‘hot dog’ pada ridge; merupakan penebalan vaskular pada ridge; hal

ini biasanya terlihat di zona posterior 2 (batas zona 1) dan merupakan

indikator prognosis yang buruk.6

III: Berbentuk bulan sabit yaitu daerah yang tidak dicakup Zona 2 pada

daerah temporal. Biasanya zona ini mengalami vaskularisasi lambat

dan membutuhkan evaluasi dalam setiap beberapa minggu. Banyak

bayi yang tampak memiliki penyakit pada Zona 3 dengan garis

demarkasi dan retina yang nonvaskular. Kondisi ini ditemukan pada

balita dan dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Pada

zona ini, jarang ditemukan penyakit yang agresif sehingga squale

penyakit juga tidak didapati. 6

2. Luas

Penyebaran penyakit dapat dibagi berdasarkan arah jarum jam (1-12).6


7

3. Berat Lesi

a. Stadium 0

Retina imatur, tidak terdapat ROP.6

b. Stadium I

Adanya garis batas (demarkasi) yang memisahkan retina avaskuler

di anterior dan retina tervaskularisasi di posterior, disertai

percabangan atau arkade pembuluh darah abnormal yang mengarah

ke garis demarkasi. Garis ini terdapat dibidang retina, berwarna putih

dan relatif datar.6

Gambar 4. Garis Demarkasi pada Stadium I ROP13

Zona I: Tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya pertama

kali pada daerah nasal). Tidak ada elevasi pada retina

avaskular. Pebuluh retina rampak halus, tipis, dan supel.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap minggu.

Zona II: Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu.

Zona III: Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 3-4 minggu.6

c. Stadium II
8

Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular

dan avaskular retina.6

Gambar 5. Ridge Menebal pada Stadium II ROP6

Zona I: Apabila ada sedikit saja tanda kemerahan pada ridge, ini

merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat adanya pembesaran

pembuluh, penyakit ini dapat dipertimbangkan telah

memburuk dan harus segera dilakukan tatalaksana dalam 72

jam.

Zona II: Apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak

terjadi pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya

dilakukan tiap 2 minggu.

Zona III: Pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali

ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.6

d. Stadium III

Ditemukan poliferasi fibrovaskular extraretinal

(neovaskularisasi) pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau

anterior dari rongga vitreus.6


9

Zona I: Apabila ditemukan adanya neovaskularisasi, maka kondisi ini

merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan terapi.

Zona II: Prethreshold adalah bila terdapat stadium III dengan

penyakit plus (keberadaan tortous dilated vessels pada

posterior pole dengan stadium apapun pada ROP).

Zona III: Pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali

bila ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.6

e. Stadium IV

Ablasio retina terjadi secara subtotal yang berawal dari ridge.

Retina tertarik ke anterior ke dalam vitreus oleh ridge fibrovaskuler.

Gambar 6. Subtotal Retinal Detachment pada Stadium IV ROP12

Stadium 4A: Tidak mengenai fovea.

Stadium 4B: Mengenai fovea.6

f. Stadium V

Ablasio retina terjadi secara total berbentik seperti corong

(funnel).

Stadium 5A: Corong terbuka.

Stadium 5B: Corong tertutup.6


10

Untuk kelainan penyerta merupakan istilah lain yang penting

dalam ROP yang merupakan penggabungan 3 parameter yang telah

disebutkan diatas, serta penting dalam hal penentuan yang akan

dilakukan, yaitu plus desease, prethreshold  dan threshold desease.

Plus desease merupakan keadaan dengan perubahan vaskuler yang

begitu jelas, sehingga vena posterior melebar dan arteri berkelok-

kelok. Bila keadaan ini ditemukan, maka tanda “+” (plus)

ditambahkan pada stadium ROP.7

 Prethreshold disease merupakan keadaan dimana pada zona I

didapatkan ROP stadium 1 atau 2, atau pada zona II didapatkan

stadium 2+, 3 atau stadium 3+ yang kurang dari 8 jam

kumulatif. Threshold disease didefinisikan sebagai area penyakit

dalam jangkauan 5 arah jarum jam berturut-turut atau 8 arah jarum

jam yang tidak berturutan. Adanya kelainan ini merupakan indikasi

dilakukannya terapi.Plus disease didefinisikan sebagai arteriolar yang

berkelok -kelok dan pembesaran vena pada kutub posterior,

pembesaran vaskularisasi iris, rigiditas pupil, dan vitreous

yang berkabut, yang mana merupakan bagian dari subklasifikasi dari

stadium-stadium di atas. Adanya penyakit plus merupakan salah satu

tanda bahaya. Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai

dengan tanda ‘plus’ pada stadium penyakit.7

F. DIAGNOSIS
11

Untuk mendiagnosa ROP dapat diawali dengan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa dapat dilakukan dengan diawali

dengan pertanyaan yang mengarah kepada pertanyaan yang dapat mengarah

pada resiko tinggi, seperti usia kehamilan dan berat badan bayi itu sendiri.8

Sedangkan untuk pemeriksaan fisik dapat ditemukannya didapatkan

gambaran pada segmen anterior bervariasi. Pada stadium 1-3 kemungkinan

tidak didapatkan gambaran yang khas, sedangkan pada stadium 4-5 bisa

didapatkan leukokoria. Pada keadaan plus disease dapat ditemukan

bendungan pembuluh darah iris, kekakuan pupil dan kekeruhan vitreus.

Pemeriksaan segmen posterior akan memperlihatkan gambaran fundus

yang bervariasi sesuai dengan klasifikasi ROP.8

Ada pula standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan

retinal dengan menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Di butuhkan

pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi skleral. Dilatasi pupil

dilakukan dengan Cyclomydril (cyclopentolate 0,2% dan phenylephrine 1%).8

G. TATALAKSANA

1. Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari

screening oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko.

Saat ini, belum ada standar terapi medis yang baku untuk ROP. Penelitian

terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat

antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin). Obat-

obatan ini sudah pernah berhasil digunakan pada pasien dengan penyakit
12

neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti retinopati diabetik. Terapi

lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level

insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids

(PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang.9

2. Terapi Bedah Laser

Terapi laser lebih disukai apabila dibandingkan dengan krioterapi

pada saat ini, karena dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati

penyakit pada zona 1 dan juga menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih

ringan. Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan

outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam masa 7 tahun

setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai ketajaman

visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan

dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser lebih

mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.9

3. Krioterapi

Teknik pembekuan ini telah cukup lama digunakan, namun saat ini

telah jarang digunakan. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah

perdarahan intraokuler, hematom konjungtiva, laserasi konjungtiva, dan

bradikardia. Pada studi prospektif random ditemukan bahwa dengan

krioterapi menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50%

dibandingkan dengan mata yang tidak diterapi dengan krioterapi.9

4. Skleral Buckle
13

Terapi ini merupakan terapi bedah yang digunakan bila terapi lerio

laser gagal dalam mencegah terjadinya retinopati pada prematuritas

stadium IV dan V. Pitasilikon diletakkan disekitar ekuator dan

dikencangkan untuk mengurangi traksi dari cairan vitreous pada jaringan

parut fibrous dan retina sehingga menyebabkan retina kembali ke

permukaan dinding bola mata.9

5. Vitrektomi

Vitrektomi diindikasikan pada retinopati pada prematuritas stadium

V, namun pada stadium ini kemampuan untuk dapat melihat lagi juga

rendah. Terapi untuk Retinopati pada Prematuritas harus dilakukan sedini

mungkin agar dapat menyelamatkan penglihatan bayi.9

H. KOMPLIKASI

Berbagai kompliksi akibat ROP dapat terjadi, terutama pada ROP

dengan fase yang telah lanjut (treshold sampai cicatrical phase). Komplikasi

yang dapat terjadi akibat ROP adalah miopia, ambliopia, strabismus,

nistagmus, katarak, ruptur retina, ablasio retina, dan glaukoma sudut

tertutup.10,16

I. PROGNOSIS

Faktor yang menentukan prognosis ROP adalah zona, keberadaan  plus

desease, stadium ROP, luasnya retina yang terlibat, serta kecepatan atau

progresifitas sejak onset sampai threshold disease. Prognosis makin buruk

bila ROP ditemukan pada lokasi retina paling posterior (zona I), retina yang

terlibat cukup luas, serta stadium yang paling berat. Sebesar 90% ROP
14

stadium 1 dan 2 serta 50% ROP stadium 3 akan mengalami regrsi spontan.

Prognosis stadium 4 dan 5 buruk, mengingat tingginya insiden visual problem

dan ablasio retina.11


15

Anda mungkin juga menyukai