Disusun oleh :
KELOMPOK III
{SEMESTER : VII / D}
PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LHOKSEUMAWE
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan rahamat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah keperawatan kritis ini dengan judul “Cedera Medula Spinalis”.
Tujuan penulisan asuhan keperawatan ini untuk memenuhi tugas
Keperawatan kritis.
Dalam penyusunan tugas ini banyak sekali pihak yang membantu
hingga menyelesaikan tugas ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu,yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya tugas
ini.
Dalam Proses penulisan tugas ini penulis telah berusaha sebaik
mungkin.Namun demikian penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca demi
penyempurnaan dari tugas ini sangat penulis harapkan.
Harapan penulis, semoga tugas ini dapat berguna bagi semua pihak.
Tim penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai
daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cidera
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi
motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338).
Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi
150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cedera baru yang
terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih
dari 75% dari seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian
rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan
terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian
untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka
kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
1.3 Tujuan
1 Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dan aplikasi asuhan keperawatan dari kasus
cidera medula spinalis.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui konsep dari cidera medula spinalis.
1
b. Untuk asuhan keperwatan secara teori pada kasus cidera medula
spinalis.
c. Untuk mengetahui aplikasi asuhan keperawatan pada kasus nyata
cidera medula sinalis.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Definisi
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis, dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada
tulang belakang, yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang dan sumsum
tulang belakang (medula spinalis).
2.3 Etiologi
Trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui batas
kemampuan tulang belakang dalam melindungi syaraf - syaraf yang berada
didalamnya. Trauma tersebut meliputi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon,
bangunan/ ketinggian, luka tusuk, luka tembak, dan kejatuhan benda keras.
2.4 Patofisiologi
Trauma pada leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur
kolumna vertebra, komprei diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan
kompresi medula spinalis pada setiap sisinya yang dapat menekan spina dan
bermanifestasi pada kompresi radiks dan distribusi syaraf sesuai segmen dari -
3
tulang belakang servikal.
Trauma pada servikal bisa menyebabkan cidera spinal stabil dan tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan
tergeser dengan gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan
biasanya resikonya lebih rendah. Cedera yang tak stabil adalah cedera yang
dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari
oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen peertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus
intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua
pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis,
dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan
memaksa kepala ke belakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga
kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus
dapat rusak atau arkus syaraf mungkin mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukkan badan vertebral menjadi baji, ini
adalah cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling
sering ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil
dan badan vertebral bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra.
4
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi servikal. didapatkan:
fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke
depan
fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
fraktur pada badan f=vertevra
fraktur kompresi
subluksasi pada tulang belakang servikal
dislokasi pada tulang servikal
b. CT Scan
Didapatkan fraktur pada tulang belakang, menggambarkan strukur spinal
dan perispinal
c. MRI
Digunakan untuk mengkaji jumlah kompresi medula dan jenis cidera
dimana medula spinalis berlanjut
d. Pielogram intravena
Untuk menentukan fungsi kandung kemih
e. Sistoskopi
Pemeriksaan yang memungkinkan visualisasi langsung dari kandung
kemih dan uretra, dapat mendeteksi batu, infeksi, atau rumor kandung
kemih
2.7 Penatalaksanaan
a. Lakukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada
medula spinalis. Sebagian cederaa medula spinalis diperburuk oleh
penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksia pada jaringan
syaraf yang sudah terganggu.
Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan
Beri bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah pergeseran
Selimuti pasien untuk mencegah kehilangan hawa panas badan
Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
penanganan kasus cedera medula spinalis
5
b. Perawatan khusus
Komosio medula spinalis (fraktur atau dislokasi) tidak stabil harus
disiingkirkan, jika terjadi pemulihan sempurna pengobatan tidak
diperlukan
Kontusio/ transeksi/ kompresi medula spinalis
Dengan :
- Metil prednisolon 30mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit
dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam selama 45 menit. Setelah
bolus, selama 23 jam, hasil optimal bila pemberian dilakukan
<8 jam onset.
- Tambahkan profilaksis stres ulkus: antasid/ antagonis H2.
c. Tindakan operasi diindikasikan pada :
a. Reduksi terbuka pada dislokasi
b. Fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis
c. Cedera terbuka dengan benda asing/ tulang dalam kanalis spinalis
d. Lesi parsial medula spinalis dengan hematomielia yang progresif
d. Perawatan umum
Perawatan vesika dan fungsi defekasi
Perawatan kulit/ dekubitus
Nutrisi yang adekuat
Kontrol nyeri: analgetik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS),
antikonvulsan, kodein, dll
e. Fisioterapi, terrapi vokasional, dan psikoterapi pada pasien yang
mengalami sekucle neurologis berat dan permanen
2.8 Komplikasi
1. Pneumonia
2. Emboli paru
3. Septikemia
4. Gagal ginjal
6
2.9 Asuhan Keperawatan
A. Data subjektif
1. Pengertian pasien tentang cidera dan defisit yang ditimbulkannya.
2. Sifat cidera, sebagaimana trjadi cidera.
3. Terdapat dispnoe
4. Perasaan yang tidak biasa ( paresthesia, dsb)
5. Riwayat hilang kesadaran
6. Terdapat nyeri
7. Hilang sensory tingkatannya.
B. Data obyektif
1. Status respirasi ( terjadi penurunan fungssi pernafasan karena terganggu
otot aksesori mayor)
2. Tingkat kewaspadaan dan kesadaran menurun
3. Orientasi
4. Ukuran pupil, kesamaan dan reaksi
5. Kekuatan motorik ( mengalami paralisis sensori dan motorik total)
6. Posisi tubuh dalam posisi netral.
7. Suhu, tekanan darah turun, nadi.
8. Integritas kulit
9. Kondisi kolon dan kandung kemih dan distensi.
10. Terdapat cidera lain ( fraktur dan cidera kepala)
C. Pemeriksaan diagnostik
Pengkajian neurologik yang lengkap perlu dilakukan, pertama perlu kiranya
perlu diketahui apakah terdapat patah atau pergeseran vertebral. Diagnostik
dengan sinar X ( sinar X pada spinal servikal lateral dan pemindahan CT)>
suatu riset dilakukan untuk cidera lain karena trauma spinal sering brsamaan
dengan cidera lain, yang biasanya dari kepala dan dada. Pemantauan EKG
kontinyu merupakan indikasi karena biodikardia (perlambatan frekuensi
jantung) dan asistole ( standstill jantung) umum cedera servikal akut. CT scan
sangat membantu penyusuran cidera medula spinalis. MRI dapat menemukan
kompresi medula spinalis dan edema.
7
D. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya
penekanan pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma
medula spinalis.
b. Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan
intercostal serta ketidakmampuan membersihkan sekresi.
c. Gangguan eliminasi ( bowel incontinensia, konstipasi) b\d rusaknya
nervus pudendus lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya
penekanan oleh trauma medula spinalis.
d. Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus
pudenous lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya
penekanan oleh trauma medula spinalis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis
sekunder adanya trauma medula spinalis pada segmen Th 12-L1 2,3
f. Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan
menetap, perubahan body image) b\d penurunan fungsi neurilogis,
sekunder adanya trauma medula spinalis.
8
2. Mencegah terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi gerak. Posisi tidur
pasien yang benar untuk mencegah kontraktur dan mempertahankan body
aligment yang baik.
a. Tempat tidur dengan alas yang keras dan rata.
b. Usahakan telentang kecuali saat pemenuhan aktivitas, untuk
mencegah deformiter fleksi paha.
c. Gunakan footboard selama terjadi kelumpuhan agar kaki tetap dalm
posisi dorsofelksi mencegah foot droop, tumit memendek plantar
fleksi.
d. Cgah penggunaan foot board setelah terjadi kekejangan yang
berlanjut karena akan menambah kekakuan dan plantar fleksi.
e. Cegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada tumit.
f. Jangan menggunakan perban untuk menarik kaki yang sakit ke arah
plantar fleksi.
3. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan.
4. Bantu \ lakukan latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah
gerakan perlahan dan lembut.
5. Pantau TD sebelum dan sesudah melakukan aktifitas pada fase akut.
6. Gantilah posisi secara periodik walaupun dalam keadaan duduk.
7. Gunakan ganjalan pada daerah posterior dan usahakan lutut dalam posisi
ekstensi secara penuh, amankan daerah posteror dengan perban yang
elastis.
8. Gunakan bantalan daerah trochanter mulai dari krista iliaka sampai
pertengahan paha untuk mencegah eksternal rotasi pada sendi paha jika
dalam posisi dorsal.
9. Tempatkan pasien dalam posisi prone 15 menit – 1 ½ jam 2 – 3 kali
perhari untuk mencegah kontraktur paha yang fleksi.
10. Memberi latihan pada daerah yang sakit, ajarkan pasien untuk
menempatkan bagian kaki yang sakit di atas bagian kaki yang sehat agar
pasien mampu mengembalikan badannya sendiri.
9
2) Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis
sekunder adanya masa trauma medulla spinalis pada segmen Th 12 - L1
2,3
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri \ ketidak nyamanan.
Mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi nyeri.
Intervensi :
1. Kaji terhadap adanya nyeri.
2. Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda
vital yang tak dapat dijelaskan.
3. Berikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, masase,
kompres hangat\dingin, sesuai indikasi.
4. Dorong pengguanaan teknik relaksasi.
10
Intervensi :
1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.
2. Observasi adanya distensi abdomen jikabising usus tidak ada atau
berkurang.
3. Catat adanya mual, ingin muntah.
4. Kenali adanya tanda-tanda\ periksa adanya sumbatan.
EVALUASI
hasil yang diharapkan
1. memperhatikan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari
sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian
auskultasi.
a. bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari
secret.
c. bebas dari infeksi paru-paru ( missal, suhu normal, frekuensi nadi dan
pernapasan normal, bunyi napas normal, tidak ada sputum purulen.
11
3. mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal.
a. memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari kemerahan atau
kerusakan
b. berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau prosedur dalam
keterbatasan fungsi
7. bebas komplikasi
a. memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis vena provunda,
atau emboli paru.
b. tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru ( missal. tidak neri
dada atau panas pendek : gas darah arteri normal )
c. mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
d. tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
e. tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom ( mis. tiak sakit kepala,
diaforesis, hidung tersumbat, atau bradikardia diaforesis.)
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu : kecelakaan otomobil,
industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor. Bila
hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi
terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi,
hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula
spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit
lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.
3.2 Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bis terjadi pada siapa
saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam
13
melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat
mengakibatkan cedera ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
15