Anda di halaman 1dari 16

BAB III

MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

3.1. Identifikasi Masalah


Berdasarkan analisa dan laporan Tribulan II tahun 2019 Puskesmas Jabung,
sebagai berikut :
1. Kunjungan pasien dermatitis kontak alergi adalah sebesar 143 orang
2. Kunjungan pasien diare adalah sebesar 74 orang
3. Kunjungan pasien penyakit konjungtivitis alergi adalah sebesar 45 orang
4. Kunjungan pasien penyakit kulit scabies adalah sebesar 181 orang
5. Kunjungan pasien vertigo adalah sebesar 88 orang

3.2. Prioritas Masalah


Dari beberapa masalah yang telah dikumpulkan, dipilih satu masalah sebagai
prioritas masalah dengan menggunakan metode urgency, seriousness, growth (USG).

Tabel 3.1 Penentuan Prioritas Masalah dengan metode USG


NO MASALAH U S G TOTAL RANGKING
USG
1 A 3 3 2 8 2
2 B 4 5 2 11 4
3 C 4 3 2 9 3
4 D 5 4 5 14 5
5 E 3 2 2 7 1

Keterangan :
A. Kunjungan pasien dermatitis kontak alergi adalah sebesar 143 orang
B. Kunjungan pasien diare scabies adalah sebesar 74 orang
C. Kunjungan pasien penyakit konjungtivitis alergi adalah sebesar 45 orang
D. Kunjungan pasien penyakit kulit scabies adalah sebesar 181 orang
E. Kunjungan pasien vertigo adalah sebesar 88 orang

Prioritas masalah terpilih :

11
12

Dari hasil USG didapatkan prioritas masalah terpilih adalah Tingginya kunjungan
pasien penyakit kulit scabies sebesar 181 orang berdasarkan Laporan Tribulan II
Tahun 2019 Puskesmas Jabung.

3.3 Landasan Teori


3.3.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan
atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan - kegiatan
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat
(Notoatmodjo, 2007).
Upaya untuk mengubah perilaku masyarakat Indonesia agar hidup bersih dan sehat
adalah suatu upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu
kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) melalui pendekatan advokasi, bina suasana
dan pemberdayaan masyarakat sehingga pada akhirnya masyarakat mampu
mengenali dan mengetahui masalah kesehatannya sendiri terutama pada tatanan
rumah tangga, agar dapat menetapkan cara-cara hidup bersih dan sehat (Depkes,
2009).

Gerakan PHBS dapat dilaksanakan melalui perorangan, kelompok dan masyarakat


yang dituju oleh program. Agar program lebih mengena, sasaran perlu dikenali secara
lebih khusus, rinci dan jelas. Untuk itu, sasaran PHBS tersebut dikaitkan dalam
tatanannya, yaitu di rumah tangga, di sekolah, di institusi kesehatan, di tempat umum
dan tempat kerja (Dinkes, 2013).

3.3.1.1 Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
13

perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan
pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat
mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-
masing, dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2007).
Dengan demikian manajemen PHBS adalah penerapan keempat proses manajemen
pada umumnya ke dalam model pengkajian dan penindaklanjutan :
1. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang
Pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat
sesejahteraan.
2. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang
kesehatan, dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah
kesehatan yang sedang dihadapi.
3. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang
langsung atau tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
4. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena
adanya aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungannya.

3.3.1.2 Sasaran
1. Sasaran primer : Para anak asuh dan pengunjung panti
2. Sasaran sekunder : Pengelola/pengurus, Pembina/pengajar
3. Sasaran Tersier : Bupati atau walikota, Ketua DPRD, Kementrian
Agama dan LSM (Dinkes, 2013).

3.3.1.3 Indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat


1. Kebersihan perorangan (badan dan peralatan atau benda yang di pakai)
2. Kebersihan lingkungan (penggunaan air bersih, kebersihan tempat wudhu,
penggunakan jamban sehat, kebersihan asrama, Kebersihan ruang belajar,
kebersihan halaman
3. Kegiatan PHBS di panti asuhan
4. Bak penampungan air bebas jentik
14

5. Penggunaan garam beryodium


6. Makanan bergizi seimbang
7. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan
8. Gaya hidup tidak merokok
9. Gaya hidup sadar AIDS
10. Peserta JPKM atau asuransi kesehatan lainnya (Dinkes, 2013).

3.3.2 Kebersihan Perorangan


Kebersihan perorangan merupakan faktor intrinsik yang melekat pada host.
Personal hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan
kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wartonah,
2010). Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri,
menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga
dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain (Dinkes,
2013).

3.3.2.1 Faktor-faktor Kebersihan Perorangan


1. Budaya
Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan bahwa saat
individu sakit ia tidak boleh dimandikan karena dapat memperparah sakitnya.
2. Status Sosial-Ekonomi
Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana
yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi
yang cukup (misalnya; sabun, sikat gigi, shampo, dan lain-lain). Hal tersebut
membutuhkan biaya, dengan kata lain, sumber keuangan individu akan
berpengaruh pada kemampuannya mempertahankan personal hygiene yang baik.
3. Tingkat Pengetahuan atau Perkembangan Individu
Kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas diri
orang tersebut, salah satunya adalah pengetahuan yang lebih baik. Pengetahuan
penting dalam meningkatkan status kesehatan individu, sebagai contoh, agar
terhindar dari penyakit kulit, maka harus mandi dengan bersih setiap hari.
4. Perilaku
15

Perulaku individu dalam menggunakan produk-produk atau benda tertentu


dalam melakukan perawatan diri, misalnya menggunakan showers, sabun orang
lain, pakaian atau handuk orang lain dapat menimbulkan penularan penyakit
skabies.
5. Cacat Jasmani atau Mental Bawaan
Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk
melakukan perawatan diri secara mandiri (Alimul, 2009).

3.3.2.2 Perilaku
Pengertian perilaku sehat menurut Notoatmojo (1997) adalah suatu respon
seseorang/organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Kesehatan
menurut UU Kesehatan No. 39 tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori
‘S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan batasan dari Skinner
tersebut, maka dapat didefinisikan bahwa perilaku adalah kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka pemenuhan keinginan,
kehendak, kebutuhan, nafsu, dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup :

1. Kegiatan kognitif: pengamatan, perhatian, berfikir yang disebut


Pengetahuan
2. Kegiatan emosi: merasakan, menilai yang disebut sikap (afeksi)
3. Kegiatan konasi: keinginan, kehendak yang disebut tindakan (practice)
Menurut Notoatmojo (1997) perilaku adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Dan pendapat diatas disimpulkan bahwa perilaku (aktivitas) yang ada
pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat dari adanya
rangsangan yang mengenai individu tersebut

3.3.2.3 Perilaku Hidup Sehat


16

Menurut Becker konsep perilaku sehat merupakan pengembangan dari konsep


perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan
menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap
terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan (health practice). Hal
ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan individu
yang menjadi unit analisis penelitian. Becker mengklasifikasikan perilaku
kesehatan menjadi tiga dimensi :
1. Pengetahuan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang
diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti
pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor
yang terkait. dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang
fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari
kecelakaan.
2. Sikap, sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti
sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap
faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, sikap tentang
fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.
3. Praktek kesehatan, praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua
kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti
tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap
faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, tindakan
tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari
kecelakaan.
Dimensi Perilaku kesehatan dibagi menjadi dua (Notoatmojo, 2010), yaitu:
1. Healthy Behavior yaitu perilaku orang sehat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan. Disebut juga perilaku preventif (tindakan atau
upaya untuk mencegah dari sakit dan masalah kesehatan yang lain:
kecelakaan) dan promotif (tindakan atau kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkannya kesehatannya). Contoh:
17

a. Makan dengan gizi seimbang


b. Olah raga/kegiatan fisik secara teratur
c. Tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang mengandung zat adiktif
d. Istirahat cukup
e. Rekreasi /mengendalikan stress.
2. Health Seeking Behavior yaitu perilaku orang sakit untuk memperoleh
kesembuhan dan pemulihan kesehatannya. Disebut juga perilaku kuratif dan
rehabilitative yang mencakup kegiatan: 1) Mengenali gejala penyakit , 2)
Upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu dengan mengobati sendiri
atau mencari pelayanan (tradisional, profesional), 3) Patuh terhadap proses
penyembuhan dan pemulihan (complientce) atau kepatuhan.

3.3.3 Skabies
Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat tungau penyebab gatal yaitu:
Sarcoptes scabiei. Tungau betina menggali lubang ke dalam stratum korneum,
membuat terowongan, disertai timbulnya gatal hebat dan ekzema akibat garukan.11
Skabies disebabkan oleh Sarcoptei scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var.hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau tersebut translusen,
berwarna putih kotor, dan tidak mempunyai mata (Djuanda, 2013).
18

Gambar 3.1. Sarcoptes scabiei dewasa

3.3.3.1. Siklus Hidup


Betina berukuran 300 x 350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150x200
mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki dengan 2 pasang kaki depan
dan 2 pasang lainnya merupakan kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi
S.scabiei jantan akan mengalami kematian, tetapi kadang-kadang dapat bertahan
hidup beberapa hari. Tungau betina membuat terowongan di stratum korneum
kulit. setelah kopulasi, 2 hari kemudian tungau betina tersebut bertelur 2-3 butir
telur per hari di dalam terowongan yang dibuat oleh tungau betina itu. Kira-kira 3-
5 hari kemudian telur tersebut akan menetas menjadi larva, dalam waktu 3-4 hari
larva akan berubah menjadi nimfa. Nimfa berubah menjadi dewasa dalam waktu
3-5 hari. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu kira-kira 8-12 hari (Sutanto, 2008).

Gambar 3.2. Siklus hidup sarcoptei scabiei


3.3.3.2. Patogenesis
Lesi primer pada penderita skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur,
dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan
19

sekret yang dapat melisiskan kulit pada lapisan stratum korneum. Sekret dan
ekskret menyebabkan sensitisasi sehingga dapat menimbulkan pruritus dan lesi
sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul dan kadang bisa juga berupa
bula, dapat pula terjadi lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi, dan pioderma.
Tungau hanya terdapat pada lesi primer (Sutanto, 2008).
Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, seperti jari tangan,
pergelangan tangan, ketiak, areola, umbilikus, perut bagian bawah, dan bisa juga
di daerah bokong atau alat genital. pada orang dewasa kulit kepala dan wajah
biasanya terhindar, tetapi pada bayi bisa terjadi di seluruh permukaan kulit tubuh
bayi. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu
dengan panjang yg bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok-
kelok (Ritonga, 2016).
Kelainan kulit tersebut tidak hanya dapat disebabkan oleh tungau skabies, tetapi
bisa juga terjadi oleh penderita sendiri akibat dari garukan pada daerah yang gatal.
Gatal yang disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret dari tungau
yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtikaria, dan
manifestasi lain. Dengan garukan dari penderita dapat menimbulkan manifestasi
yang lebih parah, seperti dapat timbul erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder
(Djuanda, 2013).

3.3.3.3. Penularan
Ada 2 cara penularan dari penyakit skabies ini, yaitu (Djuanda, 2013) :
1. Kontak langsung, atau kontak kulit penderita dengan kulit orang lain. Misalnya
saat berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual dapat menyebabkan
orang tersebut tertular.
2. Kontak tidak langsung, orang lain tertular melalui benda milik penderita, seperti
pakaian, handuk, sprei, bantal,dan sebagainya.
Penularan yang terjadi biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah
dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Di kenal pula Sarcoptes scabiei
var. Animalis yang kadang-kadang dapat menulari kepada manusia, terutama pada
20

orang yang banyak memelihara binatang peliharaan seperti anjing (Djuanda,


2013).

3.3.3.4. Manifestasi klinis


Setelah infeksi awal gejala dapat terjadi dalam beberapa hari sampe beberapa
minggu untuk berkembang. Gejala yang terjadi pruritus mungkin timbul dalam
waktu 24 jam. Penderita skabies biasanya mengeluh pruritus yang paling parah di
malam hari, tapi kadang-kadang ada juga pasien yang tidak menunjukkan gejala.
Lesi yang paling khas dari skabies adalah berupa terowongan yang dibuat oleh
Sarcoptes scabiei tempat tinggal tungau tersebut. Terowongan ini biasanya tipis,
melengkung, berukuran 1 mm (Sutanto, 2008).
Skabies ini biasanya menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga akan terkena infeksi. Begitu
pula pada sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang dekat juga bisa tertular. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang
seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi
tidak memberikan gejala, penderita tersebut bersifat sebagai pembawa (carrier)
(Sutanto, 2008).
Pada ujung terowongan yang dibuat oleh parasit ini ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain sebagainya) (Djuanda, 2013).
Ada 4 tanda kardinal skabies yaitu :
1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) oleh aktivitas tungau lebih tinggi
pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi, begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
3. Kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan
panjang sekitar 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
21

vesikel. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat


ditemukan 1 atau lebih stadium hidup tungau (Djuanda, 2013).

Gambar 3.3. Gejala klinis penyakit skabies

3.3.3.5. Tatalaksana
Syarat obat yang ideal adalah:
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
b. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak bersifat toksik
c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
d. Mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau.

Cara pengobatannya adalah dengan mengobati seluruh anggota keluarga,


termasuk penderita yang hiposensitisasi (Djuanda, 2013). Jenis obat topikal:
a. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Salep sulfur 5% - 10%. Salep sulfur terdiri dari campuran sulfur dan jeli
petroleum atau krim dingin. Campuran ini diberikan secara topikal pada malam
hari selama tiga malam. Efek samping penggunaan sulfur adalah menyebabkan
iritasi kulit, kotor, dan berbau, membutuhkan penggunaan yang berulang-ulang
sehingga tidak disukai oleh
penderita. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 hari. Kekurangan obat ini yaitu: sulit diperoleh, sering
menyebabkan iritasi, kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
22

c. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio,
termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak
kurang dari 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf
pusat. Pemberiannya mudah, cukup dengan sekali pakai kecuali bila gejala
masih ada dapat diberikan seminggu kemudian.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio merupakan obat pilihan juga, karena
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal, penggunaanya harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan dengan
gameksan, efektifitasnya sama, digunakan hanya sekali dan kemudian dihapus
setelah 10 jam. Bila masih ada gejala diulangi setelah seminggu. Obat ini tidak
dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan (Sutanto, 2008).

Selain pemberian obat dianjurkan juga langkah-langkah


pengendalian lingkungan termasuk mencuci sprei dan pakaian pada 140°F
(60°C) di pengeringan panas, jika tidak bisa dimesin cuci, isolasi dalam kantong
plastik setidaknya 72 jam (Sutanto, 2008).

3.3.3.6. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan skabies dapat dilakukan dengan cara yaitu:
(Ritonga, 2016) :
1. Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies dan mencegah
penggunaan barang-barang penderita secara bersama.
2. Pakaian, handuk, dan barang-barang lain yang digunakan penderita harus
diisolasi dan dicuci dengan air panas.
3. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air dimasukkan kedalam
kantong plastik selama 7 hari, lalu dijemur di bawah sinar matahari.
4. Sprei penderita harus diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali.
5. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang
23

sehat akan mempercepat kesembuhan dan bisa memutus siklus hidup scabies
(Ritonga, 2016).

3.3.3.7. Prognosis
Skabies dengan diagnosis tepat, pemilihan dan cara pemakaian obat yang tepat,
menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat dicegah dan akan
memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2013).

3.3.3.8. Hubungan Faktor Kebersihan Perorangan Dengan Skabies


1. Hubungan Hygiene Perorangan (kebersihan pakaian) dengan kejadian
Scabies
Pakaian banyak menyerap keringat dan kotoran yang dikeluarkan oleh kulit.
Pakaian bersentuhan langsung dengan kulit sehingga apabila pakaian yang
basah karena keringat dan kotor akan menjadi tempat berkembangnya bakteri
dikulit. Pakaian yang basah oleh keringat akan menimbulkan bau. Secara teori
disebutkan kebersihan diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan
kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit seperti
scabies. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan tidak bergantian
pakaian dengan orang lain, mengganti pakaian sehabis mandi dengan pakaian
yang habis dicuci bersih dengan sabun/detergen, dijemur di bawah sinar
matahari dan di setrika (Fatmasari, 2013).
2. Hubungan Hygiene Perorangan (kebersihan kulit) dengan kejadian
scabies
Kebersihan kulit adalah kegiatan membersihkan seluruh bagian
tubuh/badan menggunakan air dengan atau tanpa sabun secara rutin dan pada
periode atau waktu tertentu (saat kotor) sehingga menjadi bersih. Secara teori
disebutkan bahwa mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dan
menggunakan sabun merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan
diri terutama kebersihan kulit, karena kulit merupakan pintu masuknya kutu
sarkoptes scabei sehingga menimbulkan terowongan dengan garis ke abu-
abuan. Bila kulit bersih dan terpelihara maka bisa menekan dalam pembuatan
lorong pada kulit oleh kutu (Fatmasari, 2013).
24

Untuk menjaga kebersihan tubuh, diperlukan juga air. Mandi 2 (dua) kali
sehari dengan menggunakan air bersih, diharapkan orang akan bebas dari
penyakit seperti kudis, dermatitis dan penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh fungi. Penyakit kulit dapat dipindahkan ke orang lain melalui air, dapat
juga menyebar langsung dari feses ke mulut atau lewat makanan kotor atau
tercemar, sebagai akibat kurangnya air bersih untuk keperluan kebersihan
pribadi (Fatmasari, 2013).
3. Hubungan Hygiene Perorangan (kebersihan tangan dan kuku) dengan
kejadian scabies
Kebersihan tangan dan kuku adalah kegiatan membersihkan tangan serta
sela-sela jari tangan dan kuku menggunakan air dengan atau tanpa sabun pada
waktu tertentu sehingga menjadi bersih. Adapun tujuan perawatan kulit yaitu
membersihkan kuku, mengembalikan batas-batas kulit ditepi kuku ke keadaan
normal serta mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit maka dari itu
perlu perawatan kuku dengan cara menggunting kuku sekali seminggu dan
menyikat kuku menggunakan sabun (Fatmasari, 2013).
4. Hubungan Hygiene Perorangan (kebersihan handuk dan tempat tidur)
dengan kejadian scabies
Kebersihan handuk adalah kegiatan membersihkan handuk menggunakan
air dengan sabun secara rutin dan pada periode atau waktu tertentu sehingga
menjadi bersih. Penularan scabies secara tidak langsung dapat disebabkan
melalui perlengkapan tidur, pakaian, dan handuk. Berdasarkan teori, handuk
berperan dalam transmisi tungau scabies melalui kontak tak langsung
(Fatmasari, 2013).
Kebersihan tempat tidur adalah kegiatan membersihkan tempat tidur
dengan cara menjemur dibawah terik matahari pada waktu tertentu. Kuman
penyebab penyakit kulit paling senang hidup dan berkembang biak di
perlengkapan tidur. Dengan menjemur kasur sekali seminggu dan mengganti
sprei sekali seminggu ini bisa mengurangi perkembangbiakan kuman
penyakit scabies (Fatmasari, 2013).
25

3.4. Penyebab Masalah


Desa Kemantren Kecamatan Jabung memiliki Panti Asuhan Al-Kaaf yang
memiliki 182 anak asuh. Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan
pada Panti Asuhan Al-Kaaf Desa Kemantren penyakit skabies adalah masalah
terbanyak yang terjadi di panti asuhan tersebut, yaitu sebesar , orang dari orang,
dikarenakan kebersihan dan kesehatan perorangan dan perilaku hidup sehat yang
kurang baik. Dari hasil survei dan wawancara di Panti Asuhan Al-Kaaf Desa
Kemantren dan penanggung jawab program Prilaku Hidup Bersih dan Sehat ,
didapatkan faktor yang dapat menjadi penyebab masalah antara lain :
1. Kurangnya pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta cara
pengobatan scabies yang benar

2. Kebersihan lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih

3. Tidak adanya jadwal rutin untuk membersihkan alat-alat yang sering


digunakan (kasur, baju, handuk, dll).

3.5. Prioritas Penyebab Masalah


Dari berbagai penyebab masalah tersebut, ditentukan prioritas penyebab masalah
dengan metode Nominal Group Technique (NGT).
Tabel 3.5 NGT
No Penyebab masalah Skor Total skor Ranking

A B C

1 Kurangnya pengetahuan
tentang perilaku hidup
bersih dan sehat serta cara 5 5 4 14 5
pengobatan scabies yang
benar
2 Tidak adanya dana untuk
media penyuluhan (stiker,
2 1 3 6 2
poster )

3 Tidak adanya jadwal rutin


untuk membersihkan alat-
alat yang sering digunakan
26

(kasur, baju, handuk, dll). 3 3 5 11 4

Keterbatasan pakaian,
handuk, alat makan, alat
4. mandi yang dimiliki
1 2 1 4 1
Lingkungan tempat tinggal
kurang memenuhi syarat
kebersihan dan tidak 4 4 2 10 3
5.
terjaga kebersihannya

A:(Dokter Gigi Bagian Poli Gigi)


B: (Pemegang Program Promkes)
C: (Pemegang Balai Pengobatan)

Prioritas penyebab masalah adalah kurangnya pengetahuan tentang perilaku


hidup bersih dan sehat serta cara pengobatan scabies yang benar.

3.6 Alternatif Pemecahan Masalah


Cara Alternatif untuk mengatasi masalah tersebut :
a. Pemberian pengetahua tentang apa itu penyakit scabies, penyebabnya, cara
penularanya, pengobatannya serta cara pencegahannya.
b. Penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan dan berperilaku sehat
c. Pembuatan stiker dan poster tentang pencegahan penyakit Skabies untuk
menurunkan kejadian Skabies pada anak panti, cara mencuci tangan dan
hadist tentang kebersihan.
d. Membuat kader kesehatan di lingkungan Panti Asuhan

Anda mungkin juga menyukai