PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infark miokard adalah penyebab kematian tertinggi di dunia baik pada pria ataupun
wanita di seluruh dunia (Kinnaird et al., 2013). Infark miokard akut merupakan suatu peristiwa
besar kardiovaskuler yang dapat mengakibatkan besarnya morbiditas dan angka kematian
(Tabriz et al., 2012).
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap paling sering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada penderita infark miokard akut mencapai 30%
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum penderita infark miokard mencapai rumah
sakit (Alwi, 2006). Infark miokard akut dengan ST-elevasi merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Namun, setelah adanya pelayanan CCU (Coronary
Care Unit), angka kematian turun menjadi 20% dan setelah penggunaan terapi trombolitik dapat
menurunkan angka kematian menjadi 10% (Stiermaier et al., 2013).
Penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat pada tahun 2005, mengakibatkan 864.500
kematian atau 35,3% dari seluruh kematian pada tahun itu, dan 151.000 kematian akibat infark
miokard. Sebanyak 715.000 orang di Amerika Serikat diperkirakan menderita infark miokard
pada tahun 2012 (Li Yulong et al., 2014).
Sebanyak 478.000 pasien di Indonesia terdiagnosis penyakit jantung koroner menurut
Departemen Kesehatan pada tahun 2013. Prevalensi infark miokard akut dengan ST-elevasi saat
ini meningkat dari 25% ke 40% (Depkes, 2013).
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 pada usia ≥ 15 tahun
berdasar wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5 % dan yang berdasarkan terdiagnosis dokter
atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi penyakit jantung koroner berdasar jenis kelaminnya, yang
didiagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan yaitu 0,5% dan 1,5%. Sedangkan
pada laki-laki adalah 0,4% dan 1,3%. Prevalensi infark miokard akut tertinggi berada di Nusa
Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), sedangkan di Jawa Tengah mencapai
0,5 % berdasar wawancara terdiagnosis dokter dan 1,4% diagnosis dokter atau gejala (Riskesdas,
2013). Penggunaan terapi fibrinolitik pada dasarnya bertujuan untuk menyelamatkan
miokardium dan restorasi cepat patensi arteri koroner (Stiermaier, et al, 2013).
Terapi fibrinolitik pada infark miokard akut masih merupakan modalitas reperfusi
penting jika belum bisa mendapat terapi PCI primer karena alasan logistik (Sohlpour et al.,
2014). Terapi infark miokard lain yang dapat digunakan adalah heparinisasi. Heparinisasi dapat
diberikan pada keadaan infark anterior luas, risiko tinggi trombisis, fungsi LV buruk, fibrilasi
atrial dan onset STEMI >12 jam tanpa revaskularisasi (Dharma, 2009).
Infark Miokard merupakan manifestasi Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang paling besar.
Infark Miokard sangat mencemaskan karena sering terjadi berupa serangan mendadak. Infark
Miokard Akut (IMA) biasanya disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner yang menghasilkan
kematian jaringan. Selanjutnya berkonsekuensi terhadap tanda-tanda serangan jantung, seperti
nyeri dada akut, perubahan elektrokardiogram (EKG), dan peningkatan pelepasan konsentrasi
protein oleh jaringan jantung (Steg et al., 2012). NICE clinical guideline 172 menyebutkan
bahwa Infark Miokard terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perubahan elektrokardiogramnya,
yaitu ST Elevation Myocardial Infarction atau STEMI dan Non-ST Elevation Myocardial
Infarction atau NSTEMI. STEMI disebabkan oleh oklusi total trombus kaya fibrin di pembuluh
koroner epikardial. Oklusi ini mengakibatkan berhentinya aliran darah (perfusi) menuju jaringan
miokard. Patogenesis STEMI melibatkan gangguan plak, agregasi platelet, dan pembentukan
trombus pada arteri intrakoroner (Swartz and Zipes, 2005). Selain itu, STEMI juga ditandai
dengan terbentuknya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI tidak terbentuk elevasi
segmen ST pada EKG. Penyebabnya adalah terjadinya oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Definisi Infark Miokard Akut Definisi infark miokard adalah kematian sel miokard yang
disebabkan oleh kondisi iskemia bermakna yang berkepanjangan (Thygesen dkk., 2012b). Infark
miokard akut dapat merupakan akibat dari obstruksi aliran darah koroner karena pecahnya plak
pembuluh darah arteri koroner, atau akibat hal lain yang lebih jarang misalnya akibat spasme
pembuluh darah (Jansson, 2010, Mendis dkk., 2011). Plak merupakan konsekuensi dari proses
atherosklerosis. Plak yang tidak stabil ditandai dengan adanya inflamasi aktif pada dinding
vaskular berupa erosi, fisura ataupun ruptur plak. Istilah IMA dapat digunakan bila terdapat bukti
terjadinya nekrosis miokard pada kondisi klinis yang sesuai.
Definisi universal infark miokard akut harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :
1. Deteksi peningkatan dan/ atau penurunan biomarker jantung (terutama troponin jantung)
setidaknya satu nilai diatas persentil 99 nilai batas atas dengan disertai paling tidak satu
diantara kriteria berikut:
Gejala iskemia
Perubahan segmen ST dan gelombang T yang signifikan dan baru atau dianggap baru
atau left bundle branch block (LBBB) baru.
Adanya gelombang Q patologis pada rekaman EKG 10
Pemeriksaan penunjang menunjukkan hilangnya miokard yang viable atau adanya
gangguan gerakan otot jantung yang baru.
Identifikasi trombus intrakoroner melalui angiografi koroner.
2. Henti jantung yang dicurigai karena iskemi jantung disertai perubahan EKG
(elektrokardiografi) dengan iskemi atau LBBB yang diperkirakan baru, tetapi pasien
sudah meninggal sebelum biomarker terambil atau sebelum biomarker meningkat.
3. Infark miokard terkait intervensi koroner perkutan didiagnosa jika ada peningkatan
troponin jantung (> 5 x 99 persentil nilai batas atas) pada pasien dengan dasar troponin
normal, atau peningkatan troponin > 20% jika dengan dasar troponin yang sudah
meningkat, disertai dengan salah satu:
Simptom iskemi miokard
EKG dengan gambaran iskemi baru
Dengan angiografi didapatkan adanya komplikasi prosedur
Hilangnya miokard yang viable atau gangguan gerakan otot jantung regional yang
baru.
4. Infark miokard akut akibat thrombosis intra-stent jika terdiagnosa melalui angiografi
koroner atau otopsi dengan peningkatan dan/ atau penurunan biomarker jantung
sedikitnya satu level diatas 99 persentil nilai batas atas.
5. Infark miokard yang berhubungan dengan coronary artery bypass grafting (CABG)
ditandai dengan peningkatan biomarker jantung (> 10 x 99 persentil nilai batas atas) jika
sebelumnya dengan baseline troponin yang normal (≤ 99 persentile batas atas), disertai
dengan salah satu:
Gelombang Q patologis baru atau LBBB baru
Oklusi baru pada graft atau arteri koroner native
Hilangnya miokard yang viabel atau kelainan kontraktilitas miokard regional yang
baru (Mendis dkk., 2011, Thygesen dkk., 2012b).
2.2 PATOFISIOLOGI
1. Infark Miokard
Patofisiologi Infark Miokard Akut dapat terjadi apabila daerah yang mengalami iskemia
miokard menyebabkan terbentuknya suatu area nekrosis. Hampir seluruh kasus IMA disebabkan
oleh proses atherosklerosis yang berhubungan dengan thrombosis pada arteri koroner.
Atherosklerosis merupakan proses terbentuknya plak yang melibatkan tunika intima pada arteri
yang berukuran sedang sampai besar (Kumar dan Cannon, 2009).
Plak atherosklerosis terdiri dari inti lemak (lipid core), fibrous cap, dan infiltrasi sel-sel
inflamasi (makrofag dan sel limfosit T) (Michowitz dkk., 2005). Proses ini berlanjut seiring
dengan bertambahnya usia sampai seseorang mengalami suatu serangan iskemik. Disfungsi
endotel akan menyebabkan berkurangnya biovailabilitas endotel terhadap nitic oxide dan
meningkatnya produksi endotelin-1 sehingga hemostasis vaskuler terganggu dan terjadi
peningkatan ekspresi molekul adhesi dan thrombogenesitas (Kumar dan Cannon, 2009). Jika
endotel mengalami kerusakan maka sel-sel inflamasi terutama monosit akan bermigrasi ke
subendotel dan kemudian mengalami diferensisasi menjadi makrofag. Makrofag akan memakan
low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi menjadi sel foam dan akhirnya terbentuk fatty
streak, serta akan teraktivasi untuk melepaskan sitokin dan chemoattractans (misalnya monocyte
12 chemoattractant protein 1, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), dan interleukin (IL)) yang
menarik lebih banyak makrofag dan sel otot polos. Makrofag juga akan merangsang
terbentuknya matriks metalloproteinase yaitu enzim yang akan memakan matriks ekstrasel
sehingga menyebabkan disrupsi plak. Rasio antara makrofag dan sel otot polos pembuluh darah
memegang peranan penting dalam (Kumar dan Cannon, 2009). Pada kondisi ruptur plak
atherosklerosis, terjadi proses aktivasi dan agregasi platelet, pengeluaran thrombin, dan pada
akhirnya menyebabkan pembentukan thrombus. Adanya thrombus akan menyebabkan
terganggunya aliran darah koroner sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Kondisi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen yang berat dan
persisten akan menyebabkan terjadinya nekrosis miokardial. Bila terbentuk thrombus yang
bersifat oklusif akan terjadi STEMI, sedangkan bila thrombus yang terbentuk tidak bersifat
oklusif akan terjadi NSTEMI atau APTS (Antman dan Braunwald, 2007, Topol dan Werf, 2007,
Aaronson dkk., 2012).
2. Angina Pectoris
Gejala Angina pectoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak menetap akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa keadaan yang dapat
merupakan penyebab baik tersendiri ataupunbersama-sama yaitu :
a. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan alirankoroner yang terbatas
maka hipertensi sistemik, taki aritmia, tirotoksikosis danpemakaian obat-obatan
simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2miokard sehingga mengganggu
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.Penyakit paru menahun dan penyakit
sistemik seperti anemi dapatmenyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke
miokard.
b. Sklerotik arteri coroner
Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan alirankoroner yang menetap yang
disebabkan oleh plak sklerotik yang lama denganatau tanpa disertai trombosis baru yang
dapat memperberat penyempitanpembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan
gangguancadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan
olehgangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluhdarah.
c. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis alirandarah sehingga
menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnyamembentuk trombus dan
keadaan ini akan mempermudah terjadinyavasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri coroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotiksehingga
penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadimikroemboli dan
menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosisakut ini diduga berperan dalam
terjadinya ATS.
e. Pendarahan plak atheroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinanmendahului dan
menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkanpenyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri coroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koronerkarena spasme
pembuluh darah disebutkan sebagai penyebab ATS. Spamedapat terjadi pada arteri koroner
normal atupun pada stenosis pembuluh darahkoroner. Spasme yang berulang dapat
menyebabkan kerusakan artikel,pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan
trombus pembuluh darah(Kasron, 2012).
2.3 TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI
1. INFARK MIOKARD
Terapi Farmakologi
Anti-iskemi
1. Nitrat
Merupakan obat lini pertama pada IHD. Mekanisme obat ini yaitu menyebabkan
vasodilatasi perifer, terutama vena, bekerja pada otot polosvaskular yang mencakup
pembentukan nitrat oksida, meningkatkan cGMPintraseluler, dan menurunkan tekanan pada
jantung sehingga menurunkankebutuhan oksigen dan nyeri cepat menghilang (Dipiro,et al, 2015
danNeal, 2006).
3. Antikoagulan Oral
Terapi antikoagulan oral yaitu warfarin, merupakan derivat kumarinyang strukturnya mirip
dengan vitamin K. Warfarin memblok karboksilasi menghasilkan suatu zat yang terikat Ca++
yang penting dalam membentuk suatu kompleks katalitik yang efisien. Antikoagulan oral
membutuhkan 2-3hari untuk mencapai efek antikoagulan penuh. Oleh karena itu biladibutuhkan
efek segera harus diberikan heparin sebagai tambahan (Neal,2006).
d. Trombolitik/Fibrinolitik
Fibrinolitik bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen yang selanjutnya
akan membentuk plasmin. Dengan adanyafibrinolitik ini, degradasi fibrin dan pemecahan trombus
akan terjadi. Obat yangberfungsi sebagai fibrinolitik antara lain alteplase dan
streptokinase.Alteplase merupakan aktivator plasminogen tipe jaringan yang dihasilkandari
teknologi DNA rekombinan. Alteplase tidak menuebabkan reaksi alergi dandapat digunakan
pada pasien dimana infeksi streptokokus yang beru terjadi ataupenggunakan
streptokinase terakhir yang menyebabkan kontraindikasi penggunaan streptokinase (Neal, 2006).
Dosis yang dapat digunakan yaitu 0,9 mg/kg(maksimum 90 mg) diberikan melalui IV infus selama 1
jam setelah pemberian10% dari dosis total yang diberikan selama 1 menit (Dipiro, et al, 2015)
e. ACE Inhibitor
ACE-I menghambat sintesis Angiotensin I menjadi angiotensin II.Angiotensin II adalah
vasokonstriktor kuat yang ada dalam sirkulasi danpenghambatan sintesisnya pada pasien
menyebabkan penurunan resistensi periferdan tekanan darah. Efek yang tidak diinginkan adalah batuk
kering yang disebabkankarena peningkatan bradikinin (Neal, 2006).
Tabel 6. Obat golongan ACE-1
f. Antihiperlipidemia
Pada sebagian besar penderita hiperlipidemia dapat dikontrol dengan diet danolahraga.
Namun, bisa juga dengan bantuan obat penurun kadar lipid darah atauantihiperlipidemia. Saat ini
obat antihiperlipid golongan statin mengalami kemajuan yang sangat menakjubkan dalam
mengurangi kejadian kardiovaskular,karena relatif efektif dan sedikit efek samping serta
merupakan obat pilihan pertama. Obat golongan ini dikenal juga dengan obat penghambat
HMGCoA reduktase. HMGCoA reduktase adalah suatu enzym yang dapat mengontrol
biosintesis kolesterol. Dengan dihambatnya sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan
menurunkan kadar LDL dan kolesterol total serta meningkatkan HDL plasma.
Terapi Non-Farmakologi
Terapi Non-Farmakologi yang dapat dilakukan yaitu:
a. Merubah gaya hidup, misalnya berhenti merokok.
b. Olahraga, dapat meningkatkan kadar HDL dan memperbaiki koroner padapenderita jantung koroner,
karena:
❖ Memperbaiki fungsi paru-paru dan memperbanyak O2 masuk ke dalammiokard.
❖ Menurunkan tekanan darah
❖ Menyehatkan jasmanic.
c. Diet dapat mengurangi kadar hiperglikemia (Tjay & Rahardja, 2007).
2. ANGINA PECTORIS
Terapi Farmakologi
1) Penyekat Beta
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan din
arteri, dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan
timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol, metoprolol, propranolol,
nadolol.
2) Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom
angina pectoris, disamping juga empunyai efek antitrombolitik dan antiplatelet. Nitrat
merupakan kebutuhan oksigen miokard melalui penguranga preload sehingga terjadi
pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrit jangka
panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi
dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat cukup yaitu 8-12 jam. Obat golongan
Nitrat dan Nitrit adalah: amil nitrit,ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
3) Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang
akan menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi pada
pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kebutuhab oksigen
miokard dengan cara menurunkan resistensi vakuler sistemik.
Golongan obat kalsium antagonis adalah : amoldipin, bepridil, diltiacem, felodipin,isradipin,
nikardipin, nifedipin,nimodipin,verapamil.
Terapi Non Farmakologi
Ada beberapa cara cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung
antara lain :
• Berhenti merokok
• Untuk pasien obesitas, tunkan berat badan
• Mengurangi stress
• Pengontrolan gula darah
2.4 EVALUASI HASIL TERAPI
Evaluasi hasil terapi dari penyakit jantung koroner yaitu (Dipiro,et al.,2015):
a. Monitoring parameter efikasi dari ST-segmen-elevation dan Non-ST-segmen-elevation
termasuk:
1. Menghilangkan ketidaknyamanan dari iskemia
2. Mengembalikan hasil Elektrokardiogram ke baseline
3. Menghilangkan tanda dan gejala dari gagal jantung
b. Monitoring parameter efek samping dari masing-masing obat yang digunakan.
Analisis SOAP
Subjek
- Pria, 54 tahun
- Tidak ada keluhan
- Perokok berat 50 batang/hari selama 29 tahun
- 8 bulan yang lalu berhenti merokok
- Pernah menjalani PTCA dan pemasangan sten tpada arteri coroner
- Menjalani olahraga jalan kaki selama 40 menit setiap hari
Objek
- Tekanan darah:145 /85 mm/Hg
- Denyut jantung:80 kali/menit
- BMI : 23,5 kg/m2
- Kolesterol Total : 5,5 mmol/L = 212,68368 mg/dL
- LDL : 3,9 mmol/L = 150,81206 mg/dL
- HDL : 0,8 mmol/L = 30,93581 mg/dL
- Trigliserida : 1,8 mmol/L = 159,43313 mg/dL
Assesment:
- Hipertensi(selama 20tahun), saat ini hipertensi tipe 1
- Angina pectoris (selama 2 tahun)
- non-ST segment elevation myocardial infarction (selama 1 tahun)
- Hyperlipidemia
Planning
1) Terapi Non Farmakologi
a. Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal sertaupaya bila
timbul keluhan dan dasar pengobatan.
b. Pasien tetap melakukan rehabilitasi kardiak secara rutin di rumah sakit
c. Pasien perlu merubah gaya hidup dan asupan makanan sehari-hari untukmenurunkan
berat badan pasien.
d. Konseling mengenai obat.
e. Dukungan dari keluarga untuk terus mengingatkan pasien agar tetap patuhdalam
mengkonsumsi obat-obat yang telah diberikan. (Khan, 2005)
2) Terapi Farmakologi
a. Aspirin 100 mg/hari (antiplatelet)
b. Klopidogrel 75 mg/hari (antiplatelet)
c. Perindopril 4 mg/hari (Coronary heart disease)
d. Simvastatin 20 mg/hari (antikolesterol)