Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data WHO tahun 2010 pada Weekly Morbidity and Mortality
Report (WMMR), dilaporkan bahwa pada minggu ke-22 (29 Mei-4 Juni 2010) dari
semua jumlah kunjungan pasien, 12% diantaranya adalah kasus penyakit diare
dan dari semua jumlah kunjungan pasien, 23% diantaranya adalah balita, dan
yang menderita penyakit diare adalah 9% dari semua jumlah kunjungan pasien
balita. Sementara di Indonesia, prevalensi diare pada tahun 2013 lebih kecil
(3,5%) dibandingkan dengan prevalesi diare tahun 2007 (9%) sedangkan
prevalensi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tahun 2013 (25%) tidak jauh
berbeda dengan tahun 2007 (25,5%) dengan kejadian yang tertinggi pada
kelompok umur balita 1-4 tahun. Meskipun demikian, harus tetap dilakukan
penanganan secara berkala. Prevalensi pneumonia pada tahun 2007 sebesar
2,13% menurun menjadi 1,80% pada tahun 2013 dengan kejadian yang tertinggi
pada kelompok umur balita 1-4 tahun sekitar 18,5 per mil dan yang berobat
hanya 1,6 per mil. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2013, lima
besar morbiditas dan mortalitas pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia adalah
ISPA (25,8%); pneumonia (21,7%); demam (14%); diare dan gastroenteritis
(14,4%) (Riskesdas, 2013)

Peranan vitamin A sebagai antioksidan, yang membantu merangsang
dan memperkuat daya tahan tubuh dalam meningkatkan aktivitas 
sel pembunuh kuman (natural killer cell), memproduksi limfosit, f agositis, dan ant
ibodi. Dalam kaitan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan bahwa: (1)
ada hubungan kuat antara status vitamin A dan risiko terhadap penyakit infeksi
pernapasan; (2) hubungan anrara kekurangan vitamin A dan diare belum begitu
jelas; (3) kekurangan vitamin A pada campak cenderung menimbulkan
komplikasi yang dapat berakibat kematian. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Azrimaidaliza bahwa Vitamin A berperan terhadap fungsi kekebalan
tubuh (imunitas) manusia. Terjadinya defisiensi vitamin A menyebabkan
mekanisme protektif spesifik dan non spesifik rusak, yaitu respon humoral
terhadap bakteri, imunitas mukosal, aktivitas sel NK dan phagositosis.

1
Selanjutnya defisiensi vitamin ini berakibat pada meningkatnya resiko penyakit
infeksi, seperti campak, diare, ISPA dan malaria.

Labu kuning atau waluh termasuk komoditas pangan yang


pemanfaatannya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena masyarakat
masih belum menyadari potensi dan kandungan gizi labu kuning yang sangat
tinggi terutama kandungan Vitamin A nya. Penyebaran buah labu kuning cukup
merata di Indonesia, hampir semua kepulauan di Indonesia dijumpai tanaman
labu kuning. Tingkat produksi labu kuning di Indonesia relatif tinggi dan produksi
dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi labu kuning pada tahun 2001
produksinya mencapai 96,667 ton, pada tahun 2003 sebanyak 103,451 ton,
pada tahun 2006 produksi labu kuning sebanyak 212.697 ton dan jumlah
produksi tahun 2010 mencapai 369.846 ton (Santoso, 2013 dalam Aan, 2016).
Perbandingan kandungan gizi pada tepung labu kuning dan tepung terigu yaitu
tepung labu kuning memiliki energi 328 kkal, karbohidrat 77,6 g, protein 5 g,
lemak 0,5 g dan β-karoten 180 SI/g , sedangkan pada tepung terigu adalah
energi 365 kkal, karbohidrat 77,3 g, protein 8,9 g, lemak 1,3 g dan β-karoten 0
SI/g (Gardjito, 2006 dalam Aan, 2016). Dilihat dari kandungan nilai gizi yang
hampir sama dan nilai β-karoten pada tepung labu kuning lebih tinggi maka
tepung labu kuning dapat menjadi alternatif untuk menggantikan tepung terigu.

Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh labu kuning maka labu kuning
dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi. Untuk tujuan tersebut, labu kuning
diolah menjadi produk yang tahan lama seperti tepung. Tepung labu kuning akan
lebih efisien digunakan untuk mengolah berbagai produk makanan. Tepung labu
kuning umumnya yang digunakan sebesar 10% dari berat bahan yang
diperkaya. Tepung labu kuning dapat ditambahkan pada makanan-makanan
yang digemari oleh masyarakat, salah satunya adalah mie basah.

Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami


proses perebusan dalam air mendidih, dengan kadar air sekitar 35% dan setelah
direbus kadar airnyameningkat menjadi 52 %. Kadar air yang relatif tinggi
mengakibatkan umur simpan menjadi singkat (Koswara, 2009). Subtitusi tepung
labu kuning diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi dan sifat
organoleptik mie basah labu kuning. Sifat organoleptiknya meliputi warna, aroma,
rasa, tekstur dan keseluruhan sehingga akan mempengaruhi daya terima di

2
masyarakat, serta di uji kadar Kadar Vitamin A, Kadar Protein, Kadar
Karbohidrat, Kadar lemak agar dapat diketahui kadar βkaroten di dalam pancake
labu kuning sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan Vitamin A. Dari
uraian tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh subtitusi tepung
labu kuning (Curcurabica moschata) dan sari wortel (Daurus carota l) terhadap
nilai energy dan kadar zat gizi, dan mutu organoleptic mie basah untuk
mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh subsitusi tepung labu kuning (Curcurabica moschata) dan
Sari Wortel (Daucus Carota L) Terhadap Mie Basah untuk Mencegah
Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Balita (Kajian: Nilai Energi, Kadar
Karbohidrat, Kadar Lemak, Kadar Air, Kadar Vitamin A, dan Mutu Organoleptik)?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh subsitusi tepung labu kuning (Curcurabica
moschata) dan Sari Wortel (Daucus Carota L) Terhadap Mie Basah untuk
Mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Balita (Kajian: Nilai Energi, Kadar
Karbohidrat, Kadar Lemak, Kadar Air, Kadar Vitamin A, dan Mutu Organoleptik).
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis nilai energi mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel.
b. Menganalisis kadar zat gizi yang meliputi kadar karbohidrat, kadar protein, kadar.
lemak, dan kadar vitamin A mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari
wortel.
c. Menganalisis mutu organoleptik meliputi warna,aroma, rasa, dan tekstur pada
mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuan
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana belajar dan
pengembangan penelitian mengenai subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel
pada mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA).
2. Manfaat Praktis

3
Diharapkan dapat menjadi masukan dan digunakan secara langsung oleh
masyarakat dalam penggunaan subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel
untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA).

4
E. Kerangka Pikir Penelitian

Penyakit Infeksi, Rendahnya konsumsi Penderita


F. seperti
diare makanan sumber lemak KEP

Penyakit Kekurangan Vitamin A

Tata laksana Kekurangan Vitamin A

Edukasi Tatalaksana Pemberian


Diet kapsul Vitam A

Pengembangan mie basah dari pangan lokal


- Tepung labu kuning
- Sari wortel

Mutu mie basah dengan subtitusi tepung labu kuning


dan sari wortel

Kadar Zat Gizi:


- Kadar Mutu Organoleptik
Nilai Energi Vitamin A - Warna
- Kadar - Rasa
Protein - Aroma
- Kadar - Tekstur
Karbohidrat
- Kadar lemak
- Kadar Air
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

5
G. Hipotesis
1. Ada pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap nilai
energi mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada
balita.
2. Ada pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap kadar
zat gizi untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita.
3. Adanya pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap
mutu organoleptik mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A
(KVA) pada balita.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kekurangan Vitamin A (KVA)


Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara
luas, vitamin A merupakan nama generic yang menyatakan semua retinoid dan
precursor/ provitamin A/ karetonoid yang mempunyai aktivitas biologi sebagai
retinol (Sunita Almatsier, 2004) Merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan,
reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah.
Disamping itu kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap
penyakit infeksi saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian
karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Siti Maryam,
2003).
Kebutuhan Vitamin A pada wanita umumnya umumnya meningkat
dengan bertambahnya usia, terutama pada ibu hamil. Sedangkan pada pria
kebutuhan vitamin A tidak terdapat penambahan yakni 600 mcg (Permenkes,
2013). Pada wanita, kebutuhan vitamin A cenderung stabil pada umur 10-18
tahun yakni 600 mcg, sedangkan pada umur 19-80 tahun keatas mengalami
penurunan kebutuhan sebesar 100 mcg. Namun terdapat penambahan
kebutuhan vitamin A pada ibu hamil Trimester 1 sebesar +300 mcg, sedangkan
pada trimester ke 2 sebesar +350 mcg. Dan pada ibu menyusui terdapat
penambahan juga, sebesar +350 mcg.
Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi
utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi
KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata,
masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis
ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di
laboratorium. KVA akan meningkatkan kesakitan dan kematian, serta mudah
terkena penyakit infeksi seperti ISPA, diare, radang paru-paru, pneumonia,
sehingga akan menyebabkan kematian.

Berdasarkan data WHO tahun 2010 pada Weekly Morbidity and Mortality
Report (WMMR), dilaporkan bahwa pada minggu ke-22 (29 Mei-4 Juni 2010) dari
semua jumlah kunjungan pasien, 12% diantaranya adalah kasus penyakit diare
dan dari semua jumlah kunjungan pasien, 23% diantaranya adalah balita, dan

7
yang menderita penyakit diare adalah 9% dari semua jumlah kunjungan pasien
balita. Sementara di Indonesia, prevalensi diare pada tahun 2013 lebih kecil
(3,5%) dibandingkan dengan prevalesi diare tahun 2007 (9%) sedangkan
prevalensi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tahun 2013 (25%) tidak jauh
berbeda dengan tahun 2007 (25,5%) dengan kejadian yang tertinggi pada
kelompok umur balita 1-4 tahun. Meskipun demikian, harus tetap dilakukan
penanganan secara berkala. Prevalensi pneumonia pada tahun 2007 sebesar
2,13% menurun menjadi 1,80% pada tahun 2013 dengan kejadian yang tertinggi
pada kelompok umur balita 1-4 tahun sekitar 18,5 per mil dan yang berobat
hanya 1,6 per mil. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2013, lima
besar morbiditas dan mortalitas pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia adalah
ISPA (25,8%); pneumonia (21,7%); demam (14%); diare dan gastroenteritis
(14,4%) (Riskesdas, 2013)

Kekurangan Vitamin A disebabkan oleh dua factor, diantaranya adalah


penyebab langsung dan tidak langsung. Pada penyebab langsung, KVA
disebabkan oleh konsumsi Vitamin A dalam makanan yang dikonsumsi sehari-
hari tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam tubuh untuk jangka waktu yang
lama. Kekurangan Vitamin A ini juga dapat disebabkan karena kurangnya
konsumsi lemak dalam tubuh yang dalam hal ini berperan dalam penyerapan
Vitamin A dalam tubuh. Sedangkan penyebab tidak langsung salah satunya
adalah disebabkan oleh penyakit infeksi dalam tubuh sehingga dapat
mempercepat penggunaan Vitamin A dalam tubuh namun persediaan zat gizi
tidak mencukupinya.

B. Mie Basah
Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya
murah dan cara pengolahan sekaligus penyajiannya sederhana. Mie banyak
mengandung karbohidrat, yang banyak menyumbang energi pada tubuh
sehingga mie dapat dijadikan sebagai makanan pengganti nasi. Penggunaan mie
di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan soto mie (Bogor), taoge goreng
(Jawa Barat), mie telor (Palembang), mie juhi (Betawi), mie goreng, mie pangsit,
mie ayam dan ifumi (Astawan, 2008).

8
Mie merupakan produk makanan dengan bahan baku tepung terigu
sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya
digunakan sebagai sumber energi karena memiliki karbohidrat cukup tinggi
(Rustandi, 2011). Adapun produk mie yang beredar di pasaran berdasarkan
tahap penyajian dan kadar airnya yaitu, mie mentah/segar, mie basah, mie
kering, mie goreng dan mie instan. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum
dipasarkan mengalami proses perebusan dalam air mendidih, dengan kadar air
sekitar 35% dan setelah direbus kadar airnyameningkat menjadi 52 %. Kadar air
yang relatif tinggi mengakibatkan umur simpan menjadi singkat (Koswara, 2009).

Kegemaran masyarakat mengkonsumsi mie semakin lama semakin


meningkat. Menurut Munarso dan Haryanto (2012), konsumsi mie instan
meningkat sekitar 25% per tahun, pada awal tahun 2000-an, angka ini
diperkirakan terus meningkat sekitar 15% per tahun. Hal itu dapat menjadi
perkembangan peluang bisnis, sehingga perlu peningkatan rasa dan kualitas.
Bahan baku pembuatan mie adalah tepung terigu, sehingga hal ini menambah
jumlah impor tepung terigu. Penggunaan tepung terigu terus mengalami
peningkatan, sehingga tahun 2011 impor tepung terigu mencapai 638.863,48 ton
(Disperindag, 2012). Peningkatan impor tepung terigu dapat mengancam
ketahanan pangan, sehingga diperlukan alternatif bahan dasar pembuatan mie
yang berbasis pangan local seperti subsitusi tepung labu kuning.

Standar mutu mie basah secara keseluruhan sudah diatur dalam Badan
Standardisasi Nasional 2015 yang disajikan pada Tabel 2.1. Dan komposisi gizi
mie basah per 100 gram dapat disajikan dalam Tabel 2.2.

9
Tabel 2.1 Standart mutu Mie basah
Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Mie Basah Mie Kering
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
1.4 Tekstur - Normal Normal
2. Kadar Air Fraksi Massa, % Maks. 35 Maks. 65

3. Kadar Protein (NX6.25) Fraksi Massa, % Min. 9,0 Min. 6,0

4. Kadar abu tidak larut dalam Fraksi Massa, % Maks. 0,05 Maks 0,05
asam
5. Bahan Berbahaya
5.1 Formalin (HCHO) - Tidak Boleh Ada Tidak Boleh Ada

5.2 Asam Borat ( H 3BO 3) - Tidak Boleh Ada Tidak Boleh Ada

6. Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
6.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2 Maks. 0,2
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05 Maks. 0,05
7. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5
8. Cemaran Mikroba
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1x106 Maks 1x106
8.2 Eschericia coli Apm/g Maks. 10 Maks. 10
8.3 Salmonella sp. - Negatif/25 g Negatif/25 g
8.4 Staohylococcus aureus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103

8.5 Bacillus cereus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103


8.6 Kapang koloni/g Maks 1x104 Maks 1x104
9. Deoksinivalenol µg/kg Maks. 750 Maks. 750
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2015)

10
Tabel 2.2 Komposisi Gizi Mie Basah per 100 gram
Zat Gizi Mie Basah Zat Gizi Mie Basah
Energy (kkal) 86 Fe 0,8
Protein (g) 0,6 Vitamin A -
Lemak (g) 3,3 Vitamin B1 (mg) -
Karbohidrat (g) 14 Vitamin C (mg) -
Kalsium (g) 13 Air (mg) 80
(Sumber: Astawan, 1999 dalam PM Badilangoe, 2012)
Pembuatan mie terdiri atas beberapa bahan, diantaranya adalah tepung
terigu, telur, STPP, air, dan garam. Standar resep mie basah dapat disajikan
dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar Resep Mie Basah
Bahan Berat (gram)
Tepung Terigu 400
Telur 120
STPP 0.006
Minyak 40
Garam 5
Air 250

Mie dapat dikatakan berkualiatas adalah memenuhi selera dan harapan


konsumen yang mana dapat dilihat dengan melakukan evaluasi sensoris (mutu
organoleptik). Secara umum mutu oganoleptik mencakup 4 hal utama, yakni
sebagai berikut:
1. Tekstur
Tekstur yang disukai adalah kenyal, tidak lembek, tidak lengket, dan
permukaan yang halus.
2. Warna
Warna yang disukai adalah warna kuning segar untuk mie basah.
3. Aroma
Aroma mie yang tidak disukai adalah berbau tepung mentah dan apek.
4. Rasa

11
Rasa yang tidak disukai adalah rasa adonan yang masi mentah, terasa
tepungnya.

C. Tepung Labu Kuning


Berdasarkan data dari Disperindag pada tahun 2011, konsumsi tepung
terigu di Indonesia tergolong tinggi yaitu mencapai 4,6 juta ton. Upaya untuk
mengurangi konsumsi tepung terigu di Indonesia yang tergolong tinggi yaitu
dengan mengganti atau mensubstitusi tepung terigu dengan bahan pangan lokal.
Beberapa manfaat dari kandungan/zat gizi pada bahan pangan lokal dapat
ditambahkan pada produk. Bahan pangan lokal yang potensial sebagai bahan
pensubstitusi tepung terigu antara lain kentang, ketela pohon,ubi jalar,
bengkoang dan labu kuning atau waluh (Widowati, 2001).
Labu kuning (Cucurbita moschatal) merupakan sumber vitamin A dan C,
mineral, serta karbohidrat. Daging buah labu kuning (Cucurbita moschatal)
sangat kaya akan antioksidan yang berperan sebagai penangkal radikal bebas.
Tepung labu kuning memiliki energi 328 kkal, karbohidrat 77,6 g, protein 5 g,
lemak 0,5 g dan β-karoten 180 SI/g (Gardjito, 2006). Dengan kandungan β-
karoten (provitamin A)-nya yang tinggi, tepung labu kuning sangat baik
digunakan sebagai bahan fortifikasi sehingga dapat menambah nilai gizi,
sehingga labu kuning dapat dimanfaatkan menjadi tepung labu kuning sebagai
pensubstitusi tepung terigu. Pemanfaatan labu kuning dengan dijadikan tepung
yaitu untuk menambah masa simpan labu kuning. Beberapa produk yang dapat
disubstitusikan dengan tepung labu kuning antara lain mie, biskuit, roti tawar dan
cake (Yuliani, 2005). Substitusi tepung labu kuning diharapkan dapat
meningkatkan kandungan gizi dan sifat organoleptik. Sifat organoleptiknya
meliputi warna, aroma, rasa dan teksturnya sehingga akan mempengaruhi daya
terima di masyarakat.

D. Sari Wortel (Daucus carota L.)


Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi biasanya
berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur serupa kayu
dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Wortel segar
mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin (betakaroten, B1, dan C).
Betakarotennya mempunyai manfaat sebagai antioksidan yang menjaga

12
kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu betakaroten dapat
mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak
tidak jenuh ganda dari proses oksidasi, tubuh lebih efektif menyerap betakaroten
dari wortel yang setengah masak dari pada yang mentah (Anonim, 2010).
Berdasarkan penelitian oleh departement pertanian di USA, satu buah
wortel yang berukuran sedang atau ½ cangkir wortel cincang bisa diasumsikan
menjadi 1 porsi. Setiap satu porsi wortel mempunyai kandungan zat gizi sebayak
1g protein, 3g gula, 6g karbohidrat, serta 25g kalori. Wortel merupakan salah
satu sayuran yang tergolong kaya akan vitamin A, vitamin A yang terdapat di
dalam wortel dapat memberikan sekitar 210% untuk kebutuhan vitamin A pada
orang dewasa per harinya, 6% kandungan vitamin C, 2% kebutuhan Kalsium,
dan 2% kebutuhan zat besi. Sayuran yang satu ini juga memiliki kandungan anti
oksidan beta karoten yang membuat warna wortel menjadi lebih cerah.
Kandungan beta karoten yang berada di dalam wortel akan diserap oleh usus
dan akan di ubah menjadi vitamin A selama proses penyerapan. Selain
kandungan kandungan tersebut wortel juga memiliki kandungan zat gizi lainnya
yang juga bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tubuh seperti, Vitamin E,
Magnesium, Fosfor, Mangan, Folat, Kalium, Vitamin K Dan lain sebagainya.
(Dewi sp,dkk , 2018)

E. Penilaian Mutu Kimia


1. Kadar Protein
Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting
dalam pembentukan biomolekul.Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan
struktur sel, komponen utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi
metabolisme dalam tubuh (Mustika, 2012).
Protein sebagai sumber energi memberikan 4 Kkal per gramnya. Jumlah
total protein tubuh adalah sekitar 19% dari berat daging, 45% dari protein tubuh
adalah otot. Kebutuhan protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram/kg berat
badan setiap hari.Untuk anak-anak yang sedang tumbuh diperlukan protein yang
lebih banyak, yaitu 3 gram/kg berat badan. Untuk menjamin agar tubuh benar-
benar mendapatkan asam amino dalam jumlah dan jenis yang cukup, sebaiknya
untuk orang dewasa seperlima dari protein yang diperlukan haruslah protein

13
yang berasal dari hewan, sedangkan untuk anak-anak sepertiga dari jumlah
protein yang diperlukan (Mustika, 2012).
2. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang.
Dalam tubuh manusia, glukosa dapat disintesa dari gliserol dan asetil-Koa hasil
oksidasi lemak. Sebagian besar karbohidrat banyak terdapat dalam bahan
nabati. Dalam bahan nabati, karbohidrat berupa gula sederhana: heksosa dan
pentosa, disakarida sukrosa, serta berupa polisakarida (BM tinggi): pati, selulosa,
hemiselulosa, lignin, dan pectin. Selulosa, hemiselulosa merupakan penyusun
dinding sel, pectin sebagai perekat antar sel, dan lignin (=zat kayu) bersama
selulosa sebagai jaringan penguat tanaman. Pada buah-buahan masak biasa
terdapat gula glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Sukrosa juga secara khusus
merupakan gula dalam cairan jaringan tanaman palma (aren, kelapa, siwalan,
nipah, rotan) dan batang tanaman rumput-rumput berbatang pejal (tidak
berlubang): batang jagung, sorghum, rumput gajah. Di dalam air susu mamalia
terdapat disakarida laktosa.

Beberapa oligosakarida terdapat dalam makanan terfermentasi seperti


tempe, tape, bahan berpati, dan umbi-umbian seperti singkong dan olahannya
(gaplek, growol, dll), produk sirup gula singkong, gula jagung, dan produk
dekstrin. Kalau pati merupakan karbohidrat simpanan/cadangan makanan bagi
tanaman, maka selulosa, hemiselulosa, pectin, dan lignin merupakan karbohidrat
bahan struktur sel dan jaringan tanaman.Kelompok karbohidrat bahan struktur
sel inilah yang mendominasi pada kerajaan tanaman (plant kingdom) di daratan.

3. Kadar Lemak
Lemak didefinisikan sebagai bahanbahan yang dapat larut dalam eter,
kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air.Lemak merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein.Satu gram lemak
dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut
vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh,
karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan
adiposa (Winarno, 2004).

14
4. Kadar Air

Kadar air merupakan hilangnya berat benih ketika dikeringkan sesuai


dengan metode tertentu. Metode dan prosedur pengujian kadar air benih pada
beberapa komoditi tanamn pohon telah tertulis secara jelas. Akan tetapi
beberapa lainnabelum diatur termasuk benih saga pohon. Komoditi benih yang
prosedur kadar airnya belum diatur umumnya menggunakan metode oven suhu
endah meskipun demikian pemintan dengan metodesuhu tinggi konstan tetap
dapat dilakukan bila diperlukan walaupun bersifat tidak wajib (ISTA rules, 2017)

5. Kadar Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang berperan sebagai
antioksidan dan meningkatkan imun. Vitamin A juga merupakan zat gizi
essensial untuk penglihatan , reproduksi, dan pertumbuhan (Siti Maryam, 2003
dalam Yunita 2013). Sumber vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya β-
karetin) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan dan
diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester
diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan
(Gormall, 1986 dalam Yunita,2013).

F. Mutu Organoleptik
Penilaian mutu organoleptik disebut juga dengan penilaian indera atau
penilaian sensorik. Metode ini sering digunakan karena dapat dilaksanakan
dengan cepat dan langsung. Pada prakteknya penilaian mutu organleptik disebut
juga dengan uji organoleptic.
Pengujian organoleptic meliputi:
1. Warna merupakan faktor penentu mutu bahan pangan yang mudah untuk
diamati. Warna dapat menjadi suatu indikasi mutu dari bahan pangan.
Bahan pangan apa bila memiliki warna yang tidak sedap untuk dipandang
atau memberi kesan memiliki mutu yang buruk akan mempengaruhi
kesan konsumen. Penilaian parameter warna dapat dilakukan dengan
cara melihat dengan indra mata. Warna mie basah secara visual akan
terlihat pada mie basah yang disajikan.

15
2. Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia
senyawa volatil yang tercium oleh syaraf yang berada di rongga hidung
ketika bahan pangan masuk ke mulut. Rangsangan yang timbul akan
memberikan sensasi kelezatan yang kemudian dapat mempengaruhi
daya terima panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan
(Peckham, 1969).
3. Rasa merupakan salah satu uji organoleptik yang berhubungan dengan
indera pengecapan. Rasa merupakan kesatuan interaksi antara sifat-sifat
aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan makanan yang dinilai.
Selain aroma dan warna, rasa merupakan faktor yang cukup penting
untuk menilai produk mie basah. Umumnya bahan pangan tidak hanya
terdiri dari salah satu rasa saja tetapi merupakan gabungan dari berbagai
macam rasa sehingga akan menimbulkan citarasa makanan yang utuh
dan padu.
4. Tekstur merupakan penilaian yang dapat dilakukan dengan jari, gigi, atau
langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan,
keempukan, dan kemudahan dikunyah .

16
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian experimental dengan desain
percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 taraf perlakuan.
Formulasi tepung terigu: tepung labu kuning : sari wortel yaitu P0, P1, P2, P3
yang pada Standar mutu mie basah pada kadar protein (%) secara keseluruhan
sudah diatur dalam Badan Standardisasi Nasional 2015 yang bernilai minimal
9%. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Berikut
ini formulasi mie basah subtiusi tepung labu kuning dan sari wortel.
Tabel. 3.1 Desain Penelitian : Rancangan Acak Lengkap
Taraf Perlakuan Proporsi (%) Replikasi
(Tepung terigu : Tepung Labu kuning) +Sari wortel 1 2 3
P0 ( 100 : 0 : 0 ) X01 X02 X03
P1 ( 65 : 15 : 20 ) X11 X12 X13
P2 ( 60 : 20 : 20 ) X21 X22 X23
P3 ( 55 : 25 : 20 ) X31 X32 X33

Keterangan:
X01 = Unit penelitian taraf perlakuan P0 replikasi 1
.
.
X33 = Unit penelitian taraf perlakuan P3 replikasi 3
Setiap unit penelitian mempunyai peluang yang sama untuk
mendapatkan taraf perlakuan, maka dalam penempatan unit penelitian
digunakan randomisasi atau pengacakan yang disajikan dalam Lampiran 1.
Tabel.3.2. Komposisi Bahan Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel
Komposisi Bahan Proporsi (gram)
Makanan P0 P1 P2 P3
Tepung Terigu 400 260 240 220
Tepung Labu Kuning 0 60 80 100
Sari Wortel 0 80 80 80
STPP 0,006 0,006 0,006 0,006
Telur 120 120 120 120
Minyak 40 40 40 40
Garam 5 5 5 5
Air 250 250 250 250

17
Tabel.3.3 Komposisi Zat Gizi pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel per 100 gram

Bahan Energi Protein Lemak Karbohidrat Vitamin A


Makanan (kkal) (gram) (gram) (gram) (IU)
Tepung labu 331,5 5 0,08 77,65 119
kuning
Sari wortel 25,8 1 0,2 4,8 1574
Tepung 333 9 1 77,2 0
terigu
Telur 154 12,4 10,8 0,7 61
Minyak 884 0 100 0 18181
Garam 0 0 0 0 0
Air 0 0 0 0 0

Tabel.3.4 Proporsi Zat Gizi pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel
Taraf Perlakuan % Energi Protein Lemak Karbohidrat Vitamin A
(tepung terigu: (kkal) (gram) (gram) (gram) (IU)
tepung labu
kuning)
P0 (100:0:0) 1870.4 50.9 309.6 57 7345.6
P1 (65:15:20) 1623.7 41.88 251.0 55.7 8361.4
P2 (60:20:20) 1623.4 41.3 252.1 55.6 8700
P3 (55:25:20) 1623.1 40.7 253.1 55.4 9038.6

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019
Tempat penelitian :
1. Laboratorium ITP Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk
proses pengolahan Mie basah.
2. Laboratorium Kimia Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk
analisis kadar zat gizi Mie basah.
3. Laboratorium Organoleptik Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang untuk uji organoleptik Mie basah.

C. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga, yakni
alat untu penepungan labu kuning, pembuatan sari wortel, dan pengolahan mie
basah. Pembuatan tepung labu kuning menggunakan Oven, blender, ayakan 80

18
mesh, nampan, baskom, pisau, talenan, timbangan Triple beam, dan sendok
makan. Pada pengolahan mie basah dough mixer, panic, serok, penggiling mie,
Loyang persegi panjang, rolling pin, piring seng, dan kompor
Alat yang digunakan untuk analisis mutu kimia adalah kalkulator
scientific, alat tulis
2. Bahan
Adapun bahan- bahan yang digunakan untuk membuat mie basah dengan
subtitusi tepung labu kuning dan penambahan sari wortel (untuk keperluan
analisis mutu kimia dan uji organoleptik) serta spesifikasi bahan disajikan pada
Tabel 3.4.
1. Tepung terigu
2. Tepung labu kuning
3. Wortel
4. Telur ayam
5. Garam
6. Air kapur
7. Air mineral
8. Minyak

19
Tabel 3.4. Spesifikasi bahan penyusun mie basah
Bahan Spesifikasi Gambar
Labu Kuning Bulat berwarna hijau kekuningan, tidak busuk,
buah tidak berlubang, tidak penyok, segar,
buah labu mengkal, 1-2 minggu pasca panen.

Tepung Tepung terigu protein tinggi, sesuai dengan


Terigu syarat mutu (SNI) tepung terigu (tidak ada
kotoran atau kutu, tidak berbau apek), merk
Cakra Kembar.

Sari wortel Sari dari wortel, warna orange, tidak berbau


langu, tidak menggumpal, tidak kotor dan
tekstur tidak lembek.

Telur Ayam Tidak retak, tidak busuk, permukaan kulit


halus tidak berbintik, isi telur tidak berbunyi
saat digoncang, berat 55-60 gram/butir.

Minyak Tidak tengik, tidak ada encapan, cair, merk


Bimoli.

Garam Berwarna putih, halus dan tidak ada kotoran.


Cap kapal.

D. Variabel penelitian
1. Variabel bebas

20
Variable bebas dalam penelitian ini Penambahan tepung labu kuning dan
sari wortel (analisis nilai energi, kadar protein ,lemak, karbohidrat, kadar air, dan
vitamin A).
2. Variabel Terikat
Variable terikat dalam penelitian ini adalah mutu organoletik/ uji skala
hedonik.

21
3. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
Ukur
Proporsi tepung Perbandingan tepung terigu : Dinyatakan dalam Rasio
terigu : tepung tepung labu kuning: sari satuan persen (%)
labu kuning: sari wortel
wortel

Nilai Energi Besarnya energi yang Dinyatakan dalam Rasio


tersedia dalam 100 gram satuan kalori
bisuit dapat ditetapkan
melalui perhitungan empiris
dengan factor Atwater
Kadar air Besarnya kadar air pada mie Dinyatakan dalam Rasio
basah dapat ditetapkan satuan persen (%)
dengan metode pengeringan
Termogravimetri (metode
oven kering)
a. Kadar Protein Besarnya kadar protein pada Dinyatakan dalam Rasio
mie basah dapat ditetapkan satuan persen (%)
dengan metode Kjedahl.

b. Kadar Lemak Besarnya kadar lemak pada Dinyatakan dalam Rasio


mie basah dapat ditetapkan satuan persen (%)
dengan metode Soxhlet
ecstraction
c. Kadar Besarnya kadar karbohidrat Dinyatakan dalam Rasio
Karbohidrat pada mie basah dapat satuan persen (%)
ditetapkan dengan metode
by difference.
Kadar Vitamin A Besarnya kadar Vitamin A Dinyatakan dalam Rasio
pada mie basah dapat satuan persen (%)
ditentukan dengan metode
Spektrofotometri
Mutu Gambaran kualitas mie Dinyatakan dalam Ordinal
Organoleptik basah pada penampilan fisik skala
mie basah yang dinilai oleh 1 = sangat tidak
panelis berdasarkan skala suka
hedonik 2 = tidak suka
3 = suka
4 = sangat suka

22
E. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan pengolahan biskuit meliputi pembuatan tepung
labu kuning, pembuatan sari wortel, dan proses pembuatan mie basah.

1. Pembuatan tepung labu kuning


Mengupas kulit labu kuning

Labu kuning dipotong menjadi beberapa bagian

Menghaluskan labu kuning

Merendam labu kuning yang telah dihaluskan dengan air kapur selama 10 menit

Mengeringkan labu kuning dalam oven dengan suhu 45˚C selama 24 jam

Menggeiling labu kuning dengan blender

Mengayak labu kuning menggunakan ayakan 80 mesh

Tepung labu kuning

Gambar 3.2 Diagram alir pengolahan tepung labu kuning (Marlia, 2018)
2. Pembuatan Sari Wortel
Wortel Disortasi

Wortel dicuci dengan bersih

Dikupas kulitnya dan dipotong kecil-kecil (ketebalan 2 mm)

Wortel dihancurkan dengan penambahan air (1:1)

Disaring dengan kain kasa

Sari wortel

Gambar 3.1. Diagram alir pengolahan tepung tempe kedelai (Melisa: 2014 )

23
3. Pengolahan Mie Basah
Pemilihan Bahan

Penimbangan Bahan untuk masing – masing taraf perlakuan

Mencampur bahan kering (tepung terigu, tepung labu kuning, tepung tapioka,
sari wortel dan garam)

Memasukkan rumput laut, telur, dan minyak serta menambahkan air sedikit demi
sedikit sampai adonan kalis

Relaksasi adonan selama 50 menit.

Adonan digiling tipis dan dibentuk pasta menggunakan mesin pasta, kemudian
ditaburkan tepung terigu

Merebus adonan selama 5 menit, kemudian diangkat dan ditiriskan

F. Metode Analisis Data


1. Nilai Energi
Nilai energi diperoleh dengan menggunakan factor Atwater, nilai energy
pada dapat ditetapkan melalui perhitungan komposisi karbohidrat, lemak, dan
protein serta nilai energi dari makanan tersebut. Berikut perhitungan secara
empiris menggunakan factor Atwater.
Nilai Energi= [(4 x nilai karbohidrat) + (9 x nilai lemak) + (4 x nilai protein)

2. Mutu Kimia
a. Kadar Air
Pengukuran kadar air mie basah dengan subtitusi tepung daun kelor dan
tepung tempe dilakukan dengan metode pengeringan Termogravimetri. Data
yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way
ANOVA
Prosedur Kerja:
1. Menyiapkan alat dan sampel yang dibutuhkan.

24
2. Menghaluskan mie basah dengan menggunakan alat mortal.
3. Menimbang sebanyak 2-5 g mie basah yang telah dihaluskan dengan
timbangan analitik.
4. Menimbang cawan petri kosong setelah itu bahan dimasukkan kedalam
cawan petri yang telah ditimbang kemudian ditimbang kembali.
5. Setelah selesai ditimbang bahan yang ada pada cawan petri kemudian
dioven selama 3 jam dengan suhu 1100 C.
6. Setelah di oven selama 3 jam kemudian dimasukkan kedalam desikator
selama 10-15 menit.
7. Lalu ditimbang lagi. Setelah ditimbang bahan di oven kembali selama 1
jam.
8. Setelah 1 jam keluarkan dari oven lalu masukkan kedalam desikator dan
kemudian ditimbang kembali.

b. Kadar Protein
Pengukuran kadar protein pada mie basah dengan subtitusi
tepung daun kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode Kjedahl.
Data yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS
One Way ANOVA.
Prosedur kerja dalam penentuan kadar protein sebagai berikut:
1. Timbang bahan kira-kira 0,5 g menurut besarnya kandungan protein.
Bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu kjehdal.
2. Tambahkan 2,5-5 g atau 0,5-1 sendok selenium mix atau campurkan 5 g
CuSO4 dan KMnO4 (1:9) dan 25 mL H2SO4 pekat serta beberapa batu
didih.
3. Panaskan mula-mula dengan api kecil, kemudian besarkan sampai
terjadi larutan yang berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang.
4. Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan sampai tandai tera.
5. Pipet 10 mL, masukkan ke dalam labu destilasi dan tambahkan 10 mL
NaOH 10% atau lebih kemudian sulingkan.
6. Destilat ditampug dalam 20 mL larutan asam borat 3%. Lakukan destilasi
sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi (uji dengan kertas pH).
7. Setelah selesai destilasi, bilas ujung kondensor dengan air suling.
8. Larutan asam borat dititrasi dengan HCL standar dengan menggunakan
metal merah sebagai indikator.

25
9. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam rumus:
( ml sampel ) xN HCl x fp x 14
%N = x 100 %
mg bobot sampel
% protein = % N x faktor koreksi
Keterangan :
%N = Nitrogen
N HCL = Normalitas HCL
Fp (Faktor pengenceran) = 20
Faktor koreksi = 6,25

c. Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak pada mie basah dengan subtitusi tepung daun
kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode Soxhlet ecstraction. Data
yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way
ANOVA.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, corong,
kertas saring, waterbath, oven, labu alas bulat, dan aluminium foil.
Adapun Prosedur kerja menurut Sulaeman (1995), diantaranya adalah:
a. Mengeringkan labu lemak dalam oven suhu 105°C selama 30 menit,
mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit
b. Menimbang Erlenmeyer yang akan digunakan untuk menampung minyak
hasil ekstraksi.
c. Menimbang 5 gam bahan pada kertas saring.
d. Membungkus kertas saring dengan rapi sehingga bahan yang telah
ditimbang tidak bocor keluar kertas saring.
e. Menambahkan pelarut lemak (chlorofom) secukupnya (1,5 x vol
ekstraktoor) ke dalam labu lemak.
f. Memasukan bahan yang dibungkus kertas saring kedalam sohlet bagian
ekstraktor.
g. Memanaskan labu lemak dan mengekstraksi selama 3-4 jam (5x ekstrasi)
h. Menguapkan chloroform daari minyak hasil ekstraksi
i. Melanjutkan penguapan chloroform (30 menit)
j. Mendinginkan dalam eksikator selama 20-30 menit kemudian timbang
dan mencatat beratnya.
k. Perhitungan:

26
B− A
% Lemak = x 100 %
Berat Sampel
Keterangan :
A = Labu Lemak Kosong
B = Labu Lemak + Lemak Setelah Ekstraksi

d. Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung sebagai pengurangan presentase kadar air,
kadar protein, kadar lemak, kadar abu. Kadar karbohidrat dianalisis menggunakan
metode by different.
Kadar Karbohidrat(%)= 100% - % (air + protein + lemak + abu)

e. Kadar Vitamin A
1. Menghaluskan sampel
2. Sampel yang telah dialuskan ditimbang 10 gram
3. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 7,5 ml petroleum eter
(PE) dan 7,5 aseton, dishaker selama 4 jam, kemudian disaring
4. Filtrate dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ulangi prosedur 2-3 sebanyak
3 kali menggunakan residu sampel sebagai bahan
5. Filtrate yang dihasilkan dimasukan kedalam labu ukur 25 ml dan
ditambahkan 25 ml aquades
6. Terbentuk lapisan air-aseton dan lapisan eter.
7. Lapisan eter-aseton dibuang
8. Hasil lapisan eter dicuci sebanyak 2 kali dengan 25 ml aquades
9. Filtrate hasil pencucian ditambahkan natrium sulfat anhidrit 1,25 gram per
25 ml. filtrate yang dihasilkan dimasukan kedalam labu ukur 10 ml dan
ditambahkan PE aseton hingga tanda batas
10. Menyiapkan kolom kromatografi
- Bagian bawah kolom disumbat dengan kapas 1,5 cm dalam kolom
melalui bagian atas diisi campuran alumunium oxide 10 cm (± 15
gram) dan natrium sulfat anhidirt setinggi 2 cm (± 3 gram). Kolom
tersebut dipasang vertical pada statis kemudian disiapkan dibagian
bawah kolom sebuah labu ukur, 10 ml ekstrak pigmen dimasukkan ke
dalam kolom kromatografi. Setelah ekstrak pigmen dimasukkan kolom
habis, masukkan PE aseton kedaalam kolom, sampai larutan keluar

27
dari kolom mejadi tidak berwarna. Eluat dalam labu ukur ditambahkan
petroleum eter-aseton (10:1) sampai tanda tera. Eluat yang
mengandung karoten dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer
pada Panjang gelombang 450 nm.
11. Membuat Kurva Standar ᵝ-Karoten
- Dibuat larutan ᵝ-Karoten (5 mg/ml) : 10 mg beta karoten. Standar
dilarutkan dalam 2 ml PE-aseton (1:1). Larutan tersebut diencerkan
sampai 25 ml dengan menambahkan PE-aseton (10:1) kemuddian
diambil masing-masing 0, 0.2, 0.4, 0.6, 1.0 ml dimasukkan kedalam
labu ukur 25 ml kosong, masing-masing diencerkan dengan PE-
Aseton (10:1) sampai tanda batas. Absorbansi diukur dengan
Panjang gelombang 450 nm, kemudian membuat kurva regresi
konsentrasi beta karoten dan absorbansi.

X mg /100 ml
% Karoten = x volume larutan x fp x 100 %
Berat Sampel x 100 mg
f. Mutu Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan menggunakan metode skala hedonik yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat daya terima terhadap produk mie basah
dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung tempe.. Skala kesukaan
dinyatakan dalam 4 tingkat kesukaan.
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Suka
4 =Sangat suka
Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Gizi sebanyak 20 orang dengan kriteria :
1. Bersedia menjadi Panelis
2. Tidak dalam kondisi kenyang atau lapar
3. Dalam kondisi sehat
4. Tidak memiliki pantangan terhadap bahan dalam produk biskuit subtitusi
tepung talas belitung dan tepung tempe kedelai.
Langkah-langkah dalam penentuan mutu organoleptik adalah :
1. Panelis ditempatan pada ruang khusus (ruang penilaian organoleptik)
2. Masing-masing produk diletakkan pada piring kecil yang telah diberi kode.

28
3. Setiap kali selesai menilai unit perlakuan makan untuk menghilangkan
rasa dari setiap unit yang sebelumnya panelis sudah diberikan air
mineral.
4. Panelis diharapkan untuk menilai setiap sampel yang diberikan dan
diminta untuk mengisi form uji mutu organoleptik yang terlampir pada
lampiran 6.
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan
analitik.. tingkat kesukaan dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis.

g. Pengolahan dan Analisis Data


1. Nilai Energi dan Mutu Kimia
Pengolahan data niai energi dan mutu kimia pada mie basah bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan subsitusi tepung labu kuning dan
sari wortel terhadap mutu gizi dari masing-masing taraf perlakuan. Analisis data
nilai energi dan mutu kimia pada penelitian ini menggunakan analisis One Way
Annova pada tingkat kepercayaan 5%.
Penarikan kesimpulan:
H0 ditolak apabila Sig < 0.05 berarti ada pengaruh subsitusi tepung labu
kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita.
H0 diterima apabila Sig > 0.05 berarti tidak ada pengaruh subsitusi tepung
labu kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada
Balita.
Jika H0 ditolak artinya ada pengaruh. Untuk mengetahui taraf perlakuan
yang berbeda nyata, digunakan uji lanjutan Duncan Mutiple Range Test
(DMRT). Selanjutnya data nlai energi dan mutu kimia disajikan secara
deskriptif. Statistik Duncan Mutiple Range Test (DMRT) pada tingkat
kepercayaan 95%.
Penarikan kesimpulan:
Perbedaan signifikan jika nilai perbedaan mean dalam satu pasang taraf
perlakuan terdapat pada kolom subset yang berbeda.

2. Mutu Organoleptik
Pengolahan data hasil uji mutu organoleptik produk pengembangan
tepung labu kuning dan sari wortel sebagai subsitusi mie basah untuk mencegah

29
KVA pada balita. Pada tingkat kepercayaan 95% yaitu digunakan dengan
analisis statistik Kruskal Wallis
Penarikan kesimpulan:
H0 ditolak apabila Sig < 0.05 berarti ada pengaruh subsitusi tepung labu kuning
dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita terhadap mutu
organoleptic.
Jika H0 ditolak, maka akan dilanjutkan uji statistik perbandinagn ganda
Mann Withney pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menentukan pasangan
perlakuanmana yang berbeda signifikan.
Penarikan kesimpulan:
Taraf perlakuan satu dengan taraf perlakuan lain yang menghasilkan perbedaan
signifikan ditunjukan oleh angka Sig <0.05.

30
BAB IV
ANGGARAN PENELITIAN
Berdasarkan tahapan penelitian yang ada, maka perencanaan rician
anggaran untuk kegiatan penelitian sebagai berikut:
Tabel.4.1. Rencana Biaya Kegiatan Penelitian
No Keterangan Biaya
1. Persiapan
Administrasi Rp. 200.000
Pengadaan Alat dan Bahan
Kertas A41 Rim Rp. 34.000
Fotokopi Rp. 50.000
Tepung Terigu Rp. 42.500
Labu Kuning Rp. 60.000
Wortel Rp. 25.000
Telur Ayam Rp. 24.000
2. Tahap Penelitian Rp. 700.000
3. Penyusunan dan Penggadaan Laporan Rp. 400.000
4. Seminar Hasil Penelitian Rp. 300.000
5. Lain-Lain Rp. 200.000
Total Biaya Rp. 2.493.000
Terbilang: (Dua juta empat ratus Sembilan puluh tiga ribu)

31
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. 2012. Peranan Gizi dalAM Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana


Prenada Group Media

Astawan, Made.(2008).Sehat dengan hidangan hewani.Jakarta: Penebar


Swadaya.
Astriana, W. (2017). Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan
Usia. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (2), 123 – 130.

Badan Standarisasi Nasional.2015. Standar Nasional Indonesia (SNI)15-2049-


2015.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2014. (online)


https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/5269/Klaim-Produk-Dituntut-
Memenuhi-Informasi-Ilmiah.html. Diakses tanggal 7 Mei 2019.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama


Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Hasil Utama


Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Badilangoe, PM. (2012). Kualitas Mie Basah dengan Penambahan Ekstrak


Wortel (Daucus Carota L.) dan Subsitusi Tepung Bekatul. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Cunningham dan Garry F. Obstetri Williams Edisi 21 Vol 2 [Hartono et al., trans].
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.

Dalimunthe, N.A. (2009). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun


Mandi Padat (Tesis). Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara

Direktorat Gizi Masyarakat.(2018). Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017.


Jakarta: Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat.
Faizah. (2012). Subsitusi Tepung Tempe Pada Produk Beragi. Yogyakarta:
Program Studi Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta
Fuglie, L.J. (1999). The miracle Tree: Moringa oliefera, Natural Nutrition for the
Tropics. (online) agris.fao.org. Diakses tanggal 17 Mei 2019.
Junita, D. 2017. Komponen Gizi Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Sensori
Bubuk Fungsional Labu kuning dan Tempe. Jurnal Gizi Pangan Volume 12,
Nomor 2, Juli 2017.

32
Kazeem dan Davies (2016). Anti-diabetic functional foods as sources of insulin
secreting, insulin sensitizing and insulin mimetic agents. Journal of
Functional Foods 20(1):122-138 · October 2016.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Ui Press.


Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Singkong. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut
Mahmood, dkk. (2010). Moringa oleifera: a Natural gift-A review. Vol.2 (11),
2010, 775-781.
Mustika, D.C. (2012). Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta
Ojofeitimi EO, Ogunjuyigbe PO, Sanusi, et al. Poor Dietary Intake of Energy and
Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome in
Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr. 2008; 7(3):480-484.
Palungkun, R. (2001). Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Swadaya.
Peckham, G. C.1969. Foundation of food Preparation 2nded. The Mac Milla Co,
Callier Mac Millan Ltd, London.
Munarso dan Haryanto. (2012). Pertanian Bogor, Bogor. 26 hlm. Perkembangan
Teknologi
Prasojo, M. (2018). Cara Membuat Tepung Terigu 100% Berhasill. (online)
https://unsurtani.com/2018/07/cara-membuat-tepung-tempe-100-berhasil.
Diakses tanggal 17 Mei 2019
Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 124 hlm
Susiloningtyas. (2019). Pemberian Zat Besi (Fe) Dalam Kehamilan. (0nline)
https://media.neliti.com/media/publications/219937-pemberian-zat-besi-fe-
dalam-kehamilan.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2019.
Sudarmaji, S., Haryono, B. Dan Suhardi. (1996). Analisis Bahan Pangan
Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Sukria, dkk. (2018). Pengaruh Proses Steam pada Daun kelor dan Asam Folat
Terhadap Performa Ayam Boiler. Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
16 (2): 1-9
Sulaiman, A, F. Anwar, Rimbawan dan S. A. Marliyati. 1995. Metode Penetapan
Zat Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Kesehatan Keluarga. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bandung.
Tarwoto, Ns. (2007). Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.
Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Yameogo, dkk. (2011). Determinan of Chemical Composition and Nutritional
Value of Moringa oleifera Leaves. Pakistan Jurnal of Nutrition, 10 (3): 264-
268, 2011.

33
Zakaria, dkk. (2012). Penambahan Tepung Daun Kelor pada Menu Makanan
Sehari-Hari dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang pada Anak Balita. Media
Gizi Pangan, Vol.XIII, Edisi 1, 2012.

34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Langkah Randomisasi dalam Penempatan Unit Penelitian

Besar unit penelitian mempunyai peluang yang sama untu mendapatkan


perlakuan, maka dalam penempatan unit penelitian digunakan randomisasi atau
pengacakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

d. Memberi nomor urut pada semua unit penelitian, yaitu 1-9


e. Mengambil bilangan random dari kalkulator menggunakan 3 digit
sebanyak jumlah unit penelitian.
f. Memberi rangking pada bilangan random yang diperoleh.
g. Dengan menggunakan prinsip permutasi sederhana, maka nomor
rangking dapat dianggap mewakili nomor urut sesuai dengan jumlah unit
penelitian. Dengan demikian taraf perlakuan P1 akan diulang 3 kali dan
ditempatkan pada unit penelitian nomor 8, 5, dan 7. Taraf perlakuan P2
akan diulang 3 kali dan ditempatkan pada unit penelitian nomor 3, 1, dan
4. Taraf perlakuan P3 akan diulang 3 kali dan ditempatkan pada unit
penelitian noomor 9, 6, dan 2.

1 2 3
517 669 245
5 9 4

4 5 6
677 155 709
6 2 8

7 8 9
432 789 754
3 1 7

Baris pertama: Nomor urut (Penempatan Unit Penelitian sebelum Randomisasi)


Baris Kedua: Bilangan Random
Baris Ketiga: Ranking (Penempatan Unit Penelitian setelah Randomisasi)

35
h. Menempatkan unit penelitian dalam lay out
Urutan 1 ditempati oleh unit penelitian X22, urutan 2 ditempati oleh unit
penelitian X33, Urutan 3 ditempati oleh unit penelitian X21, dan seterusnya
sampai urutan 9 ditempati oleh X31.

1 2 3
X22 X33 X21

4 5 6
X23 X12 X32

7 8 9
X13 X11 X31

Keterangan:
1-9 : Nomor urut (Penempatan Unit Penelitian setelah Randomisasi
X11-X33 : Unit Penelitian

36
Lampiran 2. Penentuan Proporsi

Dasar penentuan proporsi mie basah paa balita didasarkan pada nilai
kecukupan energi yaitu 1600 kkal (AKG, 2013). Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan sehari dibutuhkan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak sebagai
berikut:

Berat Energi Protein Karbohidra Lemak


P0 Vit A (IU)
(gram) (kkal) (gram) t (gram) (gram)
Tepung Terigu 400 1332 36 308.8 4 0
Tepung Labu Kuning 0 0 0 0 0 0
Sari Wortel 0 0 0 0 0 0
Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 73.20
Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4
TOTAL 1870.4 50.9 309.6 57 7345.6
Mie basah / 100 gram 179.85 4.9 29.8 55 706.31

Berat Energi Protein Karbohidra Lemak


P1 Vit A (IU)
(gram) (kkal) (gram) t (gram) (gram)
Tepung Terigu 260 865.8 23.4 200.72 2.6 0
Tepung Labu Kuning 60 198.9 3 46.59 0.048 71.4
Sari Wortel 80 20.64 0.6 2.88 0.12 944.4
Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 73.20
Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4
TOTAL 1623.7 41.88 251.0 55.7 8361.4
Mie basah / 100 gram 156.13 4.0 24.1 5.4 803.98

Berat Energi Protein Karbohidra Lemak


P2 Vit A (IU)
(gram) (kkal) (gram) t (gram) (gram)
Tepung Terigu 240 799.2 21.6 185.28 2.4 0
Tepung Labu Kuning 80 265.2 4 62.12 0.064 95.2
Sari Wortel 80 20.64 0.8 3.84 0.16 1259.2
Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 73.20
Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4
TOTAL 1623.4 41.3 252.1 55.6 8700
Mie basah / 100 gram 156.1 4.0 24.2 5.3 836.54

Berat Energi Protein Karbohidra Lemak


P3 Vit A (IU)
(gram) (kkal) (gram) t (gram) (gram)

37
Tepung Terigu 220 732.6 19.8 169.84 2.2 0
Tepung Labu Kuning 100 331.5 5 77.65 0.08 119
Sari Wortel 80 20.64 1 4.8 0.2 1574
Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 200.16
Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4
TOTAL 1623.1 40.7 253.1 55.4 9038.6
Mie basah / 100 gram 156.07 3.9 24.3 5.3 869.10

38
Lampiran 3. Kandungan Asam Amino Essensial Bahan pada Mie Basah
Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel

Bahan Asam Amino (Per 100 g) P0 P1 P2 P3


Tepung terigu Isolusin 4330 1169.1 1013.22 935.28 857.34
Leusin 7700 2079 1801.8 1663.2 1524.6
Lisin 2430 656.1 568.62 524.88 481.14
Metionin 1700 459 397.8 367.2 336.6
Sistin 1980 534.6 463.32 427.68 392.04
Tepung labu
Isolusin 321 0 9.63 12.84 16.05
kuning
Leusin 649 0 19.47 25.96 32.45
Lisin 417 0 12.51 16.68 20.85
Metionin 188 0 5.64 7.52 9.4
Sistin 117 0 3.51 4.68 5.85
Sari wortel Isolusin 2440 0 14.64 19.52 24.4
Leusin 5560 0 33.36 44.48 55.6
Lisin 3000 0 18 24 30
Metionin 890 0 5.34 7.12 8.9
Sistin 890 0 5.34 7.12 8.9
Telur ayam Isolusin 4000 595.20 595.20 595.20 595.20
1,102.6
Leusin 7410 1,102.61 1,102.61 1,102.61
1
Lisin 6100 907.68 907.68 907.68 907.68
Metionin 2330 346.70 346.70 346.70 346.70
Sistin 1920 285.70 285.70 285.70 285.70

39
Lampiran 4. Kandungan Asam Amino Essensial Bahan per Taraf Perlakuan
pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel

P0
Protei
Berat Isolusi Metionin
Bahan n Leusin Lisin Metionin Sistin
(gram) n + Sistin
(gram)
Tepung terigu 400 27 1169.1 2079 656.1 993.6 459 534.6
Tepung labu
0 0 0 0 0 0 0 0
kuning
Sari wortel 0 0 0 0 0 0 0 0
1,102.6 285.7
Telur ayam 120 14.88 595.20 907.68 632.4 346.70
1 0
3,181.6
Jumlah 520 41.88 1,764 1,564 1,626.00
1
AA/gram P 42.13 75.97 37.34 38.83
PKAE 28.00 44.00 44.00 22.00
TKAE (%) 150.46 172.66 84.86 176.48

P1
Berat Protein Isolusi Metionin Metioni
Bahan Leusin Lisin Sistin
(gram) (gram) n + Sistin n
Tepung
260 23.4 1013.22 1801.8 568.62 861.12 397.8 463.32
terigu
Tepung labu
60 3 9.63 19.47 12.51 9.15 5.64 3.51
kuning
Sari wortel 80 0.6 14.64 33.36 18 10.68 5.34 5.34
1,102.6
Telur ayam 120 14.88 595.20 907.68 632.4 346.70 285.70
1
Jumlah 520 42 1,633 2,957 1,507 1,513 755 758
AA/gram P 38.98 70.61 35.98 36.14 18.04 18.10
PKAE 28.00 44.00 44.00 22.00
TKAE (%) 139.23 160.48 80.00 164.25

P2
Berat Protein Metionin
Bahan Isolusin Leusin Lisin Metionin Sistin
(gram) (gram) + Sistin
Tepung terigu 240 21.6 935.28 1663.2 524.88 794.88 367.2 427.68
Tepung labu
kuning
80 4 12.84 25.96 16.68 12.2 7.52 4.68
Sari wortel 80 0.8 19.52 44.48 24 14.24 7.12 7.12
Telur ayam 120 14.88 595.20 1,102.61 907.68 632.4 346.70 285.70
Jumlah 520 41 1,563 2,836 1,473 1,454
AA/gram P 37.86 68.71 35.69 35.22
PKAE 28.00 44.00 44.00 22.00
TKAE (%) 135.21 156.15 81.11 160.07

40
41
P3
Berat
Protein Metionin Metioni
Bahan (gram Isolusin Leusin Lisin Sistin
(gram) + Sistin n
)
Tepung
terigu
220 19.8 857.34 1524.6 481.14 728.64 336.6 392.04
Tepung
labu 100 5 16.05 32.45 20.85 15.25 9.4 5.85
kuning
Sari wortel 80 1 24.4 55.6 30 17.8 8.9 8.9
Telur
120 14.88 595.20 1,102.61 907.68 632.4 346.70 285.70
ayam
Jumlah 520 40.68 1492.99 2715.258 1439.67 1394.09
AA/gram P 36.70 66.746 35.39 34.27
PKAE 28.00 44.00 44.00 22.00
TKAE (%) 131.07 151.70 80.43 155.77

42
Lampiran 5. Mutu Cerna dan NPU Bahan per Taraf Perlakuan pada Mie
Basah Subtitusi Tepung Daun Kelor dan Tepung Tempe

P0
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g) Bio-Assay Mutu Cerna
Tepung Terigu 27 96 2592
Tepung Labu Kuning 0 86 0
Sari Wortel 0 67 0
Telur Ayam 14.88 100 1488
Jumlah 45.78 349 4080
Mutu Cerna Teoritis 89.12

P1
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g) Bio-Assay Mutu Cerna
Tepung Terigu 23.4 96 2246.4
Tepung Labu Kuning 3 86 258
Sari Wortel 0.6 67 40.2
Telur Ayam 14.88 100 1488
Jumlah 44 349 4032.6
Mutu Cerna Teoritis 91.65

P2
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g) Bio-Assay Mutu Cerna
Tepung Terigu 21.6 96 2073.6
Tepung Labu Kuning 4 86 344
Sari Wortel 0.8 67 53.6
Telur Ayam 14.88 100 1488
Jumlah 39 349 3959.2
Mutu Cerna Teoritis 101.51

43
P3
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g) Bio-Assay Mutu Cerna
Tepung Terigu 19.8 96 1900.8
Tepung Labu Kuning 5 86 430
Sari Wortel 1 67 67
Telur Ayam 14.88 100 1488
Jumlah 38.565 349 3885.8
Mutu Cerna Teoritis 100.76

Percobaan SAA Mutu Cerna NPU


P0 84.86 89.1218873 95.22
P1 80.00 91.65 87.29
P2 81.11 101.517949 79.90
P3 80.43 100.759756 79.83

44
Lampiran 6.
PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK

Produk : Mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel
Responden :

Petunjuk :
Saudara diminta untuk mengemukakan pendapat tentang urutan
(rangking) pentingnya variable berikut terhadap produk dengan mengurutkan 11
variabel dari tertinggi keterendah dengan mencantumkan angka 1-11. Angka
terendah untuk variable kurang penting dan angka tertinggi untuk yang
terpenting. Pemberian nilai boleh sama apabila dirasa variable yang nilai, sama
penting.
Variabel Rangking
Nilai Energi
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar KH
Warna
Rasa
Aroma

Atas partisipasi Saudara diucapkan terimakasih

45
46
Lampiran 7.
FORM UJI SKALA KESUKAAN (HEDONIS SCALE TEST)

Nama Panelis :
Tanggal :
Dihadapan Saudara dibagikan sampel mie basah subtitusi tepung labu
kuning dan sari wortel. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap
aroma, warna, dan rasa dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut :
4 = Sangat Suka
3 = Suka
2 = Tidak Suka
1 = Sangat Tidak Suka
Setelah Saudara mencicipi salah satu sampel, Saudara diminta berkumur
dengan air putih yang telah disediakan sebelum mencicipi sampel yang lain.
Selain itu Saudara juga diminta memberikan kritik dan saran.
Kriteria Penilaian
Kode Sampel
Warna Aroma Rasa
145
242
355
452

Kritik dan Saran :


…............................................................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................

Terima Kasih Atas Partisipasinya

47

Anda mungkin juga menyukai