Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian


serius dikarenakan penyakit ini terus berkembang dan menjadi masalah global yang
melanda dunia. Masalah HIV/AIDS diyakini bagaikan fenomena gunung es karena
jumlah kasus yang dilaporkan tidak mencerminkan masalah yang sebenarnya
(Hardisman, 2009). AIDS dinyatakan sebagai penyakit mematikan karena memiliki Case
Fatality Rate (CFR) 100% dalam 5 tahun artinya dalam kurun waktu 5 tahun setelah
penderita dinyatakan menderita AIDS rata rata akan meninggal dunia. World Health
Organization menyebutkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta orang terinfeksi
HIV baru dan 1,1 juta orang meninggal akibat AIDS diseluruh dunia. Kasus HIV/AIDS di
Asia Pasifik pada tahun 2015 terdapat 300.000 orang terinfeksi HIV baru dan 180.000
orang meninggal akibat AIDS.

Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat kedua yang diestimasikan sebagai
penyumbang orang dengan HIV/AIDS terbanyak di Asia Tenggara setelah India (60%)
yakni sebesar 20% atau 690.000 ODHA (WHO, 2016). Tahun 2016, Indonesia
mengalami kenaikan kejadian insiden HIV menjadi 41.250 orang yang sebelumnya
sebesar 30.935 orang pada tahun 2015 (Ditjen P2P Kemenkes RI, 2016).

Memburuknya status gizi merupakan risiko tertinggi penyakit HIV/AIDS sehingga


kesehatan umum pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) cepat menurun. Hasil penelitian
di Zambia melaporkan bahwa jika seseorang dengan infeksi HIV mempunyai status gizi
yang baik maka daya tahan tubuh akan lebih baik sehingga memperlambat memasuki
tahap AIDS (Batterham MJ,2005). Kekurangan konsumsi makanan terutama asupan
energi dan protein menyebabkan malnutrisi yang dapat mempercepat perkembangan
penyakit HIV serta menghambat pengobatan. Hasil penelitian di Zambia dengan
penambahan makanan seimbang ke diet normal disertai pemberian konseling gizi,
menunjukkan peningkatan asupan energi dan protein pada pasien yang diberi suplemen
makronutrien dibandingkan yang hanya diberi plasebo serta bermakna terhadap berat
badan dan massa lemak.

Di era 4.0 ini kebanyakan masyarakat mengkonsumsi snack sebagai makanan


tambahan (snack pattern). Hal ini dapat dijadikan sebagai penunjang dalam menjaga
status gizi penderita HIV agar makanan yang dikonsumsi dapt bervariasi. Salah satu
produk pangan yang mudah dikembangkan dan dapat dijadikan camilan adalah snack
bar. Snack bar merupakan makanan padat berbentuk batang serta padat energi
sehingga dapat dikonsumsi di antara waktu makan (ekafitri,2013).

Ubi jalar ungu dan yoghurt merupakan makanan yang baik untuk Penderita HIV
karena dalam ubi jalar ungu dan yoghurt mengandung antioksidan yaitu antosianin,
vitamin C, vitamin E dan Beta karoten yang sangat banyak sehingga dapat membantu
menjaga imunitas penderita HIV. (Nintami dan Rustanti, 2012). Selain itu ubi jalar ungu
juga mengandung karbohidrat yang kompleks yang mudah dicerna oleh tubuh (Ginting
et al., 2011).Adanya kandungan serat yang ada pada tepung ubi jalar ungu juga dapat
meningkatkan mutu dan kualitas produk sehingga penambahannya kedalam bahan
pangan menjadi penting.

Ampas tahu merupakan residu berserat yang diperoleh dari pengolahan susu kedelai
dan tahu yang masih mengandung 20-27% protein (Martos dan Ruperez, 2009) yang
dapat memperbarui sel – sel yang rusak. Ampas tahu sendiri dapat dijadikan sebagai
bahan baku untuk pengembangan pangan jajanan sehat.

Dalam upaya untuk mengatasi kekurangan konsumsi makanan terutama asupan


energi dan protein adalah pembuatan formulasi untuk memenuhi konsumsi makanan
yang kurang sehingga dapat mencukupi kebutuhan gizi baik secara makronutrient
maupun mikronutrient. Salah satunya adalah pemenuhan jajanan sehat dalam bentuk
snackbar berbahan dasar tepung ubi ungu, ampas tahu dan yoghurt. Ampas tahu
bersifat sebagai protein dan serat untuk memperbaiki sel – sel yang rusak. Tepung ubi
jalar ungu bersifat sebagai karbohidrat komplek sehingga snack mudah dicerna dengan
baik. Dan yoghurt sendiri dapat sebagai menunjang kesembuhan karena terdapat
banyak mikronutrient seperti vitamin B Kompleks yang dapat dijadikan sebagai
antioksidan sehingga membantu menjaga imunitas penderita HIV.

B. Tujuan
1) Umum

Untuk mengetahui pengaruh formulasi ampas tahu, ubi jalar ungu dan yoghurt
pada snackbar sebagai intervensi penyakit HIV/AIDS di usia dewasa awal (20 tahun)

2) Khusus
a. Mengetahui karakteristik snack bar ampas tahu, ubi jalar ungu, dan yoghurt
sebagai intervensi penyakit HIV/AIDS di usia dewasa awal (20 tahun)
b. Mempelajari formulasi ampas tahu, ubi jalar ungu, dan yoghurt pada
snackbar sebagai intervensi penyakit HIV/AIDS di usia dewasa awal (20
tahun)
c. Mengetahui formulasi terbaik ampas tahu, ubi jalar ungu, dan yoghurt pada
snackbar sebagai intervensi penyakit HIV/AIDS di usia dewasa awal (20
tahun)
d. Mengetahui daya terima (organoleptik) sebagai intervensi penyakit HIV/AIDS
di usia dewasa awal (20 tahun)

C. Manfaat
1) Manfaat Keilmuan

Formulasi ini digunakan sebagai pengetahuan baru serta referensi untuk


mengetahui tentang manfaat dari formulasi ampas tahu, ubi jalar ungu dan yoghurt
pada snackbar sebagai intervensi penyakit HIV/AIDS di usia dewasa awal (20 tahun)

2) Manfaat Praktisi

Berdasarkan formulasi ini diharapkan dapat memberikan salah satu alternatif


konsumsi snack untuk mengatasi kekurangan konsumsi makanan terutama asupan
energi dan protein pada penderita penyakit HIV/AIDS di usia dewasa awal (20 tahun)

Daftar Pustaka

Batterham MJ. Investigasi heterogenety in studies of resting energi expediture in person with
HIV/AIDS: meta-analisis. Am J Clin Nutr 2005;81(3):702-13.

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia. (2016). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Ginting, E., J. S. Utomo., R. Yulifianti., dan M. Jusuf. 2011. Potensi ubijalar ungu sebagai
pangan fungsional. J. IPTEK Pangan 6 (1): 116- 138.

Hardiman. (2009). HIV/AIDS di Indonesia : Fenomena Gunung Es dan Peranan Pelayanan


Kesehatan Primer. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 3, 236-240.

Martos IE, R. P. (2009). Indigestible Fraction of Okara from Soybean : composition, physic-
chemical Properties and In Vitro Fermentability by pure cultures of Lactobacillus
acidophilus and Bifidobacterium bifidum . J Eur Food Res Technol 228, 685 - 693.

Nintamani AL, R. (2012). Kadar Serat, Aktivitas Antioksidan, Amilosa, dan Uji Kesukaan Mie
Basah dengan Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomiea batatas var Ayamurasaki)
Bagi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. J Nutr Collage , 486 - 504.
Organization, W. H. (2016). Progress report on HIV in the WHO SouthEast Asia Region.
South-East Asia: WHO Library Cataloguing in Publication Data World.

Safitri, E. (2013). Pengaruh Penggunaan Tepung dan Puree Pisang Terhadap Karakteristik
Pisang Berbasis Mutu Makanan Padat Berbasis-Pisang. J-Penelitian Gizi Makanan,
127-134.

World Health Organization. (2016). Progress report on HIV in the WHO SouthEast Asia
Region. WHO Library Cataloguing in Publication Data World Health Organization
Regional Office For South-East Asia

Anda mungkin juga menyukai