Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) penurunan AKI

masih terlalu lambat untuk mencapai tujuan target Milenium 5 (millenium

development goals 5/MDG 5) dalam rangka mengurangi tiga per empat

jumlah perempuan yang meninggal akibat hamil serta bersalin pada tahun

2015. Salah satu tujuan pembangunan millennium (MDG) 2015 adalah

perbaikan kesehatan maternal. Kematian maternal dijadikan ukuran

keberhasilan terhadap pencapaian targed MDG-5, adalah penurunan 75%

rasio kematian maternal.

Data Depkes RI, 2007 menjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) di

Indonesia tertinggi Se-ASEAN. Jumlahnya mencapai 390 per 100.000

kelahiran hidup. Angka tersebut 3-6 kali dari AKI Negara-negara maju

dan salah satunya disebabkan karena infeksi dengan proporsi 20-30%, dan

kasus ini 25-55% disebabkan oleh infeksi jalan lahir, yang disebabkan

beberapa faktor diantaranya mobilisasi dini, vulva hygiene, vaskulerisasi,

stressor, dan juga nutrisi (Tribunnews.Com, Jakarta).

Berdasarka Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2008 AKI di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 228 per 100.000

kelahiran hidup, angka tersebut masi tertinggi di Asia, sementara target

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 226

per kelahiran hidup. Penyebab kematian terbessar kematian ibu yang

1
terjadi pada masa nifas yaitu perdarahan 28%, eklamsia 24%, infeksi

11%, dan lain-lain 11% (Depkes RI, 2008).

Menurut Data Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan pada tahun 2011

jumlah ibu nifas sebanyak 1500 orang dengan Angka Kematian Ibu (AKI)

sebanyak 120 orang ibu. Pada tahun 2012 jumlah ibu nifas sebanyak 3000

orang ibu dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang dilaporkan menjadi

160 orang atau 110,26 per 100.000 kelahiran hidup, terdiri dari kematian

ibu hamil 45 orang (28,1%), kematian ibu bersalin 60 orang (40%),

kematian ibu nifas 55 orang (30%). (Profil Kesehatan 2011 Provinsi

Sulawesi Selatan).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kandungan kembali seperti sebelum

hamil dan secara nomar masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40

hari (Sulistyono,2010).

Masa nifas merupakan masa pulih kembali, mulai dari persalinan

selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil

lama masa nifas yaitu 6-8 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan dalam

periode ini karena masa kritis baik ibu maupun bayinya, diperkirakan

bahwa 60% kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian

masa nifas. (Eni Purwanti, 2012).

Ibu yang berada dalam masa nifas mempunyai kebutuhan dasar

khusus agar dapat melewati masa nifas dengan aman, sehat dan sejahtera

sekaligus menunjang keberhasilan menyusui. Ibu juga dianjurkan untuk

2
minum setiap kali menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3

liter setiap hari. Tablet besi masih tetap diminum untuk mencegah anemia,

minimal sampai 40 hari post partum. Vitamin A (200.000 IU) dianjurkan

untuk mempercepat proses penyembuhan pasca salin dan mentransfernya

ke bayi melalui ASI (Dewi Maritalia, 2012).

Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius,

karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan

sangat mempengaruhi susunan air susu ibu. Diet yang diberikan harus

bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein dan banyak

mengandung cairan (Sitti Saleha, 2009)

Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan

meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis

melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk

menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan

biasa. Makanan yang dikomsumsi berguna untuk melakukan aktivitas,

metabolisme cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI. Disamping

itu makanan harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral,

vitamin dan air (Ambarwati, 2010).

Penyebab kekurangan gizi pada ibu nifas di Indonesia dalah

keadaan social ekonomi yang rendah, derajat kesehatan fisik, asupan

pangan yang kurang dan adanya penyakit infeksi, kurang gizi sangat

dipengaruhi juga oleh pengetahuan masyarakat yang kurang, keadaan

sosial ekonomi dan kejadian penyakit. (Supariasa, 2009).

3
Status gizi ibu nifas di pengaruhi terhadap resiko, diet, pengukuran

antropometrik dan biokimia (Arisman,2008).

Nutrisi yang tepat sangat pentig bagi pertumbuhan, perkembangan

dan kesejahteraan manusia. Pada kenyataannya tidak mungkin untuk

memisahkan kesehatan dan nutrisi tindakan untuk mengurangi beban

penyakit cukup sederhana dan telah diteliti dengan baik, yaitu

mempertahankan berat badan yang sehat, makan yang seimbang, diet kaya

nutrisi, tidak merokok dan olahraga teratur. Namun data survey dari

Amerika Dietetic Associaton (ADA) menunjukkan bahwa walaupun

wanita tampak mengenali hubungan antara diet dan kesehatan, hanya

sepertiganya yang benar-benar mengimlpementasikan strategi diet untuk

mengurangi resiko penyakit kronis yang berhubungan dengan nutrisi.

(Varney, H. 2007).

Unsur-unsur zat gizi yang dibutuhkan oleh organ-organ tubuh

tersebut menurut ilmu gizi yang dikenal adalah karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral. Tubuh manusia perlu makanan untuk

menyediakan energy bagi seluruh proses kehidupan dan untuk

pertumbuhan, memperbaiki dan memelihara sel-sel, jaringan-jaringan dan

organ-organ. Khususnya zat gizi protein yang merupakan bahan baku

utama pembentukan sel-sel tubuh manusia. Bahkan antibody tubuh untuk

melawan semua penyakit dan pemulihan juga terbuat dari protein.

(Mitayani Wiwi Sartika, 2010).

4
Kebutuhan protein ibu nifas sebesar 67 gr/hari, komsumsi protein

sangat penting dan harus cukup bagi ibu nifas untuk mengganti jaringan

yang telah rusak dan mengatur proses-proses metabolism serta melawan

berbagai mikroba yang datang dari luar tubuh. (Fatma Deri, 2009)

Dampak dari perilaku diet makanan pada masa nifas adalah

kekurangan zat gizi sehingga penyembuhan luka akan lebih lama sembuh

bahkan bisa timbul infeksi. Apalagi pada ibu nifas tentu sangat

membutuhkan makanan bergizi untuk memulihkan kondisi, mempercepat

kesembuhan luka dan proses laktasi. Jika nutrisi ibu nifas dapat terpenuhi

dengan baik maka luka jahitan perineum dapat sembuh dengan cepat dan

ibu dapat dengan segera mengerjakan aktivitas sehari-hari. (Zalilah, 2005)

Hubungan zat gizi dengan pemulihan masa nifas, dimana zat

protein memberikan efek bagi kesehatan ibu dalam pemulihan masa nifas

zat protein membantu pembentukan jaringan baru yang rusak dan

pemeliharaan regenerasi kulit serta sel darah merah. Dan zat vitamin

membantu meningkatkan kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan

membantu memperbesar penyerapan zat Fe sehingga mencegah terjadinya

infeksi dan anemia pada masa nifas. (Weni Kristiyanasari, 2010).

Makanan yang di konsumsi pada masa nifas harus bermutu, bergizi

dan cukup kalori. Untuk mengembalikan alat-alat kandungan ke keadaan

sebelum hamil diperlukan kandungan gizi yang diperlukan ibu dalam

sehari adalah 2800 kalori dan protein 64 gr. Kebutuhan gizi pada masa

nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25 %. Karena berguna untuk

5
proses kesembuhan luka-luka karena sehabis melahirkan dan untuk

memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi. Semua itu

akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa. (Waryana, 2010).

Kekurangan atau kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan

yang tidak diinginkan pada wanita setelah nifas. Kekurangan makanan

dapat menyebabkan anemia, abortus, partus prematurus, inersia uteri,

hemoragia post partum, sepsis peurperalis dan sebagainya. Sedangkan

makan secara berlebihan karena wanita tersebut salah mengerti bahwa ia

makan untuk dua orang dapat pula mengakibatkan komplikasi antara lain

bayi terlalu besar dan sebagainya. (Wiknjosastro, H. 2008).

Jumlah zat besi di dalam tubuh hanya sedikit (3,5 g), tetapi

mempunyai peranan yang sangat besar. Peran penting zat besi didalam

tubuh adalah untuk membentuk hemoglobin dan membantu berbagai

proses metabolism tubuh. Metabolisme tersebut meliputi pengubahan pro-

vitamin A menjadi vitamin A aktif, transport oksigen, pembentukan

DNA/RNA,sintesis karnitin untuk transportasi asam lemak, sintesis

kolagen, dan sintesis neurotransmitter. (Dodik Briawan, 2013).

Anemia dapat terjadi karena defesiensi zat besi, defisiensi zat besi

secara umum dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan zat besi

didalam tubuh dan hambatan dalam tingkat penyerapan zat besi didalam

tubuh. Sumsum tulang memerlukan zat besi untuk memproduksi

hemoglobin darah. Sebenarnya darah mengandung zat besi yang dapat di

daur ulang (turnover). Akan tetapi kehilangan darah yang cukup banyak,

6
seperti saat menstruasi, kecelakaan, persalinan, masa nifas dan donor

darah yang berlebihan dapat menghilangkan zat besi dari dalam tubuh.

Hambatan penyerapan zat besi dapat terjadi karena rendahnya komsumsi

pangan heme atau adanya gangguan proses penyerapan didalam tubuh.

(Dodik Briawan, 2013).

Anemia adalah kondisi sel darah merah dan hemoglobin yang

berjumlah sedikit sehingga tidak dapat membawa oksigen yang dapat

didistribusikan ke jaringan, gejala yang muncul adalah cepat lelah, napas

tersengal/ pendek, kurang konsentrasi dan mudah terkena penyakit.

Hemoglobin merupakan indicator utama untuk menunjukkan tingkat

keparahan deficit zat besi, parameter hemoglobin yaitu persentase sel

darah merah dalam darah. Penetapan hemoglobin merupakan cara palig

mudah dan sederhana dan akan sangat berguna dalam pengukuran anemia

defisiensi zat besi (IDA), untuk ibu hamil 11 gr%, untuk ibu menyusui/

nifas 12 gr%, untuk wanita dewasa 13 gr% dan untuk laki-laki dewasa 13

gr%. (Dodik Briawan, 2013).

Makanan ibu setelah masa nifas harus seimbang sebaiknya

menerapkan menu empat sehat lima sempurn. Kebutuhan kalori wanita

normal sekitar 2000 Kkal, kebutuhan kalori ibu nifas ditambah 500 kalori

sehingga menjadi sekitar 2500 Kkal. Dan kebutuhan protein wanita normal

sekitar 44 gr, kebutuhan protein ibu nifas ditambah 20 gr sehingga menjadi

sekitar 64 gr. (Mitayani Wiwi Sartika, 2010).

7
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD

Majene bahwa pasien rawat inap di ruang perawatan nifas pada tahun 2014

(Periode Januari-Desember) sebanyak 501 orang dengan jumlah partus

normal sebanyak 213 orang (42,51%) dan jumlah partus dengan tindakan

operatif/section cesarea sebanyak 288 orang (57,48%) serta jumlah pasien

yang mengalami infeksi puerperium (postpartum) sebanyak 6 orang

(1,19%). Pada tahun 2015 (Periode Januari-Desember) sebanyak 612

orang dengan jumlah partus normal sebanyak 310 orang (50,65%) dan

jumlah partus dengan tindakan operatif/section cesarea sebanyak 302

orang (49,34%) serta jumlah pasien yang mengalami infeksi puerperium

(postpartum) sebanyak 12 orang (1,96%). Dari data yang diperoleh dapat

disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kejadian infeksi puerperium

sebanyak 6 orang (0,98%), dimana infeksi puerperium dapat menghambat

pemulihan masa nifas. Rata-rata jumlah ibu nifas yang dirawat di diruang

perawatan tiap 1 bulan yaitu 50 orang.

Berdasarkan rasional serta latar belakang diatas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Status Gizi dengan

Pemulihan Masa Nifas Hari Ke II-III di Rumah Sakit Umum Daerah

Majene Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah.

Memperhatikan latar belakang masalah di atas maka dapat

dirumuskan pernyataan peneliti sebagai berikut “Bagaimana Hubungan

8
Antara Status Gizi Dengan Pemulihan Masa Nifas Hari Ke II-III di Rumah

Sakit Umum Daerah Majene Tahun 2016”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum.

Untuk menegetahui hubungan antara status gizi dengan pemulihan

masa nifas hari Ke II-III di Rumah Sakit Umum Daerah Majene

Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus.

Untuk mengetahui hubungan antara status gizi ibu nifas dengan

pemulihan masa nifas hari Ke II-III di Rumah Sakit Umum Daerah

Majene Tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian.

1. Bagi Praktisi

Sebagai masukan tentang kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas dan

menyusui serta dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan.

2. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Majene.

Diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana bidan

yang bertugas dapat meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan

khususnya kepada ibu nifas dan menyusui.

3. Bagi Institusi.

Diharapkan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan kajian pustaka

bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan penelitian lebih lanjut.

9
4. Bagi Peneliti.

Proposal penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti

terutama untuk menambah wawasan dalam hal mengetahui hubungan

antara status gizi ibu nifas dengan tingkat pemulihan masa nifas, serta

menjadi suatu kesempatan yang berharga bagi peneliti untuk dapat

mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa

perkuliahan.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.

A. Tinjauan Umum Tentang Masa Nifas.

1. Pengertian

Masa Nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai

dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra

hamil dan lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Sarwono,2007).

2. Periode masa nifas.

a. Puerperium dini yaitu kepedulian dimana ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah

bersih dan boleh berhubungan suami istri setelah 40 hari.

b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium yaitu waktuu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bias

berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Suherni, 2008).

3. Gambaran klinis tentang masa nifas.

Beberapa gambaran klinis pada masa nifas :

a. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

11
b. Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules)

disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca

persalinan.

c. Terjadi hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.

d. Perubahan yang terdapat pada endometrium ialah

timbulnyatrombosis, degenerasi, dan nekrosis ditempat imlpantasi

plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-

5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan

desidua dan selaput janin dan setelah 3 hari permukaan

endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang

mengalami degenerasi.

e. Pengeluaran lochia yaitu cairan/secret yang berasal dari kavum

uteri dan vagina dalam masa nifas.

f. Vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-

kerutan) kembali.

g. Luka-luka padda jalan lahir biasa tidak disertai infeksi akan

sembuh dalam 6-7 hari.

h. Bentuk serviks setelah persalinan agak menganga seperti corong

berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah

yang konsistensinya lunak.

i. Ligament, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan setelah bayi lahir secara berangsur-angsurmenjadi ciut

dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang

12
dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi

kendor (Suherni, 2008).

4. Perawatan masa nifas.

a. Mobilisasi : ibu harus istirahat yang cukup dan tidur terlentang

selama 8 jam pasca persalinan.

b. Diet : makanan harus bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya

makanan-makanan yang mengandung protein, sayuran-sayuran dan

buah-buahan.

c. Miksi : hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri agar

secepatnya kandung kemih tidak penuh dan apabila kandung kemih

penuh maka dilakukan katerisasi.

d. Defekasi : buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca

persalinan dan apabila sulit BAB maka dapat dilakukan klisma.

e. Perawatan payudara : perawatan ini sangat penting dimulai sejak

wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan tidak

kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya, dan ibu

dianjurkan untuk menyusui bayinya karena ASI sangat baik untuk

kesehatan bayinya.

f. Kebersihan diri : ajarkan ibu tentang kebersihan daerah kelamin

dengan memakai sabun dan air setiap kali selesai BAK dan BAB

dan mengganti pembalut tiap habis mandi atau 3 kali sehari.

13
g. Keluarga Berencana (KB) : memberikan penjelasan pada ibu untuk

ber-KB untuk menjarangkan dan mengatur kehamilan (Suherni,

2008).

5. Pengawasan Akhir Masa Nifas.

Ada beberapa hal yang harus kita awasi dalam masa nifas, yaitu :

a. Keadaan umum dan menanyakan perasaan setelah persalinan,

melakukan pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu

tubuh.

b. Perdarahan pasca melahirkan, pengeluaran sisa darah yang

mempunyai pola tersendiri.

c. Keadaan payudara dan puting susu untuk memberikan ASI bagi

bayinya.

d. Keadaan rahim setelah persalinan diperhatikan tentang kontraksi

otot rahim, tinggi fundus rahim setelah persalinan dan terdapatnya

nyeri akut karena tekanan saraf.

e. Keadaan perineum.

Perawatan luka episiotomy dilakukan dengan memperhatikan

sekitar vagina dan rectum tentang kemungkinan terjadi infeksi

sehingga perlu mendapat perhatian seksama terutama jahitan

episiotomy.

f. Apakah ibu sudah BAK.

g. Rektum apakah ada rektokel dan pemeriksaan tonus muskulus

sfinter ani.

14
h. Apakah ada flour albus (Suherni, 2008).

B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi.

1. Defenisi Gizi.

Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organism menggunakan

makanan yang dikomsumsi secara normal melalui proses digesti,

absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan.

Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak

ditelan sampai diubah menjadi bagian tubuh dan energy atau

dieksresikan sebagai zat sisa (Sediaotama. AD, 2008).

Dalam saluran pencernaan, makanan yang masuk melalui

mulut dipecah menjadi senyawa kimia yang lebih sederhana dan

disebut zat gizi (nutrient).

Berdasarkan kegunaan masing-masing zat gizi yang terdapat

dalam makanan terdiri dari enam macam yaitu karbohidrat, lemak,

protein, mineral, vitamin, dan air.

Berdasarkan kegunaan masing-masing zat gizi bagi tubuh,

maka zat gizi itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu

kelompok zat gizi pemberi energy disebut zat gizi energitika

(Karbohidrat, Lemak dan Protein), dan zat gizi sebagai pengatur reaksi

biokimia dalam tubuh atau zat gizi stimulansia yaitu vitamin (Moehji,

S, 2007).

15
2. Pengertian Status Gizi.

a. Status gizi adalah ekspresi dalam keadaan seimbang dalam bentuk

variable tertentu, atau perwujudan dari nutrient dalam bentuk

variable tertentu (Eva Ellya Sibagariang, 2010).

b. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat

penggunaan makanan zat gizi oleh tubuh (Sufiati, 2008).

c. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara

status gizi buruk, baik dan lebih (Almatsier, 2008).

3. Factor yang mempengaruhi status gizi.

Status gizi ibu nifas dipengaruhi terhadap factor resiko, diet,

pengukuran antropometri dan biokimia. Penilaian tentang asupan

pangan dapat di peroleh melalui ingatan 24 jam. Maka gizi ibu yang

kurang baik perlu di perbaiki keadaan gizinya atau yang obesitas

mendekati yang normal, yang di lakukan sebelum hamil. Sehingga

mereka mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan bayi

yang sehat, serta untuk mempertahankan kesehatannya sendiri.

(Arisman, 2009).

Factor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu nifas antara lain,

pengaruh makanan erat kaitannya dengan volume ASI yang diproduksi

tiap hari, dengan adanya variasi individu maka dianjurkan penambahan

15-20 gram protein sehari, jika makan sehari seimbang maka

16
suplementasi tidak diperlukan kecuali jika kekurangan satu atau lebih

zat gizi, serta aktivitas. (Eva Ellya Sibagariang, 2010).

Zat gizi dalam makanan berfungsi untuk memperoleh energy

untuk aktifitas, pertumbuhan dan perkembanga, menjaga dan

mempertahankan kesehatan serta memperbaiki kerusakan jaringan dan

penting untuk proses penyembuhan khususnya pada pemulihan masa

nifas. (Weni Kristiyanasari, 2010).

Postpartum badan ibu menyesuaikan kembali alat-alat

kandungan dan adnexanya menjadi bentuk normal seperti sebelum

kehamilan, sedangkan mammae menyiapkan diri dan mulai berfungsi

menghasilkan ASI. Melalui ASI zat-zat gizi yang diperlukan neonates

diberikan dari tubuh ibunya dari persediaan yang telah dipersiapkan

terlebih dahulu. Tambahan kebutuhan energy sebesar 800 kalori sehari

dan tambahan kebutuhan protein sebesar 25 gram sehari. Sampai batas

tertentu, kebutuhan anak diambil dari tubuh ibunya, tidak

menghiraukan apakah ibunya sendiri mempunyai persediaan cukup

atau tidak akan zat-zat gizi tersebut. Ibu yand dalam masa nifas harus

mendapat perhatian serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat

mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air

susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori,

tinggi protein dan banyak mengandung cairan.(Eva Ellya Sibagariang,

2010).

17
Tabel 2.1
Perbandingan Kebutuhan Zat Gizi Wanita Normal (Tidak Hamil),

Hamil Dan Ibu Nifas.

Makanan Normal Hamil Nifas

Kalori (kal) 2500 2500 2500

Protein (grm) 60 85 100

Kalsium (grm) 0,8 1,5 2

Feerum (Fe) (mg) 12 15 15

Vitamin A (IU) 5000 6000 8000

Vitamin B (mg) 1,5 1,8 2,3

Vitamin C (mg) 70 100 150

Vitamin D (SI) 2,2 2,5 3

Riboflavin 15 18 23

Asam nikotin - 600 700

Ibu nifas atau menyusu harus makan makanan yang cukup bagi

bayinya, ibu menyusui memerlukan zat gizi lebih banyak dari pada ibu

yang tidak menyusui disesuaikan dengan umur bayi dan kebutuhan

gizi ibu, seperti table berikut ini. (Eva Ellya Sibagariang, 2010).

Tabel 2.2
Kebutuhan Makanan Ibu Nifas / Menyusui Dalam Sehari.

Bahan Makanan Bayi umur Bayi umur Bayi umur

0-6 Bulan 7-12 Bulan 13-24 Bulan

Nasi/ pengganti 5 piring 4½ piring 4 piring

18
Ikan/ pengganti 2½ ptg 2 ptg 3 ptg

Tempe/ pengganti 5 ptg 4 ptg 5 ptg

Sayuran 3 mangkuk 3 mangkuk 3 mangkuk

Buah 2 ptg 2 ptg 2 ptg

Susu/ pengganti 1 gls 1 gls 1 gls

Air 8 gls 8 gls 8 gls

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Ibu.

a. Umur

Lebih muda umur ibu hamil, maka energy yang dibutuhkan lebih

banyak.

b. Berat Badan

Berat badan lebih ataupun kurang dari berat badan rata-rata untuk

umur tertentu, merupakan factor menentukan jumlah zat makanan

yang harus dicukupi selama masa nifas.

c. Suhu Lingkungan.

Suhu tubuh dipertahankan pada 36,5-37 derajat Celcius yang

digunakan untuk metabolism optimum. Lebih besar perbedaan

suhu tubuh dan lingkungan berarti lebih besar pula masukan

energy yang diperlukan.

d. Aktivitas.

Semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyak

energy yang dibutuhkan oleh tubuh.

19
e. Status kesehatan.

Pada saat kondisi tidak sehat maka asupan energy tetap harus

diperhatikan.

f. Pengetahuan Zat Gizi dalam Makanan.

Perencanaan dan penyusunan makanan kaum ibu atau wanita

dewasa mempunyai peran yang penting.

Faktor yang mempengaruhi perencanaan dan penyusunan makanan

yang sehat dan seimbang antara lain :

1) Kemampuan keluarga dalam membeli makanan.

2) Pengetahuan tentang zat gizi.

Dengan demikian, tubuh ibu akan menjadi lebih efisien

dalam menyerap zat gizi dari makanan sehari-hari. Kebiasaan dan

Pandangan Wanita Terhadap Makanan.

g. Status Ekonomi.

Status ekonomi maupun social mempengaruhi terhadap pemilihan

makanan.

5. Hubungan Status Gizi Dengan Pemulihan Masa Nifas.

Dari hasil pengamatan ada hubungan yang kuat antara keadaan

gizi ibu dengan pemulihan masa nifas dan gizi pada ibu nifas sangat

erat kaitannya dengan produksi air susu ibu yang sangat dibutuhkan

untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian air susu ibu berhasil

baik, maka berat badan bayi akan meningkat dan membantu

20
mempercepat pemulihan kandungan ibu.( Eva Ellya Sibagariang,

2010).

Manfaat zat gizi bagi ibu nifas, dimana zat protein memberikan

efek bagi kesehatan ibu dalam pemulihan masa nifas zat protein

membantu pembentukan jaringan baru yang rusak dan pemeliharaan

regenerasi kulit dan sel darah merah. Dan zat vitamin membantu

meningkatkan kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan membantu

memperbesar penyerapan zat Fe sehingga mencegah terjadinya infeksi

dan anemia pada masa nifas. (Weni Kristiyanasari, 2010).

Makanan yang di konsumsi pada masa nifas harus bermutu,

bergizi dan cukup kalori. Untuk mengembalikan alat-alat kandungan

ke keadaan sebelum hamil diperlukan kandungan gizi yang diperlukan

ibu dalam sehari adalah 2800 kalori dan protein 64 gr. Kebutuhan gizi

pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25 %. Karena

berguna untuk proses kesembuhan luka-luka karena sehabis

melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk

menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan

biasa. (Waryana, 2010).

Status gizi yang baik yaitu status kesehatan yang dihasilkan

dari keseimbangan intake dan kebutuhan. Parameter status gizi dapat

dilakukan dengan pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia dan

anamnesa riwayat gizi. (Weni Kristiyanasari, 2010).

21
6. Cara Penilaian Status Gizi.

Secara umum penilaian status gizi dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu, penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak

langsung.

a. Penilaian status gizi secara langsung ada lima yaitu :

1) Pemeriksaan Biokimia.

Tes laboratorium meliputi pemeriksaan biokimia, hematologi,

dan parasitologi. Pada pemeriksaan biokimia dibutuhkan

specimen yang akan diuji, seperti darah, urin, dan tinja, dan

jaringan tubuh seperti hati, otot, tulang, rambut, kuku dan

lemak bawah kulit.

2) Pemeriksaan tanda-tanda klinik.

Penilaian tanda-tanda klinik berdasarkan pada perubahan yang

terjadi, yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan

asupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel di mata,

kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3) Pemeriksaan Biofisik

Metode biofisik adalah penentuan status gizi berdasarkan

kemampuan fungsi dari jaringan dan perubahan struktur dari

jaringan. Umumnya digunakan untuk situs tertentu pada

kejadian buta epidemic.

22
4) Pengukuran Antropometri.

Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi

tubuh dan komposisi tubuh. Antropometri merupakan

pengukuran yang paling sering digunakan sebagai metode

penilaian status gizi (PSG) secara langsung untuk menilai dua

masalah utama gizi, yaitu kurang energy protein (KEP) dan

obesitas.

5) Lingkar Lengan Atas (Lila)

Pertambahan lingkar lengan atas ini relatif lambat.

Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan

jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh keadaan

cairan tubuh dan berguna untuk menilai keadaan gizi ibu nifas.

Berikut adalah cara pengukuran lingkar lengan atas

(Lila) sebagai berikut :

(a) Tentukan lokasi lengan yang diukur. Pengukuran

dilakukan pada lengan bagian kiri, yaitu pertengahan

pangkal lengan dan siku. Pemilihan lengan kiri tersebut

dengan pertimbangan bahwa aktifitas lengan kiri lebih

pasif dibandingkan dengan lengan kanan sehingga

ukurannya lebih stabil.

(b) Pengukuran pada lengan bagian atas (dapat digunakan

pita pengukur). Hindari penekanan pada lengan yang

23
diukur saat pengukuran. Tentukan besar lingkar lengan

sesuai dengan angka yang tertera pada pita pengukur.

C. Kerangka Konsep

1. Dasar Pemikiran Variabel Yang di Teliti.

Dalam penelitian ini, hubungan zat gizi dengan pemulihan

masa nifas, dimana zat protein memberikan efek bagi kesehatan ibu

dalam pemulihan masa nifas zat protein membantu pembentukan

jaringan baru yang rusak dan pemeliharaan regenerasi kulit serta sel

darah merah. Dan zat vitamin membantu meningkatkan kekebalan

tubuh, penyembuhan luka dan membantu memperbesar penyerapan

zat Fe sehingga mencegah terjadinya infeksi dan anemia pada masa

nifas. (Weni Kristiyanasari, 2010).

2. Bagan Kerangka Konsep.

Berdasarkan pemikiran yang dirumuskan maka disusun konsep

variable yang diteliti yaitu sebagai berikut :


Tingkat Pemulihan
Status Gizi
Masa Nifas

Mobilisasi Dini

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti.

24
D. Defenisi Operasional Variabel Penelitian.

1. Status Gizi.

Status gizi dapat diukur dengan dengan beberapa teknik yaitu:

secara biokimia (kadar Hemoglobin, Albumin dan protein serum),

secara fisik (BB/TB, BB/U, TB/U) dan secara klinis (dapat dilihat pada

jaringan epitel di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang

dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid). (Dodik

Briawan, 2013).

Kriteria Objektif :

Pengukuran Hemoglobin (Hb) sel darah merah dalam darah.

Baik : Bila nilai Hb ≥ 12 gr%

Kurang : Bila nilai Hb < 12 gr%


2. Pemulihan masa nifas

Tingkat pemulihan masa nifas adalah keadaan dimana seorang

ibu telah melahirkan dan mengalami pemulihan masa nifas yang terdiri

dari TFU, kontraksi dan lochia (Sitti Saleha, 2009).

Kriteria Objektif

Baik : Jika keadaan umum ibu suda membaik (Tanda-tanda vital

dalam batas normal), TFU (Penurunan TFU 1 cm setiap

harinya) , kontraksi baik dan lochia dalam keadaan normal

(Lochia rubra darah berwarna merah segar).

Kurang : Jika keadaan ibu tidak membaik dan TFU tidak sesuai

kontraksi uterus kurang dan lochia dalam keadaan tidak

normal.

25
E. Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan pada masalah, tujuan, tijauan pustaka dan kerangka konsep

maka hipotesis yang diajukan yakni :

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada Hubungan Antara Status Gizi Ibu Nifas Dengan Pemulihan Masa

Nifas di RSUD Majene Tahun 2016.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada Hubungan Antara Status Gizi Ibu Nifas Dengan Pemulihan

Masa Nifas di RSUD Majene Tahun 2016

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian.

Penelitian ini adalah penelitian dengan metode observasional

dengan rancangan cross sectional study yang bertujuan untuk mencari

hubungan antara variable independen dan variable dependen pada saat

bersamaan (sekali waktu).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni Tahun 2016

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Majene.

C. Populasi dan Sampel.

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan

diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang

dirawat di RSUD Majene periode Mei sampai Juni tahun 2016

sebanyak 56 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi berjumlah 30 orang.

27
3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian yakni secara

Accidental Sampling yang dilakukan dengan mengambil kasus atau

responden yang kebetulan ada pada saat penelitian.

D. Cara Pengambilan Data.

Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah data primer

dengan cara membagikan chek list yang sudah paten pada responden yang

sesuai dengan criteria inklusi. Sebelumnya peneliti menjelaskan tujuan

penelitian dan meminta persetujuan dari responden. Setelah itu mengambil

data dan memilih data yang lengkap berdasarkan kriteria yang ditentukan.

E. Langkah Pengolahan Data.

1. Penyuntingan (Editing)

Dalam tahap penyuntingan ini dilakukan pemeriksaan seluruh daftar

pertanyaan yang dikembalikan responden. Dari data yang terkumpul

semua, data sudah lengkap sehingga diproses tahap selanjutnya.

2. Pengkodean (Coding)

Kegiatan pengkodean dilakukan setelah penyuntingan beberapa

pemberian symbol untuk memudahkan pengolahan data kegiatan.

Kode disusun dalam lembar kode tersendiri untuk pedoman analisis

dan penulisan pelaporan.

3. Tabulasi (Tabulating)

Menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk kemudian

disajikan dengan cara memasukkan angka-angka ke dalam kotak-kotak

28
bernomor pada kartu. Dari data-data yang telah ditabulasi dapat

diketahui angka kumulatif masing-masing variable.

4. Entry (Memasukkan Data)

Memasukkan data hasil pengisian kueisoner ke dalam master table atau

data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana

atau dengan membuat table kontigensi dengan bantuan program SPSS

for windows.

a. Setelah melalui keempat langkah diatas, selanjutnya dilakukan

analisa data dengan beberapa cara :

1) Analisa Univariant

Dilakukan dengan cara deskriptif terhadap setiap variable dari

hasil penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi dan

presentasi dari tiap variable yang diteliti.

2) Dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara variable

bebas dan variable tergantung dengan menggunakan uji

statistic Chi Square (x²) dengan tingkat kemaknaan p<a 0,05

dan untuk mengolah data menggunakan computer program

SPSS for windows.

3) SPSS for windows merupakan salahsatu program oleh data

statistic yakni dimulai data sederhana (mean, median, ranges,

varians, standar deviasi dan lain-lain). SPSS menggunakan 2

tipe windows SPSS data editor dan output viewer.

29
F. Rencana Analisis Data

Setelah seluruh data yang diperoleh telah akurat, maka diadakan proses

analisa dengan dua cara yaitu :

1. Analisa Univariant.

Variable penelitian dideskripsikan dan disajikan dalam table distribusi

frekuensi.

F
P= xK
N

Keterangan :

P : Presentase

F : Frekuensi

N : Jumlah Populasi

K : Konstanta (100%).

(Notoatmodjo, 2005).

2. Analisis Bivariant.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian di proses secara analitik

dengan uji chi square (x²) dengan menggunakan rumus :

N ( ad−bc ) ²
X2=
( a+c )( b +d ) ( a+b )( c+ d)

Keterangan :

x² : Nilai chi square.

N : Jumlah Sampel Penelitian

ad : Jumlah Sampel yang Mengalami Perubahan.

30
bc : Jumlah subjek yang tidak mengalami perubahan tetap

(Budiman, 2006).

Selanjutnya, hasil tersebut akan diolah untuk menentukan

adanya hubungan antara kedua variable independen dan variable

dependent yang dihubungkan dengan menggunakan uji chi – square.

3. Interpretasi

a. Ho ditolak dan Ha diterima apabila x² dihitung > dari x² table dan p

< a (0,05) yang berarti ada hubungan.

b. Ho diterima dan Ha ditolak apabila x² dihitung < dari x² table dan p

> a (0,05) yang berarti tidak ada hubungan. (Hidayat, 2009).

G. Penyajian Data.

Penyajian data akan dilakukan dalam bentuk table distribusi

frekuensi, kemudian dinarasikan atau di interpretasikan secara sistematis

dan kronologis berdasarkan masalah sehingga diperoleh kesimpulan

penelitian.

31
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 04 Mei s/d 04 Juni 2016 di

Rumah Sakit Umum Daerah Majene. Jenis penelitian ini adalah metode

observasional dengan pendekatan cross sectional study untuk melihat

hubungan antara status gizi dengan pemulihan masa nifas hari Ke II-III di

RSUD Majene.

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang dirawat di RSUD

Majene periode Mei sampai Juni tahun 2016 sebanyak 56 orang, dengan

tehnik Accidental Sampling diperoleh 30 sampel. Penelitian ini dilakukan

melalui hasil observasi langsung pada pasien ibu nifas di ruang perawatan

nifas RSUD Majene dan dengan melakukan pencatatan di rekam medic

RSUD Majene.

B. Karakteristik Responden

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

Tabel 4.1 : Distribusi Karakteristik responden berdasarkan umur


pada ibu masa nifas di Rumah Sakit Umum Daerah Majene
Tahun 2016
Umur Frekuensi Presentasi (%)
15-30 19 63,3
31-45 11 36,7
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 4.1 Diatas menggambarkan bahwa dari 30 responden

yang dijadikan sampel, terdapat 19 (63,3%) responden kategori umur 15-

32
30 tahun dan terdapat 11 (36,7%) responden kategori yang umur 31-45

tahun.

C. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Analisis objek dalam peneltian ini yaitu hubungan antara status gizi

dengan pemulihan masa nifas hari Ke II-III dapat dilihat pada tabel

berikut

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi

Tabel 4. 2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi di Rumah Sakit
Umum Daerah Majene Tahun 2016

Status Gizi Frekuensi Persentase ( % )


Baik 16 53,3
Kurang 14 46,7
Jumlah 30 100,0
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan tabel 4.2 Diatas menggambarkan bahwa dari 30

responden yang dijadikan sampel, terdapat 16 (53,3%) responden

kategori status gizi baik dan terdapat 14 orang (46,7%) responden

kategori status gizi kurang.

b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemulihan Masa Nifas Hari Ke II-


III
Tabel 4. 3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemulihan Masa Nifas Hari
Ke II-III di RSUD MajeneTahun 2016

Tingkat Pemulihan Masa Nifas Frekuensi Persentase ( % )


Baik 22 73,3
Kurang 8 26,7
Jumlah 30 100,0
Sumber : Data Primer 2016

33
Berdasarkan tabel 4.3 Diatas menggambarkan bahwa dari 30

responden yang dijadikan sampel, terdapat 22 (73,3%) responden kategori

tingkat pemulihan masa nifas baik dan terdapat 8 (26,7%) responden

kategori tingkat pemulihan nifas kurang.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan

adalah uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Hubungan variabel independen terhadap variabel dependen

dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 4. 4
Hubungan Status Gizi Dengan Pemulihan Masa Nifas Hari Ke II-III
di Rumah Sakit Umum Daerah Majene Tahun 2016
Pemulihan Masa Nifas

Status Gizi Baik Kurang Jumlah α :0,05

N % N % n %

Baik 16 53,3 0 0 16 53,3 P = 0.000

Kurang 6 20,0 8 26,7 14 46,7

Jumlah 22 73,3 8 26,7 30 100,0

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.4 Diatas menggambarkan bahwa dari 30

responden yang dijadikan sampel, terdapat 16 (53,3%) responden dengan

status gizi baik, yang terdiri dari 16 (53,3%) dengan pemulihan masa nifas

baik dan (0,0%) dengan pemulihan masa nifas kurang. Terdapat 14

(46,7%) responden dengan status gizi kurang, yang terdiri dari 6 (20,0%)

34
dengan pemulihan masa nifas baik dan 8 (26,7%) dengan pemulihan masa

nifas kurang.

Dengan pengujian menggunakan teknik chi-square didapatkan

p = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Dengan demikian ada hubungan antara status gizi dengan pemulihan masa

nifas hari ke II-III.

D. Pembahasan

Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti

melakukan penelitian kemudian membandingkan antara teori peneliti

terdahulu dengan hasil penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian tentang

hubungan status gizi dengan pemulihan masa nifas hari ke II-III di Rumah

Sakit Umum Daerah Majene Tahun 2016.

Menurut hasil analisis hubungan status gizi dengan pemulihan masa

nifas hari ke II-III di Rumah Sakit Umum Daerah Majene menunjukkan

bahwa responden bahwa dari 30 responden yang dijadikan sampel terdapat 16

(53,3%) responden dengan status gizi baik, yang terdiri dari 16 (53,3%)

dengan pemulihan masa nifas baik dan (0,0%) dengan pemulihan masa nifas

kurang. Dan terdapat 14 (46,7%) responden dengan status gizi kurang, yang

terdiri dari 6 (20,0%) dengan pemulihan masa nifas baik dan 8 (26,7%)

dengan pemulihan masa nifas kurang. Sehingga dalam penelitian ini terlihat

jelas bahwa mayoritas responden dengan status gizi baik dengan proses

35
pemulihan masa nifas baik, namun ada 6 (20,0%) responden dengan status

gizi kurang dengan proses pemulihan masa nifas yang baik.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemkakan oleh Dodik Briawan

(2013). mengatakan bahwa status gizi sangat erat kaitannya dengan

pemulihan masa nifas begitupun dengan hasil penelitian terdahulu. Namun

perlu disadari bahwa tidak sedikit dari jumlah populasi ibu dengan pemulihan

masa nifas akan mengalami komplikasi penyulit disebabkan karena

kehilangan darah yang cukup banyak, seperti saat menstruasi, kecelakaan,

persalinan, masa nifas dan donor darah yang berlebihan dapat menghilangkan

zat besi dari dalam tubuh. Hambatan penyerapan zat besi dapat terjadi karena

rendahnya komsumsi pangan heme atau adanya gangguan proses penyerapan

didalam tubuh.

Dari hasil analisis diatas jelas terlihat bahwa ada 6 (20,0%) responden

dengan status gizi kurang dengan proses pemulihan masa nifas yang baik. Hal

ini dipengaruhi oleh kebiasaan ibu menyusui bayinya, Menurut teori Atikah

Proverawati, dkk (2009:108) saat ibu menyusui bayinya hormone

progesterone yang merangsang kontraksi otot-otot di saluran ASI sehingga

ASI terperah keluar juga akan merangsang kontraksi rahim sehingga proses

pemulihan masa nifas berlangsung dengan baik.

Berdasarkan hasil uji statistic Chi-square hubungan status gizi dengan

pemulihan masa nifas hari ke II-III, diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari

α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan

36
demikian ada hubungan antara status gizi dengan pemulihan masa nifas hari

Ke II-III di Rumah Sakit Umum Daerah Majene.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hj. Luluk

Tarwiyah (2010) di Desa Mojodowo Kecamatan Kemlagi Kabupaten

Mojokerto mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status

gizi dengan pemulihan masa nifas dengan taraf signifikan p value 0,000. Dan

penelitian yang dilakukan oleh Nurwahyuni (2012) di Rumah Sakit Umum

Sariningsih mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status

gizi dengan pemulihan masa nifas dengan taraf signifikan p value 0,001.

Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yayat

Suryati (2012/2013) di poli KIA Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum

Semarang mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status

gizi dengan proses penyembuhan luka ibu nifas dengan taraf signifikan p

value sebesar 0,030. Dan penelitian yang dilakukan oleh Nurwahyuni (2010)

di BPS Ny. Purwanto Mojokerto mendapatkan bahwa ada hubungan antara

pantang terhadap makanan pada ibu nifas dengan proses penyembuhan luka

perineum dengan taraf signifikan p value 0,001.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan memberikan gambaran

bahwa status gizi ibu mempengaruhi proses pemulihan masa nifas.

Masyarakat hendaknya memperhatikan dan melakukan setiap anjuran atau

nasehat dari petugas kesehatan khususnya tentang nutrisi pada masa hamil

maupun post partum.

37
Menurut asumsi peneliti bahwa status gizi sangat mempengaruhi

pemulihan masa nifas, karena dengan gizi yang baik ibu nifas dapat merasa

lebih sehat dan kuat untuk mobilisasi dini dan dengan gizi yang baik ibu nifas

tidak mudah terkena infeksi. Selain itu juga ibu nifas dengan gizi yang baik

dan seimbang dapat membantu produksi ASI.

Makanan yang di konsumsi pada masa nifas harus bermutu, bergizi

dan cukup kalori. Karena berguna untuk proses kesembuhan luka-luka karena

sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk

menyehatkan bayi. Namun perlu disadari bahwa tidak sedikit dari jumlah

populasi ibu dengan pemulihan masa nifas akan mengalami komplikasi

penyulit dalam menghadapi persalinan karena pertumbuhan janin dalam

kandungan, apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan atau pada

saat kehamilan akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR). Jadi ibu

disarankan agar memperhatikan status gizinya sebelum hamil, saat hamil dan

masa nifas.

38
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 04 Mei s/d

04 Juni 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Majene untuk mencari hubungan

antara status gizi dengan pemulihan masa nifas hari ke II-III, maka setelah

dilakukan penelitian diperoleh :

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak yang mengalami gizi

baik sebanyak 16 (53,3%) responden dibandingkan dengan status gizi

kurang sebanyak 14 (46,7%) responden.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak yang mengalami

pemulihan nifas yang baik sebanyak 22 (73,3%) responden dibandingkan

status gizi kurang sebanyak 14 (46,7%) responden.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi

dengan pemulihan masa nifas.

B. Saran

Setelah dilakukan penelitian dan didapatkan kesimpulan maka penulis

memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Diharapkan ibu nifas yang status gizinya baik dan kurang tetap lebih

meningkatkan pengetahuan tentang gizi ibu nifas karena dapat membantu

dalam proses pemulihan masa nifas.

2. Diharapkan kepada pihak rumah sakit dapat memberikan informasi

melalui konseling dan pelayanan yang profesional serta penyuluhan

39
tentang gizi ibu nifas bagi setiap ibu nifas dan masyarakat mengenai

pemulihan masa nifas.

3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti variable yang lain

serta menggunakan metode penelitian yang lain.

40

Anda mungkin juga menyukai